PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Meatematika
OLEH:
HARYATI AHDA NASUTION NIM. 8116171007
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Haryati Ahda Nasution. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Tujuan penelitian dalam desain Eksperimen semu ini menyelidiki perbedaan peningkatan Pendekatan (PBM) atas kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, kemampuan komunikasi matematika siswa, dan Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa. Proses penyelasaian masalah yang dibuat oleh siswa dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 29 Medan sebanyak 74 siswa. Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen dengan desain penelitian pre-test-post-test control group design.populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 (satu) dengan mengambil sampel dua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) melalui teknik random sampling. Data diperoleh melalui tes KAM, tes kemampuan pemecahan masalah matematik, tes kemampuan komunikasi matematik. Data dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur. Sebelum digunakan uji ANAVA dua jalur terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dalam penelitian dan normalitas dalam penelitian ini dengan taraf signifikan 5%. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 41,71 dan kelas kontrol adalah 32,96 dengan nilai sig = 0, dengan 0
<
α = 0,05 maka terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan Pendekatan (PBM) dengan Pembelajaran Langsung, rata-rata tes kemampuan komunikasi eksperimen dan kontrol adalah 15,75 dan 12,70 dengan p-value (2-tailed) adalah 0, dengan 0<
α = 0,05 maka terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan Pendekatan (PBM) dan Pembelajaran Langsung, nilai F hitung 2,194 dan nilai signifikan sebesar 0,119, karena 0,119 > 0,05 maka tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, nilai F hitung 0,076 dan nilai signifikan sebesar 0,927, karena 0,927 > 0,05 maka tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa, Proses penyelasaian masalah yang dibuat oleh siswa dalam menyelesaikan masalah pada Pendekatan (PBM) lebih bervariasi daripada Pembelajaran Langsung. Temuan penelitian merekomendasikan PBM dijadikan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan di sekolah utamanya untuk mencapai kompetensi berpikir tinggi.ABSTRACT
Haryati Ahda Nasution. Ability differences of Mathematical Problem Solving and Communication Students on Problem Based Learning and Learning Direct on Junior High School Students. Tesis UNIMED, 2013
This quasi – experimental research is purposed to analyze the influence of problem based learning approach toward students’ problem solving ability and mathematics communication, and the interaction between learning approach and initial ability of students toward the difference of students’ problem solving ability and mathematic communication. Students make process of problem solving by themselves when they solve the problem. The research was conducted in SMPN 29 Medan. There are 74 students . This experiment research use pre – test and post test control group design. The population of this research is seventh grades students. It takes two class (experiment and control class) using random sampling technique. Data is obtained through KAM test, mathematic problem – solving ability test, and mathematic communication ability test. Data is analyzed using two paths ANOVA test. Before the researcher used ANOVA test, the researcher had used Homogeneity and Normality test and the significant level is 5%. The result of data analysis showed that the average of problem solving ability test is 41,71 in experiment class, while 32,96 is in control class with sig = 0 and 0 < α 0,05. Therefore, there is the difference between students’ problem – solving ability that was taught using PBM approach and direct intsruction. The average of communication ability test in experiment is 15,75 and 12,70 is in control class. P-value (2-tailed) is 0, and 0 < α 0,05. Therefore, there is the difference between students’ mathematic communication ability that was taught using PBM approach and direct intsruction, calculated F value 0,076 and the significant value is 0,119, because 0,119 > 0,05. Therefore, there is no interaction between learning approach and students’ initial ability toward the difference in students’ mathematic problem – solving ability. Calculated F value 2.194 adnd the significant value is 0,927, because 0,927 > 0,05, so there is no interaction between learning approach and students’ initial ability toward the difference in
students’ mathematic communication ability. Process of problem solving that are
student made using PBM approach is more varied than direct instruction . The result of this research recommend that PBM approach is become one of learning approach which is used to achieve high competence.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematis Siswa Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran
Langsung Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar magister
kependidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana
Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Tesis ini menelaah Pengaruh penggunaan Pendekatan (PBM) atas kemampuan
pemecahan masalah matematik, kemampuan komunikasi matematik, interaksi antara
pembelajaran dan kemampuan matematika siswa terhadap perbedaan peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik, interaksi antara pembelajaran dan
kemampuan matematika siswa terhadap perbedaan kemampuan komunikasi
matematik. Dalam proses mulai dari penulisan dan seminar proposal, pembuatan
instrumen dan penyusunan bahan ajar dan rangkaian ujicobanya, penulis mendapat
banyak bantuan, bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang sangat berharga
dari berbagai pihak.
