• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETROLOGI 1. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETROLOGI 1. PENDAHULUAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PETROLOGI

1. PENDAHULUAN

Petrologi adalah suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang batuan sebagai penyusun kerak bumi. Bumi yang kita tempati ini disusun oleh berbagai jenis batuan. Mempelajari batuan merupakan pengetahuan dasar untuk mempelajari geologi serta untuk mengetahui sifat dan sejarah bumi kita. Batuan adalah agregat padat yang terdiri dari mineral-mineral, gelas, ubahan material organik atau kombinasi dari komponen-komponen tersebut yang terjadi secara alamiah. Pembentukan berbagai macam mineral di alam akan menghasilkan berbagai jenis batuan tertentu. Proses alamiah tersebut bisa berbeda-beda dan membentuk berbagai jenis batuan yang berbeda.

Batuan di alam dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu

 batuan beku (igneous rock) : batuan yang terbentuk dari pembekuan dan kristalisasi magma baik di dalam bumi maupun di permukaan bumi.

 batuan piroklastik (pyroclastic rock) : batuan yang disusun oleh material-material yang dihasilkan oleh letusan gunung api.

 batuan sedimen (sedimentary rock) : batuan yang terbentuk dari sedimen hasil rombakan batuan yang telah ada, akumulasi dari material organik atau hasil penguapan dari larutan.

 batuan metamorf (metamorphic rock) : batuan yang terbentuk akibat proses perubahan tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya dimana batuan memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia (isokimia) dan tanpa melalui fasa cair (dalam keadaan padat), dengan temperatur berkisar antara 200-8000C.

Kerak bumi ini bersifat dinamik, dan merupakan tempat berlangsungnya berbagai proses yang mempengaruhi pembentukan keempat jenis batuan tersebut. Sepanjang kurun waktu dan akibat dari proses-proses ini, suatu batuan akan berubah menjadi jenis batuan yang lain, seperti terlihat dalam siklus batuan pada gambar 1.

(2)

Gambar 1. Siklus batuan.

2. BATUAN BEKU 2.1. Pendahuluan

Batuan beku terbentuk karena proses pendinginan magma yang dapat terdiri atas berbagai jenis batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Magma merupakan cairan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah, mempunyai temperatur yang tinggi (900o-1600oC) dan berasal dari bagian dalam bumi yang disebut selubung bumi (mantel) bagian atas.

Komposisi magma terdiri dari 8 unsur utama yaitu O, Si, Al, Fe, Ca, Mg, Na, K dan juga mengandung senyawa H2O dan CO2 serta beberapa komponen gas H2S, HCl, CH4 dan CO. Pada berbagai kondisi temperatur, magma dapat berdiferensiasi atau mengalami kristalisasi membentuk berbagai asosiasi mineral berupa berbagai jenis batuan beku. Pada saat magma mengalami pendinginan akan terjadi kristalisasi dari berbagai mineral utama yang mengikuti suatu urutan yang dikenal sebagai Seri Reaksi Bowen (Gambar 2).

(3)

Gambar 2. Seri Reaksi Bowen.

Pada seri reaksi Bowen terjadi dua deret kristalisasi mineral yaitu reaksi menerus dan reaksi tidak menerus. Seri reaksi menerus pada plagioklas artinya kristalisasi plagioklas Ca yang pertama (anortit) menerus bereaksi dengan sisa larutan selama pendinginan berlangsung, dan berubah komposisinya ke arah plagioklas Na, disini terjadi substitusi sodium (Na) terhadap kalsium (Ca). Seri reaksi menerus pada plagioklas merupakan deret larutan padat (solid solution) yang menerus. Seri reaksi tidak menerus terdiri dari mineral-mineral feromagnesian (Fe-Mg). Mineral pertama yang terbentuk adalah olivin. Hasil reaksi selanjutnya antara olivin dan sisa larutannya membentuk piroksen. Proses ini berlanjut hingga terbentuk biotit. Seri reaksi tidak menerus bersifat incongruent melting.

Mineral-mineral yang terbentuk pada seri reaksi Bowen dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

 Mineral felsik : umumnya berwarna cerah, mengandung Mg dan Fe yang rendah dan silika yang tinggi, misalnya plagioklas, k-felspar, muskovit dan kuarsa.

 Mineral mafik : umumnya berwarna gelap, mengandung Mg dan Fe yang tinggi dan silika yang rendah, misalnya olivin, piroksen, hornblenda, dan biotit.

Ciri-ciri mineral seri bowen dan mineral-mineral pembentuk batuan beku, yang sering ditemukan pada beberapa jenis batuan di alam secara megaskopis (pengamatan dengan mata telanjang atau dengan lup) dapat dilihat pada tabel 1.

(4)
(5)
(6)

2.2. Bentuk dan Keberadaan Batuan Beku

Batuan beku berdasarkan genesa atau tempat terbentuknya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :

 Batuan beku intrusi : batuan beku yang membeku di dalam bumi, yang menghasilkan 2 jenis batuan beku yaitu :

o Batuan hypabisal : batuan beku yang membeku di dalam bumi pada kedalaman menengah-dangkal sehingga menghasilkan batuan beku bertekstur sedang atau percampuran antara kasar-halus.

o Batuan plutonik : batuan beku yang membeku jauh di dalam bumi sehingga menghasilkan batuan beku bertekstur kasar-sangat kasar.

 Batuan beku ekstrusi : batuan beku yang membeku di permukaan/di dekat permukaan bumi, yang menghasilkan batuan beku volkanik yang bertekstur sangat halus-halus.

Bentuk-bentuk batuan beku yang umum dijumpai di alam ditunjukan pada gambar 3. dan tabel 2.

2.3. Pengenalan Batuan Beku

Dalam pengamatan/deskripsi batuan beku, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain : warna batuan, komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan.

2.3.1. Warna Batuan

Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya. Mineral penyusun batuan dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang bertekstur gelasan.

 Batuan beku yang berwarna cerah, umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun oleh mineral-mineral felsik

 Batuan beku yang berwarna gelap-hitam, umumnya adalah batuan beku intermedier yang tersusun oleh mineral-mineral felsik dan mineral mafik hampir sama banyak  Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan, umumnya adalah batuan beku basa

yang tersusun oleh mineral-mineral mafik

 Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik, umumnya adalah batuan beku ultrabasa yang tersusun oleh hampir seluruhnya mineral-mineral mafik.

(7)

Tabel 2. Bentuk-bentuk umum tubuh batuan beku pada kerak bumi

Batuan Beku Bentuk Keterangan

Intrusi Diskordan - Batolit - Stock - Dike Konkordan - Lakolit - Lopolit - Pakolit - Sill

Memotong perlapisan/arah struktur tubuh batuan

Dimensi 100 km2 atau lebih, geometri melebar ke bawah, batuan beku asam (granitoid)

Dimensi kurang dari 100 km2, geometri melebar ke bawah, batuan beku asam (granitoid)

Memotong perlapisan, bentuk tabular, mengisi retakan, batuan beku intermedier-asam

Sejajar perlapisan/arah struktur tubuh batuan

Berbentuk seperti jamur, diameter 1-8 km, tebal 1000 m, kedalaman dangkal, batuan beku asam-menengah

Berbentuk lentikuler, cekung ke bawah, diameter puluhan-ratusan kilometer, tebal ribuan meter, bagian bawah batuan beku basa-ultrabasa, bagian atas batuan beku asam

Terdapat di daerah terlipat, di daerah antiklin dan sinklin, magma mengisi bagian yang terbuka/permeabel selama perlipatan

Selaras dengan perlapisan, sebaran tipis (300 m), luas ratusan ribu km2, dekat permukaan, batuan beku basa Ekstrusi Efusif

Eksplosif

Lelehan lava, yang menghasilkan aliran lava (lava flow) Letusan, yang menghasilkan batuan piroklastik

(8)

2.3.2. Komposisi Mineral

Komposisi mineral mencerminkan informasi tentang magma asal batuan tersebut dan posisi tektonik (berhubungan struktur kerak bumi dan mantel) tempat kejadian magma tersebut. Mineral pembentuk batuan dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

Mineral utama (essential minerals) : mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma, yang biasanya hadir dalam jumlah yang cukup banyak dan menentukan nama/sifat batuan. Contoh : mineral-mineral Seri Bowen (olivin, piroksen, hornblenda, biotit, plagioklas, k-felspar, muskovit, kuarsa) dan felspathoid.

