• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA DI PUSKESMAS BROMO MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA DI PUSKESMAS BROMO MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

YUKE NADYA SITORUS NIM. 151000303

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA DI

PUSKESMAS BROMO MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUKE NADYA SITORUS NIM. 151000303

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)
(4)

ii Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 02 Agustus 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Rusmalawaty, M.Kes.

Anggota : 1. Sri Novita Lubis, S.K.M, M.Kes.

2. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M, M.P.H.

(5)
(6)

iv Abstrak

Indonesia berada pada peringkat kedua angka kejadian kanker serviks tertinggi untuk seluruh Asia yaitu sebesar 23,4%. Saat ini pemerintah Indonesia sedang memfokuskan metode IVA untuk menekan angka penderita kanker serviks di Indonesia. Puskesmas Bromo Medan merupakan salah satu puskesmas yang telah menjalankan program IVA sejak Tahun 2014. Puskesmas Bromo memiliki cakupan IVA terendah untuk seluruh kota Medan yaitu 2,84% dari jumlah sasaran. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Bromo Medan Tahun 2019.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap 9 informan yang terdiri dari Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas, Petugas IVA, Pasien IVA dan bukan Pasien IVA. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode miles dan huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya manusia, sarana serta dana sudah dalam keadaan baik dan memadai untuk menunjang pelaksanaan program IVA di Puskesmas Bromo, namun prasarana yaitu tata letak ruangan pemeriksaan IVA dinilai kurang baik karena tidak sesuai dengan zona privasi pasien, dan dalam pelaksanaan program pihak puskesmas lebih berfokus pada metode pasif dan belum maksimal pada metode aktif, serta kegiatan konseling yang diberikan kepada pasien masih belum adekuat, sehingga menyebabkan cakupan pemeriksaan IVA yang masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Puskesmas Bromo untuk mengatur ulang tata letak ruangan pemeriksaan IVA, menjalankan program IVA dengan metode aktif dan metode pasif secara seimbang, serta memberikan konseling yang adekuat kepada pasien. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan agar melakukan pengawasan dalam bentuk peninjauan lapangan terhadap pelaksanaan program IVA di Puskesmas Bromo Medan.

Kata kunci : Deteksi dini, kanker serviks, IVA

(7)

v

number of cervical cancer. Puskesmas Bromo Medan is one of the Puskesmas that has been implementing IVA programs since 2014.The lowest coverage of IVA examination for the whole city of Medan is at the Puskesmas Bromo, which is only 2.84% of the target number. The purpose of this study was to analyze the implementation of an early cervical cancer detection program with the IVA method at the Bromo Health Center in Medan in 2019. This type of research was descriptive qualitative with in-depth interview method for 9 informants consisting of Medan City Health Office, Head of Community Health Center, IVA Officer, IVA Patient and not Patients. Analysis of the data using the mile and huberman method. The results showed that human resources, facilities and funds were in good condition and sufficient to support the program, but the infrastructure, namely the IVA examination room layout was considered poor because it was not in accordance with the patient privacy zone, and in the implementation of party programs Puskesmas focus more on the passive method than the active method, and the counseling activities provided to patients are still not optimal, resulting in a low coverage of IVA examinations. Based on the results of the study, it is expected that the Puskesmas Bromo will rearrange the layout of the IVA examination room, run an IVA program with active methods and passive methods in a balanced manner, and provide adequate counseling to patients. The Medan City Health Office is expected to conduct supervision in the form of a field review of the implementation of the IVA program in the Puskesmas Bromo Medan.

Key words : Early detection, cervical cancer, IVA

(8)

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasih karunia dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo Medan Tahun 2019”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Rusmalawaty, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji I Skripsi, terimakasih untuk saran dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

(9)

vii

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis di FKM USU

8. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di FKM USU.

9. dr. Pocut Fatimah Fitri, M.A.R.S. selaku Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Kota Medan.

10. dr. Tuti Sumarni, M.A.R.S. selaku Kepala Puskesmas Bromo Medan yang telah memberikan izin kepada penulis.

11. dr. Hasana Lisa, Rumistan Pandiangan, S.Kep., Ns. Siti Rahma, A.md.Keb.

selaku Tim Program IVA di Puskesmas Bromo Medan yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

12. Orang tua penulis Denison Maju Sitorus (Bapak) dan Maricce Rosty Antis Naibaho (+) (Ibu) serta saudari Merry Christine Sitorus, S.Psi, Lucky Friskila Sitorus dan Saudara Nathan Marvin Sitorus yang senantiasa memberikan doa dan dukungan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

13. Teman-teman Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU 2015 yang telah banyak mendukung dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan demi penyelesaian skripsi ini.

(10)

viii

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki dan meyempurnakannya.

Medan, Agustus 2019

Yuke Nadya Sitorus

(11)

ix

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 8

Tujuan umum 8

Tujuan khusus 8

Manfaat Penelitian 8

Manfaat teoritis 8

Manfaat praktis 8

Tinjauan Pustaka 10

Kanker Serviks 10

Pengertian 10

Etiologi 10

Perjalanan penyakit 12

Stadium 13

Gejala 14

Faktor risiko 15

Epidemiologi 15

Pengobatan 16

Pencegahan 17

Deteksi Dini Kanker Serviks 19

Inspeksi Visual Asam Asetat 20

Peralatan dan bahan 22

Jadwal inspeksi IVA 23

Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA 23

Sasaran pelaksanaan program 24

Metode pelaksanaan program 24

(12)

x

Pelaksanaan pelayanan pemeriksaan IVA 24

Alur program deteksi dini kanker serviks 26

Pengawasan 26

Pencatatan dan pelaporan 27

Landasan Teori 28

Kerangka Berpikir 30

Metode Penelitian 31

Jenis Penelitian 31

Lokasi dan Waktu 31

Informan Penelitian 32

Definisi Konsep 32

Masukan (input) 32

Proses (process) 34

Keluaran (ouput) 34

Metode Pengumpulan Data 35

Wawancara mendalam 35

Observasi 35

Studi dokumentasi 36

Metode Analisis Data 36

Hasil Penelitian dan Pembahasan 37

Gambaran Umum Puskesmas Bromo 37

Sejarah 37

Lokasi 37

Data geografis dan demografis 37

Sumber daya kesehatan 38

Fasilitas gedung 39

Karakteristik Informan 39

Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini

Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 40 Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini

Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 43 Sumber Dana dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker

Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 48 Metode dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks

dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 50

Pelaksanaan Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA

di Puskesmas Bromo 53

Pengawasan dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini

Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 56 Pencatatan dan Pelaporan dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 58 Hambatan dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini

Kanker Serviks dengan Metode IVA di Puskesmas Bromo 60 Keterbatasan Penelitian 61

(13)

xi

Lampiran 68

(14)

xii Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Perbandingan IVA dengan Metode Penapis Lainnya 22

2 Sarana dan Prasarana Program IVA 33

3 Jumlah Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Bromo 38

4 Jumlah Fasilitas di dalam Gedung Puskesmas Bromo 39

5 Karakteristik Informan Penelitian 40

(15)

xiii

1 Alur program deteksi dini kanker serviks 26 2 Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan 29

3 Kerangka berpikir 30

(16)

xiv

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara Mendalam 68

2 Matriks Pernyataan Informan 77

4 Surat Permohonan Izin Penelitian 84

5 Surat Izin Penelitian 85

6 Surat Pelaksanaan dan Selesai Penelitian 86

7 Dokumentasi Penelitian 87

(17)

xv

Medan pada tanggal 03 Juli 1996. Penulis beragama Kristen, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Denison Maju Sitorus dan Ibu Maricce Rosty Antis Naibaho (+).

