• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30 GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN SEKAM PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30 GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN SEKAM PADI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI – ME141501

PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30

GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN

SEKAM PADI

Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059 Dosen Pembimbing

Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil

DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(2)

i

SKRIPSI – ME 141501

PERANCANGAN COLD STORAGE PADA PALKA KAPAL IKAN 30

GT DENGAN ISOLASI DARI BAHAN CAMPURAN HDPE DAN

SEKAM PADI

Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059 Dosen Pembimbing

Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil

DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2018

(3)

ii

(4)

iii

SKRIPSI – ME 141501

COLD STORAGE DESIGN AT FISHING VESSEL 30GT WITH

ISOLATION OF MIXED MATERIALS HDPE AND RICE HUSK

Sulfia Anizar A S NRP 04211440000059

Supervisors

Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil

DEPARTEMEN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2018

(5)

iv

(6)
(7)

vi

(8)
(9)

viii

(10)

ix

Perancangan Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT Dengan Isolasi Dari Bahan Campuran HDPE dan Sekam Padi

Nama Mahasiswa : Sulfia Anizar A S

NRP : 04211440000059

Departemen : Teknik Sistem Perkapalan ITS Dosen Pembimbing 1 : Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil

Abstrak

Pada proses penangkapan ikan membutuhkan beberapa perlengkapan alat, hal yang paling penting dalam penangkapan ikan adalah tempat dimana ikan itu akan ditampung. Tempat penampungan ikan sementara pada kapal biasa disebut lubang palkah atau cold

storage. Bahan isolasi pada palka kapal ikan yang sering digunakan adalah polyurethane.

Namun biaya penggunaan dan pembuatan isolasi ini membutuhkan biaya yang mahal, sehingga diperlukan alternatif baru untuk insulasi palka (cold storage) pada kapal ikan yang lebih terjangkau dan mampu menahan suhu yang lebih lama pada cold storage. Dari beberapa penelitian mengenai bahan alternatif untuk isolasi kapal perikanan tradisional telah dilakukan. Untuk menindak lanjuti penelitian yang telah dikembangkan, maka dilakukan pengembangan isolasi dengan perancangan cold storage pada kapal ikan 30 GT menggunakan bahan murni HDPE dengan campuran sekam padi. HDPE atau High

Density Polyethylene ini digunakan secara luas dalam pembuatan kemasan makanan, tas,

pipa plastik, dan insulasi kabel listrik. Polietilena ini termasuk jenis termoplastik yang terbuat dari minyak bumi dengan densitas sebesar kurang lebih 0.94 gr/m3. Tugas akhir pada perancangan isolasi untuk cold storage kapal ikan memiliki tujuan untuk mengetahui kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui pengujian konduktivitas termal dan massa jenis, mengetahui komposisi yang cocok untuk prototipe dan melakukan perancangan melalui pembuatan prototipe isolasi pada cold storage. Dari pengujian konduktivitas termal dan massa jenis didapatkan perbandingan terbaik pada komposisi 50:50 dengan nilai sebesar 0.77 W/mK, sedangkan untuk massa jenis sebesar 0.69 gr/cm3. Pada percobaan prorotipe cold storage dilakukan dengan beban pendingin es batu sebanyak 0,5 kg dan ikan laut jenis ekor kuning. Kotak prototipe mampu mempertahankan suhu dibawah 10 oC selama 17 jam dan mampu menjaga suhu hingga 25 oC selama 24 jam dengan suhu lingkungan antara 25 – 31 oC. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan isolasi dari bahan campuran HDPE dan sekam padi sebanyak Rp 156.252.608,00.

(11)

x

(12)

xi

Cold Storage Design at Fishing Vessel 30GT With Isolation Of Mixed Materials HDPE and Rice Husk

Name of Student : Sulfia Anizar A S

NRP : 04211440000059

Department : Marine Engineering

Supervisor 1 : Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil

Abstract

In the process of fishing requires some equipment, the most important thing in fishing is where the fish will be accommodated. Temporary fish shelters on boats are commonly called cold storage. The insulation material on the cold storage of a fishing vessel that is often used is polyurethane. However, the cost of using and making of this isolation is expensive, so a new alternative to cold storage is needed on the more affordable fishing vessels that can withstand longer temperatures in cold storage. From several studies on alternative materials for traditional fishing vessel isolation has been done. To follow up the research that has been developed, then carried out the development of insulation with cold storage design on the 30 GT fishing vessels using pure HDPE with mixed rice husks. HDPE or High Density Polyethylene is widely used in the manufacture of food packaging, bags, plastic pipes, and electrical cable insulation. This polyethylene includes a thermoplastic type made from petroleum with a density of approximately 0.94 g / m3. The final project on isolation design for cold storage fishing vessels has the objective of knowing the composite capability of mixed HDPE and rice husk through thermal conductivity and density testing, knowing suitable compositions for prototype and designing through the manufacture of isolation prototype in cold storage. From thermal conductivity test and density, the best comparison of 50:50 composition with value of 0.77 W / mK was obtained, while for density was 0.69 gr / cm3. In the cold storage prototype experiments carried out with ice cooling ice loads of 0.5 kg and yellow tail fish species. The prototype box is able to maintain temperatures below 10 oC for 17 hours and is able to keep temperatures up to 25 oC for 24 hours with an ambient temperature between 25 - 31 oC. Costs incurred for the manufacture of insulation of mixed material HDPE and rice husk as much as Rp 156.252.608,00.

(13)

xii

(14)

xiii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT

Dengan Isolasi Dari Bahan Campuran HDPE Dan Sekam Padi” dengan baik dan

tepat waktu. Dimana tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan program studi sarjana di Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Penulis menyadari, dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak di bawah ini :

1. Kedua orang tua penulis, Ibu Runtung Tri Karyani dan Bapak Sunyoto yang terus memberikan doa, dukungan dan menjadi penyemangat penulis dalam melakukan aktifitas selama perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini.

2. Para saudara penulis, M. Rosi Saosa Abimanyu dan Rayhan Fabio Dhiya’ Ulhaq yang memberikan semangat, hiburan dan warna baru serta semangat dalam kehidupan penulis.

3. Bapak Ir. Agoes Santoso, M.Sc. M.Phil selaku dosen pembimbing penulis yang senantiasa memberikan bimbingan, bantuan serta motivasi pada saat proses penelitian dan pembelajaran baik di perkuliahan maupun diluar perkuliahan. 4. Bapak Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc., Ph.D selaku dosen wali penulis

yang selalu senantiasa mendidik dan memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan yang berkaitan dengan sikap, kerja keras, sopan santun, disiplin serta bertanggung jawab bagi penulis.

5. Bapak Dr. Eng. Badrus Zaman, ST., MT selaku kepala Departemen Teknik Sistem Perkapalan yang sudah memberikan ilmu baik materi perkuliahan maupun diluar perkuliahan yang dapat menjadi pembelajaran bagi penulis. 6. Seluruh dosen, tenaga kependidikan serta manajemen Departemen Teknik

Sistem Perkapalan FTK – ITS.

7. Keluarga kecil DENSUS 86 yang menjadi sahabat penulis dari awal masa perkuliahan hingga saat ini yang selalu memberi hiburan dan kisah hidup baru bagi penulis.

8. Sahabat Bidadari Surga : Ulfa Octa, Khoirun Nisa’ dan Elin Putri yang telah menjadi sahabat terbaik di dunia bagi penulis dalam segala hal.

9. Kabinet HIMASISKAL ASIK 2016/2017 : Faishal Afif, Azizah, Dinar, Salsa, Firman, Isom, Abyan, Syauqi, Akang Naufal, Barok, Rayka, Christopher, Salvin, Rizal, Arif, Azis, Rivaldi, Joel, dan Bagus yang senantiasa memberi semangat, motivasi, pengalaman baru dan warna warni kehidupan selama dikampus

10. Badan Pengurus Harian HIMASISKAL ASIK 2016/2017 yang telah memberikan romansa kekeluargaan didalam berorganisasi bagi penulis selama perkuliahan.

(15)

xiv

11. Seluruh kawan-kawan pejuang akhir bidang MMS tercinta yaitu Ikbar, Dannet, Pemal, Horas, Sabil dll yang selalu mewarnai kehidupan di semester akhir serta telah memberikan dukungan secara mental dan fisik untuk bisa bersama-sama menguatkan penulis dalam pengerjaan tugas akhir.

12. Seluruh kawan-kawan bidang MPP yaitu Linggar, Hanifan, Wafiq, Ipu dll yang telah membantu dalam pengerjaan tugas akhir ini.