Mineral tambahan (accessory minerals) : mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma, tetapi kehadirannya relatif sedikit (< 5%), dan tidak menentukan nama/sifat batuan. Contoh : apatit, zirkon, magnetit, hematit, rutil, dll.

Mineral sekunder (secondary minerals) : mineral hasil ubahan dari mineral-mineral primer karena pelapukan, alterasi hidrotermal atau metamorfosa. Contoh : klorit, epidot, serisit, kaolin, aktinolit, garnet, dll.

2.3.3. Tekstur

Tekstur adalah kenampakan dari batuan (ukuran, bentuk dan hubungan keteraturan mineral dalam batuan) yang dapat merefleksikan sejarah pembentukan dan keterdapatannya.

Pengamatan tekstur batuan beku meliputi : a. Derajat Kristalisasi

Derajat kristalisasi batuan beku tergantung dari proses pembekuan magma. Pada pembekuan magma yang berlangsung lambat maka akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran kasar-sedang, bila berlangsung cepat akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran halus, dan bila berlangsung sangat cepat akan terbentuk gelas. Derajat kristalisasi batuan beku dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

 Holokristalin : batuan beku terdiri dari kristal seluruhnya

 Hipokristalin : batuan beku terdiri dari sebagian kristal dan sebagian gelas  Holohyalin : batuan beku terdiri dari gelas seluruhnya

b. Granulitas/Besar butir

Granulitas/besar butir batuan beku dapat dibagi menjadi 3 yaitu :  Fanerik : kristal-kristalnya dapat dilihat dengan mata biasa

Ukuran butir/kristal untuk batuan bertekstur fanerik dapat dibagi menjadi 4 yaitu : o Halus : besar butir < 1 mm

(9)

o Sedang : besar butir 1 mm - 5 mm o Kasar : besar butir 5 mm – 30 mm o Sangat kasar : besar butir > 30 mm

 Afanitik : kristal-kristalnya sangat halus, tidak dapat dilihat dengan mata biasa, hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Jika batuan bertekstur porfiritik maka ukuran fenokris dan masa dasar dipisahkan.

 Gelasan (glassy) : batuan beku semuanya tersusun oleh gelas. c. Kemas/fabric

Kemas/fabric batuan beku dapat dibagi menjadi 2 yaitu :  Equigranular : ukuran besar butir/kristal relatif sama  Inequigranular : ukuran besar butir/kristal tidak sama

Khusus untuk inequigranular dapat dibedakan menjadi 2 tekstur yaitu :

o Porfiritik : kristal-kristal yang lebih besar (fenokris) tertanam dalam masa dasar (matriks) kristal yang lebih halus.

o Vitrofirik : kristal-kristal yang lebih besar (fenokris) tertanam dalam masa dasar (matriks) gelas/amorf.

d. Bentuk Kristal

Bentuk kristal memberikan gambaran mengenai proses kristalisasi mineral-mineral pembentuk batuan beku. Bentuk kristal dan tekstur batuan beku berdasarkan kesempurnaan bentuk kristalnya dapat dilihat pada tabel 2, gambar 4, 5 dan 6.

2.3.4. Struktur Batuan Beku

Struktur yang dimaksud adalah struktur primer, yang terjadi saat terbentuknya batuan beku tersebut. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan (dimensinya sangat besar), tetapi kadang-kadang dapat dilihat juga dalam hand specimen.

Tabel 2. Bentuk kristal/mineral (untuk batuan beku berbutir sedang-kasar)

Bentuk Kristal Tekstur Keterangan

Euhedral Panidiomorfik granular

Sebagian kristal mempunyai batas sempurna (euhedral) dan berukuran butir sama

Subhedral Hypidiomorfik Granular

Batas kristal peralihan antara sempurna dan tidak beraturan (subhedral) dan berukuran butir sama Anhedral Allotrimorfik

Granular

Batas kristal tak beraturan (anhedral) dan berukuran butir sama

(10)

Gambar 4. Bentuk-bentuk kristal/mineral : (a) euhedral, (b) subhedral, (c) anhedral.

Gambar 5. Beberapa contoh tekstur pada batuan fanerik : a. hipidiomorfik granular, b. alotriomorfik granular, c. porfiritik.

Gambar 6. Beberapa tekstur khusus batuan beku.

Struktur batuan beku yang berhubungan dengan aliran magma :

 Schlieren : struktur kesejajaran yang dibentuk mineral prismatik, pipih atau memanjang atau oleh xenolith akibat pergerakan magma.

 Segregasi : struktur pengelompokan mineral (biasanya mineral mafik) yang mengakibatkan perbedaan komposisi mineral dengan batuan induknya.

(11)

 Lava Bantal (pillow lava) : struktur yang diakibatkan oleh pergerakan lava akibat interaksi dengan lingkungan air, bentuknya menyerupai bantal, di mana bagian atas cembung dan bagian bawah cekung.

 Blok Lava (Lava aa) : aliran lava yang permukaannya sangat kasar, merupakan bongkah-bongkah.

 Lava Ropy (Lava Pahoehoe) : aliran lava yang permukaannya halus dan berbentuk seperti pilinan tali, bagian depannya membulat, bergaris tengah samapai beberapa meter.

Struktur batuan beku yang berhubungan dengan pendinginan magma :

 Masif : bila batuan secara keseluruhan terlihat pejal, monoton, seragam, tanpa retakan atau lubang-lubang bekas gas.

 Vesikuler : lubang-lubang bekas gas pada batuan beku (lava)

 Amigdaloidal : lubang-lubang bekas gas pada batuan beku (lava), yang telah diisi oleh mineral sekunder, seperti zeolit, kalsit, kuarsa.

 Kekar kolom (columnar joint) : kekar berbentuk tiang dimana sumbunya tegak lurus arah aliran.

 Kekar berlembar (sheeting joint) : kekar berbentuk lembaran, biasanya pada tepi/atap intrusi besar akibat hilangnya beban.

2.4. Klasifikasi Batuan Beku

Batuan beku di alam sangat banyak jenisnya, oleh karena itu untuk memudahkan batuan beku perlu dikelompokan/diklasifikasikan. Batuan beku ada yang diklasifikasikan berdasarkan kandungan SiO2, indeks warna, alumina saturation, silica saturation, dan lalin-lain, tetapi terutama diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral dan teksturnya.

Macam-macam klasifikasi batuan beku yaitu :

2.4.1. Klasifikasi batuan beku secara megaskopis menurut IUGS (1973) Secara megaskopik batuan beku dapat dibagi atas 2 kelompok besar yaitu :

A. Golongan Fanerik

Batuan bertekstur fanerik, dapat teramati secara megaskopik (mata biasa), berbutir sedang-kasar (lebih besar dari 1 mm). Golongan fanerik dapat dibagi atas beberapa jenis batuan, seperti terlihat pada diagram segitiga Gambar 7a, 7b, dan 7c. Dasar pembagiannya adalah kandungan mineral kuarsa (Q), atau mineral felspatoid (F), felsfar alkali (A), serta kandungan mineral plagioklas (P). Cara menentukan nama batuan

(12)

dihitung dengan menganggap jumlah ketiga mineral utama (Q+A+P atau F+A+P) adalah 100%.

Contoh : suatu batuan beku diketahui Q = 50%, A = 30%, P = 10% dan muskovit dan biotit = 10%. Jadi jumlah masing-masing mineral Q, A, dan P yang dihitung kembali untuk diplot di diagram adalah sebagai berikut :

Jumlah mineral Q + A + P = 50% + 30% + 10% = 100% – 10% (jumlah mineral mika) = 90%, maka :

Mineral Q = 50/90 x 100% = 55,55% Mineral A = 30/90 x 100% = 33,33%

Mineral P = 100% - (Q + A) = 100% - 88,88% = 11,12% Bila diplot pada diagram 7a, hasilnya adalah batuan granitoid.

B. Golongan Afanitik

Batuan beku bertekstur afanitik, mineral-mineralnya tidak dapat dibedakan dengan mata biasa atau menggunakan loupe, umumnya berbutir halus (< 1 mm), sehingga batuan beku jenis ini tidak dapat ditentukan prosentase mineraloginya secara megaskopik. Salah satu cara terbaik untuk memperkirakan komposisi mineralnya adalah didasarkan atas warna batuan, karena warna batuan umumnya mencerminkan proporsi mineral yang dikandung, dalam hal ini proporsi mineral felsik (berwarna terang) dan mineral mafik (berwarna gelap). Semakin banyak mineral mafik, semakin gelap warna batuannya.