Pendidikan formal di mulai di TK Santa Lucia Medan Tahun 2001.

Pendidikan dasar di SD Swasta Budi Murni 6 Medan Tahun 2002-2008. Sekolah menengah pertama di SMP Swasta Budi Murni 1 Medan Tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMA Swasta Methodist 2 Medan Tahun 2011-2014.

Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Agustus 2019

Yuke Nadya Sitorus

(18)

1 Pendahuluan

Latar Belakang

Kesehatan reproduksi baik pada laki-laki maupun perempuan, merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Banyak penyakit yang bisa terjadi pada sistem reproduksi, khususnya pada wanita. Salah satu masalah yang paling sering terjadi pada sistem reproduksi wanita adalah kanker leher rahim atau yang sering disebut sebagai kanker serviks. Penyakit ini merupakan penyakit nomor dua pembunuh wanita setelah kanker payudara dan sampai saat ini kanker jenis ini masih menjadi perhatian bagi dunia.

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim, yaitu organ yang menghubungkan rahim dengan vagina. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Vyrus (HPV). Kanker Serviks berkembang secara bertahap, tetapi bersifat progresif. Kanker serviks pada umumnya menyerang wanita dengan usia lebih dari 15 tahun dan sudah melakukan hubungan seksual (Pudiastuti, 2010).

HPV Information Centre (2019) melaporkan bahwa saat ini dunia memiliki populasi 2,784 juta wanita berusia 15 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks dan diperkirakan sebanyak 569.847 (13,1%) wanita akan didiagnosis kanker serviks setiap tahun dan sebanyak 311.365 (6,9%) akan meninggal akibat penyakit ini.

World Health Organization (WHO) dalam Masriadi (2016), menjelaskan bahwa kasus kanker serviks akan semakin mengalami peningkatan di seluruh dunia, dimana diperkirakan sebesar 10 juta kasus baru akan terjadi setiap

(19)

tahunnya tetapi akan diperkirakan akan meningkat menjadi 15 juta kasus pada Tahun 2020. Dan berdasarkan data HPV Information Centre (2019) menyatakan bahwa angka kejadian kanker serviks tertinggi terdapat pada benua Afrika kemudian diikuti oleh benua Asia, Eropa dan Amerika. Pada tahun 2018, Amerika Serikat memiliki wanita yang terdiagnosa kanker serviks sebanyak 13.240 orang dan sekitar 4.170 diantaranya akan meninggal. Sedangkan pada tahun 2019 diperkirakan sebanyak 13.170 kasus baru dan sebanyak 4.250 wanita akan meninggal akibat kanker serviks. Di Amerika Serikat, wanita Hispanik beresiko menderita kanker serviks yang hampir 40% lebih tinggi dibanding yang lainnya, kemudian diikuti oleh Afrika-Amerika, Asia dan Kepulauan Pasifik, dan orang kulit putih, sementara orang Indian Amerika dan penduduk asli Alaska memiliki risiko kanker serviks terendah di negara ini (American Cancer Society, 2018)

Kanker Serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ke empat penyebab kematian terkait kanker, dengan perkiraan sebesar 527.600 kasus yang terjadi dan dengan 265.700 kematian di seluruh dunia. Namun pada negara berkembang kanker serviks menempati urutan ketiga setelah setelah kanker payudara dan kanker paru. Kematian akibat kanker serviks hampir 90% terjadi di negara-negara berkembang, dan negara India dilaporkan menyumbang seperempat angka kematian dunia (Global Cancer in Women, 2017).

HPV Information Centre (2019) melaporkan bahwa saat ini Negara Indonesia sedang berada pada peringkat kedua angka terkait kejadian kanker serviks tertinggi untuk seluruh Asia yaitu sebesar 23,4% setelah Negara Mongolia (23,4%). Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks di Indonesia

(20)

3

masih tergolong tinggi. Hal ini didukung dengan keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, (keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana dan derajat pendidikan yang turut serta dalam menentukan prognosis dari penderita. Indonesia saat ini termasuk negara dengan fokus penanganan paliatif penderita kanker. Hal ini dikarenakan kemampuan Indonesia dalam pencegahan kanker masih tergolong belum baik. Dari semua pasien penderita kanker di Indonesia, lebih dari 75%

merupakan penderita stadium lanjut.

Yayasan Kanker Indonesia (2017), menyatakan bahwa hampir 15.000 kasus kanker serviks terjadi setiap tahunnya di Indonesia dan diperkirakan separuh dari penderita meninggal dunia. Hal ini membuat kanker serviks mendapat predikat sebagai penyakit pembunuh wanita nomor 1 di Indonesia.

Kanker serviks pada umumnya tidak menimbulkan gejala pada stadium awal, sehingga sulit diketahui apabila tidak dilakukan skrining atau deteksi dini. Gejala mulai muncul setelah kanker mencapai stadium lanjut, menjadikan pengobatannya cenderung lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih tinggi. Oleh sebab itu, deteksi dini sangat diperlukan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengkhususkan wanita dengan rentang usia 30-49 tahun untuk dapat melakukan pencegahan berupa upaya deteksi dini setidaknya sebanyak satu kali. Salah satu jenis program deketsi dini kanker serviks yang telah disarankan oleh Badan Kesehatan Dunia adalah dengan metode Inspeksi Visual Asam asetat (IVA). IVA merupakan salah satu bentuk program promotif preventif yang bertujuan untuk mendeteksi lesi prakanker dengan

(21)

menggunakan bahan sederhana yaitu larutan asam asetat 3-5%. Pelaksanaan IVA yang dimulai dengan kegiatan konseling yang adekuat sesuai dengan kebutuhan pasien. Bagi pasien dengan hasil IVA positif dilakukan tindak lanjut dengan krioterapi yang bisa di dapat pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas krioterapi. Krioterapi adalah metode pengobatan kanker leher rahim dengan melakukan perusakan sel-sel pra-kanker dengan cara dibekukan.

Program deteksi dini dengan metode IVA di Indonesia sedang difokuskan oleh pemerintah dalam menekan angka penderita kanker serviks. Hal ini dibuktikan dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Deteksi Dini Kanker yang dirilis pada 21 April 2015 silam. Gerakan ini digagas oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja. Gerakan ini dilaksanakan secara serentak di sejumlah puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, antara lain meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.

