• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT (Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT (Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT

(Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn)

TESIS

OLEH :

137005021/HK

ANDREAS IRIANDO NAPITUPULU

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT

(Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NIM. 137005021

ANDREAS IRIANDO NAPITUPULU

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 08 Pebruari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H

Anggota : Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum

Prof. Dr. Hasyim Purba, S.H.,M.Hum

Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Andreas Iriando Napitupulu

NIM : 137005021

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

JUDUL TESIS : BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM

PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT(Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila kemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 07 Pebruari 2018 Yang membuat pernyataan

Nama : Andreas Iriando Napitupulu

NIM : 137005021

(6)

ABSTRAK

Penyelesaian utang piutang melalui lembaga kepailitan dimaksudkan untuk mendapatkan pembagian yang proporsional bagi para kreditor. Namun bagi kreditor separatis, ada kemungkinan kurang dirasakan sepenuhnya oleh kreditor separatis yaitu dalam kaitannya dengan hak eksekusi yang didahulukan. Apabila saat jatuh tempo utang debitor tidak dibayar, maka kreditor dapat menggunakan hak eksekusi menjual benda jaminan yang ada di bawah penguasaannya, yang hasilnya dipergunakan melunasi utang debitor. Untuk melaksanakan hak tersebut apakah kreditor separatis dapat melakukan eksekusi langsung atau mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya pada pengadilan.. Sehubungan hal tersebut maka timbul permasalahan adalah bagaimana kedudukan bank sebagai kreditor dalam pengajuan permohonan pailit dan kedudukan bank dalam putusan pailit Nomor:16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn serta pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan Nomor:16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn antara PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dengan PT. Serba Indah Aneka Pangan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari teknik pengumpulan data kepustakaan

(library research) dalam menganalisis putusan No. :

16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dimana keseluruhan analitis dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan, konsep dan akan diurai secara komprehensif untuk menjawab persoalan yang tesis ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif.

Hubungan hukum PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., dengan PT.

Serba Indah Aneka Pangan adalah perjanjian kredit dengan jaminan kebendaan yaitu jaminan fidusia dan hak tanggungan. PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., sebagai kreditor separatis berhak mengajukan pemohonan kepailitan kepada debitor yang tidak memenuhi utang atau kewajibannya tertentu pada waktu yang telah ditentukan dan dapat ditagih.Kreditor separatis sebagai pemegang hak jaminan kebendaan yang mengeksekusi objek jaminan yang dijaminkan kepadanya, seolah- olah tidak terjadi kepailitan. Pada dasarnya hal ini telah memberikan suatu keistimewaan tersendiri kepadakreditor separatis, agar tidak terpengaruh adanya kepailitan pada diri debitor. Kendati demikian,dengan telah diberikannya suatu keistimewaan ini,maka kreditor separatis dapat mengajukan permohonan pailit untuk debitornya sebagaimana dalam Pasal 2 Ayat (1) UUK dan Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UUK. Penerapan hukum oleh majelis hakim dalam permohonan pernyataan pailit dalam putusan pailit No:16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn adalah telah tepat serta telah memberikan kepastian hukum dan keadilan hukum.

Terwujudnya kepastian hukum akan mencegah inkonsistensi putusan, sehingga putusan terhadap perkaranya dapat diprediksi oleh pencari keadilan. Adanya putusan konsisten maka kepastian hukum dan keadilan hukum dapat terwujud.

Kata kunci : kepailitan, kreditor separatis, bank

(7)

ABSTRACT

Settlement of accounts payable through bankruptcy institutions is intended to obtain a proportional distribution for creditors. But for separatist creditors, there is a possibility that the separatist creditor is not fully felt, namely in relation to the execution rights that take precedence. If the debtor's due date is not paid, the creditor can use the right of execution to sell the collateral that is under his control, the result of which is to pay off the debtor's debt. To exercise this right, whether a separatist creditor can execute directly or file a bankruptcy request against his debtor in court.

In this regard, the problem arises is how is the position of the bank as creditor in filing a bankruptcy application and bank position in bankruptcy decision number: 16 / Bankruptcy/2011/PN.Niaga.Mdn and the legal considerations of the judges in the decision number: 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn between PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. with PT. Serba Indah Aneka Pangan.

The research method used is normative juridical research using secondary data obtained from library data collection techniques (library research) in analyzing decision No: 16/ Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn. This research is analytical descriptive, where the whole analytical is done using qualitative analysis to reveal in depth the views, concepts and will be comprehensively decomposed to answer the problems of this thesis, and conclusions are drawn using the deductive approach.

Legal relationship PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., with PT. Serba Indah Aneka Pangan is a credit agreement with material guarantees namely fiduciary guarantee and mortgage rights. PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., As a separatist creditor has the right to submit bankruptcy applications to debtors who do not fulfill certain debts or obligations at a specified time and can be billed. The separatist creditor is the holder of the material security right that can execute the collateral object that is guaranteed to him, as if there was no bankruptcy. Basically this has given a special privilege to separatist creditors, so as not to be affected by bankruptcy in the debtor. However, with this privilege already granted, separatist creditors can apply for bankruptcy for their debtors as referred to in Article 2 Paragraph (1) UUK and Explanation of Article 2 Paragraph (1) UUK. The application of the law by the panel of judges in the application for the statement of bankruptcy in the bankruptcy decision No: 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn is correct and has provided legal certainty and legal justice. The realization of legal certainty will prevent inconsistencies in decisions, so that decisions on the case can be predicted by justice seekers. The existence of a consistent decision, legal certainty and legal justice can be realized.

Keywords : bankruptcy, separatist creditor, bank

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya luar biasa menyertai saya dalam setiap langkah kehidupan terutama dalam tahap penyelesaian penulisan tesis ini sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi memperoleh gelar Magister Hukum. Adapun judul tesis ini adalah “Bank Sebagai Kreditur Separatis Dalam Pengajuan Permohonan Pailit (Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/Pn.Niaga.Mdn).”

Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, oleh karenanya penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang telah diterima. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus penulis sampaikan kepada para Dosen Pembimbing : Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr.

