ANALISIS MUTU KIMIA INVERSI NIRA TEBU (Saccharum officinarum L.)
SKRIPSI
OLEH : ERTI MUSTARI
1024130
PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI SARJANA TERAPAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PANGKEP
2014
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISA MUTU KIMIA INVERSI NIRA TEBU (Saccharum officinarum L.)
SKRIPSI OLEH : ERTI MUSTARI
NIM. 1024130
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Telah Diperiksa dan Disetujui :
Ir. Zaimar, MT Zulfitriany. DM, Sp, Mp Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh :
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
Judul : Analisi Mutu Inversi Nira Tebu (saccharum officinarum L.) Nama Mahasiswa : Erti mustari
NIM : 10 24 130
Program Studi : Agroindustri Sarjana Terapan Tanggal lulus : 3 September 2014
Disahkan Oleh : Tim Penguji
Ir. Zaimar, MT (...)
Zulfitriany. D.M, SP, MP (...)
Ir. Muhammad Fitri, MP (...)
Rahmawati saleh, S. Si, M.Si (...)
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama Mahasiswa : Erti mustari NIM : 10 24 130
Program Studi : Agroindustri Sarjana Terapan
Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya buat dengan Judul : Analisis mutu kimia inversi nira tebu (saccharum officinarum L) adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya ilmiah praktek akhir ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Pangkep,
ABSTRACT
Erti Mustari, NIM. 10 24 130 "Analysis of the chemical quality of the sap inversion of cane (saccharum officinarum)". In guidance by Zaimar and Zulfitriany,DM
Sugarcane is very potential to be developed in Indonesia, one of which is process into white sugar. The quality of white sugar produced is influenced by its main raw material ie sugarcane juice. Perishable nature of sugarcane juice as it has an acidic pH. How to remove the acidic nature of the solution by adding an alkaline material is limestone.
This study aims to determine the quality of the inverted juice, the addition of lime milk in accordance with the expected white sugar produced are of good quality.
The method used, namely primary and secondary data.
Analysis of Pol and Brix is best with a pH of 7.5 to 6 hours heating time (A2B2), which has the highest potential of sugar to a certain temperature.
Analysis of polarization and (HK) best at pH 7.5 by treatment with prolonged heating 6-24 hours (A2B3 and A2B2),. icumsa analysis of the treatment with pH 5.2 and 4.8 by heating to 30 hours for the color that indicates the quality of unfavorable.
pH and concentration of sugarcane juice lime additions affect the physical, chemical and organoleptic white sugar. Chemical and physical parameters that best sugarcane juice at pH 5.5 (± 0.1) at a concentration of 0.05% by the addition of lime, while white sugar is best according to organoleptic cane juice pH of 5.5 (± 0.1) with the addition of lime concentration of 0.075%.
pol or polarization is the amount of sugar (in grams), while the dissolved solids or Brix is the sum of all dissolved solids (in grams), every 100 grams of solution.
HK or dignity of purity is a measure of the purity of the juice, the more purely relative terms, the more sugary. And on that dextran dekstranyang sap that contains much will cause the loss of sugar products because dextran is a polymer that has a high solubility properties. While sucrose is the sugar found in sugar cane juice, sucrose is inverted into glucose and fructose in acidic conditions and high temperatures, ie 60 ° C. So as to prevent the reaction of sucrose inversion in cane juice juice pH value should be maintained with the addition of lime.
Keywords: Quality of sugar cane juice inversion chemical
RINGKASAN
Tebu sangat potensial dikembangkan di Indonesia, salah satunya yaitu mengolahnya menjadi gula putih. Kualitas gula putih yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku utamanya yaitu nira tebu. Sifat nira tebu mudah rusak karena memiliki pH asam. Cara untuk menghilangkan sifat asam larutan dengan menambahkan bahan yang bersifat basa yaitu kapur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu nira yang terinversi, penambahan susu kapur yang sesuai dengan yang diharapkan gula putih yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Metode penelitian yang digunakan yaitu data primer dan skunder.
Analisa Pol dan Brix terbaik adalah dengan pH 7,5 dengan waktu pemanasan 6 jam (A2B2), yaitu memiliki potensi gula tertinggi dengan suhu tertentu.
Analisa polarisasi dan (HK) terbaik pada perlakuan dengan pH 7,5 dengan lama pemanasan 6-24 jam (A2B3 dan A2B2),.Analisa icumsa terhadap perlakuan dengan pH 5,2 dan 4,8 dengan pemanasan 30 jam yaitu untuk warna menunjukkan kualitas yang kurang baik.
pH nira tebu dan konsentrasi penambahan kapur berpengaruh terhadap kualitas fisik, kimia dan organoleptik gula putih. Parameter terbaik kimia dan fisik yaitu nira tebu pH 5.5 (± 0.1) dengan konsentrasi penambahan kapur 0.05%, sedangkan gula putih terbaik menurut organoleptik yaitu nira tebu pH 5.5 (± 0.1) dengan konsentrasi penambahan kapur 0.075%.
pol atau polarisasi adalah jumlah gula (dalam gram), sedangkan pada Brix atau zat padat terlarut yaitu jumlah semua zat padat yang larut (dalam gram), setiap 100 gr larutan.
HK atau harkat kemurnian merupakan ukuran dari kemurnian nira, semakin murni secara relatif maka semakin banyak mengandung gula. Dan pada dekstran yaitu nira yang memiliki kandungan dekstranyang banyak akan menyebabkan kehilangan terhadap produk gula karena dekstran merupakan suatu polimer yang memiliki sifat daya larut yang tinggi. Sedangkan pada sukrosa adalah gula yang terdapat pada nira tebu, sukrosa mudah terinversi menjadi glukosa dan fruktosa pada kondisi asam dan temperatur tinggi, yaitu 60°C. Sehingga untuk mencegah reaksi inversi sukrosa dalam nira tebu nilai pH nira perlu dipertahankan dengan penambahan kapur.