Keseriusan pemerintah Indonesia dalam menekan angka penderita kanker serviks dengan pemeriksaan IVA didukung dengan adanya Permenkes RI Nomor 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim yang telah menetapkan bahwa sebagai bentuk upaya deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2016), sejak Tahun 2007 hingga 2016 sudah dilakukan pemeriksaan IVA sebesar 5,15% pada perempuan di

(22)

5

Indonesia dengan sasaran wanita usia 30-50 tahun. Cakupan pemeriksaan IVA tertinggi terdapat di Bali (19,57%), diikuti oleh DKI Jakarta (12,09%), dan Nusa Tenggara Barat (11,42%). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2017), Cakupan pemeriksaan IVA di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong rendah yaitu berada pada urutan lima terendah yaitu sebesar 164.318 (1,28%) untuk seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2017), pemeriksaan IVA telah dilaksanakan pada 33 kabupaten/kota dengan jumlah sasaran tertinggi berada pada Kota Medan yaitu sebanyak 370.876 orang dengan cakupan pemeriksaan 1,05%. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan (2016), cakupan pemeriksaan IVA terendah di Kota Medan berada di Puskesmas Bromo Medan yaitu sebesar 2,84% dari jumlah sasaran.

Puskesmas Bromo merupakan salah satu puskesmas yang melakukan pelayanan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sejak Tahun 2014.

Pada Tahun 2017 Puskesmas Bromo dijadikan sebagai pusat alat krioterapi di Kota Medan. Sebagai pusat alat krioterapi, Puskesmas Bromo menerima rujukan dari puskesmas lain yang membutuhkan tindakan krioterapi.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan penulis pada 14 Januari 2019 di Puskesmas Bromo Medan, Program deteksi dini dengan metode IVA di puskesmas ini dilaksanakan setiap hari kamis pada minggu kedua dan minggu keempat setiap bulannya.Pelaksanaannya diawali dengan kegiatan konseling seputar kanker serviks, prosedur pelaksanaan IVA, dan konseling mengenai keluhan-keluhan dasar yang dialami pasien. Setelah kegiatan konseling selesai maka akan dilanjutkan dengan tes IVA yang dilakukan di ruangan KIA.

(23)

Pasien dengan hasil IVA negatif akan disarankan untuk kembali melakukan tes IVA 5 tahun kemudian, sedangkan pasien dengan hasil IVA positif akan ditangani lebih lanjut dengan tindakan krioterapi sesuai persetujuan pasien. Sebelum melanjutkan dengan tindakan krioterapi, terlebih dahulu dilakukan kegiatan konseling kembali mengenai prosedur krioterapi, efek samping, manfaat dan juga angka keberhasilan krioterapi. Krioterapi disarankan untuk dilakukan dihari yang sama untuk menghindari ketidakhadiran pada kunjungan ulang pada hari berikutnya.

Tim Program IVA di Puskesmas Bromo terdiri dari 3 orang yaitu dokter, bidan, dan perawat. Sampai saat ini yang sudah menerima pelatihan khusus untuk pelaksanaan IVA hanyalah dokter dan bidan, sedangkan perawat belum pernah mengikuti pelatihan secara khusus. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan program IVA sudah memadai. Dalam pelaksanaan program IVA di Puskesmas Bromo, pihak puskesmas menggunakan dana yang berasal dari BOK yang dimiliki oleh puskesmas.

Pelaksanaan program IVA di Puskesmas Bromo berada di bawah pengawasan Dinas Kesehatan Kota Medan. Pengawasan dilakukan berdasarkan laporan program yang dibuat dalam bentuk laporan tertulis yang akan diserahkan ke Dinas Kesehatan Kota Medan setiap bulannya oleh pemegang program IVA di Puskesmas Bromo Medan.

Berdasarkan data pemegang program IVA di Puskesmas Bromo, cakupan pemeriksaan IVA di puskesmas ini masih rendah yaitu 2,7% Tahun 2016, 2,5%

Tahun 2017, dan 3,8% di Tahun 2018. Pihak puskesmas sudah melakukan upaya

(24)

7

untuk meningkatkan cakupan IVA dengan melaksanakan sosialisasi baik di dalam maupun diluar puskesmas seperti pada Hari Guru dan Hari Kesehatan Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sekaligus mengajak masyarakat untuk memeriksakan dirinya, namun hanya sedikit wanita yang datang untuk melakukan tes IVA.

Penelitian Putri (2015) menunjukkan bahwa pelaksanaan deteksi dini dengan metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa masih rendah karena petugas kesehatan yang belum terlatih sepenuhnya dalam menjalankan program IVA sesuai dengan prosedur yang ada. Riyadini (2016) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa yang menyebabkan cakupan deteksi dini dengan metode IVA belum maksimal adalah tidak adanya dana yang di alokasikan khusus oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mendukung pelaksanaan program IVA di Puskesmas Kota Semarang, serta puskesmas yang lebih berfokus pada sosialisasi pasif daripada sosialisasi aktif.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Bromo Medan yang mana telah menyediakan pelayanan IVA sejak Tahun 2014 dan sudah dijadikan pusat alat penapisan kanker yaitu Krioterapi sejak Tahun 2017.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Bromo Medan Tahun 2019.

(25)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Bromo Medan tahun 2019.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana input (tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dana) dalam pelaksanan program IVA

2. Untuk mengetahui bagaimana proses (pelaksanaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan) pada pelaksanaan program IVA

3. Untuk mengetahui bagaimana output (cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA)

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Untuk menambah wawasan mengenai pelaksanaan program deteksi dini pada kanker serviks dengan menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang selanjutnya.

Manfaat praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah : 1. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat sehingga dapat meningkatkan mutu dan pelayanan yang akan diberikan puskesmas kepada masyarakat.

2. Bagi Peneliti

(26)

9

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman bagi peneliti mengenai pelaksanaan program IVA

3. Bagi Penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan penelitian yang sudah ada dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya

(27)
(28)

10

Tinjauan Pustaka

Kanker Serviks

Pengertian. Kanker Serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim yaitu bagian terendah dari rahim yang melekat pada puncak vagina yang disebabkan oleh adanya virus Human Papilloma Virus (HPV). Sebesar 90% kanker serviks berasal dari dari sel skuamosa (pada jaringan epitel) yang melapisi serviks sedangkan 10% lagi berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (Pudiastuti, 2010). Kanker leher rahim adalah adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini pada umumnya terjadi pada wanita telah berumur, tetapi bukti statistik juga menunjukkan bahwa kanker ini juga dapat menyerang wanita dengan umur 20-30 tahun (Diananda, 2009). Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tersebut pada umumnya menjangkit perempuan dengan usia reproduksi.

Kanker serviks yang sering dikenal dengan kanker leher rahim merupakan kanker pada bagian sistem reproduksi wanita. Serviks adalah bagian sempit yang ada di sebelah bawah rahim (uterus). Serviks merupakan sebuah saluran dimana serviks menghubungkan rahim yaitu uterus dengan liang senggama yaitu vagina (Delia, 2010).

Etiologi. Human Papilloma Virus (HPV) merupakan 99,7% etiologi kanker serviks di seluruh dunia. Virus ini mempunyai diameter 55µm. Human Papilloma Virus (HPV) bersifat spesifik dan hanya akan tumbuh pada sel manusia

(29)

terutama pada sel-sel lapisan permukaan atau epitel mulut rahim. Ada tiga golongan tipe HPV yang erat hubungannya dengan kanker serviks, yaitu: HPV resiko rendah (tipe 6, 11, dan 46) yang jarang ditemukan karsinoma invasif, HPV resiko sedang (tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58), dan yang terakhir HPV resiko tinggi (tipe 16, 18, 31). Ketiga golongan virus HPV ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya HPV resiko sedang dan HPV resiko tinggi yang dapat menyebabkan kanker serviks (Norma, 2013).