Penentuan nama/jenis batuan beku afanitik masih dapat dilakukan bagi batuan yang bertekstur porfiritik atau vitrofirik, dimana fenokrisnya masih dapat terlihat dan dapat dibedakan, sehingga dapat ditentukan jenis batuannya. Dengan menghitung prosentase mineral yang hadir sebagai fenokris, serta didasarkan pada warna batuan/mineral, maka dapat diperkirakan prosentase masing-masing mineral Q/F,A P, maka nama batuan dapat ditentukan. (Gambar 8).

(13)

Gambar 7. Diagram Klasifikasi Batuan Beku Fanerik (IUGS, 1973)

(a) Klasifikasi umum, (b) Batuan ultramafik, gabroik & anortosit, (c) Batuan ultramafik I. Granitoid; II. Syenitoid; III. Dioritoid; IV. Gabroid; V. Foid Syenitoid; VI. Foid Dioritoid & Gabroid; VII. Foidolit; VIII. Anortosit; IX. Peridotit; X. Piroksenit; XI. Hornblendit; II-IV. The

Qualifier „Foid-Bearing‟, digunakan bila feldspatoid hadir; IX-XI. Batuan Ultramafik.

Gambar 8. Diagram Klasifikasi Batuan Beku Afanitik

Q. Kuarsa; A. Alkali Felspar (termasuk ortoklas, sanidin, pertit dan anortoklas); P. Plagioklas; F. Felspatoid; Mel. Melilit; Ol. Olivin; Px. Piroksen; M. Mineral mafik.

I. Rhyolitoid; II. Dacitoid; III. Trachytoid; IV. Andesitoid, Basaltoid; V. Phonolitoid; VI. Tephritoid; VII. Foiditoid; VIII. Ultramafitit

(14)

2.4.2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan silika

Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan silika dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan silika

SiO2 (%) Jenis Batuan Contoh Batuan Plutonik Contoh Batuan Volkanik > 66 52 – 66 45 – 52 < 45 Asam Intermedier Basa Ultrabasa

Granodiorit, Adamelit, Granit Diorit, Monzonit, Syenit Gabro,

Peridotit, Dunit, Piroksenit

Dasit, Riodasit, Riolit

Andesit, Trachyandesit, Trachyt Diabas, Basalt

Ultramafitit

2.4.3. Klasifikasi batuan beku berdasarkan silica saturation

Klasifikasi batuan beku berdasarkan silica saturation dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi batuan beku berdasarkan silica saturation

Saturated Rocks Batuan beku tidak mengandung silika bebas (free silica) dan tidak mengandung mineral-mineral yang tidak jenuh

Oversaturated Rocks Dijumpai free silica (SiO2 - kuarsa)

Undersaturated Rocks Tidak mengandung silika bebas, terdiri dari mineral-mineral yang tidak jenuh akan SiO2 , contoh : leusit, nefelin

2.4.4. Klasifikasi batuan beku berdasarkan alumina saturation

Klasifikasi batuan beku berdasarkan alumina saturation dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi batuan beku berdasarkan alumina saturation

Peralumina saturated terhadap alumina (Al2O3 > Na2O + K2O + CaO) Peralkaline oksida alkalin > oksida alumina

Subalumina oksida alumina = atau > oksida alkalin (Na2O + K2O) Metalumina oksida alumina = atau > Na2O + K2O + CaO)

2.4.5. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan mineral mafik

Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan mineral mafik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan mineral mafik Kandungan Mineral Mafik (%) Batuan Beku

< 30 Leucocratic

30 - 60 Mesocratic

60 - 90 Melanocratic

(15)

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

No. Batuan : BB-01/BB-02, dll.

Warna :

Hitam bintik-bintik putih/putih kemerahan, dll (warna yang representatif)

Struktur :

Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll.

Tekstur

Granulitas/Besar butir

Sangat kasar > 3 cm, Kasar 5 mm - 3 cm, Sedang 1 - 5 mm Halus < 1 mm

Fanerik Afanitik

Derajat Kristalisasi

Holokristalin Hipokristalin / Hipohyalin Holohyalin

Keseragaman Butir/Kristal

Equigranular Inequigranular Porfiritik/Vitrofirik

Panidiomorfik Granular (Euhedral) Hipidiomorfik Granular (Subhedral) Alotriomorfik Granular (Anhedral) Komposisi Mineral :

Kuarsa (%), ciri-cirinya, dll. (untuk % digunakan diagram perbandingan secara visual)

Nama Batuan :

Granitoid/Syenitoid/ Dioritoid, dll. (Gunakan diagram dari IUSGS)

(16)

3. BATUAN PIROKLASTIK 3.1. Pendahuluan

Batuan piroklastik adalah batuan yang disusun oleh material-material yang dihasilkan oleh letusan gunung api. Batuan ini dicirikan oleh kehadiran material piroklas yang dominan (gelas, kristal, batuan vulkanik), butiran yang menyudut, dan porositas yang relatif tinggi.

Secara genetik, batuan piroklastik dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu (Gambar 9) :

Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastic fall deposits), dihasilkan dari letusan eksplosif yang melemparkan material-material vulkanik dari lubang vulkanik ke atmosfer dan jatuh ke bawah dan terkumpul di sekitar gunung api.

Endapan ini umumnya menipis dan ukuran butir menghalus secara sistimatis menjauhi pusat erupsi, sebaran mengikuti topografi, pemilahannya baik, struktur gradded bedding normal & reverse, komposisi pumis, scoria, abu, sedikit lapili dan fragmen litik, komposisi pumis lebih besar daripada litik.

Endapan aliran piroklastik (pyroclastic flow deposits), dihasilkan dari pergerakan lateral di permukaan tanah dari fragmen-fragmen piroklastik yang tertransport dalam matrik fluida (gas atau cairan yang panas) yang dihasilkan oleh erupsi volkanik, material vulkanik ini tertransportasi jauh dari gunung api.

Endapan ini umumnya pemilahannya buruk, mungkin menunjukan grading normal fragmen litik dan butiran litik yang padat, yang semakin berkurang menjauhi pusat erupsi, sortasi buruk dan butiran menyudut, sebaran tidak merata dan menebal di bagian lembah.

Contoh : lahar yaitu masa piroklastik yang mengalir menerus antara aliran temperatur tinggi (> 1000C) di mana material piroklastik ditransportasikan oleh fase gas dan aliran temperatur rendah yang biasanya bercampur dengan air.

Endapan surge piroklastik (pyroclastic surge deposits), pergerakan lateral material-material piroklastik (low concentration volcanic particles, gases, and water; rasio partikel : gas rendah; konsentrasi partikel relatif rendah) yang mengalir dalam turbulent gas yang panas.

Pyroclastic surge dibentuk langsung dari erupsi explosif phreatomagmatic dan phreatic (base surge) dan dalam asosiasi dengan erupsi dan emplacement pyroclastic flow (ash cloud surge & ground surge).

Karekteristiknya, endapan ini menunjukan stratifikasi bersilang, struktur dunes, laminasi planar, struktur anti dunes dan pind and swell, endapan sedikit menebal di bagian topografi rendah dan menipis pada topografi tinggi, terakumulasi dekat vent.

(17)

Tipe-tipe pyroclastic surge deposits :

- Base surge : berasosiasi dengan pyroclastic fall deposits - Ground surge : berasosiasi dengan pyroclastic flow deposits - Ash cloud surge : biasanya di bagian atas pyroclastic flow deposits

(18)

Tiga jenis fagmen yang ditemukan dalam endapan piroklastik yaitu :

 Fragmen dari lava baru atau disebut fragmen juvenil, berupa material padat tidak mempunyai vesikuler sampai fragmen lava yang banyak vesikulernya.

 Kristal individu, yang dihasilkan dari fenokris yang lepas dalam lava juvenil sebagai hasil fragmentasi.

 Fragmen litik, termasuk batuan yang lebih tua dalam endapan piroklastik, tetapi sering terdiri dari lava yang lebih tua.

3.2. Klasifikasi Batuan Piroklastik

3.2.1. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan besar butir/ukuran klast

Schmid (1981) membuat klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan besar butir/ukuran klast yang dapat dilihat pada tabel 7 dan gambar 10 & 11.

Tabel 7. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan besar butir/ukuran klast (modifikasi dari klasifikasi Schmid, 1981, op.cit Fisher, et. al, 1984) Ukuran

Klast (pecahan)

Piroklast Endapan Piroklastik

Non-konsolidasi : Tefra Endapan Piroklastik Konsolidasi : Batuan Piroklastik Blok (menyudut) Bom (membundar) Aglomerat,

lapisan blok/bom atau blok/bom tefra

Aglomerat, Breksi Piroklastik

Lapili Lapisan Lapili atau Tefra Lapili

Batuan Lapili

Butiran debu

(ash) kasar

Debu (Ash) Kasar Tuf Kasar

Butiran debu

(ash) halus Debu (Ash) Halus Tuf Halus

Gambar 10 Macam-macam ukuran piroklast : a. ash (debu), b. Lapili, c. bomb

64 mm

1/16 mm

2 mm

c. b. a.