13. Kawan kepanitian GERIGI 2016 Kakak Pendamping Provinsi Sumatera Barat yang telah memberikan semangat serta doa dalam pengerjaan tugas akhir ini. 14. Kawan seperjuangan angkatan MERCUSUAR ’14 tersayang yang turut

berjuang bersama untuk bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

15. Kawan-kawan Rumpi Cantik : Nur Azizah, Dinar, Kirana, Puteri, Halimah, Yuniar, dan Shanty yang selalu mewarnai hari-hari penulis dengan keceriaan dan memberikan semangat tiada hentinya dikala sedih maupun senang dan selalu menjadi penghibur dan menjadi tempat curhat penulis.

16. Tiga Serangkai tercinta : M. Syahirul Mubarok dan Raka Sukma sahabat penulis yang selalu menjadi teman curhat, memberikan hiburan serta selalu tidak sedih dan keberatan apabila direpotkan oleh penulis.

17. Perempuan-perempuan terbaik Superwoman angkatan 2014 yang menjadi

squad wanita terkuat diangkatan 2014.

18. Seluruh keluarga besar MERCUSUAR ’14 yang selalu mendukung dan membantu selama perkuliahan di tahun pertama hingga tahun terakhir di Departemen Teknik Sistem Perkapalan.

19. Seluruh kakak tingkat BISMARCK ’12 yang telah memberikan bimbingan dan wawasan yang luas bagi penulis, kepada kakak tingkat BARAKUDA ’13 sebagai kaka tingkat terdekat yang sudah memberikan pengalaman berorganisasi dan memberikan ilmu yang bermanfaat selama ini, serta Salvage ’15 dan Voyage ’16 sebagai adik tingkat yang selalu mensupport dan mendoakan penulis dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.

20. Kepada pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini jauh dari sebuah kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat terbuka untuk membangun dan kebaikan bersama kedepannya bagi penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Surabaya, Juli 2018

(16)

xv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan Penelitian ... 2 1.5 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi Kapal Perikanan ... 3

2.2 Ruang Palka ... 4

2.3 Pengertian HDPE (High Density Polyethylene) ... 6

2.4 Sekam Padi ... 9

2.5 Xylene ... 10

2.6 Perpindahan Kalor ... 12

2.7 Konduktivitas Termal ... 14

2.8 ASTM E1225 – 3 ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Metodologi Penelitian ... 19 3.2 Perumusan Masalah ... 20 3.3 Studi Literatur ... 20 3.4 Pembuatan Spesimen ... 21 3.5 Pengujian Spesimen ... 21 3.6 Pembuatan Prototype ... 23 3.7 Pelaksanaan Percobaan ... 24

3.8 Analisa dan Pembahasan ... 24

3.9 Kesimpulan ... 24

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 25

3.1 Spesimen Komposit ... 25

3.2 Pengujian Komposit ... 27

4.3 Pengujian Prototype Cold Storage ... 41

4.4 Perhitungan Matematis Distribusi Temperatur Prototype ... 45

4.5 Perhitungan Biaya ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53 5.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 BIODATA PENULIS

(17)

xvi

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Biji Plastik Jenis High Density Poliethylene (HDPE)... 7

Gambar 2.2 Sekam Padi... 10

Gambar 2.3 Skema Pengujian ASTM E1225 – 3 ... 15

Gambar 2.4 Desain Alat Pengujian ... 16

Gambar 3.1 Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir ... 19

Gambar 3.2 Lanjutan Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir ... 20

Gambar 3.3 Alat Pengujian Konduktivitas Termal ... 22

Gambar 3.4 Desain Protoype Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT ... 23

Gambar 4.1 Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis. (a)Komposisi 50:50 (b)Komposisi 60:40 (c)Komposisi 70:30 ... 26

Gambar 4.2 Perangkat Alat Pengujian Konduktivitas Termal ... 28

Gambar 4.3 Grafik pengujian konduktivitas termal ... 38

Gambar 4.4 Spesimen Uji Massa Jenis ... 39

Gambar 4.5 Grafik Hasil Perhitungan Massa Jenis ... 41

42 Gambar 4.6 Prototype Cold Storage ... 42

Gambar 4.7 Grafik perbandingan pengujian prototype ... 44

(19)

xviii

(20)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karateristik HDPE ... 8

Tabel 2.2 Perbandingan Tegangan dan Tarik NDU dan DU ... 8

Tabel 2.3 Komposisi Sekam Padi ... 9

Tabel 2.4 Properties dari xylene ... 11

Tabel 2.5 Konduktivitas Termal Bahan ... 14

Tabel 4.1 Kebutuhan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis ... 25

Tabel 4.2 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 50:50 ... 28

Tabel 4.3 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 60:40 ... 29

Tabel 4.4 Data Pengujian Konduktivitas Termal Spesimen 70:30 ... 29

Tabel 4.5 Konduktivitas Termal Spesimen 50 : 50 ... 32

Tabel 4.6 Konduktivitas Termal Spesimen 60:40 ... 34

Tabel 4.7 Konduktivitas Termal Spesimen 70 : 30 ... 37

Tabel 4.8 Konduktivitas Termal Setiap Spesimen ... 38

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Massa Jenis ... 40

Tabel 4.10 Pengukuran Temperatur Prototype isolasi Cold Storage ... 42

Tabel 4.11 Perhitungan Perpindahan Panas Pada Prototype ... 45

Tabel 4.12 Ukuran Utama Kapal Purse Sein 30 GT ... 47

Tabel 4.13 Harga barang satuan di pasar ... 47

Tabel 4.14 Perhitungan volume luar pada palkah 1 ... 48

Tabel 4.15 Perhitungan volume dalam pada palkah 1 ... 48

Tabel 4.16 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 1 ... 49

Tabel 4.17 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 2 ... 49

Tabel 4.18 Perhitungan volume dalam pada palkah 2 ... 50

Tabel 4.19 Kebutuhan produksi pada palkah 2... 50

Tabel 4.20 Perhitungan Volume Luar Pada Palkah 3 ... 51

Tabel 4.21 Perhitungan Volume Dalam Pada Palkah 3 ... 51

Tabel 4.22 Kebutuhan Produksi Pada Palkah 3 ... 52

Tabel 4.23 Perhitungan Untuk Biaya Pekerja ... 52

(21)

xx

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil penangkapan ikan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian sekarang ini. Penggunaan isolator atau bahan penyekat panas dalam palka kapal ikan sangat mempengaruhi kualitas dari ikan yang diangkut, hal ini karena isolator mampu menjaga suhu pada ruang palka. Dalam proses penangkapan ikan, nelayan-nelayan tradisional yang lama melautnya one day one fishing terkadang hanya membawa es balok untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan agar tetap segar saat tiba di darat atau pelabuhan. Namun penggunaan es balok masih kurang efektif karena memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah cepat mencair. Selain itu, penggunaan es balok membutuhkan ruang yang cukup banyak, hal ini mempengaruhi penempatan hasil tangkapan.

Ada beberapa cara agar es balok tidak mudah mencair, yaitu dengan cara penggunaan isolasi pada palka kapal ikan tradisional. Penggunaan palka berinsulasi dapat menghambat pencairan es balok selama proses penangkapan. Penggunaan insulasi dapat mempertahankan jumlah es balok mencapai 20-30% bahkan dapat mencapai 50% saat proses pendaratan dan pembongkaran. (Nasution,2014). Bahan isolasi pada kapal ikan yang sering digunakan adalah polyurethane. Polyurethane merupakan bahan campuran antara karet dan plastik yang memiliki keunggulan stabil dalam temperatur dingin dan panas. Namun biaya penggunaan dan pembuatan insulasi ini membutuhkan biaya yang mahal, sehingga diperlukan alternatif baru untuk insulasi palka (cold storage) pada kapal ikan yang lebih terjangkau.

Beberapa penelitian mengenai bahan alternatif untuk insulasi kapal ikan tradisional telah dilakukan. Dalam tugas akhir yang membahas tentang penggunaan limbah serbuk kayu sebagai polyurethane pada insulasi palka kapal ikan tradisional dengan komposisi 40 : 60 mampu mempertahan es balok hingga mencair pada jam ke-34. Dalam tugas akhir yang membahas tentang penggunaan campuran sekam padi dengan perekat semen putih dengan komposisi 1 : 1 masih belum mampu menyetarakan konduktivitas thermal dari bahan styrofoam.

Dari beberapa pengembangan insulasi pada kapal ikan tradisional diperlukan penelitian lebih lanjut untuk isolasi pada palka kapal ikan. Penggunaan HDPE ini sangat aman untuk makanan karena memiliki standar food grade. Untuk menindak lanjuti penelitian yang telah dikembangkan, maka penulis ingin mengembangkan isolasi dengan perancangan cold storage pada kapal ikan 30 GT menggunakan bahan murni HDPE dengan campuran sekam padi. Tugas akhir pada perancangan ini bertujuan untuk mengukur ketebalan isolasi pada cold storage kapal ikan 30 GT bergantung pada lamanya waktu berlayar dan mengetahui efektivitas dari penggunaan HDPE dan sekam padi dengan bahan yang biasa digunakan pada cold storage. Dari penelitian ini penulis berharap bahwa material HDPE dan sekam padi dapat menjadi bahan alternatif sebagai isolasi cold storage pada kapal ikan.