1. Kepada Ayahanda Makmur Hayat Nst, S.Pd, Ibunda Dra. Hamidah,
Adinda Hardiyanti Tiamar Nst, Am.Keb dan Ade Syifa Nst ananda
dorongan, motivasi dan nasehatnya yang menyujukkan hati serta cinta
kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr.
P. Siagian, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II. Untuk membimbing dan
mengarahkan penulisan. Sumbangan pikiran yang amat berharga sejak
awal pemunculan ide dan kritik demi kritik serta pertanyaan kritis guna
mempertajam gagasan telah membuka dan memperluas cakrawala berpikir
penuis dalam penyusunan tesis ini. Juga untuk dorongan beliau agar
penulis segera menyelesaikan studi secepatnya.
3. Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd , bapak Dr. Edy Surya, M.Si, dan Bapak
Dr. W. Rajagukguk, M.Pd., selaku Narasumber yang telah banyak
memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap
saat memberikan kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga
bagi penulis.
5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
6. Kepala Sekolah SMP Negeri 29 Medan yang telah memberikan
7. Serta rekan-rekan satu angkatan 2011 dari Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam
penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini benar-benar bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan
lain terutama bagi rekan guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi
seorang guru yang berkompetensi dan profesional.
Medan, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI 2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 16
2.2 Kemampuan Komunikasi Matematik ... 22
2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27
2.4 Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah ... 28
2.5 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 30
2.6 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 32
2.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33
2.8 Model Pembelajaran Langsung ... 35
2.9 Teori Belajar yang Mendukung ... 40
2.10 Hasil Penelitian Relevan ... 41
2.11 Kerangka Konseptual ... 44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 53
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 53
3.3 Variabel Penelitian ... 54
3.4 Desain Penelitian ... 54
3.5Pengontrolan Perlakuan ... 56
3.6Teknik Pengumpulan Data ... 59
3.7Prosedur Penelitian... 73
3.8Teknik Analisis Data ... 74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 82
4.1.1 Analisis Hasil Penelitian ... 83
4.1.1.1 Hasil Tes KAM ... 83
4.1.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 92
4.1.1.3 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 106
4.1.1.4 Analisis Proses Penyelesaian Masalah ... 121
4.2 Pembahasan ... 145
4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 146
4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 153
4.2.3 Kemampuan Komunikasi Matematik ... 155
4.2.4 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM ... 157
4.2.5 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 159
4.2.6 Keterbatasan dalam Penerapan PBM ... 162
BAB IV SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 165
5.2 Implikasi ... 166
5.3 Saran ... 167
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1. Lima Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 32
Tabel 2.2. Sintaks Model Pembelajaran Langsung ... 36
Tabel 2.3. Perbedaan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung ... 38
Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 54
Tabel 3.2. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan antara Variabel-variabel Dalam Penelitian ... 55
Tabel 3.3. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Matematik Siswa ... 60
Tabel 3.4. Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 61
Tabel 3.5. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 62
Tabel 3.6. Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 63
Tabel 3.7. Kriteria Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematik... 63
Tabel 3.8. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 66
Tabel 3.9. Klasifikasi Daya Pembeda... 67
Tabel 3.10. Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 68
Tabel 3.11. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 69
Tabel 3.12. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 70
Tabel 3.13. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi ... 71
Tabel 4.1. Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 84
Tabel 4.2. Rekapitulasi Data KAM Siswa Kedua Pembelajaran untuk Setiap
Kategori KAM... 85
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Tes KAM ... 87
Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Tes KAM Kelompok Kontrol dan
Eksperimen ... 88
Tabel 4.5. Hasil Uji Persamaan Dua Rerata KAM... 90
Tabel 4.6. Pengelompokkan KAM ... 91
Tabel 4.7. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 92
Tabel 4.8. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa
Kelompok Pembelajaran PBM dan PL ... 94
Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 98
Tabel 4.10. Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 99
Tabel 4.11. Uji ANAVA Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 100
Tabel 4.12. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah terhadap Pembelajaran
Langsung dan PBM ... 104
Tabel 4.13. Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 107
Tabel 4.14. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa
Kelompok Pendekatan PBM dan PL ... 108
Tabel 4.15. Hasil Uji Normalitas Tes Komunikasi Matematik Siswa ... 112
Tabel 4.16. Hasil Uji Homogenitas Tes Komunikasi Matematik Siswa
Tabel 4.17. Uji ANAVA Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 115
Tabel 4.18. Nilai Kemampuan Komunikasi Matematik terhadap Pembelajaran
Langsung dan PBM ... 118 Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi pada
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.1 Jawaban Siswa Soal Pemecahan Masalah ... 4
Gambar 1.2 Alternatif Jawaban Soal Pemecahan Masalah ... 5
Gambar 1.3 Jawaban Siswa Komunikasi matematis ... 7
Gambar 1.4 Alternatif Jawaban Soal Komunikasi matematis ... 8
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 74
Gambar 4.1 Rata-rata Skor KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) ... 86
Gambar 4.2 Normalisasi Skor KAM Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 89
Gambar 4.3 Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah ... 93
Gambar 4.4 Rata-rata skor Mean dan Standar Deviasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Berdasarkan Pembelajaran ... 95
Gambar 4.5 Rata-Rata Skor Mean Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika ... 95
Gambar 4.6 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 103
Gambar 4.7 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah terhadap Pembelajaran Langsung ... 105
Gambar 4.9 Rata-rata Skor Kemampuan Komunikasi Matematik ... 107
Gambar 4.10 Rata-rata skor Mean dan Standar Deviasi Kemampuan
Komunikasi Matematik Berdasarkan Pembelajaran ... 109
Gambar 4.11 Rata-Rata Skor Mean Kemampuan Komunikasi Matematik
Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan
Matematika ... 110
Gambar 4.12 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan
Awal Matematika Siswa Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ... 117
Gambar 4.13 Diagram Batang Kemampuan Komunkasi terhadap
Pembelajaran Langsung ... 119
Gambar 4.14 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Isi Halaman A. Lampiran A:
Hasil Ujicoba Instrumen
1. Lembar Validasi ... 175 2. Hasil Pertimbangan Instrumen RPP, LAS, Pemecahan Masalah,
dan Komunikasi ... 177 3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Data Ujicoba Tes Pemecahan
Masalah ... 189 4. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Data Ujicoba Tes Komunikasi
Matematik ... 202
B. Lampiran B:
Instrumen Penelitian
1.Butir soal Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 216 2.Kunci Jawaban Butir Soal Kemampuan Awal Matematik
Siswa ... 220 3.Butir Soal Pretes dan Postes Instrument Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah ... 221 4.Butir Soal Pretes dan Postes instrument Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik ... 225 5.Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah ... 228 6.Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes Instrument Tes Kemampuan
Komunikasi ... 234 7.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pendekatan PBM ... 237 8.Lembar Aktivitas Siswa (LAS) Pendekatan PBM ... 274
C. Lampiran C
Kemampuan Awal Matematika Siswa (KAM)
1. Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ... 301 2. Uji Homogen, Uji Perbedaan Rata-rata, Uji Normal Kemampuan
Awal Matematika pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 304
D. Lampiran D
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa 1. Deskripsi hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan
Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 307 2. Uji Normal, Uji Homogen, Uji Perbedaan Rata-rata, Pretes,
Postes, Tes Kemampuan Pemecahan Masalah pada Kelas
xii
E. Lampiran E
Kemampuan Komunikasi Metamatik Siswa
1. Deskripsi hasil Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 313 2. Uji Normal, Uji Homogen, Uji Perbedaan Rata-rata, Pretes,
Postes, Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 316
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap jenjang
pendidikan. Matematika sebagai ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam
kehidupan manusia dan faktor pendukung dalam laju perkembangan IPTEK serta persaingan
dalam berbagai bidang. Dan matematika juga merupakan salah satu ilmu pendidikan
mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan sangat dibutuhkan
dalam perkembangan ilmu dan teknologi, seperti yang dikemukakan oleh Russeffendi (1991:
58) “untuk memajukan kecerdasan bangsanya, kekuatan teknologi dan perekonomian
diperlukan manusia–manusia yang menguasai matematika.