(19)

Gambar 11. Macam-macam ukuran piroklast

3.2.2. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan jenis material dan ukuran fragmen volkanik

Fisher (1984) membuat klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan jenis material dan ukuran fragmen volkanik yang dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan : (a) jenis material dan (b) ukuran fragmen volkanik

Penamaan untuk batuan campuran piroklastik-epiklastik (Schmid, 1981) dapat dilihat pada tabel 8.

(20)

Tabel 8. Penamaan untuk batuan campuran piroklastik-epiklastik

Catatan :

 Piroklas adalah fragmen yang terbentuk karena proses langsung erupsi gunung api  Epiklas adalah hasil rombakan (pelapukan dan erosi) batuan volkanik

 Tufit adalah campuran piroklastik dan epiklastik  Clast adalah pecahan atau fragmen

Hal-hal yang perlu dideskripsi dalam pengamatan batuan piroklastik yaitu : 1. Warna, deskripsikan warna batuan yang representatif.

2. Besar butir, deskripsikan mengunakan besar butir/ukuran klast batuan piroklastik. 3. Komponen, deskripsikan komponen batuan piroklastik :

 Kristal, fragmen kristal

 Fragmen litik : vulkanik atau non vulkanik, polimik atau monomik  Pumice atau scoria

 Shards, lapili akresionari, vitriklas  Semen : siliceous, karbonat atau zeolit 4. Lithofasies :

 Masif (tidak berlapis) atau berlapis

 Berlapis : - Laminasi : < 1 cm - Berlapis sangat tipis : 1-3 cm - Berlapis tipis : 3-10 cm - Berlapis sedang : 10-30 cm

(21)

- Berlapis tebal : 30-100 cm - Berlapis sangat tebal : > 100 cm  Masif (tidak bergradasi) atau bergradasi :

normal  ; reverse  ; normal-reverse  ; reverse-normal 

 

 Kemas : - clast-supported atau matrix-supported - terpilah baik, terpilah sedang, terpilah buruk  Kekar : blocky, prismatik, columnar, platy

 Ketebalan seragam atau tidak seragam  Ketebalan lateral rata atau tidak rata  Secara lateral menerus atau tidak menerus  Cross-bedded, cross-laminated

5. Alterasi :

 Mineralogi : klorit, serisit, silika, pirit, karbonat, felspar, hematit  Distribusi : disseminated, nodular, spotted, pervasive, patchy.

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

No. Batuan

Warna : warna yang representatif

Tekstur : Ukuran Butiran, Pemilahan, Kebundaran Butiran, Kemas (Clast/Matrix Supported), Kontak Antar Butiran

Butiran : Jenis (Kristal, Fragmen Litik, Gelas), Prosentase

Matrik/Semen : Jenis (Gelas, Karbonat, Silika, Zeolit), Prosentase

Struktur : Masif/Berlapis (Tebal, Tebal Lateral Seragam/Tidak Seragam – Menerus/Tidak Menerus), Normal/Reverse Gradded Bedding, Cross

Bedding/Lamination,

Alterasi (jika ada) : Mineralogi (klorit, serisit, silika, pirit, karbonat, felspar, hematit), Distribusi (disseminated, nodular, spotted, pervasive, patchy)

Nama Batuan: Tuf Halus/Kasar, Batu Lapili, Aglomerat, Breksi Piroklastik, dll. (Klasifikasi Schmid, Fisher)

(22)

4. BATUAN SEDIMEN 4.1. Pendahuluan

Batuan sedimen adalah batuan hasil pengendapan baik yang berasal dari hasil sedimentasi mekanis (hasil rombakan batuan asal), sedimentasi kimiawi (hasil penguapan larutan) maupun sedimentasi organik (hasil akumulasi organik).

Batuan sedimen hasil sedimentasi mekanis terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi yang meliputi pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi dan diagenesa. Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media air, angin atau es.

4.2. Klasifikasi Batuan Sedimen

Batuan sedimen sangat banyak jenisnya dan tersebar sangat luas (± 75% dari luas permukaan bumi) dengan ketebalan beberapa centimeter sampai beberapa kilometer. Berdasarkan proses pembentukan, batuan sedimen dapat dikelompokan menjadi 5 yaitu : Batuan Sedimen Detritus (Klastik), Batuan Sedimen Karbonat, Batuan Sedimen Evaporit, Batuan Sedimen Batubara, dan Batuan Sedimen Silika (Gambar 13).

Gambar 13. Golongan batuan sedimen utama serta proses-proses pembentukannya (Koesoemadinata, 1985).

(23)

4.2.1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik terbentuk oleh proses sedimentasi mekanis. Komponen pembentuk batuan sedimen klastik (Gambar 14) :

 Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport yang berupa mineral, fosil atau fragmen batuan (litik).

 Masa dasar (matrix) : berukuran lebih halus dari butiran (< 1/16 mm) dan diendapkan bersama-sama dengan butiran.

 Semen (cement) : material berukuran halus yang mengikat butiran dan matrik, diendapkan setelah fragmen dan matrik, contoh : semen karbonat, silika, oksida besi, lempung, dll.

Gambar 14. Komponen pembentuk batuan sedimen klastik : butiran (clasts), masa dasar (matrix), dan semen (semen oksida besi berwarna coklat kemerahan)

4.2.1.1. Tekstur Batuan Sedimen Klastik

Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut butir sedimen seperti besar butir, kebundaran, pemilahan dan kemas. Tekstur batuan sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialami batuan tersebut (terutama proses transportasi dan pengendapanannya) dan dapat digunakan untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan batuan sedimen.

Besar Butir (Grain Size)

Besar Butir adalah ukuran/diameter butiran, yang merupakan unsur utama dari batuan sedimen klastik, yang berhubungan dengan tingkat energi pada saat transportasi dan pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala Wentworth (Tabel 9)

(24)

Besar butir ditentukan oleh :

 Jenis pelapukan : - pelapukan kimiawi (butiran halus) - pelapukan mekanis (butiran kasar)  Jenis transportasi

 Waktu/jarak transportasi  Resistensi

Tabel 2.9. Klasifikasi besar butir

Pemilahan (sorting)

Pemilahan (sorting) adalah derajat keseragaman besar butir. Istilah yang dipakai dalam pemilahan adalah terpilah sangat baik, terpilah baik, terpilah sedang, terpilah buruk dan terpilah sangat buruk (Gambar 15).

(25)

Kebundaran (Roundness)

Kebundaran (roundness) adalah tingkat kebundaran atau ketajaman sudut butir, yang mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi. Kebundaran dipengaruhi oleh komposisi butir, besar butir, jenis transportasi, jarak transportasi dan resistensi butir. Istilah yang dipakai dalam kebundaran adalah very angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular (menyudut tanggung), sub rounded (membundar tanggung), rounded (membundar) dan well rounded (sangat membundar) (Gambar 16).

Gambar 16. Tingkat kebundaran butir

Kemas (fabric)

Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau diantara semennya, sebagai fungsi orientasi butir dan packing. Kemas secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Istilah yang dipakai adalah kemas terbuka (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan kemas tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Jenis-jenis kontak antar butir (Gambar 17) :

(26)

Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas baik (batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas buruk (batuan tidak menyerap air). Jenis-jenis porositas : intergranular, microporosity, dissolution dan fracture (Gambar 18).

Gambar 18. Jenis-jenis porositas

Warna

Warna pada batuan sedimen mempunyai arti yang penting karena mencerminkan komposisi butiran penyusun batuan sedimen dan dapat digunakan untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan. Warna batuan merah menunjukan lingkungan oksidasi,sedangkan warna batuan hitam atau gelap menunjukan lingkungan reduksi. Secara umum warna pada batuan sedimen dipengaruhi oleh :

 Warna mineral pembentuk batuan sedimen, contoh : bila mineral pembentuk batuan sedimen didominasi oleh kuarsa maka batuan akan berwarna putih (misal batupasir quartz arenite).

 Warna matrik atau semen, contoh : bila matriks/semen mengandung oksida besi, maka batuan akan berwarna coklat kemerahan.