Sunarmi, S.H., M.Hum, dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, atas bimbingan, dan perbaikan yang diberikan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Dan juga penulis sampaikan terima kasih kepada para Dosen Penguji : Bapak Prof.

Dr. Hasyim Purba, S.H., M.Hum dan Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, dimana secara tidak langsung juga telah memberikan bimbingan kepada penulis.

Selanjutnya penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

2. Bapak Pof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Pembimbing penulis dalam menyelesaikan studi Magister Ilmu Hukum.

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing penulis dalam menyelesaikan studi Magister Ilmu Hukum.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara selaku Pembimbing penulis dalam menyelesaikan studi Magister Ilmu Hukum.

6. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas ilmu dan moral yang diberikan selama dalam menempuh pendidikan.

7. Kepada rekan-rekan mahasiswa di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas semangat yang diberikan guna menyelesaikan pendidikan.

8. Kepada seluruh staff pegawai di Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi untuk menyelesaikan pendidikan.

Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang teramat besar saya ucapkan kepada kedua orangtua penulis yaitu Ayahanda tercinta, Parasian J.

Napitupulu, S.H., dan Ibunda tercinta Ros Rumondang Br. Simanjuntak, S.Pd yang

selalu memberikan kasih sayangnya, semangat dan doa bagi penulis serta kepada

(10)

Adinda tersayang Samuel Haposan Napitupulu, S.TP., Herman Tommy Napitupulu., Amd dan Dian Labora Napitupulu, S.T yang selalu memberikan perhatian untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga segala kebaikan, baik dari segi moril maupun material, kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat membalasnya. Kiranya penulisan tesis ini dapat menambah pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membacanya. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, untuk itu mohon saran yang membangun.

Medan, Pebruari 2018 Penulis

NIM. 137005021

ANDREAS I. NAPITUPULU

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andreas Iriando Napitupulu Data Pribadi

Tempat/Tgl. Lahir : Sorong/ 18 Juni 1989 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan Status : Belum Menikah

E-Mail

: iriando.napitupulu@gmail.com

2012 – 2017 : Advokat Riwayat Pekerjaan

2018 - : Calon Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia

1995 – 2001 : SD Swasta Rom Katholik 1 Tanjung Balai Riwayat Pendidikan

2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Tanjung Balai

2004 – 2007 : SMA Swasta Santo Thomas I Medan

2007 – 2011 : Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

20013 – 2018 : Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Universitas Sumatera Utara

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

ABSTRACT ...

ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Keaslian Penulisan ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Kerangka Konsep ... 25

G. Metode Penelitian ... 28

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 28

2. Sumber Data ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 32

4. Analisa Data ... 33

BAB II KEDUDUKAN BANK SEBAGAI KREDITUR SEPARATIS DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT ……….. 35

A. Bank Sebagai Lembaga Pemberi Kredit Perbankan ... 35

1. Perjanjian Kredit Bank ... 35

2. Fungsi dan Jenis Perjanjian Kredit ... 41

3. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit Bank ... 45

4. Jaminan Kredit Perbankan ... 46

B. Bank Sebagai Kreditur Separatis Dalam Hukum Kepailitan ... 52

1. Klasifikasi Kreditur ... 52

2. Kreditur Separatis ... 57

(13)

C. Pengajuan Permohonan Kepailitan ... 64

1. Pihak-pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 64

2. Bank Sebagai Kreditur Separatis Dalam Permohonan Pailit ... 67

BAB III BANK SEBAGAI PEMOHON PAILIT DALAM PUTUSAN NO. : 16/PAILIT/2011/PN.NIAGA.MDN ... 82

A. Aspek Hukum Permohonan Pernyataan Pailit ... 82

1. Syarat Adanya Dua Kreditur atau Lebih ... 82

2. Syarat Harus Adanya Utang ... 86

3. Syarat Adanya Satu Utang Yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih ... 89

B. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit ... 92

C. PT. Bank Negara Indonesia (Perseo) Tbk Sebagai Kreditur Separatis ... 96

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM PUTUSAN NO. : 16/PAILIT/2011/PN.NIAGA.MDN ... 107

A. Duduk Perkara Kepailitan PT. Serba Aneka Pangan ... 107

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Perkara ... 116

C. Analisis Kasus ... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 141

A. Kesimpulan ... 138

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 143

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu badan hukum (legal entity) ada kalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau kegiatannya, dan untuk dapat mencukupi kekurangan uang tersebut, orang atau perusahaan antara lain dapat melakukannya dengan meminjam uang yang dibutuhkan itu dari pihak lain. Memang tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau suatu badan hukum yang ingin memperoleh pinjaman (borrowing, atau loan, atau credit), dari sumber-sumber dana itulah kekurangan dana tersebut dapat diperoleh, apabila seseorang atau badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum lain), pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut debitur sedangkan pihak yang memberikan pinjaman itu disebut kreditur.

1

Pada dasarnya, pemberian kredit oleh kreditur kepada debitur dilakukan karena percaya bahwa debitur itu akan mengembalikan pinjamannya itu pada waktunya, dengan demikian faktor pertama yang menjadi pertimbangan bagi kreditur adalah kemauan (willingness) dari debitur untuk mengembalikan utangnya itu, dan tanpa adanya kepercayaan (trust) dari kreditur kepada debitur tersebut, niscaya kreditur tidak akan memberikan kredit atau pinjaman tersebut. Oleh karena itulah, mengapa pinjaman dari

1 Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010), hal. 2, (selanjutnya disebut sebagai Sutan Remy Sjahdeini I)

(15)

seorang kreditur kepada seorang debitur disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau trust.2

2Ibid., hal.. 3

Kreditor harus memperoleh keyakinan bahwa, kegiatan usaha atau bisnis debitor tersebut dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk melunasi kredit atau fasilitas pembiayaan tersebut. Sebelum pendapatan itu dipakai untuk melunasi utang perusahaan, terlebih dahulu pendapatan itu harus dapat menutupi kebutuhan perusahaan dalam rangka pemupukan cadangan perusahaan dan menutupi biaya perusahaan.

Apabila ternyata perusahaan mengalami kesulitan dalam usahanya, sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar utang-utangnya, maka kreditor harus memperoleh kepastian, bahwa hasil penjualan agunan atau likuidasi atas harta kekayaan perusahaan melalui putusan pailit dari pengadilan dapat diandalkan sebagai sumber pelunasan alternatif.

Untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan, diadakan perjanjian jaminan kebendaan, dimana dengan adanya jaminan ini merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok dalam hal ini perjanjian kredit, sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa aman kepada kreditor dan lebih memberikan kepastian dengan ditentukan bendanya yang diikat dalam perjanjian sebagai jaminan kebendaan.

Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang objeknya terdiri dari benda yang

mengandung asas-asas sebagai berikut:

(16)

1.

Memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditor pemegang hak jaminan terhadap kreditor lainnya.

2.

Bersifat assesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin dengan jaminan tersebut.

3.

Memberikan hak separatis bagi kreditor pemegang hak jaminan. Artinya benda yang dibebani hak jaminan bukan merupakan harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan.

4.

Merupakan hak kebendaan. Artinya hak jaminan akan selalu melekat di atas benda tersebut (droit de suite) kepada siapapun juga benda tersebut beralih kepemilikannya.

5.

Kreditor pemegang hak jaminan mempunyai wewenang penuh untuk melakukan eksekusi atas hak jaminannya.

6.

Berlaku bagi pihak ketiga, dimana berlaku pula asas publisitas.Artinya hak jaminan tersebut harus didaftarkan.3

Pada umumnya, yang terjadi di dalam dunia bisnis, utang piutang antara kreditur dan debitur tidak selalu berjalan mulus seperti yang diperjanjikan. Pihak debitur yang semestinya memenuhi kewajiban membayar utang atau prestasinya, karena sesuatu hal tidak dapat menunaikan kewajiban atau prestasi yang semestinya diterima oleh kreditur dari debitur, sehingga sering kali terjadi konflik antara debitur dan kreditur terkait dengan prestasi dimaksud, dan salah satu hal yang menjadi konflik itu adalah permohonan pailit oleh kreditur.

Utang yang merupakan kewajiban bagi debitur wajib dipenuhi atau dilunasi, namun demikian ada kalanya debitur tidak memenuhi kewajiban atau debitur berhenti membayar utangnya. Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu membayar atau tidak mau membayar.4

Baik karena alasan debitur tidak mampu membayar ataupun tidak mau membayar akibatnya sama yaitu kreditur akan mengalami kerugian karena tidak dipenuhi piutangnya.

3Sutan Remy Sjahdeini,Hukum Kepailitan,Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,2000),hal. 281, (selanjutnya disebut Sutan Remy Sjahdeini II)

4Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal. 2

(17)

Dengan tidak dipenuhinya kewajiban debitur kepada kreditur berarti ada sengketa diantara mereka. Ada banyak cara untuk menyelesaikan sengketa berkaitan dengan keadaan berhenti membayar oleh debitur. Kepailitan merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa tersebut di samping cara-cara penyelesaian yang lain.

Undang-undang Kepailitan memberikan kesempatan kepada kreditur untuk meminta pemenuhan utang yang harus dibayarkan oleh debitur kepadanya melalui permohonan pailit yang diajukan ke Pengadilan Niaga sebagai pengadilan yang berwenang, dalam hal debitur sebagaimana yang ditetapkan dalam suatu perjanjian tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan sebagai jatuh temponya utang karena utang yang jatuh telah tempo merupakan salah satu prasyarat dalam pengajuan pailit.Dengan demikian Pemohon Pailit adalah pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan, yang perkara biasa disebut juga Penggugat.5

Lembaga hukum kepailitan merupakan perangkat yang disediakan oleh hukum untuk menyelesaikan utang piutang di antara debitur dan kreditur. Filosofi hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila seluruh harta debitur tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya kepada seluruh krediturnya.

Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah proses yang berhubungan dengan pembagian harta kekayaan dari debitur terhadap para krediturnya. Kepailitan merupakan jalan

5 Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 35

(18)

keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitur yang nantinya merupakan

boedel pailit secara pasti dan adil.6

Lembaga kepailitan merupakan pengaturan lebih lanjut dari apa yang diatur dalam Pasal 1131 jo. 1132 KUHPerdata mengenai prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte.

7

Selanjutnya, Pasal 1132 KUHPerdata menentukan bahwa “benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para krediturnya bersama-sama, dan hasil penjualan atas benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan/perbandingan tagihan-tagihan mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau para kreditur terdapat alasan-alasan pendahuluan yang sah.”

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari 2 (dua) asas pokok yang terkandung dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa “semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitur, baik yang sekarang, maupun yang akan diperolehnya (yang masih akan ada), menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya.”

8

Dari ketentuan dua pasal tersebut di atas, jelas ditegaskan bahwa seorang debitur diwajibkan untuk membayar seluruh utang-utangnya dengan seluruh harta kekayaannya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari. Ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata merupakan jaminan adanya kepastian hukum yang memberikan perlindungan kepada para kreditur. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan

6 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hal. 29

7 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, Dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta:

Kencana, 2009), hal. 69

8 Sunarmi, Op.Cit., hal. 20

(19)

dibagi secara seimbang kepada kreditur berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar kecilnya piutang masing-masing.

9

Pengembalian sebagaimana dimaksud pada sita umum adalah dalam bentuk penyitaan terhadap harta kekayaan debitur yang bertujuan untuk melunasi utang-utang dari debitur kepada kreditur. Sebab pailit adalah suatu sitaan umum terhadap harta kekayaan debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur dengan para krediturnya atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagikan secara adil dan proporsional diantara sesama para kreditur sesuai dengan besarnya piutang dari masing-masing para krediturnya terhadap debiturnya tersebut.10

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”

Permohonan kepailitan yang akan diajukan kepada Pengadilan Niaga oleh kreditur kepada debitur yang utangnya telah jatuh tempo, selain hal tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu :

11

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.”

12

9Ibid.

10 Daniel Suryana, Hukum Kepailitan, (Bandung : Pustaka Sutra, 2007), hal. 11

11 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 2 Ayat (1)

12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 8 Ayat (4)

(20)

Segala perbuatan manusia yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban dinamakan dengan perbuatan hukum.13

1. Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp. 15.550.000.000,- (Lima Belas Milyar Lima Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit berikut ini :

Hubungan hukum antara kreditur dan debitur terjadi ketika kedua belah pihak menandatangani perjanjian utang piutang.