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelasaikan Tugas Akhir ini dengan judul Analisi Mutu Kimia Inversi Nira Tebu (Saccharum officinarum L.) di PT. Perkebunan Nusantara X. Salam dan salawat tidak lupa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikut beliau.
Penyelesaian karya ilmiah praktek akhir ini, tidak terlepas dari adanya bantuan beberapa pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Teristimewa penulis haturkan terima kasih kepada Ayahanda Mustari dan Ibunda Maryam atas segala kasih sayang serta do a restu bagi keberhasilan penulis menuntut ilmu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Zaimar, MT selaku dosen pembimbing I dan Ibu Zulfitriany. DM, SP, MP selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. dan tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
2. Bapak Rivaldi, ST., M.Si. selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
3. Ibu Ika Purwaningsih, ST selaku pembimbing lapangan, yang telah membimbing kami di lapangan.
4. Dani Putranto, S.AB selaku pembimbing laboratorium dalam analisa
5. Bapak kepala bagian tanaman pengolahan dan jajarannya yang telah membimbing kami.
6. Bapak Yudi Widianto S.TP selaku manajer Quality Control dan jajarannya yang telah memberikan arahan dalaam peraktek kerja magang ini. Selaku karyawan PG. Toelangan yang telah membantu penulis selama melakukan kegiatan magang.
7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep khususnya mahasiswa Agroindustri Angkatan XXIIII yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan laporan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis demi perbaikan di masa mendatang. Mudah mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Pangkep, April 2014
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... .... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
ABSTRACT... . v
RINGKASAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR... ... xii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... . xiii
DAFTAR LAMPIRAN... ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitan ... 2
1.4 Maanfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.1 Tebu ... 4
2.1.2 Pengaruh pH dan Waktu Penyimpanan ... 6
2.1.3 Pengaruh pH pada Nira ... 6
2.1.4 Perbedaan Waktu dan pH ... 7
2.1.5 Nira Tebu ... 9
2.1.6 Gula ... ... 10
2.1.7 Inversi Nira ... 12
2.1.8 Bahan Pembantu ... 13
2.1.9 Kapur Tohor ... 16
2.1.10 Susu Kapur ... 17
2.1.11 Fungsi Susu Kapur ... 17
2.1.12 Kapur yang digunakan ... 18
BAB III METODOLOGI ... 20
3.1.1 Metode Pelaksanaan ... 20
3.1.2 Waktu dan Tempat/Lokasi ... 21
3.1.3 Alat dan Baha ... 21
3.1.4 Parameter Pengamatan ... 22
3.1.5 Prosedur Kerja ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1.1 Analisa Baha Baku ... 25
4.1.2 Pplarisasi (Pol) ... 27
4.1.3 Zat Padat Terlarut ... 27
4.1.4 Hak Kemurnian (HK) ... 28
4.1.5 Dekstran... 29
4.1.6 Sukrosa ... 30
4.1.6 Icumsa ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1.1 Kesimpula ... 33
5.1.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
LAMPIRAN ... 35
RIWAYAT HIDUP ... 60
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman tabel
1. Persyaratan Bahan Baku Kapur Tohor ... 13
2. Persyaratan Susu Kapur untuk Proses Pemurnian ... 14
3. Persyaratan Bahan Bantu Belerang... 15
4. Desain Penelitian ... 20
5. Data Analisa Pemanasan dengan Susu Kapur dan Waktu... 25
6. Data Analisa Tampa Pemanasan dengan Susu Kapur dan Waktu.. 26
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman 1. Hubungan Perlakaun Analisis Mutu Kimia Inversi
Nira Tebu Pada pH dan Waktu, Polarisasi (Pol) ... 26 2. Hubungan Perlakuan Analisa Mutu Kimia Inversi
Nira Tebu pada pH dan Waktu, Zat Padat Terlarut (Brix) ... 27 3. Hubungan Perlakuan Analisa Mutu Kimia Inversi
Nira Tebu pada pH dan Waktu, Hak Kemurnian (HK) ... 28 4. Hubungan perlakuan analisa mutu kimia inversi
Nira Tebu pada pH dan Waktu, Dekstran ... 29 5. Hubungan Perlakuan Analisis Mutu Kimia Inversi
Nira Tebu pada pH dan Waktu, Sukrosa ... 30 6. Hubungan perlakuan analisa mutu kimia inversi
Nira Tebu pada pH dan Waktu, Icumsa ... 31
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
__________________________________________________________________
Notasi/Singkatan Arti dan Keterangan
FK Faktor kemasakan
HK Harkat kemurnian
POL Polarisasi
BRIX Zat padat terlarut
DEKSTRAN Dekstran
SUKROSA Sukrosa
ICUMSA Icumsa
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Hasil Analisa dengan Pemanasan ... 36
2. Hasil Analisa Tampa Pemanasan ... 40
3. Data Analisis ... 43
4. Foto-foto Proses Penelitian ... 46
5. Koreksi Brix dan Suhu ... 50
6. Hubungan antara Kepekatan dan Berat Jenis ... 51
`
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku pembuatan gula dimana tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, dan dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula. Tanaman tebu yang memiliki kandungan sukrosa yang terdapat dalam batang tebu akan mengalami degradasi menjadi monosakarida atau gula reduksi yang disebabkan oleh aktivitas mikroba.
Pada tahun 1883 SMERTON mulai menggunakan gilingan tebu dengan 3 silinder (roll) sebanyak 2 pasang dan sejak itu pengusaha mulai menggunakan lebih dari satu pasang gilingan.
