• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup. berdampingan, membentuk kelompok dengan manusia yang lain.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup. berdampingan, membentuk kelompok dengan manusia yang lain."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Organisasi

Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup berdampingan, membentuk kelompok dengan manusia yang lain. Salah satu alasan mengapa manusia selalu berkelompok adalah karena kebutuhan manusia yang semakin kompleks dari waktu ke waktu sehingga manusia membutuhkan kerjasama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kondisi seperti ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang bersifat organis, yang artinya bagian yang satu dengan yang lain saling memenuhi atau melengkapi. Agar kondisi yang diinginkan terus berjalan sesuai harapan, maka diperlukan pengorganisasian agar masing-masing dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ini menunjukan bahwa manusia memiliki sifat mengatur terhadap segala tindakannya (Suharsono, 2012:11).

Selama ini banyak praktek organisasi yang dalam upaya pencapaian tujuannya lebih banyak didominasi oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu saja. Padahal organisasi merupakan masalah yang kompleks dan multidispliner. Oleh karena itu, organisasi dapat dipahami dari berbagai perspektif. Pengertian organisasi pun berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masing-masing displin ilmu (ekonomi, bisnis, sosial, politik, dan lain-lain). Bagi seorang ekonom, organisasi difokuskan pada bagaimana menyediakan barang dan jasa yang cukup bagi masyarakat. Bagi praktisi bisnis yang sering berhadapan dengan situasi penuh

(2)

persaingan, maka organisasi ditempatkan sebagai wadah untuk mencapai tingkat keuntungan yang memadai.

Ada beberapa pengertian tentang organisasi, menurut beberapa ahli (Suharsono, 2012:13):

Menurut Ernest Dale organisasi adalah suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu struktur atau pola-pola hubungan kerja dari orang-orang dalam suatu kelompok kerja.

Menurut Cyril Soffer, organisasi merupakan perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sosial kerja dan pembagian kerja yang diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan diantara pemegang peranan dan kemudian digabung dalam beberapa bentuk hasil.

Menurut Kast dan Rosenzweig, organisasi (perusahaan) adalah adanya orang-orang yang usahanya harus dikordinasikan, tersusun dari sejumlah subsistem yang saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja bersama atas dasar pembagian kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Menurut Gibson, organisasi artinya mengejar tujuan dan sasaran yang dapat dicapai secara efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama.

Sedangkan menurut Edgar Schein, organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab.

Masih banyak lagi definisi mengenai organisasi menurut para ahli, namun tetap memiliki satu inti yaitu pencapaian tujan yang sesuai dengan harapan. Manusia diwajibkan mengenal organisasi karena organisasi merupakan bagian dari kehidupan

(3)

manusia. Sebagai contoh misalnya seorang pelaku bisnis ternyata juga harus berhubungan dengan berbagai organisasi atau instansi tertentu. Maka dari itu seseorang perlu mempelajari organisasi agar dapat secara mandiri mendesain struktur organisasinya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.

2.1.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.1.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Filho et al. (Gresi Sanje Dahan, 2012) tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) didefinisikan melalui hubungan etis dan transparansi dari perusahaan dengan semua pemangku kepentingan yang memiliki hubungan serta dengan penetapan tujuan perusahaan yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan masyarakat, melestarikan lingkungan dan sumber daya budaya untuk generasi mendatang, menghormati keragaman dan mempromosikan pengurangan masalah sosial.

Sementara itu tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan cara bagi perusahaan untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat juga memberikan kesempatan untuk menciptakan reputasi keunggulan kompetitif dan positif untuk dunia bisnis (Smith 2007, Porter dan Kramer 2006).

Menurut Keith Davis (Suharsono, 2012:214) dijelaskan tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengakuan bahwa organisasi menimbulkan pengaruh signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus dipertimbangkandan diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan organisasi.

Menurut The World Business Council for Sustainable Development (Yusuf Wibisono, 2007:7) secara bebas maksudnya adalah komitmen para pelaku usaha

(4)

ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup para karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara luas.

Menurut CSR Forum (Wibisono, 2007) tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial atau lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa atau fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder. Tanggung jawab sosial perusahaan timbul sejak era dimana kesadaran akan pembangunan perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar keuntungan.