Perbuatan hukum selanjutnya menimbulkan hubungan hukum seperti halnya dalam hubungan hukum utang piutang antara PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dalam hal ini bertindak dan untuk selanjutnya disebut sebagai kreditur, dengan PT. Serba Indah Aneka Pangan, dalam hal ini bertindak dan untuk selanjutnya disebut sebagai debitur, yang ditetapkan dalam :

Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 jo.

Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit (PPPK) Nomor (1) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 07 Desember 2007 jo. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit (PPPK) Nomor. (2) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 18 April 2008 jo. Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit (PPPK) Nomor. (3) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 23 Desember 2008 ;

2. Perjanjian Kredit Investasi (KI) sebesar Rp. 17.550.000.000,- (Tujuh Belas Milyar Lima Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit berikut ini :

13C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hal.19

(21)

Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 jo.

Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit (PPPK) Nomor. (1) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 18 April 2008.

Di dalam perjanjian-perjanjian kredit yang dibuat tersebut pada dasarnya substansi dan materi memuat segala kewajiban dan hak yang harus dilaksanakan sehubungan telah diberikannya sejumlah pinjaman ataupun terbitnya utang dan pelaksanaan pembayaran dari debitur kepada kreditur sebagaimana termaktub dalam perjanjian-perjanjian kredit tersebut.

Dalam hubungan hukum perjanjian-perjanjian kredit tersebut antara kreditur dengan debitur, debitur memberikan jaminan yang telah dituangkan dalam Akta Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan kepada kreditur, sehingga dalam hal ini PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. bertindak sebagai kreditur pemegang jaminan kebendaan.

Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) dan Perjanjian Kredit Investasi (PK) menetapkan jumlah utang yang harus dibayarkan kepada kreditur oleh debitur sebagai satu kesatuan utang dan bagian yang tidak terpisahkan.

Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) yaitu Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006, debitur telah mengakui mempunyai utang atas kreditur dengan jumlah sebesar Rp. 15.550.000.000,- (Lima Belas Milyar Lima Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan bahwa jangka waktu pembayaran utang adalah terhitung sejak tanggal 08 Desember 2006 sampai dengan tanggal 07 Maret 2009, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 dan terakhir diubah dengan Pasal 5 ayat (1) Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit (PPPK) Nomor. (3) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 23 Desember 2008,

(22)

yang kemudian debitur ternyata sudah beberapa kali gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar hutangnya yang sudah jatuh tempo secara tepat waktu meskipun sudah dilakukan perpanjangan jangka waktu kredit.

Perjanjian Kredit Investasi (PK) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006, Debitur juga telah mengakui mempunyai utang sebesar Rp.

17.550.000.000,- (Tujuh Belas Milyar Lima Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), dengan jangka waktu adalah 72 (tujuh puluh dua) bulan sejak perjanjian kredit pertama Persetujuan Perubahan Perjanjian Kredit Nomor. (1) 2006.781.SKM.COC tertanggal 18 April 2008 adalah 84 (delapan puluh empat) bulan sejak tanggal 08 Desember 2006, yang ternyata juga debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo secara tepat waktu meskipun sudah dilakukan perpanjangan jangka waktu kredit.

Permohonan pailit yang diajukan oleh kreditur (untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Pailit) terhadap debitur (untuk selanjutnya disebut sebagai Termohon Pailit), sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 dan Perjanjian Kredit Investasi (PK) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 dijadikan sebagai bukti adanya utang dari Termohon Pailit yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pemohon Pailit mengajukan permohonan pailit, disebabkan Termohon Pailit tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 dan Perjanjian Kredit Investasi (PK) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006, atau adanya utang Termohon Pailit yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar kepada Pemohon Pailit setelah dilakukannya upaya hukum somasi tertanggal 23 Nopember 2010 terhadap Termohon Pailit atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun

(23)

Termohon Pailit tetap tidak membayar utangnya sampai saat diajukannya permohonan pailit.

Selanjutnya, sebagai Termohon Pailit juga mempunyai utang lain dan sudah jatuh tempo kepada kreditur-kreditur lain yakni PT. Perusahaan Listrik Negara dengan utang sebesar Rp. 51.125.660 (Lima Puluh Satu Juta Seratus Dua Puluh Lima Ribu Enam Ratus Enam Puluh Rupiah) dan PT. Rolimex Kimia Nusamas dengan utang sebesar US$. 113,840.83 (Seratus Tiga Belas Ribu Delapan Ratus Empat Puluh koma Delapan Puluh Tiga Sen Dollar Amerika Serikat).

Permohonan pailit yang diajukan oleh Pemohon Pailit terhadap Termohon Pailit sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja (KMK) yaitu Perjanjian Kredit (PK) No. 2006.780 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006 dan Perjanjian Kredit Investasi (PK) No. 2006.781 SKM.COC tertanggal 08 Desember 2006, dalam perkara Nomor : 16/PAILIT/2011/PN.Niaga/Mdn. yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Medan pada tanggal 11 Januari 2012 dan telah diputus berkekuatan hukum tetap pada tanggal 01 Pebruari 2012 di Pengadilan Niaga Medan.

Berkenaan dengan tujuan kepailitan sebagai salah satu sarana penyelesaian utangpiutang, pengaturan dalam Undang-UndangKepailitan mengenai kedudukan kreditur pemegang jaminan kebendaan.

Hukum jaminan mengenal istilah kreditur separatis dikatakan "separatis"

yang berkonotasi "pemisahan", karena kedudukan kreditur tersebut memang

dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti kreditur dapat menjual sendiri dan

(24)

mengambil sendiri dari hasil penjualan, yang terpisah dengan harta pailit umumnya.

14

Menurut Setiawan, hak separatis adalah “hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditur pemegang hak jaminan, bahwa barang jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak janainan (hak agunan) tidak termasuk harta pailit.”

Para kreditur yang memegang hak jaminan atas kebendaan, mempunyai hak

separatis.