Tebu yang merupakan sumber utama dari gula belum diketahui dengan pasti daerah asalnya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa daerah asal tebu adalah kepulauan Polinesia, termasuk Irian, Kalimantan Maluku dan Sulawesi, dugaan tersebut berdasarkan kenyataan, bahwa di pulau tersebut terdapat tebu liar.
Gula yang dimurnikan (refiniing sugar) mula-mula didirikan pabriknya pada abad 16 di Jerman, Perancis dan Inggeris, tetapi pabrik yang peralatanyan yang sudah baik atau moderen mulai berkembang di Inggeris pada abad 19. Akibat adanya peperangan di Eropa, terutama antara Inggeris dan Perancis, maka produksi gula bit mulai berkembang pada abad 18, serta Prancis merupakan negara penghasil gula bit yang utama.
Proses pemurnian kotoran kotoran non gula diendapkan dengan bantuan kapur tohor setelah nira mentah dipanasi dengan suhu 55°C pada suhu tersebut dimaksudkan untuk melemahkan bakteri dan menurunkan viskositas nira. (Honig, P 19). Salah satu senyawa organik non gula disebut dekstran dapat berpengaruh terhadap kualitas proses maupun bentuk dari kristal yang dihasilkan (Mochtar, 1995). Dalam proses pembuatan gula di Indonesia diperlukan penambahan bahan kimia atau yang dikenal dengan penambahan bahan bantu proses antara lain berupa kapur tohor (CaO), belerang (S), batu kapur (CaCO3), dan flokulan yang berkembang sejak tahun 1970 an (Mochtar, 1995).
Salah satu sifat nira yaitu asam dengan pH 4.9-5.5. Nira merupakan salah
`
kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal produksi. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi selama panen tebu dimana terjadi kontak antara batang tebu dengan pisau atau tanah. Kerusakan nira ditandai dengan rasa nira menjadi asam, berbuih putih dan berlendir. Kerusakan ini terjadi karena aktivitas mikroorganisme terhadap kandungan nira yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu sumber karbon bagi mikroorganisme yang mudah dihidrolisa oleh enzim invertase menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Peristiwa ini sering disebut reaksi inversi. Hasil proses reaksi ini disebut gula invert atau gula reduksi. Gula di dalam larutan tidak kuat dalam lingkungan asam, artinya apabila di dalam larutan terdapat bahan yang bersifat asam maka gula akan mengalami kerusakan dan sukar untuk mengkristal. Cara untuk menghilangkan sifat asam larutan adalah dengan menambahkan bahan yang bersifat basa.
Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula kristal putih. Di dalam batang tebu terkandung nira dan serabut tebu. Serabut tebu yang keluar dari gilingan terakhir masih mengandung air dan sedikit sekali mengikat nira aslinya, dinamakan ampas tebu. Ampas tebu selain digunakan sebagai bahan bakar ketel, juga sebagai salah satu komponen dalam penetapan rendemen (gula yang diperoleh dari pengolahan tebu).
Oleh karena itu dilkukan analisa mutu kimia inversi nira tebu (saccharum offcanarum). Adapun analisa mutu yang dilakukan adalah pH, Icumsa, Pol, Dekstran, Brix, Sukrosa, Hk.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah menentukan
`
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyrakat
setempat atau pun diluar lingkungan area pabrik bagaimana cara menganalisi mutu
kimia inversi nira tebu, agar dapat menghasilkan kualitas gula yang berkualitas .
BAB II
`
2.1.1 Tebu (Saccharum officinarum L.)
Tebu sebagai bahan baku utama pabrik gula di Indonesia merupakan tanaman yang efisien. Batang tebu mengkonversi sinar matahari dengan proses fotosintesa sehingga menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dll) selama pertumbuhan. Reaksi utama pada proses fotosintesa tebu :
Pada 6CO2 adalah karbondioksida, 6H2O air, dan C2H12O6 itu glukosa Sinar matahari
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
klorofil
Setelah tebu ditebang kandungan sukrosa yang terdapat dalam batang tebu akan mengalami degradasi menjadi monosakarida atau gula reduksi yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Hal ini merupakan kerugian karena di pabrik gula yang akan di kristalkan adalah sukrosa sementara monosakarida dan gula lain akan menjadi tetes (molasses).
Kerusakan tebu (cane deterioration) merupakan faktor yang penting dalam memperoleh gula yang berkualitas. Selain menyebabkan kehilangan gula (sukrosa) yang besar, kerusakan tebu menyebabkan kesulitan dalam proses pengolahan tebu menjadi gula dan menambah biaya produksi. Clarke, et al (1980) memperkirakan bahwa kehilangan gula pada pra-panen sampai menjadi gula produk bervariasi antara 5 35 % dari sukrosa dalam tebu, tergantung pada kondisi lingkungan dan teknologi yang digunakan.
Kerusakan pada tebu selama panen dan pasca panen diantaranya disebabkan oleh kondisi natural varietas tebu dan tempat tumbuhnya, kondisi pra panen, yaitu banyak tebu yang dibakar (Saska et al, 2009; Solomon, 2000), penggunaan mekanisasi dengan tebu dipotong-potong (Mochtar, 1995; Uppal,
`
susutnya bobot tebu dan meningkatnya kadar gula reduksi. Setelah tebu ditebang secara otomatis akan terjadi penguapan pada batang tebu. Persentase kehilangan berat ini bergantung dari suhu, kelembaban, metode penyimpanan dan kondisi waktu ditebang. Penurunan bobot tebu secara langsung dapat mempengaruhi perolehan berat kristal yang diterima (Santoso dkk, 1996). Tebu setelah ditebang lalu diangkut ke emplasement pabrik gula. Apabila proses tebang angkut ini berjalan normal dan berlaku sistem FIFO maka tidak akan timbul masalah.