Sedangkan menurut World Bank (Suharsono, 2012:215) tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen para pelaku usaha untuk memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, baik untuk para karyawan, komunitas lokal maupun masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dengan cara-cara yang saling menguntungkan.

(5)

Dalam Yusuf Wibisono (2007:6) tanggung jawab sosial perusahaan adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Pengertian Corporate Social Responsibility yang relatif lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan adalah dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (profit, planet dan people) yang digagas John Elkington (1998).

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya bagi kepentingan pembangunan manusia dan lingkungan secara berkelanjutan berdasarkan prosedur yang tepat dan profesional (Suharto, 2008).

International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.

Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.

Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.

(6)

European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.

Corporate Social Responsibility Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

Vasin, Heyn & Company (Kotler, 2011: 12) merumuskan definisi tangung jawab sosial perusahaan sebagai kesanggupan untuk berkelakuan dengan cara-cara yang sesuai asas ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tetap mengindahkan kepentingan langsung dari stakeholder.

Sedangkan Sukada, et. al. (2007) mendefinisikan tangung jawab sosial perusahaan sebagai upaya sungguh-sungguh dari perusahaan untuk meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya dalam ranah ekonomi, sosial, dan lingkungan, terhadap seluruh pemangku kepentingannya, untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tanggung jawab sosial perusahaan bukan hanya sekedar kegiatan amal, dimana mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap stakeholder. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.

(7)

2.1.2.2 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based Business for Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan yang telah mempraktekkan tanggung jawab sosial perusahaan antara lain:

1. Meningkatkan Brand Image dan Reputasi Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan dapat membuat perusahaan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat sehingga reputasi perusahaan juga akan meningkat apabila perusahaan melaksanakan progaram tersebut dengan sebaik – baiknya

2. Meningkatkan Penjualan dan Loyalitas Pelanggan

Apabila program tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dengan baik oleh perusahaan maka para pelanggan akan menjadi lebih loyal karena para pelanggan tidak hanya mengetahui kualitas tetapi juga tujuan baik perusahaan.

3. Mengurangi Biaya Operasional

Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk biaya promosi, karena produk atau perusahaan pasti akan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan demikian biaya operasional perusahaan akan menurun.

4. Meningkatkan Kinerja Keuangan

Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan laba perusahaan akan lebih meningkat karena penjualan juga akan meningkat. Dengan demikian kinerja keuangan dari perusahaan tersebut secara otomatis akan meningkat pula.

(8)

2.1.2.3 Peranan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan dalam beberapa dekade terakhir telah banyak dilakukan oleh perusahaan. Khususnya perusahaan besar yang mementingkan keberlangsungan secara jangka panjang perusahaannya. Bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan bermacam-macam seperti membentuk community development, charity event, atau kegiatan lainnya yang bersifat sosial. Menurut Wibisono (2007) peranan tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut:

1. Brand Differentiation

Yaitu pemberian citra yang khas serta baik agar dapat meningkatkan customer loyalty dan bersaing secara sehat dalam pasar yang kompetitif.

2. Human Resources

Program tanggung jawab sosial perusahaan dapat membantu dalam proses perekrutan karyawan baru. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi untuk lebih krirtis bertanya apa saja program tanggung jawab sosial yang dijalankan. Sedangkan untuk pegawai lama, dapat meningkatkan reputasi, persepsi, dan dedikasi dalam bekerja.

3. Licence to Operate

Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan dapat mendorong pemerintah dan publik memberi izin bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat secara luas.

4. Risk Management

Manajemen risiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan, reputasi yang telah dibangun selama bertahun-tahun dapat runtuh dalam sekejap hanya karena adanya KKN, kecelakaan kerja, dan pengerusakan lingkungan. Maka dari itu perlu ditanamkannya “do the right thing”.

(9)

2.1.2.4 Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Suharto (2006: 7-8) sedikitnya ada empat model atau pola tanggung jawab sosial perusahaan yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:

1. Keterlibatan Langsung

Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.

2. Melalui Yayasan atau Organisasi Sosial Perusahaan

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah naungan perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.