15

Sedangkan menurut Elijana, kreditur separatis adalah “kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan, artinya para kreditur separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debiturnya telah dinyatakan pailit.”

16

“Karena hak separatis adalah hak yang barang jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak jaminan (agunan) adalah tidak termasuk harta pailit.”

17

14)Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal. 99.

15)Setiawan, Hak Tanggungan dan Masalah Eksekusinya, Varia Peradilan, Majalah Hukum, Tahun XI Nomor 131, Agustus 1996, hal. 145.

16)Elijana, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan, Makalah Dalam Seminar Tentang Undang-Undang Kepailitan di Jakarta, Juni 1998.

17)Setiawan, Kepailitan, Konsep-Konsep Dasar serta Pengertiannya, Varia Peradilan Nomor 156, hal. 98-99.

tentunya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur manakala debitur pailit.

Sebagaimana dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan, bahwa:

“Dengan tetap memperhatikan Pasal 56, 57 dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”

(25)

Berdasarkan pengertian kreditur separatis tersebut di atas, maka dapat ditegaskan bahwa kreditur separatis adalah kreditur yang dapatmenjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan utang yang berada di bawah penguasaannya, seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hasil penjualan barang-barang tersebut kemudian diambil guna melunasi piutangnya, dan apabila ada sisa disetorkan kepada kurator sebagai bagian dari boedel pailit. Sebaliknya, apabila hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut tidak mencukupi untuk membayar piutangnya, maka kreditur tersebut dapat berkedudukan sebagai kreditur konkuren untuk tagihan yang belumterbayar.

18

Dalamhukumjaminanhakeksekusi selalu dikaitkan dengan waktu jatuh tempo utang yang harus dibayar oleh debitur. Artinya apabila pada saat jatuh tempo utang debitur tidak dibayar, maka kreditur dapat menggunakan hak eksekusi tersebut dengan menjual benda jaminan yang ada di bawah penguasaannya, yang hasilnya dipergunakan untuk melunasi utang debitur. Untuk melaksanakan hak tersebut tidak terpengaruh atau tetap ada

Pemahaman yang dimaksudkan dengan hak kreditur separatisadalah hak yang di berikan oleh hukum kepada kreditur pemegang hak jaminan kebendaan untuk tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debiturnya telah dinyatakan pailit,oleh karena kreditur seperti itu disebut kreditur separatis, maka hak kreditur separatis ini dapat dimaknai sebagai hak kreditur yang benar-benar terpisah (separatis) dari kreditur-kreditur lainnya, tidak terkait dengan boedel kepailitan, dengan sitaan umum ataupun dengan hak- hak lain yang timbul akibat adanya kepailitan.

18Sularto, Perlindungan Hukum Kreditur Separatis Dalam Kepailitan, (Yogyakarta: Jurnal Mimbar Hukum, Volume 24, Nomor 2, Juni 2012), hal. 249

(26)

meskipun debitur dinyatakan dalam keadaan pailit. Namun demikian yang perlu ditegaskan bahwa hak eksekusi tersebut timbulsetelahjatuhtempodanutangdebiturtidak dibayar.19

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang di atas, maka yang dibahas dalam tesis ini adalah tentang kedudukan bank sebagai kreditur pemegang jaminan kebendaan, dengan membahasnya dengan judul tesis yaitu“Bank Sebagai Kreditur Separatis Dalam Pengajuan Permohonan Pailit (Studi Kasus Putusan Pailit Nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn).”

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan bank sebagai krediturdalam pengajuan permohonan pailit?

2. Bagaimana kedudukan bank dalam putusan pailit nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn?

3. Bagaimanakah pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan pailit nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn antara PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dengan PT. Serba Indah Aneka Pangan?

C. Tujuan Penelitian

Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian, maka sesuai permasalahan di atas adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan bank sebagai kreditur dalam pengajuan permohonan pailit.

19Ibid.

(27)

2. Untuk mengetahui kedudukan bank dalam putusan pailit nomor : 16/Pailit/2011/PN.

Niaga.Mdn.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan pailit nomor : 16/Pailit/2011/PN.Niaga.Mdn antara PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dengan PT. Serba Indah Aneka Pangan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoretis kepada disiplin ilmu hukum yang diterapkan oleh aparat penegak hukum maupun praktis kepada para praktisi hukum.

1. Manfaat secara teoretis, dimana penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan manfaat bagi para akademisi untuk mengembangkan pemikiran di bidang hukum kepailitan.

2. Manfaat secara praktis, dimana penelitian ini dapat menjadi referensi pemikiran kepada aparat penegak hukum dalam hal ini hakim dan advokat, agar dapat menegakkan hukum dan keadilan bagi para pihak dalam sengketa kepailitan.

Penelitian ini juga berfungsi sebagai bahan masukkan bagi masyarakat umum yang mencari keadilan yang hak-haknya telah dirugikan oleh perorangan atau

persoon maupun badan hukum, sehingga masyarakat mendapatkan kepastian dan

perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang telah merugikan mereka tersebut khususnya dalam sengketa kepailitan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran pada perpustakaan Universitas

Sumatera Utara di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum, bahwa

(28)

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah. Adapun hasil penelusuran tersebut yang menyangkut bidang kepailitan, yaitu:

1. Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor 05/PKPU/2010/PN.Niaga.Medan), yang diteliti oleh Sophia, NIM:

097005084, tesis pada tahun 2011, sebagaimana penelitian tersebut berfokus pada rumusan masalah sebagai berikut:

a. Mengapa kreditur diberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap debitur dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

b. Bagaimana mekanisme rencana perdamaian dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

c. Bagaimana penerapan hukum kepailitan dalam perkara Nomor 05/PKPU/2010/PN.Niaga.Medan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

2. Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi

Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst), yang diteliti

oleh Satria Braja Hariandja, NIM: 097005016, tesis pada tahun 2011,

sebagaimana penelitian tersebut berfokus pada rumusan masalah sebagai berikut:

(29)

a. Bagaimanakah kewenangan pengadilan niaga memeriksa perkara kepailitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

b. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 65/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst?

c. Bagaimanakah pelaksanaan keputusan hakim dalam perkara Nomor 65/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst?

3. Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apertemen (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 331/K/Pdt.Sus/2012), oleh Kartini Meilina H, NIM: 117011128, tesis pada tahun 2014, sebagaimana penelitian tersebut berfokus pada rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah para konsumen apartemen boleh mengajukan permohonan pailit terhadap developer PT. Graha Permata Properindo ke pengadilan niaga?

b. Apakah yang menyebabkan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk ikut mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung atas putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan niaga terhadap developer?

c. Bagaimana analisis hukum terhadap kasus permohonan pailit atas developer dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen?

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang diteliti

dapat dianalisis secara komprehensif dan objektif. Kerangka teori disusun untuk

menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang pemecahan masalah

(30)

yang telah disusun.

20

Kerangka teori adalah “pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis, hal mana dapat menjadi pegangan eksternal bagi penulis.” Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikasi atau proses tertentu terjadi.”

21

Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori berfungsi memberikan penjelasan dengan mengorganisasikan, mensistematisasikan masalah yang dikaji.

22

Teori ilmu hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam presfektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam pengenjawantahan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dari kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat. Obyek telaahnya adalah gejala umum dalam tataran hukum positif yang

20 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.93

21 M.Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

22 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53

(31)

meliputi analisis bahan hukum, metode dalam hukum dan kritik ideological terhadap hukum.

23

1) Teori Kepastian Hukum

Sehubungan dengan itu maka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dan teori keadilan.

Kepastian hukum merupakan asas terpenting dalam tindakan hukum dan penegakan hukum. Telah menjadi pengetahuan umum bahwa peraturan perundang- undangan dapat memberikan kepastian hukum lebih tinggi daripada hukum kebiasaan, hukum adat atau hukum yurisprudensi. Namun, perlu diketahui bahwa kepastian hukum peraturan perundang-undangan tidak semata-mata diletakkan dalam bentuknya yang tertulis. Bagir Manan menyatakan bahwa “untuk benar-benar menjamin kepastian hukum suatu perundang-undangan selain memenuhi syarat formal, harus pula memenuhi syarat-syarat lain yaitu jelas dalam perumusannya, konsisten dalam perumusannya baik secara intern maupun ekstern, penggunaan bahasa yang tepat dan mudah dimengerti.

24

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

23 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2009), halaman. 122

24 Bagir Manan, Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 2000) hal.225

(32)

undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.

25

Sebagaimana diketahui bahwa tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia, hukum harus dilaksanakan dan setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang berlaku, pada dasarnya tidak boleh menyimpang fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, karena hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.

26

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa “masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.” Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat, tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan, tetapi jika terlalu menitikberatkan

25 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), hal. 158.

26 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Yogyakarta: PT.

Citra Aditya Bakti, 1993) hal.1

(33)

pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta akan menimbulkan rasa tidak adil.

27

Menurut Gustav Radbruch bahwa “kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan hukum.”

28

Utrecht menyebutkan tujuan hukum adalah “untuk menjamin suatu kepastian di tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat kepastian hukum sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum.”

29

Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.

30

27 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003), hal. 136

28 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.,2011), hal. 123

29 Utrecht & Moh. Saleh Jindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Ichtiar Baru, 1983), hal. 14

30 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 42

Penggunaan teori kepastian hukum dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa

adanya jaminan kepastian hukum terhadap kreditur separatis yang berhak menurut

hukum dapat memperoleh haknya. Oleh karena kreditur separatis adalah kreditur

pemegang jaminan kebendaan yang dapatmenjual sendiri barang-barang yang

menjadi jaminan utang yang berada di bawah penguasaannya, seolah-olah tidak

terjadi kepailitan. Apabila pada saat jatuh tempo utang debitur tidak dibayar, maka

kreditur dapat menggunakan hak eksekusi tersebut dengan menjual benda jaminan

yang ada di bawah penguasaannya, yang hasilnya dipergunakan untuk melunasi utang

debitur. Untuk melaksanakan hak tersebut tidak terpengaruh atau tetap ada meskipun

debitur dinyatakan dalam keadaan pailit.

(34)

Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah kepastian hukum sebagaimana telah diuraikan diatas, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. sebagai kreditur separatis dapat dijamin serta dapat mengetahui apa yang diterima dan apa yang harus diperbuatnya.

2) Teori Keadilan

Teori keadilan juga digunakan dalam penelitian ini, dimana penggunaan teori keadilan dalam tesis ini bertujuan untuk memberikan rasa keadilan terhadap hak-hak kreditur dan juga debitur dalam perkara kepailitan. Radburch menyatakan bahwa hukum mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia, hal ini disebabkan karena intrinsik dalam hukum pada hakikatnya adalah sebagai salah satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur lain punya tugas masing-masing, dimana ilmu bertugas menghadirkan kebenaran, seni untuk keindahan, tingkah laku susila untuk moralitas, jadi masing-masing punya misi dan tugas sendiri-sendiri dengan sasaran akhir adalah manusia dengan segala kebutuhannya.

31

Radburch menegaskan bahwa hukum sebagai pengemban nilai keadilan, dan juga menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya suatu tatanan hukum, tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum, dengan demikian keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan bersifat normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat trasendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif, karena kepada keadilanlah, hukum positif

31 Bernard L. Tanya, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 129

(35)

berpangkal. Sedangkan keadilan bersifat konstitutif, dikarenakan keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum, tanpa keadilan sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum.

32

Surbekti menyatakan bahwa “hukum mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.”

Surbekti juga menyatakan bahwa “hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban, dimana hal tersebut adalah syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.” Keadilan dapat digambarkan sebagai suatu keadaan yang seimbang sehingga dapat membawa ketentraman di dalam hati orang, yang apabila dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.