Dalam mempelajari matematika banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempelajarinya, dimana siswa beranggapan bahwa matematika pelajaran yang tidak menarik
dan tidak disenangi. Sriyanto (2007) menyatakan bahwa matematika sering dianggap sebagai
momok yang menakutkan oleh sebagian besar siswa dan selama ini matematika cenderung
dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan
matematika siswa masih rendah dibandingkan dengan pendidikan matematika dinegara lain
di dunia. Hal ini ditandai dengan rendahnya perolehan ketuntasan belajar siswa kelas VII
SMP Negeri 29 Medan yang masih rendah yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya
serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar
matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu 65 untuk
rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar, (sumber: nilai raport
siswa tahun pelajaran 20011/2012).
Rendahnya nilai matematika siswa ditinjau dari lima aspek kemampuan matematika
yang dirumuskan oleh NCTM (1995) yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika,
komunikasi matematik, penalaran matematik, representasi dan koneksi matematik.
Pengelompokan ini sejalan dengan tuntutan kemampuan yang disarankan pemerintah melalui
kurikulum pembelajaran matematika tahun 2006 yang menjadi acuan penilaian secara
nasional. Namun dalam penelitian ini hanya membahas pada kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematika siswa. Menurut NCTM (2000) bahwa kemampuan
pemecahan masalah bukanlah sekedar tujuan dari belajar matematik tetapi juga merupakan
alat utama untuk melakukan atau bekerja matematik. Suryadi (2000) juga manyatakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
pembelajaran matematika. Hal senada juga dikemukakan oleh Sagala (2009) bahwa
pemecahan masalah dalam proses pembelajaran sangatlah penting, karena selain para siswa
mencoba menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah, mereka juga termotivasi untuk
bekerja keras. Diperkuat oleh Hudoyo (dalam Setiawan:2008) menyatakan pemecahan
masalah merupakan suatu hal yang sangat esensial di dalam pengajaran matematika, sebab:
(1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya
dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi
intelektual siswa meningkat.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Metode pemecahan
masalah adalah suatu cara pembelajaran dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah
untuk dipecahkan atau diselesaikan. Pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk
menemukan dan memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan pemecahan masalah
sebagai tujuan diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanya
dengan permasalahan asal. Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk beinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah
dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Polya menggambarkan
kemampuan pemecahan masalah yang harus dibangun siswa meliputi kemampuan siswa
memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan
memeriksa kembali prosedur hasil penyelesaian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah memegang peran
penting dan perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran. Akan tetapi fakta di lapangan
menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Hal ini di
dasarkan pada hasil penelitian menurut Wardani (2002) bahwa secara klasikal kemampuan
pemecahan masaalah matematika belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Setiawan (2008)
juga mengungkapkan di dalam pembelajaran siswa tidak dibiasakan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan matematika yang membutuhkan rencana, strategi dan
mengeksplorasi kemampuan menggeneralisasi dan penyelesaian masalahnya.
Berdasarkan hasil penelitian observasi lapangan yang dilakukan di SMP Negeri 29
Medan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah dilihat dari
soal yang diberikan kepada siswa yaitu:
Pak Didin adalah seorang pengusaha roti. Untuk menentukan biaya produksi pembuatan
rotinya, ia memperhitungkan gaji karyawan dan biaya bahan baku,dengan aturan bahwa
setiap hari membayar gaji karyawan sebesar Rp 100.000,00 ditambah dengan biaya bahan
baku membuat roti Rp 500,00 untuk setiap roti. Berapa biaya produksi pembuatan 25 roti, 50
roti dan 75 roti dan berapa banyak roti yang dibuat Pak Didin jika ia memiliki modal sebesar
Rp 150.000,00?