3. Bermitra dengan Pihak Lain

Perusahaan menyelenggarakan tanggung jawab sosial perusahaan melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

(10)

4. Mendukung atau Bergabung Dalam Suatu Konsorsium

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro-aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

2.1.2.5 Dimensi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Dari berbagai definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang ada, Alexander Dahlsrud dalam “How Corporate Social Responsibility is Defined” (2008) menjelaskan dan menyimpulkan bahwa definisi tanggung jawab sosial perusahaan itu secara konsisten mengandung 5 dimensi, yaitu:

1. Dimensi Lingkungan yang merujuk ke lingkungan hidup dan mengandung kata-kata seperti “lingkungan yang lebih bersih”, “pengelolaan lingkungan”, “environmental stewardship”, “kepedulian lingkungan dalam pengelolaan operasi bisnis”, dan lain-lain.

2. Dimensi Sosial yaitu hubungan antara bisnis dan masyarakat dan tercermin melalui frase-frase seperti “berkontribusi terhadap masyarakat yang lebih baik”, “mengintegrasi kepentingan sosial dalam operasi bisnis”, “memperhatikan dampak terhadap masyarakat”, dan lain-lain.

(11)

3. Dimensi Ekonomis yang menerangkan aspek sosio-ekonomis atau finansial bisnis yang diterangkan dengan kata-kata seperti “turut menyumbang pembangunan ekonomi”, “mempertahankan keuntungan”, “operasi bisnis”, dan lain-lain.

4. Dimensi Pemangku Kepentingan (stakeholder) yang tentunya menjelaskan hubungan bisnis dengan pemangku kepentingannya dan dijelaskan dengan kata-kata seperti “interaksi dengan pemangku kepentingan perusahaan”, “hubungan perusahaan dengan karyawan, pemasok, konsumen dan komunitas”, “perlakukan terhadap pemangku kepentingan perusahaan”, dan lain-lain.

5. Dimensi Kesukarelaan (voluntary) sehubungan dengan hal-hal yang tidak diatur oleh hukum atau peraturan yang tercermin melalui frase-frase seperti “berdasarkan nilai-nilai etika”, “melebihi kewajiban hukum (beyond regulations)”, “voluntary”, dan lain-lain.

2.1.2.6 Kategori Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, perusahaan bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam mengembangkan program tanggung jawab sosial perusahaan, dan dapat pula dijadikan cermin dan garis pedoman untuk menentukan model tanggung jawab sosial perusahaan yang tepat (Suharto, 2007). Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling bertautan.

(12)

1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran tanggung jawab sosial perusahaan:

• Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran tanggung jawab sosial perusahaan yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.

• Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggaran tanggung jawab sosial perusahaannya rendah. Perusahaan yang termasuk kategori ini adalah perusahaan besar, namun pelit.

• Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran tanggung jawab sosial perusahaannya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini disebut perusahaan dermawan atau baik hati.

• Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang tanggung jawab sosial perusahaan bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.

(13)

2. Berdasarkan tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, apakah untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat:

• Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan tanpa tujuan jelas, bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.

• Perusahaan Impresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona” daripada ”tebar karya”.

• Perusahaan Agresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih ditujukan untuk pemberdayaan daripada promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata daripada tebar pesona.

• Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan tanggung jawab sosial perusahaan dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan.

(14)

2.1.3 Komitmen Karyawan

2.1.3.1 Pengertian Komitmen Karyawan

Komitmen karyawan adalah loyalitas individu kepada organisasi. Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi teridentifikasi kuat dengan organisasi dan secara bangga mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota organisasi (Schermerhorn et al. 2012: 63).

Komitmen menurut Jaw dan Liu (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) tidak hanya konsep hubungan manusia tetapi juga melibatkan menghasilkan energi manusia dan mengarahkan pikiran manusia menjadi aktif. Tanpa komitmen, pelaksanaan ide-ide baru dan inisiatif akan dimusyawarahkan. Sistem sumber daya manusia dapat memfasilitasi pengembangan atau kompetensi organisasi melalui memunculkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.

Komitmen karyawan adalah sejauh mana individu mengidentifikasi dan terlibat dengan organisasinya sehingga dan atau tidak mau meninggalkannya. Konsep dari komitmen karyawan adalah peduli dengan sejauh mana orang yang terlibat dengan organisasi mereka dan tertarik dengan apa yang ada di dalam diri mereka (Jerald Greenberg 2003: 160)