33

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Persoalan keadilan menjadi hal yang utama dalam pemikiran hukum kodrat pada masa yunani kuno. Aristoteles pada dasarnya mengikuti pemikiran plato ketika aristoteles mulai mempersoalkan tentang keadilan dan kaitannya dengan hukum positif, namun yang membedakan di antara mereka, bahwa plato dalam mendekati problem keadilan dengan sudut pandang yang bersumber dari inspirasi, sementara aristoteles mendekati dengan sudut pandang yang rasional, yang menghubungkan keduanya adalah bahwa keduanya sama-sama berupaya membangun konsep tentang nilai keutamaan (concept of virtue), yang bertujuan untuk mengarahkan manusia pada

32Ibid., hal. 131

33 C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1989), hal.41

(36)

suatu kecondongan, yang pada dasarnya telah menjadi problem utama dalam pemikiran hukum kodrat masa itu, tentang arah yang baik atau arah yang buruk, berdasarkan nilai keadilan atau tiadanya keadilan. Hal ini dikarenakan pada saat itu sudah terdapat gagasan umum tentang apa yang adil menurut kodratnya dan apa yang adil itu harus sesuai atau menurut keberlakuan hukumnya.

34

Sumaryono juga mengemukakan bahwa dalil hidup manusia harus sesuai dengan alam merupakan pemikiran yang diterima saat itu, dan oleh sebab itu dalam pandangan manusia, seluruh pemikiran manusia harus didasarkan pada kodratnya tadi, sehingga manusia dapat memahami dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan alam tempat manusia hidup.

35

Rawls memunculkan suatu ide dalam bukunya “a theory of justice” atau teori keadilan yang bertujuan agar dapat menjadi alternatif bagi doktrin-doktrin yang

Pada abad modern, terdapat salah seorang yang dianggap memiliki peran penting dalam mengembangkan konsep keadilan. Rawls berpendapat bahwa “keadilan hanya dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan, berupa setiap orang hendaknya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kebebasan dasar (basic liberties) dan perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberi manfaat yang besar bagi mereka yang berkedudukan paling tidak beruntung dan bertalian dengan jabatan serta kedudukan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan persamaan kesempatan yang layak.”

34 Made Subawa, Pemikiran Filsafat Hukum Dalam Membentuk Hukum, (Denpasar: Assosiasi Ilmu Politik Indonesia, 2007), hal. 244-245

35E. Sumaryono, Etika Dan Hukum: Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 92.

(37)

mendominasi tradisi filsafat terdahulunya, dengan cara menyajikan konsep keadilan yang mengeneralisasikan dan mengangkat teori kontak sosial. Keadilan sebagai

fairness dimulai dengan salah satu pilhan yang paling umum yang bisa dibuat orang

bersama-sama, yakni dengan pilihan prinsip pertama dari konsepsi keadilan yang mengatur kritik lebih lanjut serta reformasi institusi.

Berdasarkan dari terminologi keadilan jelas bahwa untuk dapat melihat adanya gambaran keadilan terdapat ukuran tersendiri yang dapat mengukurnya.

Bersandar pada gambaran itulah, maka keadilan hukum terbagi atas dua yaitu keadilan menurut perundang-undangan (legal justice) yang didasarkan pada hukum yang tertulis dan ada dalam teks perundang-undangan dan juga keadilan dalam praktek (practical justice).

Memaknai keadilan memang selalu berawal dari keadilan sebagaimana juga tujuan hukum yang lain yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan, keadilan memang tidak secara tersurat tertulis dalam teks tersebut tetapi pembuat undang-undang telah memandang pembuatan produk perundang-undangannya didasarkan pada keadilan yang merupakan bagian dari tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan

(justice) yang dimuat dalam teori tujuan hukum klasik sedangkan dalam teori

prioritas modern baku yang ada dalam teori modern yaitu tujuan hukum mencakupi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Penggunaan teori keadilan dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa keadilan

distributief, yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut

jasanya, dapat mengatasi masalah utang piutang dan memberikan rasa keadilan

terhadap kreditur-kreditur, khususnya dalam penelitian ini PT. Bank Negara

(38)

Indonesia (Persero) Tbk. sebagai sebagai kreditur pemegang jaminan kebendaan sehingga dapat menerima apa yang menjadi hak pembayaran utang sesuai dengan proporsi piutangnya (prinsip pari passu prorate parte).

Teori keadilan dipergunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Teori keadilan selalu menempatkan keadilan sebagai tujuan dibentuknya hukum dan selalu ada pertimbangan keadilan dalam kaidah-kaidah hukum. Melalui teori ini akan ditentukan pertimbangan keadilan dibalik perumusan kaidah hukum, yang memberikan keadilan terhadap hak-hak kreditur maupun debitur dalam sengketa kepailitan.

2. Melalui teori ini akan coba di analisis apakah terhadap hak-hak kreditur maupun debitur dalam sengketa kepailitan sudah terdapat konsep keadilan atau belum terdapat konsep keadilan dalam pelaksanaan hak-haknya.

Dengan demikian unsur-unsur keadilan bekerja secara integral satu dengan yang lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi atau konsepsional perlu dirumuskan dalam penelitian

sebagai pegangan ataupun konsep yang digunakan dalam penelitian. Biasanya

kerangka konsepsional dirumuskan sekaligus dengan defenisi-defenisi tertentu yang

dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan,

(39)

analisis dan konstruksi data.

36

a. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini yang sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan, yaitu:

37

b. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang nasional maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontingen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang, dan yang wajib dipenuhi oleh debitur, yang bila tidak dipenuhinya maka memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitur.38

c. Utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan.39

d. Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.40

36 Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihalaman Kaedah Hukum, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 137

37 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 1 Angka 1

38 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 1 Angka 6

39 Setiawan, Komentar Atas Putusan Pengadilan Niaga No. 13 Tahun 2004 Jo. Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2004, (Jakarta: Atmajaya, 2005), hal. 95

40 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 1 Angka 2

(40)

e. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang, yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.41

f. Debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.42

g. Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua kekayaan debitur baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitur dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitur terikat kepada penyelesaian kewajiban debitur.43

h. Prinsip pari passu prorata parte adalah bahwa harta kekayaan merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.44

i. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, dimana setiap pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, wajib untuk menghormati dan menegakkan substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional.45

41 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 1 Angka 3

42 Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara No. 131, Tahun 2004, Pasal 1 Angka 4

43 Kartini Mulyadi, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang, (2001), halaman. 168, sebagaimana dikutip dari M. Hadi. Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, Dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009), (selanjutnya disebut sebagai Kartini Mulyadi I), hal. 27