(23)

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ada tiga, yaitu :

1. Bagaimana kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui pengujian?

2. Bagaimana perbandingan campuran HDPE dengan sekam padi yang optimal sebagai isolasi cold storage pada palka kapal ikan 30GT?

3. Bagaimana perancangan cold storage pada palka kapal ikan 30 GT dengan menggunakan isolasi dari bahan HDPE dengan sekam padi?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dibuat agar lingkup penelitian ini lebih fokus, yaitu:

1. Dalam penelitian ini hanya berfokus pada pengujian konduktivitas termal dari bahan biji plastik HDPE dengan sekam padi.

2. Data kapal dalam perancangan cold storage menggunakan kapal ikan 30 GT. 3. Dalam penelitian hanya berfokus pada pembuatan prototype.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan komposit campuran HDPE dan sekam padi melalui pengujian.

2. Mengetahui perbandingan campuran HDPE dengan sekam padi yang optimal sebagai isolasi cold storage pada palka kapal ikan 30GT.

3. Membuat perancangan cold storage pada palka kapal ikan dengan menggunakan isolasi dari bahan campuran HDPE dengan sekam padi.

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini diharapkan penggunaan campuran bahan HDPE dengan sekam padi dapat bermanfaat untuk nelayan tradisional sebagai isolator pada

cold storage di kapal ikan.

2. Sebagai inovasi dan bahan alternatif pendingin ikan yang efektif dikapal ikan 30 GT.

(24)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kapal Perikanan

Kapal merupakan kendaraan untuk mengangkut barang dan penumpang pada daerah yang memiliki wilayah perairan tertentu. Konstruksi kapal memiliki fungsi tertentu bergantung pada tiga faktor utama, yaitu jenis (macam) kargo yang di bawa, material pembuatan kapal, dan daerah operasi (pelayaran) kapal. Sesuai dalam pasal 1 undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, menyatakan bahwa “kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain, yang di pergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pelatihan perikanan,dan penelitian atau eksplorasi perikanan.” Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangut ikan, termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan ikan. (Furkanudin, 2008)

Purse seine adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang

membentuk gerombolan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan dari purse seine adalah ikan – ikan “pelagic shoaling species” yang berarti ikan – ikan tersebut haruslah membentuk gerombolan, berada di dekat dengan permukaan air dan sangatlah diharapkan pula gerombolan ikan tersebut tinggi, yang berarti jarak ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Prinsip penangkapan ikan dengan purse seine adalah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding vertical, dengan demikian gerakan ikan kearah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari kebawah jaring.

Satuan armada penangkapan ikan adalah kelompok kapal perikanan yang dipergunakan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang bermigrasi dan dioperasikan dalam satu kesatuan system operasi penangkapan atau dalam satu keatuan manajemen usaha, yang terdiri dari kapal penangkap ikan, kapal pembantu penangkap ikan, dan kapal pengangkut ikan, atau kelompok kapal pengangkut ikan dalam suatu manajemen usaha penangkapan. (Wibawa, n.d.)

Kapal ikan dibagi berdasarkan alat tangkapnya, yaitu : a. Kapal pukat hela

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pukat hela yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa pangsi pukat, penggantung, tempat peluncur dan batang rentang.

b. Kapal pukat cincin

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pukat cincin yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa blok daya, derek tali kerut, sekoci kerja dan tempat peluncur.

c. Kapal penggaruk

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap penggaruk yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa pangsi penggaruk dan batang rentang.

(25)

d. Kapal jaring angkat

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring angkat yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa pangsi jaring angkat, batang rentang depan dan belakang serta lampu pengumpul ikan.

e. Kapal jaring insang

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap jaring insang yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa pangsi penggulung jaring.

f. Kapal pemasang perangkap

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan alat tangkap perangkap yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa pangsi penarik tali tangkap.

g. Kapal pancing (Rawai Tuna atau Longline)

Kapal penangkap ikan yang mengoperasikan pancing yang dilengkapi dengan salah satu atau beberapa perlengkapan penangkapan ikan berupa penarik/penggulung tali (line hauler), pengatur tali, pelempar tali, bangku umpan, ban berjalan, bak umpan hidup atau mati dan alat penyemprot air.

2.2 Ruang Palka

Palka merupakan suatu ruangan didalam kapal yang memiliki fungsi sebagai penyimpanan ikan sementara hasil tangkapan selama berlayar. Keuntungan terbesar dari suatu operasi penangkapan ikan adalah dengan memperbanyak hasil tangkapan dan memaksimalkan usaha mempertahankan tingkat dari kesegaran ikan sampai ke tangan konsumen. Hal ini bertujuan agar mendapat harga jual yang tinggi per satuan berat ikan. Bentuk palka secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu berbentuk ruang empat persegi dan berbentuk mengikuti bentuk badan kapal dibagian dasar dan atau sisi samping. Persyaratan palka kapal ikan di bagi menjadi 4 bagian, antara lain sebagai berikut:

1. Persyaratan teknis, yang harus dipenuhi oleh palka adalah mampu meminimalkan pengaruh panas yang masuk ke dalam palka. Panas yang masuk ke dalam palka akan memperbesar beban pendinginan. Akibatnya, penurunan suhu tubuh ikan menjadi lebih lama dan usaha menstabilkan suhu ruang penyimpanan juga menjadi terganggu karena adanya fluktuasi.

2. Persyaratan ekonomis, ukuran ruang palka jangan terlalu luas, tetapi juga jangan terlalu sempit. Luas palka harus disesuaikan dengan kemampuan kapal dalam beroperasi dan menangkap ikan. Ruang yang terlalu luas dan tidak sesuai dengan hasil tangkapan yang diperoleh akan menyebabkan banyak ruang yang kosong tidak terisi. Semakin luas ruang palka maka panas juga semakin besar sehingga media pendingin yang diperlukan lebih banyak. Dengan demikian, biaya pendinginan menjadi lebih besar.

3. Persyaratan sanitasi dan higienis, palka ikan harus memiliki sistem sanitasi dan higienis yang baik. Hal ini bertujuan agar palka dapat dibersihkan dengan mudah,

(26)

5

baik sebelum, maupun sesudah penyimpanan ikan. Palka yang kotor dapat menjadi sumber bersarangnya bakteri dan mikroorganisme lain. Sementara ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah terkontaminasi, terutama oleh bakteri. Oleh karena itu, permukaan palka yang mungkin bersinggungan langsung dengan ikan harus dibuat dari bahan-bahan yang kedap air, mudah dibersihkan, dan mempunyai permukaan yang halus.

4. Persyaratan biologis, palka harus dibuat dengan drainase yang baik untuk mengeluarkan air lelehan es, lendir, dan darah yang mungkin yang terkumpul di dasar palka. Selama penyimpanan dalam palka, es yang digunakan dalam penanganan ikan akan mencair dan air lelehan ini akan melarutkan kotoran-kotoran dan darah ikan. Air lelehan tersebut, jika tidak dikeluarkan, akan menggenangi dasar palka dan menjadi sumber pencemaran yang serius karena dalam air tersebut banyak mengandung bakteri.

Penggunaan palka pada kapal ikan sudah semakin maju, salah satunya adalah penggunaan palka yang diisolasi atau biasa disebut dengan cold storage. Pemakaian palka berisolasi ini bertujuan untuk menekan sekecil mungkin penggunaan es balok sehingga ruang untuk menampung ikan akan lebih banyak. Keuntungan dengan penggunaan palka berisolasi yaitu pengurangan beban pengangkutan kapal ke tempat penangkapan, pemanfaatan banyak ruang untuk keperluan yang lainnya, dan penguran biaya dalam pendinginan ikan.

Palka berinsulasi adalah tempat atau wadah yang dibuat dengan lapisan kekedapan yang dapat menghambat laju perpindahan panas untuk menjaga suhu didalam wadah/tempat yang bersifat tetap (fixed) ataupun dapat dipindahkan (portable) dari dan ke kapal perikanan yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan. (Hidayat, 2017). Manfaat dari penggunaan palka berinsulasi yaitu menghemat sistem pendingin es dan mutu kesegaran ikan dapat dipertahankan, meningkatkan harga jual ikan, waktu operasi penangkapan ikan lebih lama, memperkecil tingkat kerusakan ikan hasil tangkapan, meningkatkan pendapatan nelayan. Tipe dan ukuran dari cold storage ditentuka oleh kebutuhan pendingin atau beban yang harus dihitung berdasarkan produk dan kebutuhan storage. Beban pendingin sangat sensitif terhadap produk yang akan di pertahankan temperaturnya didalam storage. (Parenden, 2012).