Sedangkan Walton (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) berpendapat komitmen sebagai strategi khusus untuk sumber daya manusia yang efek positif akan dirasakan. Tingginya komitmen karyawan adalah sebuah pendekatan untuk mengelola karyawan, yang menekankan pada kebutuhan untuk mengembangkan komitmen organisasi antara karyawan didasarkan pada asumsi bahwa hal itu akan mengarah pada hasil positif seperti rendahnya absensi, motivasi yang lebih baik dan menghasilkan kinerja yang unggul. Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa komitmen karyawan yang tinggi dapat bekerja dengan baik secara sinergis dan

(15)

mencerminkan strategi komitmen umum. Meskipun strategi komitmen dapat dikaitkan dengan semua perusahaan praktik sumber daya manusia, rekrutmen, seleksi, evaluasi kinerja, menurut Scholl (2003), juga dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan psikologis antara perusahaan dan karyawan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

Dalam Pearson (Robbins, Coulter, 2010:405) komitmen karyawan adalah kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal yaitu : 1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. 2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi

2.1.3.2. Jenis-Jenis Komitmen Karyawan

Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (Jerald Greenberg Robert A. Baron 2004: 161) terbagi atas tiga komponen, yaitu:

a. Komponen Afektif

Berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

b. Komponen Normatif

Merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai.

(16)

Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.

c. Komponen Kelanjutan (continuance)

Berarti komponen yang berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya pegawai yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan menghindari kerugian financial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.

Dalam hal ini tampak melalui kesediaan dalam bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi. Keinginan juga termasuk kehendak untuk tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawai dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku yang berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

(17)

2.1.3.3 Dimensi Komitmen Karyawan

Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen yang digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen karyawan kepada organisasi, yaitu :

a. Dimensi Continuance Commitment

Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen karyawan pada organisasi karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah.

b. Dimensi Affective Commitment

Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bekerja pada organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan antara nilai-nilai personal individu dan organisasi. Komitmen afektif didasarkan pada Goal Congruence Orientation, dimana didalamnya terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap tugas yang diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki emosional yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan Affective Commitment yang lebih rendah.

(18)

c. Dimensi Normative Commitment

Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan individu yang berkewajiban untuk tetap bekerja pada organisasinya, dan juga menunjukan adanya kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi oraganisasi. Perusahaan mengharapkan dengan adanya normative commitment, karyawan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti hasil kinerja, tingkat kehadiran kerja, dan organization citizenship.

Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajat komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah

(19)

keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi.

2.1.4 Kinerja Organisasi

2.1.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi

Menurut Stooner dan Freeman (Imran Ali et al. 2010) kinerja organisasi adalah ukuran seberapa efisien dan efektif seorang manajer yang menunjukan seberapa baik ia menentukan dan mencapai tujuan yang tepat. Serta menunjukan seberapa baik organisasi melakukan pekerjaan mereka. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja tersebut memerlukan pengukuran dan pengevaluasian untuk menentukan sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu. Ada dua aspek yang digunakan untuk mengukur kinerja tersebut yaitu, aspek efisiensi dan efektivitas.

Di sisi lain, kinerja organisasi mengacu pada kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan seperti keuntungan yang tinggi, kualitas produk, pangsa pasar yang besar, hasil keuangan yang baik, dan kelangsungan hidup pada waktu yang telah ditentukan dengan menggunakan strategi yang relevan untuk tindakan (Koontz dan Donnell, 1993). Kinerja organisasi juga dapat digunakan untuk melihat bagaimana suatu perusahaan melakukan dalam hal tingkat keuntungan, pangsa pasar dan kualitas produk dalam kaitannya dengan lainnya perusahaan dalam industri yang sama. Akibatnya, itu adalah cerminan dari produktivitas anggota suatu perusahaan diukur dari segi pendapatan, laba, pertumbuhan, pengembangan dan perluasan organisasi (Obiwuru Timothy C. 2011).

(20)

Richard et al. (2009) dalam Korir Jacqueline (2012) mencatat bahwa kinerja organisasi harus berhubungan dengan faktor-faktor seperti profitabilitas, pengiriman peningkatan layanan, kepuasan pelanggan, pertumbuhan pangsa pasar, dan peningkatan produktivitas dan penjualan. Oleh karena itu kinerja organisasi dipengaruhi oleh banyaknya individu, kelompok, tugas, teknologi, struktural, manajerial dan faktor lingkungan.

Sedangkan menurut SK menteri keuangan RI No. 740.KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh BUMN dalam satu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan BUMN. Maka kinerja perusahaan merupakan sejauh mana keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu dalam periode tertentu.