Kasus kanker serviks sebesar 50% berhubungan dengan Human Papilloma Virus tipe 16. Penyebaran virus ini terjadi melalui hubungan seksual terutama pada seksual aktif.Virus HPV menyerang selaput didalam mulut dan kerongkongan servik serta anus. Apabila tidak terdeteksi dengan segera, infeksi virus HPV akan menyebabkan terbentuknya sel-sel prakanker servik dalam jangka panjang (Rasjidi, 2008).

Human Papilloma Virus memegang peranan penting dalam hal terjadinya kanker serviks. Seseorang yang mengidap HPV seumur hidup virus itu akan berada pada tubuhnya. Sampai saat ini belum ada tek nologi kedokteran yang dapat membunuh virus tersebut sampai tuntas pada tubuh seseorang. Pencegahan terhadap masuknya virus HPV ini adalah cara yang terpenting untuk mencegah terjadinya kanker serviks (Masriadi, 2016).

Berdasarkan pernyataan dr. Tobing mengatakan bahwa etiologi pasti kanker leher rahim belum diketahui pasti, namun selain infeksi dari virus HPV, virus lain yang dapat menyebabkan kanker serviks adalah Herpes Simplex Virus tipe 2. Demikian juga dengan dengan cairan sperma yang mengandung

(30)

12

komplemen histone yang dapat bereaksi dengan DNA sel leher rahim. Sperma yang bersifat alkalis dapat menimbulkan hiperplasia dan neoplasia sel leher rahim.

(Diandana, 2009)

Perjalanan penyakit. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) pada umumnya terjadi pada perempuan dengan usia reproduksi. Infeksi ini dapat menetap dan berkembang menjadi displasia atau menjadi sembuh sempurna.Virus ini ditemukan pada 95% kasus kanker leher rahim.

Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah tranformasi.

Sel yang mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan epitel disebut displasia (Neoplasia Intraepitel Serviks /NIS). Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, dispalsia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif.

Lesi displasia sering juga dikenal dengan sebutan “lesi prakanker”.

Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebalnya epitel yang mengalami kelainan dan juga beratnya kelainan pada sel tersebut. Sedangkan karsinoma in- situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif, tetapi membran basilnya masih dalam keadaan utuh. Pada lesi prakanker ringan dapat mengalami regresi spontan dan dapat menjadi normal kembali, sebaliknya lesi sedang dan berat berpotensi berubah menjadi kanker invasif (Kementrian Kesehatan, 2013)

(31)

Kecepatan pertumbuhan penyakit kanker tidak sama antara 1 kasus dengan kasus lainnya. Semakin dini penyakit tersebut dapat dideteksi dan segera dilakukan tindakaan terapi yang adekuat maka akan memberikan hasil yang lebih baik. Walaupun sudah terjadi invasi sel tumor, kanker ini masih mungkin tidak menimbulkan gejala apapun juga pada si penderita.

Stadium kanker serviks. Pada umumnya stadium pada kanker serviks yang digunakan adalah stadium klinik yang dikeluarkan oleh FIGO ( International Federation of Gynaecology and Obstetrics), dimana angka romawi 0 sampai IV yang menggambarkan stadium kanker.

1. Stadium I

Kanker telah tumbuh ke lapisan dalam serviks, namun belum menyebar sampai ke luar area serviks.Pada stadium ini dokter belum mampu melihat kanker tanpa bantuan mikroskop.

a. Stadium IA1 dengan kedalaman <3 mm dan luas <7 mm.

b. Stadium IA2 dengan kedalaman 3-5 mm dan luas <7 mm.

c. Stadium IB1 dengan luas <4 cm.

d. Stadium IB2 dengan luas >4 cm.

2. Stadium II

Kanker sudah mulai membesar dan sudah mampu dilihat tanpa bantuan mikroskop. Kanker telah menyebar keluar mulut rahim, namun belum sampai ke dinding panggul (pelvis) dan hanya mencapai bagian rongga atas rongga vagina.

a. Stadium IIA kanker telah mencapai daerah permukaan dinding rongga

(32)

14

vagina meskipun belum masuk ke jaringan yang lebih dalam.

b. Stadium IIB kanker telah menyebar ke daerah dinding vagina dan serviks tetapi belum menvapai dinding panggul (pelvis).

3. Stadium III

Kanker telah menyebar ke bagian jaringan lunak vagina dan serviks sepanjang dinding panggul. Hal ini memungkinkan terjadinya gangguan saluran kemih karena terjepit oleh desakan tumor ganas.

4. Stadium IV

Stadium ini merupakan stadium lanjut dengan tingkat keparahan.

a. Stadium IVA dimana kanker telah menyebar ke organ terdekat seperti kandung kemih, rektum ataupun usus besar.

b. Stadium IVB kanker telah menyebar sampai ke organ jauh seperti paru dan hati (Masriadi, 2016).

Gejala kanker serviks. Gejala pada umumya akan muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan yang ada sekitarnya. Pada saat ini maka akan timbul gejala seperti :

a. Pendarahan yang abnormal seperti setelah melakukan hubungan seksual ataupun diluar hubungan seksual, dan setelah monopouse

b. Menstruasi abnormal (lebih banyak dan lebih lama)

c. Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta adanya bau busuk.

Pada stadium lanjut akan muncul gejala seperti : a. Nyeri panggul, punggung atau tungkai

(33)

b. Keluar air kemih atau tinja dari vagina

c. Berat badan mengalami penurunan dan nafsu makan akan berkurang d. Patah tulang (fraktur) (Pudiastuti, 2010)

Faktor risiko kanker serviks. Menurut Kementrian Kesehatan (2013), ada bebrapa faktor yang meningkatkan risiko perempuan terpapar virus HPV yang mana merupakan etiologi dari kanker serviks, yaitu :

a. Melakukan aktivitas seksual pada usia muda yaitu kurang dari 20 tahun b. Bergonti-ganti pasangan seksual

c. Berhubungan seksual dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.

d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.

e. Perempuan yang melahirkan banyak naka.

f. Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali lenih besar untuk menderita kanker serviks dibanding dengan yang tidak merokok.

g. Perempuan yang menjadi perokok pasif akan meningkat risikonya 1,4 (satu koma empat) kali dibanding perempuan yang hidup dengan udara bebas.

Epidemiologi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwa kasus kanker serviks akan semakin mengalami peningkatan, dimana diperkirakan sebanyak 10 juta kasus baru per tahun dan akan meningkat menjadi 15 juta kasus pada tahun 2020. Di Indonesia diperkirakan sebanyak 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi di setiap tahunnya, dengan perkiraan angka kematian sebesar 7.500 setiap tahunnya. Selain itu, diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker serviks setiap harinya dan juga sebanyak 20 0rang akan meninggal dunia akibatnya.

(34)

16

Berdasarkan hasil penelitian Dhani Arief Prandana di RSUP. H. Adam Malik pada tahun 2011 silam, didapati sebanyak 367 orang penderita kanker serviks dengan golongan umur terbanyak adalah 40-55 tahun (58,3%).

Kebanyakan penderita kanker serviks dengan status pendidikan SMP-SMA (57,2%). Paritas yang paling banyak adalah 56,1% (Masriadi, 2016).