Dengan kondisi sekarang dimana banyak tebu yang tidak bisa langsung terangkut ke emplasement pabrik, kemungkinan kerusakan karena waktu tunda giling semakin besar.
Penyebab terbesar dari degradasi tebu setelah ditebang adalah waktu tunda giling. Penundaan giling disebabkan karena tebu yang ditebang tidak langsung dibawa ke pabrik, tebu yang dibawa ke pabrik tidak langsung digiling atau bisa juga pabrik mengalami gangguan sehingga berhenti giling. Pada tebu yang dilasah di lahan atau di emplasement pabrik dapat terinfeksi oleh mikroba. Mikroba dan bakteri memanfaatkan gula yang terdapat pada batang tebu sebagai sumber energinya. Gula (sukrosa) yang seharusnya diproses di pabrik menjadi rusak dan terkonversi menjadi bentuk lain seperti dekstran, asam laktat, levan, alteran, dll., Watt, DA dan Cramer, M.D., 2009. Singh et al (2008) memperkirakan bahwa 13 kg gula hilang tiap ton tebu selama proses penundaan giling.
Peningkatan kadar gula reduksi ini disebabkan oleh proses inversi, yaitu pengubahan sukrosa menjadi gula reduksi oleh mikroba (Siddhant, et al , 2008;
Singh, et al , 2008). Liu, dkk, 2009, dalam percobaannya pada dua varietas tebu di Cina mengemukakan bahwa tebu yang ditunda giling selama 5 hari terdapat kenaikan kadar gula reduksi dari 0,2 menjadi 1,2% atau sekitar 0,16 % per hari.
2.1.2 Pengaruh pH dan waktu penyimpanan
pH dan waktu tunda nira mentah dalam mengendalikan proses pemurnian banyak dibicarakan para pakar industri gula (Mochtar, 1974). Otomatis
`
pengendalian pH selama proses berlangsung dan kontrol terhahap waktu tunda, nira mentah dapat mengurangi proses fluktuasi, bahkan dapat menekan kehilangan gula (Hasim, 1975; Istandi, 1984; Ruwiyani, 1986). Menurut Mead-Chen (1986) peningkatan Delta HK (Harga Kemurnian), warna, turbiditas dan Cao berkaitan dengan penambahan kapur. Semakin besar delta HK semakin baik kualitas nira encer. Peningkatan susu kapur dapat menaikan delta HK. Namun penambahan susu kapur juga menaikan kadar CaO, warna dan turbiditas dimana hal ini dapat menurunkan kualitas nira encer. Nira encer dikatakan berkualitas baik bila kadar Harga Kemurnian (HK) > 75 % atau kenaikan delta HK > 2 point, kadar CaO <
1000 ppm, kandungan warna < 15000 ICUMSA, dan kadar turbiditas < 100 ppm SiO2.
Mengingat betapa pentingnya pengaruh pH defekasi dan kontrol terhadap waktu tunda nira mentah, pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer, untuk mengetahui pengaruh pH defekasi dan waktu tunda nira mentah terhadap kualitas nira encer yang dibatasi pada stasiun pemurnian.
2.1.3 Pengaruh pH pada nira
Pada proses pengolahan tebu menjadi nira (gula) yaitu khususnya pada proses pemurnian bagian sulfitasi pengendalian nilai pH masih banyak dilakukan
`
menyelesaikan kesetimbangan elektro-kimia non-linier. Secara keseluruhan dinamika proses tersebut adalah model yang nonlinier, sehingga diperlukan pengendali yang mampu mengatasi karakteristik nonlinier ini. Pengendali nonlinear pada dasarnya sangat cocok untuk diterapkan pada pengendalian pH akan tetapi pengendali nonlinear lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan pengendali linear. Oleh karena itu dalam penelitian ini diusulkan pengendali linear yang mampu untuk mengatasi karakteristik nonlinear pada pH.
Pengendali linear yang digunakan adalah kontroler PI yang mempunyai parameter tuning khusus yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan menghadapi sistem non linier.
2.1.4 Perbedaan waktu dan pH
Perbedaan waktu dan pH pada nira mentah nira yaitu dengan efisiensi dan efektivitas proses selanjutnya. Waktu tunda yang semakin lama dapat menurunkan efisiensi kerja pada pabrik gula. Untuk itu diperlukan flokulant dengan jenis dan konsentrasi yang optimal. Volume endapan dalam bejana defekator diukur dalam interval waktu tertentu. Pada pengukuran Pol, Sukrosa dan Brix yaitu:
1. Pengukuran Pol dan Sukrosa
Sukrosa ialah gula kristal yang manis rasnya, dibuat dari tebu atau beet, mempunyai rumus kimia 12H22O11, mempunyai sifat aktif optik (memutar bidang polarisasi). Dengan adanya sifat ini maka kadar gula (sukrosa, atau zat aktif optik lainnya) dalam suatu larutan gula dapat ditentukan kadarnya dengan cara polarisasi (pada panjang gelombang 589,44 nm (sinar natrium), larutan sukrosa dengan konsentrasi 26,00 sukrosa per 100 ml larutan pada suhu 20,00 °C dan ketebalan larutan 2 dm memutar bidang polarisasi sebesar 34,620 derajat bujur). Polarisasi atau pol didefinisikan sebagai jumlah gula (garam) yang terlarut dalam 100 gram larutan yang mempunyai kesamaan putaran optik dengan sukrosa
`
gula dinamakan polarimeter atau sakarimeter. Satuan polarisasi ialah oS (sugar scale, skala gula). Pengukuran pol dengan polarimeter didasarkan pada putaran optik larutan sukrosa dimana penunjukkan angka 100 oS pada polarimeter didapat dari mengukur larutan sukrosa murni yang mengandung 26,00 g sukrosa setiap 100 ml larutan. Pengukuran ini dilakukan pada panjang gelombang 589,44 nm pada suhu pengukuran 20 °C panjang tabung 2 dm.Dari dasar di atas dapat
dilanjutkan: untuk pembacaan pol = 100 ºS setara dengan 26,00 g sukrosa per 100 ml per larutan analit.Untuk pembacaan pol =poS setara dengan (p : 100 x 26,00 ) g sukrosa per 100 ml larutan analit.