Beberapa faktor yang menentukan beban pendingin adalah sebagai berikut : 1. Ukuran dari cold storage sendiri

2. Tipe dari produk yang akan didinginkan

3. Temperatur dari produk ketika dimasukan kedalam cold storage

4. Temperatur optimum storage yang dipakai untuk mendinginkan produk 5. Letak atau lokasi dari pada cold storage

6. Karakteristik peralatan pendingin

7. Penggunaan manajemen praktis untuk mengoperasikan cold storage Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan insulasi antara lain :

1. Udara tidak bergerak, udara diam yang mati terkurung di antara dinding rangkap sejajar dan lembaran logam adalah bahan insulasi yang paling baik. Besarnya

(27)

arus panas total yang melintasi rongga udara itu adalah jumlah dari arus panas oleh radiasi, konversi dan konduksi. Sekali terjadi arus konversi dan radiasi panas udara akan berubah menjadi bahan insulasi yang jelek.

2. Gabus, merupakan bahan insulasi dalam bentuk butiran atau lembaran, berpori, rongga udara terkurung dan halus. Bahan ini tidak tahan terhadap api dan serangga.

3. Kayu, kayu yang kering adalah bahan insulasi yang baik tetapi apabila kayu ini lembab akan menjadi konduktor. Kayu hanya efektif sebagai dinding palka, sehingga perlu diisi dengan bahan insulasi jenis lain antara dua lapis dinding. 4. Fiberglass, adalah gelas atau kaca dalam bentuk serat fleksibel. Bersifat tahan

api, tahan panas, tidak berbau dan tahan terhadap serangga.

5. Mineralwool, adalah bahan yang berisi sel udara halus. Tahan tehadap api dan dapat diperoleh dalam bentuk butiran dan lembaran. Dalam penggunaannya perlu dilindungi dengan bahan kedap air.

6. Styrofoam, merupakan bahan yang memiliki konduktivitas yang sangat rendah, ringan, tahan terhadap serangga, tidak mudah lapuk, tahan terhadap asam encer dan alkali pekat, tidak tahan terhadap pelumas dan bensin, terbakar dengan lambat dan mudah dikeringkan.

7. Foamglass, merupakan matrik gelas yang terkurung masa sel gas yang sangat halus. Tahan terhadap api, tahan terhadap uap air dan tahan terhadap serangga dan

8. Polyurethane, merupakan bahan yang memiliki permeabilitas yang baik, tahan terhadap bahan kimia, pelumas dan pelarut, lazimnya bahan dapat terbakar, tetapi dibuat tahan api, dapat dipasok dalam bentuk panel, dipasang di tempat,atau disemprotkan.

2.3 Pengertian HDPE (High Density Polyethylene)

Polyethylene (PE) adalah salah satu bahan mentah yang terutama digunakan

untuk gas dan distribusi air diseluruh dunia. Sejak perkembangannya di tahun 1954 sampai sekarang, terjadi kemajuan besar pada keandalan material HDPE. Dari generasi pertama PE 63 ketiga, PE 100 diperkenalkan ada tahun 1989 oleh Solvay Polyolefi (sekarang Ineos Polyolefins), polietilena telah menjadi salah satu bahan baku yang mendominasi untuk gas dan distribusi air. Karena bahan kimia yang memiliki tingkat resistansi yang baik, dan juga merupakan bahn pilihan untuk banyak aplikasi industri. HDPE (High Density Polyethylene) adalah material polietilena termoplastik berdensitas tinggi (0,941 ≤ densitas < 0,965) yang merupakan gabungan dari carbon dengan

hydrogen atom dan membentuk suatu produk dengan berat molekul tinggi. (Wilogo,

2017).

High density polyethyelene adalah thermoplastik material yang terdiri dari atom

karbon dan hidrogen yang membentuk prduk berat molekul. HDPE memiliki kimia fisik berupa gas metana yang diubah menjadi etilen, kemudian dengan adanya panas dan tekanan menjadi polyethylene. Rantai polimer yang dimiliki 500.000 hingga 1.000.000

(28)

7

unit karon panjang. Molekul rantau pendek dan/atau panjang dengan polimer molekul rantai utama, semakin panjang rantai utama maka semakin besar jumlah atom dan mengakibatkan semakin besar berat molekulnya. Berat molekul dan jumlah cabang menentukan banyaknya sifat mekanik dan kimia darii produk polietilena. HDPE adalah bahan viskoelastik non-linear dengan sifat tergantung waktu. ASTM D 3350 mengklasifikasikan polietilena berdasarkan kepadatan sebagai berikut :

1. High-density polyethylene (0.941 < density < 0.965) 2. Low-density polyethylene (0.910 < density < 0.925) 3. Medium-density polyethylene (0.926 < density < 0.94)

Bahan PE yang masih jarang digunakan adalah homopolimer dengan densitas > 0.965 dan very low density polyethylene (VLDPE) dengan densitas < 0.910. Kekuatan lentur dan kekuatan tarik meningkat sesuai dengan kepadatan bahan, yang akan mengakibatkan meningkatnya kerapuhan dan menurunkan ketahanan retak. Laju alir leleh merupakan parameter yang terkait dengan berat molekul rata-rata rantai resin polimer melalui ukuran standar dibawah kondisi tekanan tertentu dan suhu dala jangka waktu sepuluh menit. Semakin besar panjang molekul maka semakin besar pula berat molekul. Ketika dilakukan pengujian konduksi dengan memberikan tekanan beban sesuai standar yaitu 47.6 lb (21.6 kg) pada suhu 374oF (190oC), laju alir leleh yang dihasilkan disebut Melt Index (MI). Dimana semakin besar visositas, semakin rendah nilai indeks leburnya. Melt index (MI) yang lebih rendah memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dan ketahanan retak tegangan yang lebih besar, namun semakin rendah nilai MI maka semakin besar energi yang dibutuhkan pada suhu untuk mengekstraksi resin polietilena. PE memiliki modulus lentur, yaitu kekakuan material yang sebagian strukturnya atau ketahanan elemen struktural dibawah penerapan beban. Semakin besar kekakuan lentur semakin besar ketahanan lentur dan semakin besar tekanan lenturnya.

Gambar 2.1 Biji Plastik Jenis High Density Poliethylene (HDPE)

Sumber: http://gpsplastik.com

Biji plastik yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 merupakan salah satu dari berbagai jenis biji plastik high density poliethyelene. Menurut katalog perpipaan milik PT. Langgeng Makmur Industri Tbk, bahan polietilena merupakan salah satu pengembangan material thermo plastic yang memiliki sifat meleleh saat dipanaskan dan

(29)

akan mengeras apabila didinginkan. Selain itu bahan ini terbuat dari minyak bumi yang didesain memiliki densitas atau massa jenis yang tinggi yaitu 0.94 gr/cm3. Artinya, ikatan molekul pada material lebih kuat sehingga tak mudah rusak karena satu dan beberapa hal. Hal ini membuat bahan HDPE memiliki standard food grade atau material dapat digunakan untuk jaringan perpipaan air bersih layak minum.

Tabel 2.1 Karateristik HDPE

Sumber : Dahnia, 2003

Pada Tabel 2.1 merupakan deskripsi dari karakteristik HDPE menurut Dahnia, dimana densitas HDPE pada suhu 200C sebesar 0.93 – 0.96, HDPE dapat melunak pada suhu 123 – 1270C, titik lebur yang dimiliki HDPE sebesar 125 – 1350C, tidak memiliki permeabilitas gas (kemampuan yang dimiliki pleh suatu zat untuk meloloskan sejumlah partikel yang menembus atau melaluinya). Senyawa polietilen ini sudah digunakan secara luas, misalnya dalam pembuatan kemasan makanan, tas, pipa plastik dan insulasi kabel listrik. HDPE adalah jenis plastik yang memiliki sifat lebih kuat dan tahan terhadap suhu yang tinggi, selain itu bahan ini juga dapat didaur ulang dan ramah lingkungan, hal ini dikarenakan bahan HDPE memiliki urutan ke dua pada simbol daur ulang. Selain memiliki densitas yang tinggi, tahan terhadap kimia, dan panas, plastik HDPE ini juga memiliki ketahanan terhadap tegangan dan tarikan.

Tabel 2.2 Perbandingan Tegangan dan Tarik NDU dan DU

No.