Pengobatan kanker serviks. Menurut Bertiani (2009), jenis-jenis pengobatan yang dapat dilakukan pada kanker serviks antara lain :

Terapi radiasi. Terapi radiasi sering dikenal dengan radioterapi. Tujuan

radioterapi yaitu untuk kuratif dan paliatif. Radioterapi untuk kuratif digunakan untuk kemungkinan pertahanan seorang penderita kanker setelah pengobatan.

Biasanya radioterapi diberikan pada penderita kanker serviks pada stadium I, II, III. Radioterapi paliatif adalah bentuk pengobatan dimana tidak ada lagi harapan hidup penderita untuk jangka waktu yang panjang, sehingga cara pengobatannya adalah dengan menghilangkan gejala dan keluhan yang dirasakan oleh penderita, biasanya terapi ini dilakukan pada penderita stadium lanjut, yaitu stadium IV.

Biopsi. Tindakan pengobatan ini dilakukan dengan operasi. Biopsi.

dilakukan apabila pada pemeriksaan panggul tampak suatu luka pada leher rahim (serviks), atau pada tes pap smear menunjukkan adanya suatu abnormalitas.

Konisasi. Konisasi adalah sebuah cara mengangkat jaringan yang

mengandung selaput lendir leher rahim dan epitel gepeng serta kelenjarnya.

Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada leher rahim tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas. Tindakan pengobatan ini dapat dilakukan dengan pisau atau alat khusus, sehingga konisasi ini merupakan bentuk tes

(35)

kolposkopi atau tes schiller. Setelah pengobatan ini, maka akan dilanjutkan dengan kuretase sisa kanalis.

Histerektomi. Histerektomi merupakan sebuah operasi pengangkatan

kandungan seorang wanita. Operasi ini merupakan suatu pilihan yang berat bagi seorang wanita, sebab tindakan ini akan menyebabkan kemandulan. Histerektomi memiliki 3 tipe, yaitu histerektomi total, sub total, dan radikal. Histerektomi total merupakan tindakan pengangkatan semua orang secara total (uterus diangkat bersama mulut rahim). Histerektomi subtotal hanya mengangkat bagian atas uterus, sedangkan mulut rahim tetap pada tempatnya. Histerektomi radikal dilakukan dengan pengangkatan uterus, mulut rahim, bagian atas vagina, dan jaringan penyangga yang ada di sekitarnya.

Kemoterapi. Kemoterapi adalah sebuah pengobatan yang bersifat paliatif.

Kemungkinan sel-sel yang aktif membelah dapat diperkecil dengan obat-obat sitostatika. Obat-obatan sitostatistika bekerja pada salah satu atau bebrapa fase dari siklus sel, sehingga diperlukan pengobatan yang berulang-ulang.

Terapi biologis. Terapi biologis adalah pengobatan dengan menggunakan

zat-zat untuk memperbaiki kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Pengobatan ini dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke tubuh yang lain. Pengobatan ini sering menggunakan interferon dan bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Pencegahan kanker serviks. Menurut Kementerian Kesehatan (2013), bahwa pencegahan kanker serviks memiliki tiga tingkatan pencegahan yaitu :

Pencegahan primer. Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengeliminasi dan meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk

(36)

18

mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari penyebab kanker. Selain faktor resiko, ada pula faktor pelindung yang akan mengurangi kemungkinan seseorang terserang kanker serviks. Pencegahan ini memberikan peluang besar dan sangat efektif dalam pengendalian kanker tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama, seperti memberikan edukasi tentang perilaku gaya hidup sehat yang diberikan kepada masyarakat.

Pencegahan sekunder. Ada 2 komponen deteksi dini pada kanker yaitu

penapisan (screening) dan edukasi tentang penemuan dini (early diagnosis).

a. Penapisan (screening) merupakan upaya pemeriksaan yang sederhana dan mudah untuk dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat, yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit dan masyarakat yang beresiko terkena penyakit. Upaya penapisan dikatakan adekuat apabila pemeriksaan dapat mencakup seluruh atau hampir seluruh populasi sasaran.

b. Penemuan dini (early diagnosis) merupakan upaya pemeriksaan pada masyarakat yang telah merasakan adanya gejala penyakit, oleh sebab itu edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda awal kemungkian kanker sangatlah dibutuhkan. Program ataupun deteksi dini yang dilakukan di masyarakat hanya akan berhasil apabila kegiatannya dihubungkan dengan pengobatan yang adekuat, terjangka, aman serta mencakup 80% populasi perempuan yang berisiko.

Pencegahan tersier. Pencegahan tersier merupakan suatu upaya yang dilakukan kepada penderita yang positif kanker serviks. Tindakannya berupa :

(37)

a. Diagnosis dan terapi

Diganosis kanker serviks membutuhkan kombinasi antara kajian klinis dan investigasi diagnostik. Pada saat diagnosis ditegakkan maka akan langsung dapat ditentukan stadiumnya agar dapat mengevaluasi besaran penyakit dan melakukan terapi yang sesuai. Tujuan dari pengobatan adalah memyembuhkan, memperpanjang harapan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup. Prioritas pengobatan harus difokuskan pada kanker dengan stadium yang lebih awal yang mana lebih berpotesial untuk mengalami kesembuhan.

b. Pelayanan Paliatif

Penderita kanker serviks di Indonesia hampir seluruhnya terdiagnosis stadium lanjut dan pengobatan harus terpadu termasuk pendekatan psikososial, rehabilitasi dan terkoordinasi dengan pelayanan paliatif untuk memastikan adanya peningkatan kualitas hidup penderita kanker serviks.

Untuk pasien dengan kasus seperti ini maka pengobatan yang dianjurkan adalah pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yaitu dengan pelayanan paliatif.

Deteksi Dini Kanker Serviks

Deteksi dini pada penyakit kanker serviks dapat dilakukan dengan kegiatan skrining. Skrining merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk mengidentifikasi suatu penyakit ataupun kelaianan yang tidak dikenal, melalui tes yang dapat dilakukan secara tepat pada lingkup yang luas. Orang yang sehat dan orang yang sakit dapat dibedakan secara jelas dengan melakukan kegiatan

(38)

20

skrining ini. Kegiatan skrining bukan dibatasi pada diagnosis saja, namun juga diikuti dengan tindak lanjut dan juga perawatan (Rasjidi, 2010)

Penyakit kanker serviks sampai saat ini memang masih belum dapat di eliminasi secara sempurna, namun angka kejadian kanker serviks dapat ditekan dengan melakukan kegiatan deteksi dini (skrining) pada setiap wanita khususnya wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Kegiatan deteksi dini ini dapat dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan Pap-smear dan kolposkopi.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini telah diperkenalkan suatu metode deteksi dini (skrining) untuk penyakit kanker serviks yang dianggap lebih sederhana dan murah yaitu dengan cara metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Metode deteksi dini ini diharapkan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok masyarakat miskin (Bustan, 2007).