Secara etimologis kinerja merupakan terjemahan dari performance berasal dari bahasa Inggris. Kinerja merupakan suatu hasil dari kegiatan atau aktifitas dan apakah kegiatan yang dilakukan secara intensif membawa tanggung jawab yang efektif dan efisien. Sebuah perusahaan peduli dengan kinerja organisasi dengan cara mengakumulasi hasil dari semua kegiatan kerja organisasi dengan mempertimbangkan apa saja faktor yang mempengaruhi kinerja. Perusahaan biasanya menginginkan organisasinya bekerja secara grup atau berkelompok untuk mencapai tingkat tertinggi dalam kinerjanya (Robbins, Coulter 2010: 520).

Kinerja organisasi dapat dilihat sebagai konsep multi-dimensi yang terdiri dari lebih dari sekedar kinerja keuangan. Kinerja organisasi digambarkan sebagai sejauh mana organisasi ini mampu memenuhi kebutuhan stakeholder dan kebutuhan sendiri untuk bertahan hidup menggambarkan orientasi pasar sebagai penjelasan pemasaran kinerja perbedaan antara perusahaan. Orientasi pasar meningkatkan

(21)

kinerja perusahaan dengan menyediakan diferensiasi dan keuntungan biaya (Basheer Abbas Al-alak et al 2011).

Bernardin dan Russel (Muhammad, (2008:14) memberikan definisi kinerja organisasi sebagai catatan tentang hasil akhir atas suatu kegiatan atau tugas yang diselenggarakan pada kurun waktu tertentu.

Terkait dengan ruang lingkupnya, kinerja juga memiliki dua perspektif yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Asumsinya adalah kinerja organisasi merupakan akumulasi dari kinerja individu. Moeljono (2003:66) menegaskan kinerja organisasi sangat ditentukan oleh kinerja individu.

Samsudin (2005:159) mendefinisikan kinerja sebagai “tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan”.

Rivai (2004:14) mengemukakan kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Senada dengan pendapat tersebut Tangkilisan (2007:178) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai suatu keadaan yang berkaitan dengan keberhasilan organisasi dalam menjalankan misi yang dimilikinya.

(22)

2.1.4.2 Dimensi Kinerja Organisasi

Untuk menilai kinerja organisasi diperlukan indikator-indikator yang jelas dan terarah. Indikator berfungsi sebagai ketetapan dan arahan atas indakan apa yang harus dilakukan supaya kinerja berjalan efektif dan efisien. Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari setiap organisasi atau perusahaan. Menurut Wirawan (2009) dimensi-dimensi yang terdapat dalam kinerja organisasi antara lain :

• Faktor internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja dan motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan lingkungan eksternal, faktor internal karyawan ini juga menentukan kinerja mereka.

• Faktor lingkungan internal organisasi, yaitu dalam melaksanakan tugasnya, karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat mereka bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan suatu organisasi juga merupakan faktor lingkungan dalam internal suatu organisasi.

• Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi yang terjadi di lingkungan organisasi yang mempengaruhi kinerja organisasi. Misalnya keadaan ekonomi suatu negara, budaya masyarakat dan hal lainnya.

(23)

2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

Dalam Ismael Younis Abu-Jarad (2010) model kinerja organisasi difokuskan pada faktor organisasi seperti sumber daya manusia kebijakan, budaya organisasi, dan gaya iklim dan kepemimpinan organisasi. Studi lain oleh Chien (2004) menemukan bahwa ada lima faktor utama yang menentukan kinerja organisasi, yaitu:

1. Gaya kepemimpinan dan lingkungan

2. Budaya organisasi

3. Desain pekerjaan

4. Model motif, dan

5. Kebijakan sumber daya manusia.

Menurut Muljani (2002) salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah kompensasi. Menurutnya perusahaan merupakan tempat dimana karyawan dapat memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah kompensasi yang merupakan imbalan yang diberikan perusahaan pada karyawan atas jasa yang diberikan. Dengan dipenuhinya kebutuhan tersebut, karyawan akan termotivasi sehingga kinerja. Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:

(24)

Gambar 2.3

Sumber: Muljani, 2002.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi adalah:

1. Lingkungan Eksternal, dimensi kunci yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan administratif, aturan, kebijakan, budaya sosial, ekonomi, dan teknologi.