Tegangan Tarik HDPE [N/mm2]

Regangan Tarik HDPE [%]

Perbedaan NDU dengan DU Teg. & Reg. Tarik

NDU DU NDU DU Teg. Tarik

[N/mm2] Reg. Tarik [%] 1 21.4 14.5 3 3.3 6.9 0.3 2 21.4 13.8 5 6.6 7.6 1.6 3 22.7 14 6 3 8.7 3 4 21.4 15.8 3 3.3 5.6 0.3 5 20.2 13.2 2 5 6.9 3 6 22.7 13.8 6 3.3 9.6 2.7 7 21.4 13.8 4 3.3 8.9 0.7 Rerata 21.72 14.08 4.5 3.88 7.63 0.613 Sumber : Suyadi, 2009 No Deskripsi HDPE

1 Densitas pada suhu 20 0C (g/cm2) 0,93 – 0,96 2 Suhu melunak (0C) 123 – 127 3 Titik melebur (0C) 125 – 135 4 Permeabilitas gas - 5 Nitrogen 3 6 Oksigen 11 7 Gas karbon 43

(30)

9

Pada tabel 2.2 merupakan hasil eksperimen dan uji ketahanan tegangan dan tarikan yang dibedakan antara Non Daur Ulang (NDU) dengan Daur Ulang (DU) yang menunjukkan bahwa plastik jenis HDPE ini mampu untuk menjadi bahan baku insulasi

cold storage palka kapal ikan. Ketahanan material yang dimiliki oleh plstik jenis

polietilen ini terhadap air dan berat jenisnya yang lebih ringan dari air membuat material ini menjadi pilihan yang baik dalam pembuatan insulasi. Jenis plastik HDPE ini dapat dibentuk dengan cetakan dan metode ekstrusi, dalam proses fabrikasi yaitu dengan cara dilelehkan pada suhu diatas 100oC.

2.4 Sekam Padi

Sekam padi merupakan kulit dari bulir padi yang telah dipisahkan dari biji padi berupa lembaran yang kering, kasar dan tidak dapat dimakan. Menurut Badan Pusat Statistika (2015), Indonesia menghasilkan padi sebanyak 75 juta ton. Saat proses penggilingan dihasilkan sekam sebanyak 20 – 30 %, dedak 8 – 12 % dan beras giling 52 % bobot awal gabah (Hsu dan Lum, 1980). Untuk saat ini penggunaan sekam padi hanya sebatas sebagai sumber silika, penghasil pelarut berupa minyak, sebagai bahan bakar, dan bahan pengampelas. Penggunaan sekam padi masih sangat terbatas karena bersifat abrasif, nilai nutrisi rendah, dan kandungan abu yang tinggi, sehingga biasanya sekam padi akan dibakar untuk dijadikan abu untuk mengurangi volumenya. Dari pembakaran sekam padi ini akan menghasilkan pencemaran lingkungan, oleh karena itu perlu adanya inovasi untuk mengurangi pembakaran sekam padi, namun tetap mempunyai nilai jual yang tinggi.

Bagi Indonesia sebagai salah satu negara agraris penghasil beras, sekam padi merupakan limbah sisa penggilingan padi yang jumlahnya sangat melimpah. Sekam padi yang selama ini secara tradisional banyak dimanfaatkan pada pembuatan abu gosok, batu bata serta pengeraman ayam, kini telah mampu menghasilkan ratusan megawatt listrik dan komoditas silika atau karbon. (SOEMOWIDAGDO, 2009)

Tabel 2.3 Komposisi Sekam Padi

(Sumber : Houston, 1972)

No Komponen %Berat

1 H2O 2,4 – 11,35

2 Crude Protein 1,7 – 7,26 3 Crude Fat 0,38 – 2,98 4 Ekstrak Nitrogen Bebas 24,7 – 38-79 5 Crude Fiber 31,37 – 49,92

6 Abu 13,16 – 29,04

7 Pentosa 16,94 – 21,95

8 Selulosa 34,34 – 43,80

(31)

Pada tabel 2.3 dijelaskan beberapa komposisi dari kandungan sekam padi menurut Houston, diantaranya yaitu H2O, crude protein, crude fat, ekstrak nitrogen bebas, crude fiber, abu, pentosa, selulosa, dan lignin. Sebagaimana tumbuh-tumbuhan lain, sekam padi juga mempunyai kandungan silika yang tinggi. Konsentrasi silika dapat ditemukan pada keadaan sekam padi atau tumbuhan kering, yang besarnya tergantung dari jenis tanah tempat tumbuhan padi tumbuh, jenis tanaman dan juga tergantung dari iklim dimana tumbuhan padi tumbuh. Konsentrasi silika pada sekam kering berkisar 21, 5 % dari berat, dan 12 % pada daun keringnya. (Wibowo, 2008)

Gambar 2.2 Sekam Padi

Sumber : interiordesignassist.wordpress.com

Pada gambar 2.2 merupakan bentuk dari sekam padi, sekam padi mempunyai berat sekitar 20 % dari bagian kering yang keras dari padi, maka total jumlah silika dalam sekam padi dapat mencapai 4 % dari total berat padi kering. Setiap tahunnya produksi sekam padi dunia mencapai 80 juta ton, maka silika yang dihasilkan per tahunnya adalah 3,2 juta ton. Sekam padi memiliki karakteristik tidak mudah menyusut,tidak terpelintir, bengkok, terbelah dan melengkung. Sekam padi juga kuat, kaku, lurus, ringan dan harga yang terjangkau. Selain itu, sekam padi memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, ukuran stabil, memilliki permukaan yang kuat, tahan air dan tahan terhadap tekanan. Sekam padi memiliki konduktivitas termal yang rendah, yaitu 0,034 sehingga bisa dijadikan sebagai bahan isolasi yang baik. Sekam adi merupakan limbah hasil pertanian yang masih bisa dimanfaatkan secara langsung. Baik dapat digunakan sebagai komponen bahan bangunan rumah, peredam panas dan tempat penyimpanan, seperti untuk membuat meja, ceiling,

cold storage maupun fire wall (Wibowo, 2008). Dalam tugas akhir ini sekam padi akan

dihaluskan menjadi tepung sekam padi yang digunakan sebagai bahan komposit dari plastik HDPE.

2.5 Xylene

Xylene adalah zat kimia yang memiliki rumus C6H4(CH3)2 yang memiliki nama lain xylol dan dimetilbenzene. Xylene memiliki berat molekul 106,17 gram/mol dengan komposisi karbon (C) sebesar 90,5% dan hydrogen (H) 9,5%. Xylene memiliki tiga isomer yaitu ortho-xylene, meta-xylene dan para-xylene. Xylene merupakan cairan tidak berwarna yang dihasilkan dari minyak bumi atau aspal cair dan sering digunakan sebagai pelarut dalam industry. (G.A. Jacobson dan S. McLean, 2003).

(32)

11

Xylene pada aspal cair pertama kali ditemukan pada pertengahan abad ke 19. Nama dari xylene berasal dari bahasa latin “wood xulon” karena xylene dapat diperoleh juga dari hasil destilasi kayu tanpa adanya oksigen. (Richard L.Myers, 2007). Xylene merupakan hidrokarbon aromatic yang secara luas digunakan dalam industry dan teknologi medis sebaga pelarut. (Langman JM, 1994). Properties dari xylene dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Properties dari xylene

Item Properties

Berat molekul (g) 106

Titik leleh -48°C

Titik didih 137 sampai 144°C

Densitas, g/cm3 Pada 20°C: 0,860

Keadaan fisik Cair

Warna Tidak berwarna

Bau Sweet Solubility: Air Solven organic Insoluble Pada 25°C: 0,013 g/100 1 (130 ppm) Larut dengan alcohol, eter, dan organik cair lainnya

Tekanan uap Pada 7,5°C: 2,50 mm Hg Pada 20°C: 6,16 mm Hg Pada 21°C: 6,72 mm Hg Konstanta hukum

Henry

Not Available

Plash point 0C (°F) 37,8 (100) tag open cup (Emission Inventory Branch, 1994)

Xylene teroksidasi dimana gugus methyl berubah menjadi gugus karbosilat. Ortho-xylene akan membentuk phthalic acid sedangkan para-xylene akan membentuk terephthalic acid. Terephthalic acid adalah salah satu bahan dalam pembuatan polyesters. Terephthalic acid dapat bereaksi dengan ethylene glycol yang membentuk ester polyethylene terephthalate (PET). Bahan PET merupakan bahan plastik yang digunakan sebagai wadah makanan. Perkiraan penggunaan xylene diseluruh dunia mencapai 30 juta ton pertahun. (Richard L.Mayers, 2007).

Beberapa lembaga internasional telah menentukan nilai ukuran toksisitas untuk cairan kimia xylene. ACGIH mementukan nilai 100 ppm selama 8 jam untuk batas TWA dan 150 ppm selama 15 menit untuk STEL. NIOSH menetapkan angka yang sama untuk TWA yaitu 100 ppm atau sekiar 435 mg/m3 dan 150 ppm atau sekitar 655 mg/m3 untuk STEL. OSHA menetapkan hal yang sama untuk TWA yaitu 100 ppm atau sekitar 435 mg/m3. Kementrian tenaga kerja menetapkan nila ambang batas sebesar 434 mg/m3 selama 8 jam. Nilai ambang batas adalah konsentrasi dari zat, uap, atau gas dalam udara yang dapat dihirup selama 8 jam per hari selama 5 hari/minggu, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan yang berarti. (Soemanto Imamkhasani, 1990).