2. Pengukuran Brix
Brix ialah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (garam per 100 gram larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut sebagai gula (sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium, kalsium dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan dihitung setara dengan sukrosa. Seandainya larutan tersebut hanya mengandung sukrosa saja, maka mengukur brix berarti mengukur sukrosa, jadi kadar sukrosa dalam larutan tersebut = kadar brix. Terlihat bahwa semua zat telarut ( sukrosa, garam dapur dan campuran keduanya) merespon dirinya sebagi brix. Respon brix
`
Nira adalah hasil dari perahan tebu, sifat nira tebu mudah rusak karena memiliki sifat asam. Dan cara untuk menghilangkan sifat asam larutan dengan menambahkan bahan yang bersifat basa yaitu kapur, dimana pada nira tebu ini sebagai bahan baku utama pembuatan gula putih yang banyak dikomsumsi masyarakat Indonesia, salah satu komponen nira yang terlarut adalah bahan yang bersifat asam sehingga menimbulkan sifat asam dari niranya sehingga sifat asam dari nira harus segara dihilangkan menjadi netral agar gulanya tidak rusak.
Pada proses pemurnian nira mentah dengan cara sulfitasi terhadap kualitas nira encer 3 Ca (OH)2+ 2 H3PO4Ca5(PO4)2+ 6 H2O P2O5 yang berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam phospat. Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk kalsium phospat. Dalam bentuk prakteknya proses defekasi tidak lagi digunakan karena menghasilkan gula coklat.
Proses sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada nira, karena pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang didapatkan dari pembakaran belerang padat.
Proses Karbonatasi
Gula yang dihasilkan dari pemurnian cara karbonatasi lebih baik daripada proses sulfitasi karena lebih putih. Pada prinsipnya proses ini dilakukan dengan jalan pemberian susu kapur dan selanjutnya kelebihannya dinetralkan
`
dengan gas CO2. Reaksi adalah sebagai berikut: CO2+ H2O H2CO3Ca(OH)2+ H2CO3CaCO3+ 2 H2O
Proses Pemurnian secara Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2 dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2
Pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2
yang didapat dari pembakaran belerang padat.
2.1.6 Gula
Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari dobel unit karbon monosakarida menjadi : C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa atau saccharose. Sukrosa pada kondisi larutan dengan brix rendah dapat mengalami dekomposisi oleh berbagai sebab :
Hidrolisis
Dalam larutan yang mengandung asam, sukrosa mengalami hidrolisis
`
Dalam suasana basa sukrosa dapat terdekomposisi, yaitu bila dipanaskan dengan adanya ion OH-. Proses dekomposisi diawali dengan pembentukan asam organic (asam laktat) diikuti senyawa kompleks yang akhirnya dapat menghasilkan warna coklat. Kerugian dari dekomposisi ini adalah kehilangan gula dan juga timbulnya zat warna yang dapat merusak warna kristal gula. Untuk mengurangi dekomposisi basa maka penambahan kapur pada proses defekasi harus diawasi jangan sampai berlebihan.
Dekomposisi termal
Sukrosa dalam bentuk kristal mengalami dekomposisi yang cepat pada suhu diatas titik lelehnya (200 0C). Pada suhu ini akan terbentuk campuran senyawa berwarna coklat yang larut dalam air yang disebut senyawa caramel.
Dekomposisi oleh Mikroba
Dekompisisi sukrosa dapat dikatalis oleh enzim tertentu yang dihasilkan oleh mikroba. Salah satunya adalah enzim invertase yang menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Larutan sukrosa yang encer (nira) merupakan media yang disukai oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Salah satu mikroba yang terdapat pada nira dengan kualitas tebuh yang rendah adalah Leuconostoc mesentroides atau bakteri pembentuk dekstran. Bakteri tersebut
selain memakan sukrosa dalam nira juga memproduksi dekstran. Dekstran adalah polisakarida yang terbentuk dari molekul D-glukosa. Dekstran yang mempunyai berat molekul tinggi sangat merugikan bagi proses di pabrik gula. Kerugian tersebut terjadi karena dekstran menyebabkan gangguan di berbagai stasiun di pabrik gula. Diantaranya adalah proses pengendapan terganggu, penapis vakum menjadi buntu, masakan viskositasnya tinggi, pemuteran berat, tetes banyak
`
2.1.7 Inversi nira
Pengolahan gula dari tebu atau bahan pemanis lain melalui beberapa tahap proses. Secara umum tahap pengolahan tebu hingga menjadi gula adalah gilingan, pemurnian, penguapan, kristalisasi, centrifugasi dan sugar handling. Gula yang terkandung dalam batang tebu terdiri dari berbagai jenis, yaitu sukrosa (disakarida), glukosa dan fruktosa (monosakarida) dan polisakarida. Gula produk dari suatu PG hampir 99 % merupakan sukrosa. Suatu pabrik gula dikatakan efisien apabila dapat menekan kehilangan gula (sukrosa) seminimal mungkin dari proses pengolahan tebu menjadi gula kristal. Tentu tidak 100 % sukrosa yang terdapat dalam batang tebu dapat dikonversi menjadi gula produk. Dalam tahap pengolahan tersebut terdapat kehilangan sukrosa. Salah satu pos utama dalam kehilangan sukrosa adalah di Evaporator.