44 Kartini Mulyadi, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, halaman.

300, sebagaimana dikutip dari M. Hadi. Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, Dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009), (selanjutnya disebut sebagai Kartini Mulyadi II), hal. 29

45 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Book Terrace & Library, Edisi Revisi, Cet. 3, 2009), hal.. 28

(41)

j. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.46

k. Kreditur separatis adalah kreditur yang didahulukan dari kreditur-kreditur yang lain untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan dari hasil penjualan harta kekayaan debitur asalkan benda tersebut telah dibebani dengan jaminan tertentu bagi kepentingan kreditur tersebut.47

l. Droit de preference adalah hak mendahului yang dimiliki oleh kreditur atas benda- benda tertentu yang dijaminkan pada kreditur tersebut, dan atas penjualan benda- benda tersebut, kreditur berhak mendapatkan pelunasan utang debitur terlebih dahulu.48

m. Hak-hak kebendaan di atas kebendaan milik orang lain (jura in re aliena) adalah suatu hak yang dimiliki oleh seseorang atas suatu kebendaan tertentu yang benda tersebut merupakan benda milik orang lain. Hak tersebut memberikan kekuasaan atau kewenangan bagi pemegangnya untuk mengusai atau mengambil manfaat dari benda tersebut.49

46 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Lembaran Negara No. 182, Tahun 1998, Pasal 1 Angka 2

47 Sutan Remy Sjahdeini II, Op.Cit hal. 280,

48 Perbedaan Droit De Preference dan Hak Privilege

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt547a9355c4b95/perbedaan-droit-de-preference-dan-hak- privilege. Diakses pada tanggal 22 Nopember 2016 pukul 22.33 WIB

49 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 63

(42)

G. Metode Penelitian

1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dimana penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma- norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.

50

Pada penelitian hukum jenis ini, sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, atau data tersier, dan karena penelitian hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif (skema) dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan kerangka konsepsional mutlak diperlukan.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal.

Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.

51

Penelitian hukum doktrinal dapat dibagi 7 (tujuh) jenis, sebagai berikut:

52

a. Penelitian inventarisasi hukum positif b. Penelitian asas-asas hukum

c. Menemukan hukum untuk suatu perkara in concreto d. Penelitian terhadap sistematik

e. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi

50 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 14

51 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 118-119

52 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 81 - 99

(43)

f. Penelitian perbandingan hukum g. Penelitian sejarah hukum

Berdasarkan uraian penelitian hukum doktrinal di atas, maka penelitian pada tesis ini yaitu menggunakan penelitian yang menemukan hukum untuk suatu perkara

in concreto. Penelitian ini dikenal sebagai legal research yang manatujuan pokoknya

adalah hendak menguji apakah ketentuan hukum normatif tertentu memang dapat atau tidak dapat dipakai untuk memecahkan suatu masalah-masalah hukum tertentu in

concreto.53

Penelitian ini juga disebut sebagai penelitian hukum klinis (clinical legal

research), yaitu diawali dengan mendeskripsikan legal facts, kemudian mencari

pemecahannya melalui analisis yang kritis terhadap norma-norma positif yang ada dan selanjutnya menemukan hukum in concreto untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Penelitian hukum klinis, tujuannya bukan untuk menemukan hukum

in asbstracto, tetapi untuk menguji apakah postulat-postulat normatif tertentu dapat

atau tidak dapat dipergunakan memecahkan suatu masalah hukum tertentu in

concreto.54

Penelitian hukum normatif ini adalah untuk menghasilkan ketajaman analisis hukum yang didasarkan pada doktrin dan norma-norma yang telah ditetapkan dalam sistem hukum, baik yang telah tersedia sebagai bahan hukum maupun yang dicari sebagai bahan kajian guna memecahkan problema hukum faktual yang dihadapi oleh masyarakat, maka tidak ada jalan lain hanya berkenalan dengan ilmu hukum normatif

53Ibid., hal. 91

54 Amiruddin, dan H. Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 125 - 126

(44)

sebagai ilmu hukum praktis normologis dan mengandalkan penelitian hukum normatif.

55

Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menguraikan permasalahan secara sistematis dan kompeherensif.

Tujuan penelitian deskriptif analitis adalah menggambarkan secara tepat, sifat-sifat individu, suatu gejala, keadaan, peristiwa atau kelompok-kelompok tertentu.

56

2. Sumber Data

Adapun kaitannya uraian penelitian tersebut di atas dengan penelitian tesis ini adalah untuk menguji ketentuan sebagaimana pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, apakah ketentuan pada pasal tersebut dapat dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah hukum yang terjadi di masyarakat, dalam hal ini penyelesaian utang piutang terhadap kreditur pemegang jaminan kebendaan.

Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik berupa peraturan perundang-

55 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media Publishing, Cet. Ke - 2, 2006), hal. 73.

56 Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1997), hal. 42

Referensi

Dokumen terkait

cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dalam berdiskusi, keberanian dalam berpendapat, kreativitas dalam pembuatan produk, sehingga rata – rata post

LPEI sebagai agen Pemerintah dapat membantu memberikan pembiayaan pada area yang tidak dimasuki oleh bank atau lembaga keuangan komersial ( fill the market gap )

Sebagaimana diketahui pelaksanaan aturan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi terkait pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada umumnya pengaruh media gambar terhadap peningkatan pemahaman menghitung siswa kelas II SDN 3 Lepak tergolong cukup

Dan juga bila terdapat gangguan di suatu jalur kabel maka gangguan hanya akan terjadi dalam komunikasi antara workstation yang bersangkutan dengan server,

3.1.1 Ijin tidak bekerja karena tugas diberikan kepada karyawan yang mendapat surat tugas dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cendekia Karya Utama atau YAYASAN STIE

Untuk mendapatkan senyawa bertanda 175 Yb-HA dengan efisiensi penandaan yang tinggi, dilakukan variasi beberapa parameter yang berpengaruh dalam reaksi penandaan, yaitu

Bahwa Tergugat dalam membuat keputusannya melanggar Asas Proporsionalitas. Yang dimaksud dengan "Asas Proporsionalitas" adalah asas yang mengutamakan keseimbangan