(33)

Xylene dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan beberapa jalur, seperti oral, inhalasi maupun dermal. Pemaparan melalui oral untuk kasus xylene sering terjadi dikarenakan kurang higienis para pekerja setelah menggunakan atau setelah terpapar xylene. Xylene memiliki karakteristik mudah menguap dan uap xylenen dapat terabsorbsi dengan cepat melalui paru-paru. Pemaparan melalui inhalasi akan mengiritasi saluran pernapasan , penggunaan xylene dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengiritasi hidung, tenggorokan hingga paru-paru. Pemaparan melalui dermal menyebabkan kulit mengalami kerusakan berupa larutnya lemak oleh xylene, hal ini dikarenakan larutan xylene mudah larut dalam lemak.

2.6 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor atau heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Perpindahan kalor terjadi ketika panas atau kalor bergerak yang mengakibatkan penukaran panas dan akan berhenti ketika kedua media yang berinteraksi telah memiliki temperatur yang sama. Mekanisme perpindahan kalor memiliki tiga cara perpindahan yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Apabila suatu benda terdapat gradien suhu maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Energy berpindah secara konduksi atau hantaran dan laju perpindahan panas itu berbanding dengan gradien suhu normal. Konduksi adalah perpindahan kalor atau panas melalui perantara dimana zat perantara tidak ikut berpindah, dengan arti lain yaitu perpindahan kalor pada suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah didalam media diam (padat atau cair) dengan melintasi media tersebut terdapat perbedaan temperatur atau temperatur gradien. Kerugian energi yang diakibatkan oleh perpindahan panas konduksi melalui dinding yang sebagai pemisah antara ruangan dengan udara luar. Untuk mengetahui besarnya proses perpidahan kalor digunakan hukum Fourier untuk menghitung besarnya energi yang dipindahkan persatuan waktu. 2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas melalui aliran di mana zat perantaranya ikut berpindah. Jika partikel berpindah dan mengakibatkan kalor merambat, maka terjadilah konveksi. Perpindahan kalor secara konveksi ini terjadi pada zat cair dan gas. Kecepatan udara yang ditiupkan ke plat panas iniakan mempengaruhi laju perpindahan kalor. Gradien suhu bergantung pada laju fluida, kecepatan yang tinggi akan menyebabkan gradient suhu yang besar pula dan gradient suhu bergantung dari medan aliran. Perpindahan kalor konveksi bergantung kepasa viskositas fluida samping ketergantungannya

(34)

13

kepada sifat-sifat termal fluida. Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan dan mempengaruhi laju perpindahan energi didaerah dinding.

3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantar, terkadang disertai cahaya. Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Salah satu karakteristik radiasi adalah memiliki panjang gelombang, yaitu jarak dari suatu puncak gelombang ke puncak gelombang berikutnya.

Perpindahan kalor didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu sistem yang lain akibat adanya perbedaan temperatur antara kedua sistem tersebut. Besarnya kalor yang diterima dengan cara konduksi dalam suatu bahan (Q) adalah:

Q = k . A . ΔT / x, (Watt) ……...(1) Dimana:

k = konduktivitas termal bahan(W/cm°C), yaitu sifat bahan yang menunjukkan jumlah kalor yang dapat mengalir melintasi satu satuan luas bahan.

A = luas penampang bahan(cm²), yaitu area yang dilewati oleh kalor yang harus diukur tegak lurus dengan arah aliran kalor.

ΔT / x = adalah perbandingan perubahan suhu per satuan jarak (°C/cm) pada penampang bahan, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak x dalam arah aliran kalor.

Apabila diaplikasikan untuk sistem dalam palka (ruangan) seperti kapal, maka A adalah luas permukaan total dari palka kapal, x adalah tebal dari bahan penyekat panas palka, ΔT adalah beda temperatur antara temperatur dalam palka dan temperatur sekitarnya, sedangkan k adalah tetapan konduktivitas panas dari bahan penyekat. Menurut Nasution, 2014. Kalor yang dilepaskan pada saat es mencair didalam kotak berinsulasi dengan laju perpindahan kalor adalah sebagai berikut :

Q = U . A . ΔT ……..(2) Dan, Q = m . c . ΔT Q = m . 𝐿 ΔT Q = ΔT 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 Q = 1 𝑅𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (W/m 2 oC) Q = 1 (1 ℎ1𝐴)+( 𝑥1 𝑘1𝐴1)+( 𝑥2 𝑘2𝐴2)+( 1 ℎ2𝐴2) Dimana :

Q = Laju perpindahan panas (kkl)

c = Kalor spesifik (es = 0.53 cal/kg oC dan air = 1 cal/kg oC) h1 = Didalam palka berinsulasi (20 W/m2 oC)

(35)

2.7 Konduktivitas Termal

Indikator utama dalam menentukan kualitas bahan dari suatu insulasi adalah dengan melakukan pengujian konduktivitas termal. Konduktivitas termal atau kehantaran termal adalah seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Konduktivitas termal merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu material dalam menghantarkan suatu panas. Nilai konduktivitas termal suatu bahan tentunya berbeda-beda. Hubungan nilai konduktivitas termal dengan kemampuan menghantarkan panas adalah sebanding. Artinya semakin besar nilai konduktivitas termalnya, maka semakin besar kemampuan dalam menghantarkan panas.

Pada umumnya konduktivitas termal sangat tergantung pada suhu. Energi kinetik molekul ditunjukkan oleh suhunya, pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul memiliki kecepatan yang lebih tinggi dari pada molekul yang berada pada suhu rendah. Molekul-molekul selalu berada dalam gerakan rambang atau acak, saling bertumbukan satu sama lain, dimana terjadi pertukaran energi dan momentum. Jika suatu molekul bergerak dari daerah suhu tinggi kedaerah bersuhu rendah, maka molekul mengangkut energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah. Nilai konduktivitas menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Semakin cepat molekul maka semakin cepat pula mengangkut energi. Energi termal dihantarkan dalam zat padat melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik terdapat elektron bebas yang bergerak didalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron dapat mengangkut muatan listrik dan dapat puamembawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah. Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Konduktivitas Termal Bahan

No Material Density (kg/m³) Konduktivitas termal (W/m°C) 1 Wood soft 350 – 740 0.11 - 0.16 2 Wood hard 370 - 1100 0.11 – 0.255 3 Plywood 530 0.14 4 Aluminum alloy 2740 221 5 Mild steel 7800 45.3 6 Fiberglass reinforce plastic 64 – 144 0.036 7 High tensile polyethylene - 0.5

8 Kulit baja kapal - 0.72

9 Rongga udara - 0.107 10 Styrofoam - 0.033 11 Plester beton - 0.72 12 Jenis kayu - 0.15 13 Serat material - 0.039 14 Lempengan gabus - 0.043 15 Polystyrene - 0.03 16 Polyurethane - 0.025

(36)

15

No

Material

Density

(kg/m³)

Konduktivitas termal (W/m°C)

17 Plaster aspal gips - 0.056

18 Udara diam - 0.103 19 Serut gergajian - 0.065 20 Ampas Tebu - 0.046 21 Sabut Kelapa - 0.054 22 Sekam Padi - 0.034 23 Jerami - 0.08 2.8 ASTM E1225 – 3

ASTM E1225 – 3 merupakan standar yang digunakan untuk menentukan konduktivitas termal pada keadaan steady state. Pengujian ini efektif digunakan pada material yang memiliki konduktivitas termal rata-rata dengan rentang 0,2 < λ > 200 W/m dengan rentang temperatur antara 90 sampai 1300 K. Apabila digunakan nilai diluar rentang tersebut akan mengakibatkan penurunan akurasi pada penentuan nilai konduktivitas thermal.

Pengujian ini dilakukan dengan cara memasukkan spesimen uji dibawah beban antara dua spesimen dari bahan sifat termal yang diketahui. Gradien suhu terbentuk ditumpukkan uji dan kehilangan panas diminimalkan dengan penggunaan longitudinal yang memiliki gradien suhu yang hampir sama. Pada kondisi ekuilibrum, konduktivitas termal berasal dari gradien suhu yang diukur pada masing-masing spesimen dan konduktivitas termal bahan referensi.