 Warna material yang meyelubungi (coating material), contoh : batupasir kuarsa yang diselubungi oleh glaukonit akan berwarna hijau

 Derajat kehalusan butir penyusunnya, contoh : pada batuan dengan komposisi sama jika makin halus ukuran butir maka warnanya akan cenderung lebih gelap.

Kekompakan

Kekompakan adalah sifat fisik dari batuan. Beberapa istilah yang dipakai dalam kekompakan batuan adalah :

(27)

 Dense : sangat padat  Hard : keras dan padat

 Medium hard : agak keras tetapi masih dapat digores dengan jarum baja  Soft : lunak, mudah tergores dan dipecahkan.

 Friable : keras tetapi dapat diremas dengan tangan  Spongy : berongga

4.2.1.2. Struktur Sedimen

Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer yaitu struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Struktur sedimen dapat dibagi menjadi 4 yaitu (tabel 10) : Struktur Sedimen Pengendapan, Struktur Sedimen Erosional, Struktur Sedimen Pasca Pengendapan dan Struktur Sedimen Biogenik.

4.2.1.2.1. Struktur Sedimen Pengendapan (Depositional Sedimentary Strucures) Adalah struktur sedimen yang terjadi pada saat pengendapan batuan sedimen. Contoh (Gambar 19 & 20) :

 Perlapisan/Laminasi

Perlapisan adalah bidang kesamaan waktu yang dapat ditunjukan oleh perbedaan besar butir atau warna dari bahan penyusunnya. Disebut perlapisan bila tebalnya >1 cm dan laminasi bila tebalnya <1 cm.

Macam-macam perlapisan/laminasi :

o Perlapisan/laminasi sejajar (Paralel Bedding/Lamination) : bentuk lapisan/ laminasi batuan yang tersusun secara horisontal dan saling sejajar satu dengan yang lainnya.

o Perlapisan/laminasi silang siur (Cross Bedding/Lamination) : bentuk lapisan/ laminasi yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan/laminasi berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan perlapisan.

o Perlapisan bersusun (Graded Bedding) : perlapisan batuan yang dibentuk oleh gradasi butir yang makin halus ke arah atas (normal graded bedding) atau gradasi butir yang makin kasar ke arah atas (reverse graded bedding). Normal graded bedding dapat dipakai untuk menentukan top atau bottom lapisan batuan.

 Gelembur gelombang (current ripple) : bentuk permukaan perlapisan bergelombang karena adanya arus sedimentasi.

 Mud crack : bentuk retakan poligonal pada permukaan lapisan lumpur (mud).  Rain mark : kenampakan pada permukaan sedimen karena tetesan air hujan.

(28)

 Contoh lain : Current Ripples, Dunes, Cross-Stratification, Antidunes and Antidune Bedding, Wave formed Ripples and Lamination, Hummocky Cross-Stratification, Wind-Ripples, Dunes, Draas and Aeolian Cross-Bedding, dll.

(29)

4.2.1.2.2. Struktur Sedimen Erosional (Erosional Sedimentary Strucures)

Adalah struktur sedimen yang terjadi akibat proses erosi pada saat pengendapan batuan sedimen. Contoh (Gambar 21) :

 Flute cast : struktur sedimen berbentuk seruling dan terdapat pada dasar suatu lapisan, dapat dipakai untuk menentukan arus purba.

 Groove Marks, Gutter Cast, Impack Marks, Channels and Scours, dll

4.2.1.2.3. Struktur Sedimen Pasca Pengendapan (Post-Depositional Sedimentary Strucures)

Adalah struktur sedimen yang terjadi setelah pengendapan batuan sedimen. Contoh (Gambar 23) :

 Load cast : struktur sedimen terbentuk pada permukaan lapisan akibat pengaruh beban sedimen di atasnya.

 Convolute Bedding: bentuk liukan pada batuan sedimen akibat proses deformasi.  Sandstone dike : lapisan pasir yang terinjeksikan pada lapisan sedimen di atasnya

akibat proses deformasi.

 Contoh lain : Ball-and-Pillow Structures, Dish-and-Pillar Structure, Stylolites, dll. 4.2.1.2.4. Struktur Sedimen Biogenik (Biogenic Sedimentary Strucures)

Adalah struktur sedimen yang terjadi akibat proses biogenik/organisme. Contoh (Gambar 22) :

 Fosil Jejak (Trace Fossils) :

o Tracks (jejak berupa tapak organisme)

o Trails (jejak berupa seretan bagian tubuh organisme)

o Burrows (lubang atau bahan galian hasil aktivitas organisme) o Mold : cetakan bagian tubuh organisme

o Cast : cetakan dari mold

o Resting, Crawling and Grazing Traces Dwelling, Feeding and Escape Burrows  Boring : lubang akibat aktivitas pengeboran organisme pada lapisan batuan (batuan

(30)

Gambar 19. Cross bedding : a. tabular set, b. wedge set, c. trough set, d. hummocky cross bedding.

Gambar 20. Ripple structures : a. linguoid curret ripples, b. transverse curret ripples, c. oscilation (wave) ripples, d. ripple-drift bed.

Gambar 21. Casts pada bagian bawah lapisan : a. pointed flute casts, b. bulbous flute casts, c. groove casts, d. penampang flute mark, e. penampang impact mark.

(31)

Gambar 22. Hubungan trace fosil terhadap fasies sedimen dan zona kedalaman di lautan.

Struktur sedimen dapat digunakan untuk menentukan top dan bottom suatu lapisan sedimen, arah arus purba dan menginterpretasikan lingkungan pengendapan (gambar 23).

(32)

Gambar 23. Struktur sedimen yang digunakan untuk penentuan top dan bottom.

4.2.1.3. Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik berdasarkan ukuran besar butirnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu  Batuan sedimen detritus (klastik) halus, terdiri dari batulempung, batulanau dan

serpih.

 Batuan sedimen detritus (klastik) kasar, terdiri dari batupasir, konglomerat dan breksi.

4.2.1.3.1. Batupasir

 Tekstur batupasir : ukuran butiran (pasir 0.125 - 2.00 mm), bentuk butiran (menyudut, membundar, dll.), sorting, kemas butiran (mencakup orientasi, grain packing, grain contact, hubungan butiran dan matriks), textural maturity, porositas, permeabilitas, struktur sedimen.

 Textural maturity :

o Texturally immature sediment : matriks dominan, sortasi buruk, butiran menyudut.

o Texturally mature sediment : matriks sedikit,, sortasi sedang-baik, butiran membundar tanggung-membundar.

 Komposisi : butiran (fragmen batuan/litik, kuarsa, felspar, dan mineral-mineral lainnya), matrik dan semen.

(33)

 Klasifikasi batupasir

Parameter : butiran (stabil dan tak stabil) : kuarsa, felspar, fragmen litik matriks lempung (hasil rombakan atau alterasi batuan) batupasir arenite : bila kehadiran matriks lempung <15% batupasir wacke : bila kehadiran matriks lempung >15%

Pembagian secara umum (Gilbert, 1982; Pettjohn, 1987; dan Folk, 1974) : batupasir kuarsa, batupasir arkose, batupasir litik, batupasir greywacke (Gambar 24 s.d. 26).

Gambar 24. Klasifikasi batupasir (Gilbert, 1982).

(34)

Gambar 26. Klasifikasi batupasir (Folk, 1970). 4.2.1.3.2. Konglomerat dan Breksi

Kenampakan yang penting untuk mendiskripsi batuan ini adalah jenis klastik yang hadir dan tekstur batuan tersebut.

Berdasarkan asal-usul klastik penyusun konglomerat dan breksi :

 Klastik intraformasi, berasal dari dalam cekungan pengendapan, banyak fragmen mudrock atau batugamping mikritik yang dilepaskan oleh erosi atau pengawetan sepanjang garis pantai.

 Klastik ekstraformasi, berasal dari luar cekungan pengendapan dan lebih tua dari pada sedimen yang melingkupi cekungan tsb.

Jenis konglomerat berdasarkan macam klastik :

 Konglomerat polimiktik : terdiri dari bermacam-macam jenis klastik yang berbeda.  Konglomerat monomitik/oligomiktik : terdiri dari satu jenis klastik.

Konglomerat berdasarkan litologi fragmen (clast) dan jenis kemas (fabric support) dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu (Gambar 27) : igneous-clast conglomerates, sedimentary-clast conglomerates, metamorphic-clast conglomerates dan polymict conglomerates.

(35)

Gambar 27. Klasifikasi konglomerat (Boggs, 1992).