Kehilangan sukrosa di evaporator (pre evaporator + quadruple effect) sekitar 0,02
% sampai maksimum 0,2 % (Honig, 1963). Purchase, dkk (1987) melakukan perhitungan kehilangan sukrosa dengan menganalisa rasio glukosa / sukrosa pada quintuple effect evaporator. Dari hasil percobaannya diukur bahwa kehilangan total sukrosa dalam quintuple evaporator sebesar 0.68 %. Sedangkan Edye dan Clarke (1995) dengan konsep yang sama menyatakan bahwa total kehilangan sukrosa dalam evaporator sebesar 1,39%. Sukrosa akan mengalami kerusakan pada suhu > 120 0C,
`
Biasanya digunakan dalam bentuk susu kapur (CaO) untuk proses pemurnian nira mentah, yaitu pada proses defekasi. Kapur juga kadang digunakan untuk preliming di stasiun gilingan. Dimana kapur merupakan bahan pembantu utama di industri gula, tebu sudah digunakan lebih dari 300 tahun dan belum tergantikan yang setara. Pasokan kapur di industri gula dalam bentuk quick lime (CaO), kydrate lime dan pulverize quick lime. Kapur yang baik mengandung CaO antara 90 95 % dan hidrat lime mengandung CaO 76 % (chan 1993). PG-PG di Indonesia umumnya menggunakan bahan kapur tohor (gamping).
Persyaratan gamping untuk industri gula di Indonesia seperti pada tabel yang ada di bawah ini.
Tabel 1. Persyaratan bahan bantu kapur tohor untuk proses pemurnian nira tebu di industri gula.
Parameter Standar mutu
Tidak larut dalam HCL Maksimal, 2 %
Asam silikat Maksimal, 2 %
Oksida besi + alumnium Maksimal, 2%
Kalsium oksida, CaO Maksimal, 90 %
Magnesium oksida Maksimal, 2 %
Sulfat, SO3 Maksimal, 0,2 %
sumber: PT. Perkebunan Pabrik Gula Indonesia
Pada pemberian kapur di stasiun pemurnian berupa susu kapur, yaitu larutan suspensi kapur pada konsentrasi 12 15° Baume (mengandung 10 13 CaO). Pemberian dalam bentuk padat tidak didasarkan karena kelarutannya yang lambat dan kemungkinan pemberian berlebihan yang tidak merata. Kelarutan CaO dalam air menurun jika suhunya meningkat, sedangkan kelarutan kapur dalam air lebih tinggi dari pada dalam air karena adanya reaksi pembentukan calsium sakarat. Kelarutan meninngkat dengan meningkatnya kelarutan sakarosa yang meningkat. Pembuatan susu kapur dari kapur tohor dengan jalan memadamkan kapur dengan memberikan air panas dalam teromoll yang berputar dengan kecepatan pemutaran 5 6 rpm. Pengawasan operasional terhadap proses pembuatan susu kapur meliputi pelaksanaan pembuatan susu kapur, pengawasan terhadap kualitas kapur dan pengawasan terhadap konsentrasi/kekentalan oBe
`
persyaratan susu kapur untuk pemurnian nira tebu di PG-PG di Indonesia seperti
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Persyaratan susu kapur untuk proses pemurnian nira tebu di industri gula.
Parameter Standar mutu
CaO aktif % susu kapur kering 88,5 %
Total CaO % susu kapur kering 94,3 %
Carbon dioksida 0,5 %
Susu kapur kering 16,1 %
CaO aktif 14,3 %
Sumber: PT. Perkebunan Pabrik Gula Indonesia 2. Belerang
Digunakan dalam bentuk SO2 untuk proses pemurnian nira mentah, yaitu pada proses sulfitasi. Selain itu belerang juga digunakan untuk proses bleaching nira kental.
Menurut Chen (1993), bahan batu belerang digunakan dalam bentuk gas belerang SO2 yang dihasilkan dari pembakaran. Proses pembakaran dengan menggunakan udara kering untuk menghindari terbentuknya asam sulfat yang berakibat korosif terhadap pipa-pipa. Cerobong pembakaran disebut Rotary sulfitir burner dan dilengkapi sistem pengeringan udara menggunakan kapur.
Penggantian kapur sebagai pengering dilakukan sebelum kapur tersebut jenuh air, kira-kira setiap 8 jam. Gas SO2 yang maksimal biasa dihasilkan dari belerang yang mempunyai kemurnian tinggi antara (99,6 99,9 %). Persyaratan belerang untuk PG-PG di Indonesia seperti pada tabel di bawah ini.
`
Fosfat soluble digunakan untuk membantu proses pemurnian nira mentah.
Fosfat akan berikatan dengan kalsium dari susu kapur membentuk kalsium fosfat dan menjadi inti endapan dalam proses defekasi.
4. Flokulan
Merupakan jenis polimer sintetis yang digunakan untuk mengoptimalkan flokulasi di clarifier.
5. Soda
Jenis soda yang digunakan di PG ada 2, yaitu soda abu dan soda kaustik.
Soda abu umum digunakan untuk water treatment air ketel (menaikkan pH), sedangkan soda kaustik digunakan untuk chemical cleaning evaporator.
6. Surfaktan
Umumnya digunakan di stasiun masakan untuk membantu memproses bahan masakan low grade (kualitas rendah).
6. Fondant atau slurry
Dimana digunakan untuk bibitan maskan D.