2. Motivasi Organisasi, hal yang memotivasi organisasi adalah sejarah, misi, budaya, insentif atau imbalan.

3. Kapasitas Organisasi, terdiri dari:

1. Strategi kepemimpinan

2. Sumber daya manusia

3. Manajemen keuangan

4. Proses organisasi

(25)

6. Infrastruktur

7. Rantai institutisional

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Imran Ali, Kashif Ur Rehman, Syed Irshad Ali, Jamil Yousaf, dan Maria Zia dalam African Journal of Business Management Volume 4, tahun 2010 dengan judul “Corporate Social Responsibility Influences, Employee Commitment and Organizational Performance” menjelaskan bahwa berasal dari data primer yang diambil dari 371 profesional yang bekerja di berbagai sektor Pakistan. Dalam studi ini, menunjukan secara positif antara tindakan tanggung jawab sosial perusahaan dengan komitmen karyawan yaitu sebesar 0.90 sedangkan kinerja organisasi dan komitmen organisasi karyawan memiliki pengaruh sebesar 0.67. Menggambarkan bahwa pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan karena berimplikasi terhadap komitmen karyawan. Sehingga dapat menghasilkan kinerja organisasi yang baik.

2.3 Kerangka Pemikiran

Tanggung jawab sosial perusahaan menjadi hal yang mulai diperhatikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Disebabkan karena perusahaan sudah mulai sadar dengan pentingnya tindakan tanggung jawab sosial perusahaan akan keberlanjutan secara jangka panjang perusahaannya. Meskipun yang ditimbulkan tidak berupa jangka pendek di keuangan namun, tanggung jawab sosial perusahaan akan secara tidak langsung dan berjangka panjang serta memberikan efek yang positif bagi

(26)

berefek pada lingkungan eksternal tetapi pada stakeholder dan shareholder perusahaan. Peningkatan terhadap kepercayaan kepada perusahaan yang diberikan oleh stakeholder membuat komitmen karyawan sendiri tercipta pada karyawan. Komitmen yang tinggi pada karyawan akan menunjukan seberapa besar tingkat keberhasilan kinerja organisasi. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.4

Sumber Gambar: Penulis TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (X1) KINERJA ORGANISASI (Y) KOMITMEN KARYAWAN (X2)

(27)

2.4. Hipotesis

Menurut Vardiansyah (2008) hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara dari masalah yang sifatnya masih praduga karena masih harus dibuktikan hipotesis tersebut benar atau tidak. Hipotesis dikatakan sementara karena masih didasarkan pada teori-teori yang ada, belum diuji berdasarkan fakta melalui pengumpulan data.

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Untuk T-1:

Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan. Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.

b. Untuk T-2:

Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara komitmen karyawan dengan kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.

Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara komitmen karyawan dengan kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.

c. Untuk T-3:

Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan komitmen karyawan dengan kinerja organisasi secara simultan pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan komitmen karyawan dengan kinerja organisasi secara simultan pada PT Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan jenis makanan penyebab karies gigi dan frekuensi gosok gigi dengan kejadian karies gigi anak usia sekolah dasar MI

animasi dari layar yang mengandung sprite, kita tidak dapat mengedit bagian dalam yang ditampilkan oleh layar untuk masing-masing frame seperti pada animasi frame... Jenis:

Maka merujuk pada kondisi saat ini, dengan adanya virus corona yang sedang melanda di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sangat relevan jika kebijakan Nabi

Beberapa tahun terakhir industri enzim berkembang pesat dengan meningkatnya permintaan enzim untuk keperluan industri makanan maupun pakan. Untuk memenuhi permintaan

Dewasa ini, variasi produk yang sangat banyak dari segi kualitas maupun kuantitas membuat konsumen membutuhkan banyak pertimbangan sehingga membutuhkan bantuan orang lain atau

Untuk variabel diversifikasi aset yang memiliki pengaruh terbesar selanjutnya harus diperhitungkan karena akan menambah profitabilitas apabila dijalankan secara

Kandungan Senyawa Fenolik dan Beta-Karoten Serta Aktivitas Enzim Kasar Carotenoid Cleavage Dioxygenases dari Pomace dan Jus Jeruk Siam (Citrus Nobilis Lour

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa metode fuzzy merupakan salah satu metode yang telah banyak digunakan dalam pembangunan perangkat lunak untuk diagnosis suatu