Untuk interpretasi mekanisme pengendapan konglomerat harus dideskripsikan teksturnya (apakah teksturnya clast-supported conglomerates atau matrix-supported conglomerates), bentuk, ukuran dan orientasi fragmen batuan, ketebalan dan geometri lapisan dan struktur sedimen.

Konglomerat dan breksi terutama diendapkan pada lingkungan glasial, alivial fan dan braided stream. Konglomerat yang re-sedimen diendapkan dalam lingkungan deep water biasanya berasosiasi dengan turbidit.

4.2.1.3.3. Mudrock

Mudrock adalah istilah umum untuk batuan sedimen yang disusun terutama oleh partikel berukuran lanau-lempung, mineral lain mungkin juga hadir. Mudrock diendapkan terutama dalam lingkungan river floodplain, lake, low energy shoreline, delta, outer marine shelf dan deep ocean basin.

Untuk klasifikasi batuan sedimen klastik selain mengunakan klasifikasi besar butir menurut Wentworth, juga dapat menggunakan klasifikasi berdasarkan komposisi atau besar butir dari penyusun batuan sedimen yang sudah ditentukan lebih dahulu (gambar 28).

(36)

Gambar 28. Klasifikasi batuan sedimen klastik berbutir halus (Picard, 1971).

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN KLASTIK

No. Batuan

Warna : warna yang representatif

Tekstur : Ukuran Butiran, Pemilahan, Kebundaran Butiran, Kemas, Kontak Antar Butiran

Butiran : Jenis (Fragmen Litik, Mineral, Fosil), Prosentase Matrik/Semen : Jenis (Karbonat, Silika, Oksida Besi), Prosentase

Struktur Sedimen : Perlapisan/Laminasi (Strike-dip, Tebal), Gradded Bedding, Cross Bedding, Load/Flute Cast, Organic Tracks & Trails, Organic Burrow, Mud Crack, dll.

Porositas : Baik (menyerap air), Sedang (diantara baik-buruk), Buruk (Tidak menyerap air); Kekompakan : getas, kompak, lunak, keras, dll.

Nama Batuan: Batu lempung, Batulanau, Batupasir Halus/Sedang/Kasar (Arenite/Wacke), Konglomerat, Breksi, dll.

(37)

4.2.2. Batuan Karbonat

Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang fraksi karbonatnya (aragonit, kalsit, dolomit, magnesit, ankerit dan siderit) lebih besar dari fraksi non karbonat (Pettijohn, 1975).

Batuan karbonat terbentuk oleh proses sedimentasi organik, sedimentasi mekanis, sedimentasi kimiawi atau kombinasi dari proses-proses tersebut. Batuan karbonat yang terbentuk oleh proses sedimentasi organik (kumpulan cangkang moluska, alga, foraminifera, coral, dll) akan menghasilkan batugamping terumbu; oleh proses sedimentasi mekanis (hasil rombakan batuan karbonat yang terbentuk lebih dahulu) akan menghasilkan batugamping klastik atau kalkarenit; oleh proses sedimentasi kimiawi (dolomitisasi) akan menghasilkan batugamping yang kaya dolomit (dolostone); oleh proses sedimentasi organik dan mekanis akan menghasilkan batugamping bioklastik; oleh proses sedimentasi organik dan kimiawi akan menghasilkan batugamping oolit; oleh proses sedimentasi mekanis dan kimiawi akan menghasilkan batugamping kristalin.

Dua jenis batuan karbonat yang utama adalah batugamping (limestone) dan dolomite (dolostone). Suatu batuan karbonat disebut batugamping (limestone) bila tersusun oleh kalsit ≥90% dan disebut dolomite (dolostone) bila tersusun oleh dolomit ≥90% (Boggs, 1987).

Batuan karbonat terutama terbentuk di lingkungan laut dangkal (supratidal – subtidal) seperti batugamping terumbu. Selain itu, dapat juga terbentuk di laut dalam sebagai endapan pelagik atau turbidit seperti chalk dan cherty limestone, dan terbentuk di danau dan pada tanah (soil) seperti caliche (vadose pisoid) (Tucker, 1982).

Batuan karbonat dipelajari secara tersendiri karena : terbentuk pada cekungan dimana dia diendapkan (intrabasinal), tergantung pada aktivitas organisme, mudah berubah oleh proses diagenesa akhir, hampir ±50% menyusun endapan-endapan laut, mewakili seluruh zaman geologi dari Proterozoic sampai Cenozoic, proses pembentukannya tidak sama dengan proses pembentukan batuan sedimen klastik, tekstur dan komposisi mineral karbonat tidak menunjukan provenance batuan asal, dan batuan karbonat berasal dari subtidal carbonate factory (middle-outer shelf).

4.2.2.1. Komposisi dan Komponen Batuan Karbonat Komposisi kimia/mineral batuan karbonat :

 Aragonit CaCO3 (ortorombik) : hasil presipitasi langsung dari air laut secara kimiawi atau berasal dari proses biogenic (ganggang hijau), bentuk serabut, dan tidak stabil.

(38)

 Kalsit CaCO3 (heksagonal) : mineral lebih stabil, berbentuk hablur yaang baik/spar, kalsit bila diberi alizarin red menjadi merah

o High-Mg Calcite : kandungan MgCO3 ≥4%, terbentuk pada daerah yang hangat o Low-Mg Calcite : kandungan MgCO3 <4%, terbentuk pada daerah yang dingin

 Dolomit CaMg(CO3)2 (heksagonal) : berbentuk belah ketupat, tidak bereaksi dengan alizarin red, kebanyakan hasil dolomitisasi dari kalsit

 Magnesit MgCO3 (heksagonal): biasanya berasosiasi dengan evaporit

 Siderit FeCO3 (heksagonal)

 Ankerite Ca(Fe,Mg)(CO3)2 (heksagonal) Komponen pembentuk batuan karbonat :

1. Butiran karbonat (carbonate grain) (Gambar 29 & 30):

 Butiran skeletal : fragmen bagian yang keras dari organisme yang kalkareous dan cangkang yang tidak pecah seperti moluska, echinoid, ostrakoda, coral, algae, foraminifera, brachiopoda, dll.

 Ooid : butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elipsoid, berukuran 0,2-0,5 mm yang mempunyai 1 atau lebih struktur lamina yang konsentris (dari aragonit atau kalsit) dan mengelilingi inti partikel (fragmen cangkang, pelet atau kuarsa). Ooid terbentuk karena agitasi (pengayakan) pada lingkungan laut dangkal (<15 m), arus dasar yang kuat, salinitas tinggi dan jenuh kalsium bikarbonat.

 Pisoid : butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elipsoid, yang mempunyai struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti partikel (fragmen cangkang, pelet atau kuarsa) seperti ooid, tetapi berukuran >2 mm bahkan beberapa puluh mm.

 Peloid/pellet : butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau runcing, tersusun oleh micrite tetapi tidak punya struktur dalam, berukuran <0,1-0,5 (lanau-pasir halus). Peloid berasal dari : sekresi organisme terutama organisme pemakan lumpur karbonat (deposit feeder) seperti gastropoda atau crustacea, yang disebut faecal pellet; hasil disintegrasi dari ooid atau fragmen cangkang yang bundar oleh organisme pembor terutama endolithic (boring) algae; dan dari proses abrasi intraclast sehingga bagian pinggirnya menjadi tumpul dan cenderung berbentuk bulat. Pellet cenderung berukuran kecil dan seragam, berbentuk teratur (oval-bundar) dan kandungan bahan organiknya tinggi. Pellet banyak dijumpai di lingkungan lagoon atau tidal flat (daerah berenergi rendah dan relatif tenang).

(39)

 Agregat (lump/grapestone) : kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang tersemen bersama-sama selama sedimentasi (Tucker, 1982). Semennya bisa berupa semen mikrokristalin kalsit/aragonit atau semen zat organik. Agregat terbentuk pada lingkungan laut dangkal dimana energi arus dan gelombang relatif rendah.

 Litoklas : butiran karbonat yang berupa fragmen batuan karbonat

- Intraklas : fragmen batuan karbonat yang terbentuk lebih awal dan berasal dari cekungan yang sama (pada seafloor, tidal flat atau beach rock)

- Ekstraklas : fragmen batuan karbonat dari umur yang berbeda atau berasal dari cekungan yang berbeda

2. Matrik berupa microcrystalline calcite/micrite atau lumpur karbonat/lime mud : agregat (kumpulan) kalsit/aragonit yang berukuran <4m (sangat halus/lempung).

3. Semen (sparry calcite/sparite) : kristal-kristal kalsit granular yang terekristalisasi dalam rongga-rongga pada endapan karbonat atau batugamping, terutama dalam rongga-rongga antar butir dan dalam rongga fosil.