7. Enzim dektranase dan enzim amylase
Enzim dektranase digunakan untuk mengatasi keberadaan dektran di nira, sedangkan enzim amylase digunakan untuk mengatasi keberadaan amilum/pati dinira seperti diketehui bersama bahwa adanya dekstran dan amilum yang cukup tinggi di dalam nira dapat menyebabkan kesulitan dalam proses pengolahan nira dapat menimbulkan bias analisa.
8. Biosida
Biosida, terutama bakterisida dan bakteriostatis, kadang digunakan untuk memaksimalkan proses sanitasi di stasiun gilingan.
2.1.9 Kapur Tohor
`
Secara garis besar, kapur merupakan larutan slurry kalsium hidroksida (Ca(OH)2) berisi emulsi padatan Ca(OH)2 dan ion Ca2+ dalam pelarut air. Susu kapur yang dibuat dari pemadaman kapur tohor (CaO) dengan air panas dan selanjutnya diencerkan dengan air dingin hingga konsentrasi yang dikehendaki.
Pemadaman air panas bertujuan agar diperoleh slurry yang lembut sehingga memiliki luas permukaan yang besar dan bermanfaat dalam proses dissosiasi.
Pengenceran digunakan air dingin karena proses peruraian atau dissosiasi butiran slurry Ca(OH)2 menjadi ion Ca2+ akan berlangsung baik jika larutan encer dan suhu dingin. Waktu tunggu susu kapur setelah pengenceran dingin adalah 3-4 jam. Untuk menghilangkan kotoran dalam nira mentah biasanya berupa kapur tohor (CaO), belerang (S), asam phospat (H3PO4) dan flokulan. Sasaran penggunaan agen pemurnian ini adalah agar diperoleh nira encer yang layak untuk diproses di stasiun penguapan. Agen pemurnian termasuk dalam bahan pembantu proses pabrik gula.
2.1.10 Susu kapur
`
berubah. Susu kapur 7oBe dan nira kental 50,1 %brix maka rasio volume susu kapur terhadap nira kental adalah 1:10, dengan pH sakarat pH 10,5. pH sakarat maksimal 12, umumnya digunakan pH 10,5-11. pH sakarat diatas 12 akan menyebabkan sukrosa rusak menjadi senyawa asam. Aplikasi sakarat di pabrik gula sangat dipengaruhi oleh kineja giling dan variable proses, kinerja rotary vacuum filter, kemampuan operator dan kualitas bahan baku.
Dimana dalam menghilangkan kotoran dalam nira mentah biasanya berupa kapur tohor (CaO), belerang (S), asam phospat (H3PO4) dan flokulan. Karna didalam sasaran penggunaan agen pemurnian ini adalah agar diperoleh nira encer yang layak untuk diproses di stasiun penguapan. Yang termasuk dalam bahan pembantu proses pabrik gula.
2.1.11 Fungsi susu kapur
Fungsi susu kapur adalah untuk membentuk inti endapan sehingga dapat mengadsorp bahan bukan gula yang terdapat dalam nira dan untuk membantu menghilangkan kolloids dalam proses klarifikasi dintaranya yaitu :
Pemberian susu kapur. Partikel yang bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari kolloids dimana jumlah kapur yang diberkan harus cukup untuk menetralkan ion-ion negatif kolloids, sehingga membentuk flok dan bersama-sama mengendap. Jika jumlah kapur kurang, maka sebagian kolloids yang tidak terikat oleh ion-ion maka kapur masih berbntuk suspensi kolloids yang melayang-layang oleh karena itu dalam proses karbonatasi dalam pembuangan kolloids sangat sempurna, karena jumlah kapur yang diberikan sangat banyak.
Oleh karena itulah pada proses defekasi dimana pemberian kapur hanya sedikit, maka pada pembuangan kolloids tidak bisa sempurna, kapur yang diberikan tidak bisa menarik semua ion-ion kolloids, sehingga hasil penjumlahannya kurang baik.
Pemanasan beberapa kolloids dapat diendapkan oleh pemanasan antara
`
membentuk garam-garam yang tak larut pada titik isoelektriknya (pH terlarut).
Demikian juga pectin dapat diendapkan dengan pemberian kapur dan pemanasan pada titik isoelektriknya diendapkan sebagai kalsium pectat.
Dimana terdapat type-type kolloids, kolloids pada nira tebu yaitu :
1. Liyophillic kolloids sebagian besar terdiri dari garam-garam organik dan mudah menyerap air, dengan ciri khas bergumpal-gumpal dengan kekentalan yang tinggi. Dimana pada liyophillic ini mengikat pectin, albumin, asam amino dan getah (mucilages). Sedang liyophollic sedikit mengikat air, sebagai dispersi yang tidak stabil, dan efek kekentalannya kecil.
2. Lyophobic diantaranya yaitu : lemak, lilin, partikel-partikel tanah dan benda- benda asing dari gilingan. Jika terjadi seperti itu kerusakan nira akan terjadi oleh pekerjaan bakteri (mikro-0rganisme), maka dihasilkan kolloids dalam jumlah yang besar yang tidak dinginkan.
2.1.12 Kapur yang digunakan
Kapur merupakan bahan bersifat basa yang paling efektif sebagai pemurni yang mudah didapatkan dan memiliki harga yang murah. Kapur yang digunakan harus berupa kapur yang baru dari pembakaran dengan kemurnian yang tinggi.
Kapur tohor (CaO) yang dihasilkan dari pembakaran batu kapur harus dinetralkan dengan penambahan air sebanyak 3-4 kali beratnya hingga didapatkan susu kapur yang bebas dari endapan.