(37)

Dalam proses pengujian konduktivitas termal memiliki alat uji terdiri dari berbagai komponen peralatan yang memiliki fungsi tersendiri yang disusun menjadi satu sistem alat uji kondukivitas termal. Komponen tersebut meliputi spesimen uji, heater dan panel box. Spesimen uji dikhususkan untuk mengukur konduktivitas termal material yang padat dengan ketebalan berkisar 0.02 sampai 10 mm. Selain itu diperlukan sensor temperatur jenis thermocouple jenis K yang mampu beroperasi pada rentang suhu 0-1370oC. Penempatan thermocouple tersebut adalah enam buah pada parameter bar : hot

meter bar tiga buah (T1, T2, dan T3) dan cold meter bar tiga buah (T4, T5, dan T6), satu

buah pada sisi luar thermal jacket dan satu berfungsi sebagai kontrol suhu heater.

Gambar 2.4 Desain Alat Pengujian

Gambar 2.4 merupakan desain dari alat pengujian yang digunakan untuk pengujian konduktivitas termal. Spesimen uji yang telah dijadi diletakkan pada alat uji diantara cold meter bar dan hot meter bar, kemudian ditunggu beberapa jam sampai suhu dalam keadaan steady. Setelah suhu berada pada keadaan steady, spesimen uji dapat diukur nilai konduktivitas termalnya. Berikut adalah keterangan dari gambar 2.44 :

1. Tuas penekan 2. Base plat atas 3. Vertical rods 4. Load cell 5. Case pendingin 6. Base plat tengah 7. Linear bearing 9. Sampel uji 10. Hot meter-bar 11. Thermocouple 12. Set heater 13. Isolasi heater 14. Base plat bawah 15. Kaki-kaki

(38)

17

(39)
(40)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah rangka dasar dalam membuat suatu penelitian yang akan dibuat. Metodologi tersebut mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah atau untuk melakukan proses dalam menganalisa permasalahan yang ada pada tugas akhir. Adapun tahapan-tahapan dalam pengerjaan bisa dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 3.1 Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir

Mulai

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Pembuatan Spesimen

Hasil pengujian

sesuai dengan

standar

A

Jurnal

Paper

Tugas Akhir

Sesuai

Tidak

Sesuai

(41)

Gambar 3.2 Lanjutan Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir

3.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan tahap awal dalam pelaksanaan skripsi. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting, dimana pada tahap inilah mengapa suatu permasalahan yang ada harus dipecahkan sehingga layak untuk dijadikan bahan dalam skripsi. Pencarian masalah dilakukan dengan cara menggali informasi mengenai masalah yang terjadi pada saat ini. Dari tahap ini juga, tujuan mengapa skripsi ini dikerjakan dapat diketahui. Dalam skripsi ini, masalah yang akan dibahas dan dipecahkan adalah penggunaan palstik jenis HDPE dengan campuran sekam padi untuk insulasi cold storage pada kapal ikan.

3.3 Studi Literatur

Setelah suatu permasalahan dalam tugas akhir ini telah diketahui, maka proses selanjutnya adalah studi literatur. Pada tahap ini meliputi pencarian referensi permasalahan-permasalahan yang ada beserta solusinya dan juga mempelajari kedua hal tersebut untuk diimplementasikan pada tugas akhir ini, sehingga jelas apa saja yang harus dilakukan agar permasalahan tersebut dapat terpecahkan. Studi literatur dapat dilakukan dengan cara melalui paper, jurnal, tugas akhir, dan buku yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dipecahkan.

Pembuatan prototype cold storage

Percobaan

Analisa dan Pembahasan

Pembuatan Laporan & Kesimpulan

Selesai

A

(42)

21

3.4 Pembuatan Spesimen

Pada tahapan ini dilakukan proses perancangan untuk cold storage pada palka kapal ikan 30 GT dengan pembuatan spesimen dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Spesimen akan digunakan pada saat pengujian dan mendapatkan komposisi yang paling baik antara campuran HDPE dan sekam padi. Pembuatan spesimen ini terdiri dua pengujian yaitu pengujian konduktivitas termal dan pengujian massa jenis bahan.

3.4.1. Bahan dan Peralatan

Dalam proses pembuatan spesimen terdapat bahan dan peralatan yang digunakan dalam eksperimen, yaitu :

a. Biji plastik HDPE b. Sekam padi c. Xylene

d. Cetakan tabung dari bahan besi yang digunakan untuk pengujian spesimen konduktivitas termal dan massa jenis

e. Oven

f. Aluminium foil g. Gelas ukur h. Timbangan digital

3.4.2. Pembuatan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis

Spesimen untuk pengujian konduktivitas termal bertujuan untuk menentukan nilai konduktivitas termal bahan campuran HDPE dengan sekam padi. Spesimen untuk pengujian massa jenis bertujuan untuk mengetahui densitas dari bahan campuran HDPE dengan sekam padi. Proses dalam pembuatan spesimen meliputi :

a. Sekam padi dihaluskan hingga menjadi serbuk sekam padi.

b. Biji plastik HDPE dan serbuk sekam padi diletakkan kedalam wadah dan dicampur dengan larutan xylene dengan volume 50 – 90 ml. Pelarut xylene berfungsi untuk mempercepat pelelehan plastik HDPE. c. Biji plastik HDPE dan serbuk sekam padi yang telah dicampur dengan xylene kemudian dipanaskan dengan suhu 1500C selama 45 menit menggunakan oven.

d. Setelah dipanaskan, plastik HDPE dan serbuk sekam padi diaduk hingga homogen. Kemudian dimasukkan kedalam cetakan berbentuk tabung dan ditekan agar bentuk spesimen menjadi lebih rapi.

e. Dalam pencampuran serbuk sekam padi dan biji plastik HDPE menggunakan perbandingan 30:70, 40:60, dan 50:50.

f. Spesimen yang telah jadi dijemur di ruangan terbuka selama 72 jam untuk menghilangkan kandungan xylene pada material.

3.5 Pengujian Spesimen

Pengujian spesimen pada tahap ini meliputi pengujian konduktivitas termal dan massa jenis. Pengujian konduktivitas termal dilakukan dengan menggunakan metode steady state yang merujuk pada standar ASTM – E 1225.

(43)

3.5.1 Pengujian Konduktivitas Termal

Pengujian konduktivitas termal untuk spesimen dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Termal, Departemen Teknik Mesin FTI – ITS. Dalam proses pengujian konduktivitas termal spesimen uji diletakkan pada mesin penguji, yaitu dengan mengapit kedua sisi atas dan bawah dari spesimen dengan tembaga yang berbentuk tabung. Kemudian dibagian atas spesimen dipanaskan oleh pemanas (heater) dengan menggunakan tembaga. Alat pengujian tersebut dilapisi oleh bahan kapuk agar kalor yang ditransferkan tidak terlalu banyak yang terbuang. Pada alat pengujian terdapat kabel yang tersambung pada termokopel yang berfungsi sebagai pengukur

suhu yang ditransfer oleh pemanas.

Gambar 3.3 Alat Pengujian Konduktivitas Termal

Pada Gambar 3.3 merupakan alat yang digunakan dalam pengujian konduktivitas termal. Dalam pengujian tersebut memiliki dua metode yaitu pengukuran untuk konduktiviitas termal bahan konduktor dan pengukuran konduktivitas termal bahan isolator. Dalam proses penagmbilan data memerlukan waktu hingga 2,5 jam. Data konduktivitas termal bahan dapat diambil ketika suhu dari spesimen telah konstan. Terdapat 5 titik suhu yang diambil dalam proses pengujian yaitu T1, T2, T3 yang merupakan suhu dari komposit spesimen atau isolator dan T4,T5 yang merupakan suhu dari bahan konduktor.

3.5.2 Pengujian Massa Jenis

Pengujian massa jenis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar densitas dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Pada proses pengujian ini, komposit yang berbentuk tabung ditimbang menggunakan timbangan digital. Setelah mengetahui berapa berat dari tiap spesimen, dihitung massa jenis bahan menggunakan rumus massa jenis.

(44)

23

3.6 Pembuatan Prototype

Tahap ini merupakan proses perancangan prototype cold storage dengan dimensi 24 cm x 24 cm x 24 cm dengan ketebalan setiap sisinya adalah 3 cm. Untuk desain pembuatan prototype dapat dilihat pada Gambar 3.4. Dalam pembuatan prototype memerlukan alat dan bahan sebagai berikut :

1. HDPE

2. Sekam padi yang sudah dihaluskan 3. Xylene

4. Oven

5. Aluminium foil

6. Cetakan berukuran 24 cm x 24 cm dengan ketebalan 3 cm untuk membentu komposit bahan

Gambar 3.4 Desain Protoype Cold Storage Pada Palka Kapal Ikan 30 GT

Penentuan komposisi prototype ditentukan dari hasil dari pengujian konduktivitas termal dan massa jenis spesimen. Setelah menemukan hasil dari pengujian, proses selanjutnya adalah pembuatan prototype cold storage dengan dimensi yang telah ditentukan. Proses pembuatan prototype meliputi :

1. Sekam padi dihaluskan hingga berbentuk serbuk.

2. HDPE dan serbuk sekam padi diletakkan kedalam wadah kemudian dicampur dengan larutan kimia xylene. Komposisi dalam pencampuran ini adalah 50%: 50% berdasarkan volume cetakan, yaitu 50% HDPE dan 50% serbuk sekam padi.