(40)

Gambar 30. Komponen butiran non-skeletal

4.2.2.2. Klasifikasi Batuan Karbonat

Klasifikasi batuan karbonat ada bermacam-macam, diantaranya : 4.2.2.2.1. Klasifikasi Grabau (1904)

Grabau mengklasifikasikan batugamping berdasarkan ukuran butir menjadi 5 yaitu :  Calcirudite : batugamping yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir (>2 mm).  Calcarenite : batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16 - 2 mm).  Calcilutite : batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir (<1/16 mm).  Calcipulverite : batugamping hasil presipitasi kimiawi seperti batugamping kristalin.  Batugamping organik : batugamping hasil pertumbuhan organisme secara insitu

seperti batugamping terumbu dan stromatolite.

4.2.2.2.2. Klasifikasi Folk (1962)

Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang dominan, Folk mengklasifikasikan batugamping menjadi 4 yaitu (gambar 2.31) : batugamping tipe I allochemical rocks dengan sparry calcite cement, batugamping tipe II allochemical rocks dengan microcrystalline calcite matrix (allochemical >10%), batugamping tipe III orthochemical rocks (allochemical ≤10%), dan batugamping tipe IV autochthonous reef rocks. Batas ukuran butir yang digunakan Folk untuk membedakan antara allochem dan micrite adalah 4 micron (lempung).

4.2.2.2.3. Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham mengklasifikasikan batugamping berdasarkan tekstur pengendapan (yaitu derajat perubahan tekstur pengendapan, komponen asli terikat atau tidak terikat selama

(41)

proses pengendapan, tingkat kelimpahan antara butiran dan lumpur karbonat) menjadi 5 yaitu : mudstone, wackestone, packstone, grainstone dan boundstone, sedangkan batugamping yang tidak menunjukan tekstur pengendapan disebut crystalline carbonate (Gambar 2.32).

Batas ukuran butir yang digunakan Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur karbonat adalah 20 micron (lanau kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur pengendapan dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dan tingkat energi yang bekerja sehingga dapat untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan.

4.2.2.2.4. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Embry & Klovan mengklasifikasikan batugamping berdasarkan tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada kolom boundstone, menghapuskan kolom crystalline carbonate dan membedakan prosentase butiran yang berdiameter ≤2 mm dari butiran yang berdiameter >2 mm, ukuran butir ≥0,03-2 mm dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm. Embry & Klovan mengklasifikasikan batugamping menjadi 2 kelompok yaitu batugamping autochthon dan batugamping allochthon (Gambar 2.33).

Batugamping autochthon adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini dibagi menjadi 3 yaitu bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk bercabang), bindstone (tersusun oleh biota berbentuk mengerak atau lempengan) dan framestone (tersusun oleh biota berbentuk kubah).

Batugamping allochthon adalah batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari fragmentasi mekanik, kemudian tertransport dan diendapkan kembali sebagai partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 yaitu : mudstone, wackestone, packstone, grainstone, floatstone dan rudstone. Klasifikasi Embry & Klovan sangat baik untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan.

4.2.2.3. Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas baik (batuan menyerap air),

(42)

porositas sedang (diantara baik-buruk), dan porositas buruk (batuan tidak menyerap air).

Macam-macam porositas berdasarkan waktu terbentuknya :

 Porositas Primer : terbentuk pada saat diendapkan-diagenesis awal, contoh interkristalin, intrakristalin, intergranular, intagranular

 Porositas Sekunder : terbentuk selama diagenesis lanjut mesogenesis-telogenesis, contoh porositas yang terbentuk akibat retakan/fracturing, pengkerutan/shrinkage, dan pelarutan (butiran, semen, matriks)

Choquete and Pray (1970) mengklasifikasikan porositas batuan karbonat berdasarkan tiga kelompok yaitu tipe fabric selective, tipe not fabric selective dan tipe fabric selective or not (Gambar 34).

(43)

Gambar 32. Klasifikasi batugamping menurut Dunham (1962)

(44)
(45)

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN KARBONAT

No. Batuan

Warna : warna yang representatif

Tekstur : Ukuran Butiran, Pemilahan, Kebundaran Butiran, Kemas, Abrasi, Kontak Antar Butiran

Butiran : Jenis (butiran skeletal, ooid, pellets, litoklas, butiran terigen), Matrik : mikrit, Semen : Sparry Calcite; Prosentase

Struktur : Struktur Sedimen Fisika dan Biogenik; Perlapisan (Strike-dip, Tebal), Organic Tracks & Trails, Organic Burrow, Stylolite, dll.

Porositas : Baik (menyerap air), Sedang (diantara baik-buruk), Buruk (Tidak menyerap air); Jenis Porositas (vuggy, fracture, intercrystalline, mouldic, dll), Prosentase; Kekompakan :

getas, kompak, lunak, keras, dll.

Nama Batuan: Batugamping Bioklastik, Kalkarenit, Mudstone, Wackestone, Packstone, Grainstone, Boundstone, dll.

(46)

4.2.3. Batuan Sedimen Evaporit

Batuan sedimen ini terbentuk oleh proses sedimentasi kimiawi. Batuan ini terbentuk pada suatu lingkungan danau atau laut yang tertutup dan dengan tingkat penguapan yang tinggi sehingga terbentuk endapan dari larutan garam yang menguap tersebut. Batuan sedimen evaporit terdiri dari :

 Gypsum : garam CaSO4xH2O

 Anhidrit : garam CaSO4

 Halit (batugaram) : garam NaCl

4.2.4. Batuan Sedimen Organik (Batubara)

Batuan sedimen ini terbentuk oleh proses sedimentasi organik, yang terbentuk dari hasil akumulasi tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan yang hidup di rawa-rawa ini, bila mati terakumulasi dan dengan cepat tertimbun oleh lapisan sedimen yang tebal sehingga tidak memungkinkan terjadi pelapukan dan kemudian mengalami pembatubaraan, akan membentuk batubara. Berbagai proses mikrobiologi, fisika, dan kimia yang terjadi selama proses pembatubaraan, berkontribusi terhadap rangking/jenis-jenis batubara. Batubara dapat dibedakan jenisnya berdasarkan kematangannya dan variasi komposisi carbon sebagai debu kering bebas, volatile, nilai kalori dan vitrinite reflectane di dalam minyak yaitu (tabel 11) :

Tabel 11. Rangking Batubara

Rangking Batubara Carbon (%) Volatile (%) Kalori (kJ/gr) Vitrinite Reflectane Peat Lignit Sub-bituminous coal Bituminous coal Semi-anthracite Anthracite Graphite < 50 60 75 85 87 90 > 95 > 50 50 45 35 25 10 < 5 15-25 25-30 31-35 30-34 30-33 0.3 0.5 1.0 1.5 2.5

4.2.5. Batuan Sedimen Silika

Batuan sedimen ini terbentuk oleh gabungan proses organik dan proses kimiawi untuk penyempurnaan pembentukan batuan. Batuan sedimen silika yang umumnya diendapkan pada lingkungan laut dalam, terdiri dari flint, rijang, fosforit, radiolarit dan tanah diatomea).

(47)

5. BATUAN METAMORF 5.1. Pendahuluan

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya di mana batuan memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia (isokimia) dan tanpa melalui fasa cair (dalam keadaan padat), dengan temperatur berkisar antara 200-8000C.

Proses metamorfosa membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur dan struktur maupun asosiasi mineral. Perubahan tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya akan mengubah mineral dan hubungan antar butiran/kristalnya bila batas kestabilannya terlampaui. Selain faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf juga tergantung pada jenis batuan asalnya.

5.2. Tipe-tipe metamorfosa Tipe-tipe metamorfosa :

Metamorfosa termal/kontak : terjadi akibat perubahan (kenaikan) temperatur (T), biasanya dijumpai di sekitar intrusi/batuan plutonik, luas daerah kontak bisa beberapa meter sampai beberapa kilometer, tergantung dari komposisi batuan intrusi dan batuan yang diintrusi, dimensi dan kedalaman intrusi.

Metamorfosa regional/dinamo termal : terjadi akibat perubahan (kenaikan) tekanan (P) dan temperatur (T) secara bersama-sama, biasanya terjadi di jalur orogen (jalur pembentukan pegunungan atau zona subduksi) yang meliputi daerah yang luas, perubahan secara progresif dari P & T rendah ke P & T tinggi..