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) merupakan suatu cara yang sederhana untuk mendeteksi penyakit kanker serviks sedini mungkin. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung leher rahim yaitu dengan menggunakan mata telanjang setelah melakukan kegiatan pemulasan leher rahim dengan menggunakan larutan asam asetat 3-5%. Setelah serviks diulas dengan menggunakan larutan asam asetat 3- 5%, maka akan terjadi perubahan warna pada serviks yang langsung dapat diamati saat itu juga dan dapat ditentukan sebagai normal ataupun abnormal. Daerah yang abnormal akan berubah warna dengan batas yang tegas menjadi warna putih (acetowhite) yang mengindikasi bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi

(39)

prakanker, sebaliknya dikatakan keadaan normal apabila tidak ditemukan adanya perubahan warna apapun. Kegiatan deteksi dini ini membutuhkan satu hingga dua menit lamanya untuk dapat melihat ada tidaknya perubahan warna pada jaringan epitel.

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan deteksi dini/ skrining terhadap penyakit kanker serviks yang sangat dianjurkan untukdilakukan pada fasilitas dengan sumber daya sederhana dibanding dengan jenis penapis lainnya karena :

a. Aman, tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pelaksanaannya, dan mudah untuk dilakukan

b. Tingkat akurasinya sama dengan tingat akurasi pada metode penapis lainnya

c. Dapat dipelajari dengan mudah serta dapat dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan pada semua fasilitas pelayanan kesehatan d. Memberikan hasil dengan sesegera mungkin sehingga dapat diambil

keputusan mengenai penetalaksanaannya (pengobatan atau rujukan) pada saat itu juga.

e. Suplai sebagian besar peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan metode deteksi ini sangat mudah untuk didapatkan dan tersedia.

f. Pengobatan langsung dengan tindakan krioterapi berkaitan dengan penapisan yang tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai macam lesi prakanker.

(40)

22

Tabel 1

Perbandingan IVA dengan Metode Penapisan Lain

Jenis metode Aman Praktis Terjangkau Efektif Mudah tersedia

IVA Ya Ya Ya Ya Ya

Pap Smear Ya Tidak Tidak Ya Tidak

HPV/DNA Test

Ya Tidak Tidak Ya Tidak

Cervicography Ya Tidak Tidak Ya Tidak

Peralatan dan bahan IVA. Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah peralatan yang biasa tersedia di klinik atau poli KIA yakni :

1. Meja periksa gynekologi dan kursi. Meja ini dapat digunakan untuk memudahkan petugas memasang spekulum untuk melihat leher rahim secara keseluruhan.

2. Sumber cahaya yang memadai untuk menyinari vagina dan leher rahim seperti lampu pijar 60-watt ataupun menggunakan senter.

3. Spekulum graves bivalve (cocor bebek) yaitu alat yang digunakan untuk membantu petugas membersihkan leher rahim, mengatur sumber cahaya, dan memanipulasi leher rahim dan speculum agar dapat melihat leher rahim secara keseluruhan.

4. Nampan atau wadah alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan alat dan bahan yang akan dipakai.

5. Sarana pencegahan infeksi berupa ember plastik sebnayak tiga buah yang berisi larutan klorin sebagai tempat merendam alat dan sarung tangan, larutan sabun untuk melap meja ginekologi, lampu dan lain-

(41)

lain serta air bersih untuk membilas alat yang telah dilap dengan air sabun.

Pemeriksaan Inspeksi Visual degan Asam Asetat (IVA) membutuhkan bahan yang ketersediannya sangat mudah untuk didapatkan seperti kondom, kapas lidi, sarung tangan sekali pakai, spatula kayu yang masih baru, larutan asam asetat 3-5% (Kementrian Kesehatan, 2013)

Jadwal Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Program skrining oleh WHO dengan menggunakan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dijadwalkan sebagai berikut:

a. Skrining pada setiap wanita yang berpotensi minimal satu kali yaitu pada usia 35-40 tahun

b. Apabila fasilitas memungkinan maka lakukan setiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun.

c. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan setiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun d. Idealnya pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun sekali pada wanita dengan

usia 25-60 tahun

e. Skrining yang dilakukan dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.

f. Di Indonesia sendiri, anjuran untuk melakukan IVA bila: hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun (Norma, 2013) Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA

Pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks berpedoman pada Kemenkes Republik Indonesia Nomor 796/MENKES/SK/VII/2010 tentang

(42)

24

pedoman teknis pengendalian kanker payudara dan kanker serviks. Pedoman tersebut berisi tentang :

Sasaran pelaksanaan program. Kelompok sasaran deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA adalah semua perempuan dengan usia 30-50 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, dengan syarat tidak sedang dalam masa menstruasi, hamil dan juga dalam 24 jam sebelum pemeriksaan tidak melakukan hubungan seksual.

Metode pelaksanaan program. Bentuk pelaksanaan program menggunakan dua metode yaitu aktif dan pasif. Metode aktif dilaksanakan pada acara tertentu dengan berkoordinasi dan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program seperti peringatan hari besar, percepatan deteksi dini dan tempat pelaksanaan tidak hanya di fasilitas kesehatan namun juga bisa dilaksanakan di tempat umum yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan dibawah koordinasi dengan puskesmas setempat. Sedangkan metode pasif dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga terlatih. Pada metode ini tenaga kesehatan menunggu pasien datang melakukan pemeriksaan.

Pelaksanaan pelayanan pemeriksaan IVA. Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang diantaranya adalah bidan, dokter umum, dokter spesialis Obgyn yang sudah terlatih untuk melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA). Pelatihan yang diberikan bagi petugas adalah pelatihan yang berbasis kompetensi secara komprehensif meliputi konsep tentang kanker serviks, cara konseling dan juga edukasi kepada masyarakat melalui penyuluhan teknik IVA dan krioterapi serta kegiatan pencatatan dan pelaporan.

(43)

Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan dapat juga dilakukan pada boratorium.

Namun dalam rangka mendekatkan pelayanan deteksi IVA ini kepada masyarakat, maka pelaksanaan penyuluhan dan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) ini ditetapkan untuk dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terlatih yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas. Masyarakat setempat hanya perlu menunjukkan kartu tanda pengenal diri untuk dapat memperoleh pelayanan IVA di puskesmas wilayahnya.

Pelaksanaan pelayanan IVA selalu dimulai dengan kegiatan konseling.

Berdasarkan Buku Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, dikatakan bahwa tujuan dari kegiatan koseling ini adalah untuk menghilangkan kesalahpaham yang ada pada masyarakat mengenai penyakit kanker serviks (leher rahim), menjelaskan mengenai metode pemeriksaan IVA, tentang faktor resiko dan pencegahan kanker serviks, serta menjelaskan mengenai penanganan terhadap kanker serviks. Apabila pasien setuju untuk dilaksanakannya pemeriksaan, maka petugas kesehatan juga harus menjelaskan dengan baik bagaimana prosedur pelaksanaannya dan apa saja syarat untuk melaksanakan pemeriksaan IVA. Setelah pasien paham dan setuju akan tindakan prosedur tersebut, dan apabila tidak ada kendala lain maka prosedur IVA boleh segera dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih dengan menggunakan alat dan bahan yang sesuai. Pelaksanaan prosedur IVA ini harus dilaksanakan pada ruangan tertutup guna menjaga privasi pasien tetap terjaga.