3. Campuran HDPE dan serbuk sekam padi kemudian dimasukkan kedalam oven dan dilelehkan dengan suhu 1800C selama 2 jam.

4. Setelah proses pelelehan, campuran bahan kemudia ditekan selama 1 menit untuk hasil yang rapi.

5. Kemudian bahan komposit dikeluarkan dan dipasang agar membentuk kotak. 24 cm

(45)

6. Setelah berbentuk kotak, campuran komposit dilapisi fiber agar tidak terjadi kebocoran selama percobaan.

3.7 Pelaksanaan Percobaan

Dilakukan percobaan dari hasil desain dengan cara pembuatan prototype. Percobaan dilakukan untuk mengetahui suhu terendah dan lama waktu yang dapat dicapai dengan penggunaan cold storage serta kondisi ikan yang telah didinginkan. Pada percobaan ini prototype dilapisi dengan fiber agar campuran HDPE dan sekam padi tidak bercampur dengan ikan apabila es batu telah mencair dan merusak kesegaran ikan yang disimpan. Temperatur dalam percobaan ini meliputi temperatur lingkungan, temperatur prototype, temperatur ikan dan temperatur beban (es batu).

3.8 Analisa dan Pembahasan

Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap data-data yang telah diperoleh. Data-data yang diperoleh akan di analisa dan dibuat grafik perbandingan bahan isolasi

cold storage campuran HDPE dan sekam padi. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui

apakah bahan campuran tersebut menghasilkan pendinginan lebih lama dan konstan ataupun sebaliknya.

3.9 Kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan kesimpulan dari perancangan cold storage pada kapal ikan dengan isolasi dari bahan campuran HDPE dan sekam padi. Tujuan akhir dari pengembangan ini yaitu untuk mengetahui tingkat efisien dan keuntungan dari penggunaan isolasi dari bahan HDPE dengan sekam padi pada cold storage di kapal ikan. Selain itu juga diharapkan bahan ini menjadi alternatif isolasi pada kapal ikan dan membuat taraf hidup nelayan menjadi lebih baik.

(46)

25

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Spesimen Komposit

Dalam pengujian insulasi cold storage kapal ikan diawali dengan pembuatan spesimen komposit untuk pengujian konduktivitas termal dan massa jenis dengan diameter 50 mm dan tinggi 50 mm dari bahan HDPE dan sekam padi dengan pelarut menggunakan xylene. Pembuatan spesimen komposit terdiri dari tiga variasi, yaitu :

1. HDPE 50% dan sekam padi 50% 2. HDPE 60% dan sekam padi 40% 3. HDPE 70% dan sekam padi 30%

Dengan campuran xylene sebagai pelarut sebanyak 51-53 ml.

Tabel 4.1 Kebutuhan Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis

No HDPE Sekam

Padi

Berat

HDPE Sekam padi Xylene

1 50% 50% 38 gr 25 gr 51 ml

2 60% 40% 46 gr 20 gr 51 ml

3 70% 30% 42 gr 12 gr 53 ml

Dari Tabel 4.1 merupakan perbandingan komposisi dan kebutuhan bahan dalam pembuatan spesimen uji. Proses pembuatan spesimen 1 dengan komposisi 50% HDPE dan 50% serbuk sekam padi dengan campuran 92,5 ml xylene masing-masing bahan ditimbang dahulu menggunakan timbangan digital untuk menentukan seberapa banyak bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan spesimen. Setelah mengetahui seberapa banyak bahan yang dibutuhkan yaitu 38 gram HDPE dan 25 gram serbuk sekam padi, kemudian bahan tersebut dicampur menjadi satu dan dimasukkan kedalam oven. Dalam proses pelelehan HDPE dan serbuk sekam padi memerlukan waktu 45 menit dengan suhu 150oC. Setelah di oven, bahan diaduk hingga homogen kemudian dimasukan kedalam cetakan yang berbentuk tabung dan ditekan agar spesimen berbentuk presisi. Dalam proses pembuatan spesimen ini lebih mudah karena perbandingannya yang seimbang, namun sekam padi yang memiliki tekstur lembut kurang menyatu dengan HDPE. Untuk hasil dari proses pembuatan spesimen dapat dilihat pada gambar 4.1 (a).

Spesimen ke 2 memiliki komposisi 60% HDPE, 40% serbuk sekam padi, dan 92,5 ml xylene sebagai pelarut. Proses pembuatan spesimen kedua ini hampir sama dengan cara pembuatan pada spesimen pertama. Pada spesimen kedua diperlukan HDPE sebanyak 46 gram dan serbuk sekam padi sebanyak 20 gram dengan larutan xylene sebanyak 92,5 ml. Pelelehan HDPE dalam spesimen kedua lebih lama dari spesimen pertama, yaitu selama 50 menit dengan suhu 150oC. Hal ini dikarenakan bahan HDPE yang semakin banyak sehingga membutuhkan proses pelelehan yang lama. Spesimen kedua memiliki tekstur yang lebih mudah merekat dibandingkan dengan spesimen pertama karena kandungan HDPE yang lebih banyak dan juga lebih cepat mengeras. Untuk hasil dari pembuatan spesimen ke dua dapat dilihat pada

(47)

gambar 4.1 (b). Spesimen ke tiga memiliki komposisi 70% HDPE, 30% serbuk sekam padi dan 92,5 ml xylene sebagai pelarut. Langkah pembuatan spesimen ketiga ini sama seperti pembuatan spesimen pertama dan kedua. Pada spesimen ketiga ini diperlukan 42 gram HDPE, 12 gram serbuk sekam padi dan 92,5 ml pelarut xylene. Dalam proses pelelehan HDPE pada spesimen ketiga ini membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu 55 menit dengan suhu 150 oC. Pada spesimen ketiga ini memiliki daya rekat lebih kuat karena kandungan HDPE sebanyak 70% dan menghasilkan spesimen yang lebih kuat. Terjadi kendala dalam proses pembuatan, yaitu susahnya spesimen keluar dari cetakan. Untuk hasil pembuatan spesimen ketiga dapat dilihat pada gambar 4.1 (c).

Gambar 4.1 Spesimen Uji Konduktivitas Termal dan Massa Jenis. (a)Komposisi 50:50

(b)Komposisi 60:40 (c)Komposisi 70:30

Dari proses pembuatan spesimen pertama hingga ke tiga, pengujian spesimen uji konduktivitas termal dan massa jenis dilakukan pada spesimen yang mengandung lebih banyak HDPE dibanding dengan serbuk sekam padi. Pengujian konduktivitas termal pada spesimen bertujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas termal dari bahan. Apabila nilai konduktivitas semakin tinggi maka kemampuan dalam menghantarkan panas akan semakin besar. Dari hasil pengujian spesimen konduktivitas termal akan diambil nilai yang paling rendah untuk pembuatan prototype cold storage. Pengujian

(b) (a)

Gambar

Gambar 2.1 Biji Plastik Jenis High Density Poliethylene (HDPE)  Sumber: http://gpsplastik.com
Tabel 2.3 Komposisi Sekam Padi
Gambar 2.2 Sekam Padi
Tabel 2.4 Properties dari xylene
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini tidak berhasil mendukung teori agensi, dimana semakin banyak jumlah komisaris independen maka pengawasan yang dilakukan kepada manajemen akan

Tindakan refleksi Pembelajaran yaitu aktivitas pembelajaran berupa penilaian atau umpan balik peserta didik terhadap guru setelah mengikuti serangkaian proses belajar mengajar

Jaminan C akan diberikan dalam hal pembayaran atas penggantian biaya-biaya perawatan dan atau pengobatan yang dilakukan dalam usaha untuk penyembuhan atau

d. Melakukan penyusunan bahan pengembangan dan pengelolaan sistem informasi Wasdalbin PTS bidang Kelembagaan dan Sistem Informasi; e. Melakukan penyusunan bahan fasilitasi,

Dalam penulisan hukum yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap pengungsi akibat perubahan iklim ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode normatif

Pengujian kekerasan pegas daun bus yang mengalami kerusakan dilakukan pada 3 (tiga) lokasi, yaitu pada lokasi yang mengalami patah (sampel 1), lokasi sekitar patahan (sampel 2),

9 Manifestasi efek samping atau hasil uji lab yang abnormal, dilihat dari hubungan aktu kejadian dan penggunaan obat adalah tidak  mungkin (Event or laboratory

The City Tower 7th Floor Jl.. The City Tower 7th Floor Jl.. Ampera Raya No. Mawar Merah Raya Blok 33.. Imam Bonjol No.. Kamal Raya Outer Ring Road, Jakarta.. Bangka Raya