Metamorfosa kataklastik/kinematik/dislokasi : terjadi di daerah pergeseran yang dangkal (misal zona sesar) dimana tekanan lebih berperan daripada temperatur, yang menyebabkan terbentuknya zona hancuran, granulasi, breksi sesar (dangkal), milonit, filonit (lebih dalam) kemudian diikuti oleh rekristalisasi.

Metamorfosa burial : terjadi akibat pembebanan, biasanya terjadi di cekungan sedimentasi, perubahan mineralogi ditandai munculnya zeolit.

Metamorfosa lantai samudera : terjadi akibat pembukaan lantai samudera (ocean floor spreading) di punggungan tengah samudera, tempat dimana lempeng (litosfer) terbentuk, batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultra basa.

5.3. Mineralogi Batuan Metamorf

Beberapa bentuk dan sifat fisik mineral karakteristik batuan metamorf dapat dilihat pada tabel 12 dan tabel 13.

(48)

Tabel 12. Beberapa sifat fisik mineral karakteristik batuan metamorf

Tabel 13. Beberapa bentuk mineral karakteristik batuan metamorf

Bentuk Kristal Mineral

Euhedral Staurolit, silimanit, kianit, rutil, klorit, ilmenit, turmalin, pirit, lawsonit, andalusit, garnet, sfen, epidot, zoisit, magnetit, spinel, ankerit, idokras Subhedral Mika & klorit, amfibol & piroksen, wolastonit, dolomit & apatit

Anhedral Kuarsa, felspar, kalsit, aragonit, olivin, kordierit, scapolit, humites

Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Jackson, 1970) :

 Secretionary growth : pertumbuhan kristal hasil reaksi kimia fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut.

 Concentionary growth : proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan.

 Replacement : proses penggantian mineral lama oleh mineral baru.

Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Percobaan Becke (1904) menghasilkan seri kristaloblastik yang menunjukan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral (Tabel 14).

Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf. Dalam hal ini dikenal dua kelompok mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan, contoh : kloritoid, staurolit, dan kyanit. Antistress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin kecil bila terkena tekanan atau merupakan

(49)

mineral yang tidak tahan terhadap tekanan, contoh : andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.

Tabel 14. Seri Kristaloblastik Most Euhedral

Sphene, rutile, pyrite

Garnet, silimanite, staurolite, tourmaline Epidote, magnetite, ilmenite

Andalusite, pyroxene, amphibole Micas, chlorite, dolomite, kyanite Calcite, idocrase, scapolite Plagioclase, quartz, cordierite Least Euhedral

5.4. Struktur Batuan Metamorf

Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut (Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian masa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut (Bucher & Frey, 1994). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : struktur foliasi dan struktur non foliasi (Gambar 35).

5.4.1. Struktur Foliasi

Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik, seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.

Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan :

 Slaty cleavage : struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batusabak).

 Phylitic : rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya disebut phyllite (filit).

 Schistose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan close schistosity, batuannya disebut schist (sekis).

(50)

 Gneisose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan open schistosity, batuannya disebut gneis.

5.4.2. Struktur Non Foliasi

Struktur non foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular, seringkali terjadi pada metamorfosa termal.

Beberapa struktur non foliasi yang umum ditemukan :

 Granulose : struktur non foliasi yang terdiri dari mineral-mineral granular

 Hornfelsik : struktur non foliasi yang dibentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat metamorfosa termal, batuannya disebut hornfels.

 Cataclastic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi, terjadi akibat metamorfosa kataklastik, batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

 Mylonitic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer, batuannya disebut mylonite (milonit).

 Phyllonitic : gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya halus, sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky, batuannya disebut phyllonite (filonit).

5.5. Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970).

Tekstur batuan metamorf berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa (Gambar 35 dan 36) :

 Tekstur relic (sisa) : tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Penamaannya dengan memberi awalan blasto (kemudian disambung dengan nama tekstur sisa), misalnya : tekstur blastoporfiritik (batuan metamorf yang

(51)

tekstur porfiritik batuan beku asal nya masih bisa dikenali) atau dengan memberi awalan “meta” untuk memberikan nama batuan metamorf bila masih dikenali sifat dari batuan asalnya, misalnya metasedimen, metagraywacke, metavolkanik, dsb.  Tekstur kristaloblastik : setiap tekstur yang terbentuk pada saat metamorfosa.

Penamaannya dengan memberi akhiran blastik, dipakai untuk memberikan nama tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi proses metamorfosis, misal tekstur porfiroblastik yaitu batuan metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada batuan beku, tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis.

Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk individu kristal :  Idioblastik : mineralnya berbentuk euhedral

 Hypidioblastik : mineralnya berbentuk subhedral

 Xenoblastik/alotrioblastik : mineralnya berbentuk anhedral Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk mineral (Gambar 36) :  Tekstur Homeoblastik : bila terdiri dari satu tekstur saja yaitu :

o Lepidoblastik : terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih, misalnya mineral mika (muskovit, biotit)

o Nematoblastik : terdiri dari mineral-mineral prismatik, misalnya mineral plagioklas, k-felspar, piroksen

o Granoblastik : terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan batas mineralnya sutured (tidak teratur), dengan bentuk mineral anhedral, misalnya kuarsa.

o Granuloblastik : terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan batas mineralnya unsutured (lebih teratur), dengan bentuk mineral anhedral, misalnya kuarsa.

 Tekstur Hetereoblastik : bila terdiri lebih dari satu tekstur homeoblastik, misalnya lepidoblastik dan granoblastik, atau lepidoblastik, nematobalstik dan granoblastik.

Beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya tampak pada pengamatan petrogarafi (pengamatan batuan/mineral dengan menggunakan mikroskop polarisasi) yaitu (Gambar 36) :

 Porfiroblastik : kristal yang lebih besar (porphyroblast) dikelilingi oleh mineral-mineral yang berukuran lebih kecil.

 Poikiloblastik (Sieve Texture) : tekstur porfiroblastik dengan porphyroblast tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

(52)

 Mortar Texture : fragmen mineral yang besar terdapat pada masa dasar material yang berasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

 Decussate Texture : tekstur kristaloblastik batuan polimineralik yang tidak menunjukan keteraturan orientasi.

 Sacaroidal Texture : tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Gambar 35. Beberapa tekstur batuan metamorfik, A. Granoblastic dengan tekstur mosaic, B. Granoblastic (butir tak teratur), C. Schistose dengan porfiroblast euhedral, D. Schistose dengan

granoblastik lentikuler, E. Metasandstone dengan Semischistose, F. Semischistose dalam batuan blastoporphyritic metabasalt, G. Mylonite granite ke arah bawah menjadi Protomylonite, H. Orthomylonite ke arah bawah menjadi Ultramylonite, I. Granoblastic di dalam blastomylonite.

Gambar

Tabel 2. Bentuk-bentuk umum tubuh batuan beku pada kerak bumi
Gambar 5. Beberapa contoh tekstur pada batuan fanerik :   a. hipidiomorfik granular, b
Gambar 7. Diagram Klasifikasi Batuan Beku Fanerik (IUGS, 1973)
DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alat kesehatan tertentu cenderung mudah ditumbuhi biofilm tergantung tujuan atau penggunaannya dan berhubungan dengan terjadinya infeksi; alat kesehatan tersebut

Pektin jenis HMP akan membentuk gel pada pH rendah dan gel yang terbentuk mudah larut dalam air, sehingga pektin jenis ini tidak dapat berperan sebagai adsorben

Pada Bank Muamalat, prinsip syariah yang dianut atau diterapkan sebagai suatu budaya dalam organisasi ini akan lebih mudah terbentuk dan diterapkan oleh seluruh pekerja dengan

Dalam konsiderans akta pembentukannya, ASEAN menyadari bahwa organisasi regional ini terbentuk di tengah dunia yang saling tergantung (interdependence) antara negara

Menurut Bandura (Lianto, 2019: 59) “self efficacy individu yang terbentuk cenderung tidak mudah untuk berubah dan akan menetap. Kekuatan self efficacy akan menjadi

Beton adalah sejenis batu-batuan (artificial stone) yang terbentuk dari hasil pengerasan suatu campuran yang terdiri atas : semen (sebagai bahan pengikat), pasir (agregat

disebut DNA. Sintesis adalah proses pembuatan bahan-bahan yang diperlukan oleh tubuh organisme untuk semua aktivitas sel-selnya, sedangkan respirasi seluler adalah

Karena motif intrinsik adalah sebuah motif yang tidak mudah berubah dikarenakan berada di dalam diri manusia tersebut selain itu motif intrinsik dapat lebih tahan dalam