(44)

26

Alur program deteksi dini kanker serviks. Alur prlaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Alur program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA Sumber :PERMENKES RI No. 34 Tahun 2015

Pengawasan. Berdasarkan Buku Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, pengawasan terhadap pelaksanaan program deteksi dini dengan metode IVA dilakukan secara berjenjang baik melalui

(45)

pertemuan bulanan yang diadakan oleh puskesmas atau peninjauan lapangan oleh Kepala Puskesmas dan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi secara berjenjang. Pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan program, kualitas pelayanan dan kendala yang ditemui dalam menjalankan program. Pengawasan pelayanan secara teknis medis juga dilakukan secara berjenjang oleh dokter puskesmas yang terlatih, dokter spesialis Obstetry dan ginekologi, juga dokter spesialis bedah Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Hasil temuan kegiatan pengawasan ini akan ditindak lanjuti dengan melakukan koreksi secepatnya terhadap kegiatan yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur, baik kegiatan yang berada dalam indikator input, indikator proses, maupun indkator output.

Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dalam program deteksi dini kanker serviks merupakan bagian dari sistem pencatatan dan pelaporan dari Penyakit Tidak Menular (PTM). Pencatatan dan pelaporan ini sebenarnya dilakukan secara elektronik dengan menggunakan sistem informasi survailans PTM yang dapat diakses melalui www.pptm.depkes.go.id. Tahapan pencatatan dan pelaporannya sebagai berikut:

a. Hasil pemeriksaan deteksi dini kanker servik dengan metode IVA dicatat oleh petugas puskesm pada formulir catatan medis dokter deteksi dini kanker serviks.

b. Catatan medik direkap dalam formulir register deteksi dini kanker servik di puskesmas.

(46)

28

c. Selanjutnya data dari buku register diinput ke dalam sistem informasi surveilans PTM

d. Untuk daerah dengan keterbatasan fasilitas dan jaringan internet, Puskesmas dapat merekap data menggunakan formulir rekapitulasi deteksi dini kanker servik di Puskesmas

Landasan Teori

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan seseorang/

masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : 1. Lingkungan

Lingkungan meliputi lingkungan fisik dan sosiokultur 2. Perilaku

Gaya hidup individu sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat 3. Genetik

Hal ini sangat berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik atau yang dikenal dengan istilah keturunan. Faktor hereditas sulit di intervensi karena merupakan bawaan dari lahir dan memiliki biaya yang mahal jika dapat di intervensi.

4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan juga rehabilitatif. Derajat kesehatan akan semakin membaik jika semakin mudah akses pada pelayanan kesehatan untuk dijangkau (Blum, 1986)

(47)

Gambar 2.Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan

Landasan teori menurut HL. Blum (1986), dari faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia, tidak semuanya akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan situasi dilapangan bahwa faktor yang akan diteliti harus sesuai dengan kepustakaan yang ada pada peneliti. Faktor yang diambil adalah faktor pelayanan kesehatan.

Program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengingkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Derajat Kesehatan Masyarakat Pelayanan

Kesehatan

Genetik

Perilaku

Lingkungan

(48)

30

Kerangka Berpikir

Gambar 3. Kerangka berpikir Input

1. Tenaga Kesehatan 2. Sarana dan

Prasarana 3. Dana 4. Metode

Proses

1. Pelaksanaan deteksi dini 2. Pengawasan 3. Pencatatan dan

pelaporan

Output

Cakupan deteksi

dini kanker serviks dengan metode IVA

(49)

31

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan rancangan deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bersifat naturalistik yaitu penelitian yang berbasis kepada data lapangan dan pada kondisi yang bersifat alamiah. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data secara mendalam. Penelitian Kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan kepada kedalaman informasi yang ditemukan, sehingga sampai kepada tingkat makna (Sugiyono, 2014).

Unit analisis yang diteliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Bromo Medan. Peneliti menggali segala hal yang menyangkut program deteksi dini dengan metode IVA dalam upaya pencegahan kanker serviks dan mengungkapkan isu penting yang berhubungan dengan program tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bromo Jl.

Rotary, Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kecamatan Medan Denai. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena rendahnya kunjungan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Puskesmas Bromo Medan yaitu 2,84% tahun 2016, 2,5% tahun 2017, dan 3,8% di tahun 2018.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Juli tahun 2019.

(50)

32

Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yang terdiri dari 9 orang yaitu Kabid P2P Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas, pemegang program IVA yaitu dokter, bidan dan perawat, serta 2 orang pasien yang pernah melakukan pemeriksaan IVA dan 2 orang pasien yang tidak pernah melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Bromo Medan.

Definisi Konsep

Masukan (Input). Input adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya suatu sistem. Untuk mencapai tujuan dalam suatu sistem maka diperlukan tenaga, dana, sarana dan prasarana, dan metode.

Serangkaian unsur tersebut disebut sebagai sumber daya.

Tenaga kesehatan. Tenaga merupakan sarana terpenting dalam suatu

manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tenaga maka aktivitas manajemen tidak dapat berlangsung. Adapun kesehatan yang diperlukan dalam pelaksanaan program IVA ialah

1. Tim Program IVA

Tenaga Kesehatan yang sudah menerima pelatihan dalam pelaksanaan IVA yaitu dokter dan bidan yang sudah terlatih.

2. Kepala Puskesmas

Kepala Puskesmas merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas Bromo Medan.

(51)

Dana. Pelaksanakan suatu program membutuhkan dana yang berupa uang.

Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam hal ini dana yang digunakan oleh Puskesmas Bromo Medan dalam pelaksanaan program IVA bersumber dari dana BOK yang berasal dari APBN.

Sarana dan prasarana. Pelaksanaan suatu kegiatan selalu membutuhkan

sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatannya agar dapat mencapai tujuan.

Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petugas dalam melaksanakan pelayanan IVA adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Sarana dan Prasarana Program IVA

Sarana dan Prasarana Ada Tidak Baik Tidak

Baik

Ruang tertutup  

Meja periksa gynekologi dan kursi  

Sumber cahaya yang memadai  

Spekulum graves bivalved  

Nampan / wadah alat  

Sarana pencegahan infeksi  

Kondom  

Kapas Lidi / forcep  

Sarung tangan sekali pakai  

Spatula kayu  

Larutan asam asetat 3-5%  

Larutan klorin 0,5%  

Metode. Melaksanakan suatu tugas agar lebih efektif maka diperlukan

berbagai cara alternatif untuk melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu metode dianggap sebagai cara manajemen untuk mencapai tujuan. Adapun metode dalam kegiatan ini adalah :

(52)

34

1. Metode aktif, yaitu melakukan penyuluhan atau pelayanan diluar puskesmas

2. Metode pasif, yaitu melakukan penyuluhan dan atau pelayanan di puskesmas.

Proses (process). Proses merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan (input) sehingga menghasilkan suatu keluaran (output) yang direncanakan dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Proses dalam progam IVA meliputi:

a. Pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA mulai dari konseling hingga prosedur pelaksanaan.

b. Pengawasan pelaksanaan program deteksi dini di puskesmas yang dilakukan oleh dinas kesehatan kota dan kepala puskesmas yang dilakukan dalam bentuk peninjauan lapangan yang dilakukan sewaktu-waktu.

c. Pencatatan dan pelaporan adalah bukti dalam pelaksanaan dan dapat digunakan sebagai alat ukur dalam pencapaian program.