Penggunaan susu kapur pada pengolahan gula mampu membuat produk
`
BAB III METODOLOGI 3.1.1 Metode Pelaksanaan
Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan skunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil analisa yang digunakan dalam laboratorium Quality Control P.G. Toelangan yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung tentang inversi nira tebu terhadap waktu dan pH pada proses pemurnian nira tebu (Saccharum Officinarum L.), parameter uji yang
`
dilakukan yaitu zat padat terlarut (brix), polarisasi (pol), dekstran, sukrosa, dan Icumsa dengan desain olah data dibawah ini:
Dengan pemanasan A = pH
A1 = pH nira 8,6 A2 = pH nira 7,5 A3 = pH nira 5,2 A4 = pH nira 4,8 B = Waktu
B1 = 2 jam B2 = 6 jam B3 = 24 jam B4 = 30 jam Tabel 5. Desain penelitian
B Perlakuan
B1 B2 B3 B4
A
A1 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4
A2 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
A3 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4
A4 A4B1 A4B2 A4B3 A4B4
3.1.2 Waktu dan Tempat
Penulisan skripsi ini berdasarkan magang industri tentang penentuan pH
`
- Kertas pH
- Labu Takar 100/110 ml - Polarimeter
- Kertas Tapis
- 8 Buah Labu Takar 50 ml - Pipet Mikro Gondok
- Spectrofotometer Panjang Gelombang 720 nm - Erlenmeyer 100 ml
- Saringan Kasa 200 mesh - Kertas Saring Whatman 40 - Labu Takar 100 ml
- Tabung Pol 2 dm
- Polarimeter Atau Sakarimeter Bahan :
- Nira perahan pertama ( NPP ) / Sample - Form A 5 ml, form B 5 Ml
- Nira perahan pertama ( NPP ) / Sample - Larutan TCA dan 5 ml Larutan Sukrosa - Resin campuran anion kation
- Kieselguhr - Etanol Absolut
- Nira perahan pertama ( NPP ) Jernih / Sample - Larutan HCl 1%
3.1.4 Parameter pengamatan - Polarisasi (POL)
- Zat Padat Terlarut (Brix) - Faktor Kemurnian (HK) - Dekstran
- Sukrosa - Icumsa
3.1.5 Prosedur Kerja
`
a. Contoh nira di masukkan ke dalam silinder mohl sampai penuh
b. Kemudian dimasukkan alat penimbang brix dengan hati-hati. Apabila sudah tenang diamati dengan teliti skala pembacaan. Diamati pula temperatur nira dengan cara mengangkat alat penimbang brix hingga ujung bagian bawah masih berada dalam nira.
c. Dari pengamatan alat penimbang brix, diperoleh brix yang belum terkoreksi.
d. Koreksi temperatur dapat diperoleh dengan menggunakan tabel.
2. Analisa Pol Nira
a. Dimasukkan nira yang telah ditentukan Brixnya ke dalam labu takar 100/110 ml, sampai tanda 100 ml.
b. Ditambahkan berturut - turut form A 5 ml, form B 5 ml (sampai garis tanda 110 ml).
c. Gojog sampai larutan homogen dan tapis.
d. Filtrat yang jernih, diisikan pada pembuluh 200 mm dan diamati pada polarimeter/sukromat.
Rumus : 1. Pol (polarisasi)
3. Analisa Dekstran
a. Ditimbang nira 60 gram dalam labu ukur 100 ml b. Ditambahkan enzim termanil 2 tetes
c. Dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 60°C selama 15 menit, digoyang
`
h. Diambil 6,25 ml dengan pipet ukur, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml (disiapkan 2 sample)
i. Sample pertama ditambahkan aguades sampai garis tanda (B) j. Sample kedua ditambahkan etanol sampai garis tanda (ST) k. Didiamkan 10 menit
l. Diukur ... dengan spektrofotometer pada
m. Dimasukkan kuvet kaca, gunakan larutan berisi aguades untuk STD (blangko), masukkan larutan CT yang berisi ethanol, kemudian amati angka spektrofotometer.
Rumus : 2. Dekstran
332,33 x 5 x 100
=
1000 x brix x bj
4. Analisa Icumsa
a. Ditimbang 50 grm GKP dalam gelas kimia 250 ml b. Ditimbang 50 ml aquades
c. Ditimbang kiezelgulir 2 grm, kemudian diaduk dengan mangnetic stirrer hingga homogen
d. Disaring dengan kertas saring whatman no.42 menggunakan buchner funnel
e. Fitrat ditampung dengan beaker glass 50 ml
f. Diukur pH fitrat sampai pH nitrat = 7 dengan ditambah NaOH 0,01 N atau Hcl 0,1 N
g. Selanjutnya dipipet filtrat yang telah dinetralkan sebanyak ± 5 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelembung 420.
h. Diukur brix larut kan dengan refraktometer dan dicatat hasil pengamatannya.
5. Analisa Kadar Sukrosa
`
a. Dipipet 50 ml filtrat jernih (setelah dibaca pol sebelum inversi) ke dalam labu takar 100 ml.
b. Ditambahkan 30 ml larutan HCl 1: 1, dibiarkan selama 2 jam. Setelah 2 jam, diencerkan sampai 100 ml dengan air.
c. Dikocok agar homogen, kemudian disaring. Filtrat ditampung dalam gelas penampung filtrat dan harus jernih (+10 ml filtrat pertama dipakai membilas gelas penampung dan dibuang), sampai didapat minimal 40 ml filtrat dapat ditampung.
d. Dibilas tabung pol 2 dm dengan filtrat jernih, kemudian diisi penuh (dijaga agar tidak terdapat gelembung udara).
e. Diukur skala pol dari filtrat jernih dengan polarimeter atau sakarimeter, suhu ruangan polarisasi (tR, dan suhu larutan (tL).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa bahan baku
Penambahan susu kapur pada nira pada perlakuan waktu bertujuan untuk mengikat zat-zat bukan gula dan zat lilin yang dapat menggumpal untuk