Keluaran (output). Merupakan hasil dari berlangsungnya proses dalam suatu sistem. Keluaran dalam kegiatan pelayanan tes IVA di Puskesmas Bromo Medan adalah cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA yang masih rendah yaitu sebesar 2,84% dari jumlah sasaran. Jumlah ini masih jauh dari target nasional yaitu 80% dari jumlah sasaran.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan untuk menjelaskan permasalahan atau penelitian yang

(53)

dilakukan secara objektif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara adalah percakapan dengan tujuan tertentu yang dilakukan antara pewawancara dan informan dengan menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan- pertanyaan terbuka dan sebagian besar berbasis pada interaksi antara pewawancara dengan responden. Dalam penelitian ini peneliti merupakan intrumen utama dalam memperoleh data.

Observasi. Observasi merupakan suatu prosedur yang berencana yang meliputi kegiatan melihat, mendengar serta mencatat sejumlah taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti. Teknik pengambilan data dengan observasi ini digunakan apabila penelitian yang dilakukan berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, dan bila responden yang dialami tidak terlalu mencakup ruang lingkup yang besar (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini observasi dilakukan dengan melihat aktivitas pelayanan IVA dan mengamati keadaan sarana prasarana yang ada di Puskesmas Bromo Medan yang dinilai berdasarkan Buku Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim.

Studi Dokumentasi. Metode ini merupakan suatu metode pengumpulan data dengan menyelidiki dokumen-dokumen tertulis seperti buku-buku, literatur, dokumentasi, aturan terkait, profil kesehatan yang dimiliki oleh puskesmas dan data-data terkait pelaksanaan program IVA di puskesmas yang menjadi tempat penelitian.

(54)

36

Metode Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh (Sugiyono, 2016). Analisis data dalam penelitian ini dilakukan saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah pengumpulan data selesai dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai.

Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2016), menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas. Aktivitas analisis data yang dimaksud, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(55)

37

Sejarah. Puskesmas Bromo berdiri pada tahun 1996 di wilayah Desa Binjai Kecamatan Medan Denai merupakan sumbangan dari Rotary Club dan peresmiannya pada tanggal 22 Juli 1997 dan sejak tahun 2000 difungsikan sebagai Puskesmas rawat inap.

Lokasi. Puskesmas Bromo terletak di jalan Rotary No.5 Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai. Wilayah kerjanya meliputi satu kelurahan yaitu Kelurahan Tegal Sari Mandala II dan 15 lingkungan.

Data geografis dan demografis. Keadaan Geografis dan Demografis dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bromo. Berikut data geografis dan demografis dari Puskesmas Bromo Medan

Data geografis puskesmas bromo. Berdasarkarkan data geografis

Puskesmas Bromo berada pada:

1. Luas Wilayah : 89 Ha 2. Jumlah Kelurahan : 1

3. Jumlah Lingkungan : 15 Lingkungan

4. Jumlah KK : 9411 KK

5. Batas Wilayah :

Utara : Kelurahan Menteng

Selatan : Kelurahan Tegal Sari Mandala III Barat : Kelurahan Tegal Sari Mandala I

(56)

38

Timur : Percut Sei Tuan

Data demografis puskesmas bromo. Berdasarkan data demografis

Puskesmas Bromo memiliki satu jumlah kelurahan, Kelurahan Tegal Sari Mandala II dengan jumlah penduduk 20.934 jiwa dengan jumlah penduduk laki- laki 10.255 dan penduduk perempuan 10.679.

Sumber daya kesehatan. Berikut ini data sumber daya manusia (SDM) Puskesmas Bromo Medan yaitu

Tabel 3

Jumlah Sumber Daya Kesehatan Puskesmas Bromo

Petugas Jumlah (Orang)

Kepala Puskesmas 1

Ka. Sub. Bag. Tata Usaha 1

Jumlah Dokter Umum 3

Jumlah Dokter Gigi 2

Jumlah Asisten apoteker 2

Jumlah Perawat 16

Jumlah Bidan 7

Jumlah Petugas Gizi 1

Jumlah Penyuluh Kesehatan 1

Jumlah Sanitarian 1

Jumlah Perawat gigi 1

Jumlah analisis lab 2

Total 38

Sumber : Profil Puskesmas Bromo 2017

Berdasarkan Tabel 3 di atas didapatkan bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas Bromo Kecamatan Medan Denai adalah mayoritas perawat.

Tenaga Pekerja Harian Lepas

1. PHL Administrasi : 1 orang 2. PHL Jaga Malam : 1 orang 3. PHL Kebersihan : 1 orang 4. PHL Penyuluh Kes : 1 orang

(57)

Fasilitas gedung puskesmas. Fasilitas Gedung Puskesmas Bromo Medan sebagai berikut :

Tabel 4

Jumlah Fasilitas di dalam Gedung Puskesmas Bromo

Fasilitas Gedung Jumlah

Ruang Dokter 1 buah

Ruang Tata Usaha 1 buah

Ruang Poli Umum 1 buah

Ruang Poli Gigi dan Mulut 1 buah

Ruang Tunggu 2 buah

Ruang Laboratorium 1 buah

Ruang Apotik 1 buah

Ruang KIA/KB 1 buah

RuangOperasi/tindakan keperawatan 1 buah

Ruang bersalin 1 buah

Ruang rawat inap perempuan 1 buah

Ruang rawat inap laki-laki 1 buah

Ruang pertemuan/aula 1 buah

Kamar mandi 2 buah

Gudang obat 1 buah

Dapur 1 buah

Karakteristik Informan Penelitian

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 9 informan yang terdiri dari 1 informan petugas dinas kesehatan Kota Medan yaitu Kepala Seksi PTM dan Kesehatan Jiwa yang bertanggung jawab atas program IVA, 1 informan Kepala Puskesmas Bromo Medan, 1 informan dokter yang sebagai dokter petugas, 1 informan perawat yang sebagai perawat petugas IVA, 1 informan bidan yang sebagai bidan petugas IVA, 2 informan yang pernah melakukan tes IVA yaitu Herlina dan Ziva Ananda, 2 informan pasien yang tidak pernah melakukan tes IVA yaitu Meidina Hrp dan Siti Wulan Srg. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Referensi

Dokumen terkait

Kakek dengan topi cheongsam dan nenek dengan rambut yang di sanggul terlihat sangat antusias menyambut perayaan imlek dengan mendekor rumahnya dipenuhi dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Dalam bab ini membahas tentang bagaimana menganalisa permasalahan- permasalahan yang diangkat yang dikaitkan dengan pelayaan dan persiapan calon jamaah haji dan menyangkut

Variabel bebas yang kedua dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Problem Solving (PS) pada kelompok kontrol, yang didefinisikan secara operasional

Kisi-kisi instrumen untuk mengukur kepuasan kerja karyawan ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang akan di jadikan soal dalam melakukan

Hipertensi pulmonal adalah tensi pulmonal adalah suatu penyakit yang suatu penyakit yang ditan ditandai dai dengan peningkat dengan peningkatan an tekanan darah pada

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah tingkat penghayatan individu dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan yang mencakup

subjek dengan cara me lihat skor hasil dari tes awal dengan dikelo mpo kkan men jadi kategori t inggi, sedang, dan rendah, untuk kategori sedang selanjutnya