Hasilnya menunjukkan ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk
penyelesaian siswa tidak terarah dan proses perhitungan atau strategi penyelesaian dari
jawaban yang dibuat siswa tidak benar. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.1. Jawaban Siswa Soal Pemecahan Masalah
Adapun alternatif jawaban dari permasalahan yang diberikan yaitu:
Gambar 1.2. Aternatif jawaban
Kenyataan lain juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa masih rendah. Setiawan (2008) juga menyebutkan bahwa kemampuan
siswa Indonesia dalam pemecahan masalah hanya 25% dibanding dengan negara-negara
seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang yang sudah di atas 75%. Ketidakmampuan
siswa menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan
perlu dilatihkan dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai
bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematis juga
perlu dikuasai siswa karena dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari peran komunikasi.
Menurut Sullivan (dalam Ansari:2009) mengatakan peran dan tugas seorang guru adalah
memberi kebebasan kepada siswa berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengar
ide temannya. Karena itu kemampuan komunikasi matematis siswa penting. Baroody (dalam
Ansari: 2009) kemampuan komunikasi matematis perlu ditumbuh kembangkan di kalangan
siswa karena, pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat
bantu berpikir, alat bantu menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil
kesimpulan tetapi matematika juga sebagai alat yang berharga untuk mengkomunikasikan
berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity,
artinya sebagai wahana interaksi antara siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa
memegang peran penting dan perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran.
Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa didalam pembelajaran selama ini guru
jarang menciptakan suasana yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa, siswa tidak biasa merefleksikan gambar, tabel atau grafik ke dalam ide matematika.
Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Hudojo (1998) bahwa di dalam kelas, guru tidak
mampu menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik dalam
pelajaran matematika bahkan sering terjadi secara tidak sadar guru menciptakan situasi yang
menghambat terjadinya komunikasi itu. Diperkuat oleh Setiawan (2008) bahwa di dalam
mengkomunikasikan ide-ide matematikanya sehingga sangat sulit memberikan penjelasan
yang tepat, jelas dan logis atas jawabannya.
Setelah dilakukan observasi di SMP Negeri 29 Medan menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi siswa masih rendah terlihat dari soal yang diberikan pada siswa
yaitu:
Bu Titis memiliki sebuah taman bunga berbentuk persegi panjang. Panjang taman bunga
tersebut 2m lebih panjang dari lebarnya.
a. Apabila lebar taman dimisalkan dengan x , nyatakan situasi diatas dalam bentuk gambar
yang mudah dipahami. b. Nyatakan rumus keliling taman bunga tersebut dalam x. c. Jika
keliling taman bunga 28 cm. Tentukan ukuran lebar, panjang dan luas!
Hasilnya juga menunjukkan bahwa dari 40 siswa banyak siswa yang mengalami
kesulitan dalam menjawab soal tersebut antaranya 5 siswa sulit mengemukakan ide
matematikanya secara tulisan, 10 siswa tidak mengetahui apa yang diketahui, 20 siswa sulit
memahami soal tersebut dan merubah soal ke dalam bentuk gambar, ditemukannya kesalahan
siswa dalam menafsirkan soal, menuliskan simbol dan menjawab dengan bahasa matematika
serta jawaban yang disampaikan oleh siswa sering kurang terstruktur sehingga sulit dipahami
oleh guru maupun temannya akibatnya kemampuan komunikasi matematika siswa rendah.
Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Adapun alternatif jawaban dari permasalahan yang diberikan yaitu:
Gambar 1.4. Alternatif jawaban soal komunikasi
Hal ini juga diperkuat dari hasil laporan TIMSS (dalam Suryadi: 2000) menyebutkan
bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematika sangat jauh di bawah
negara-negara lain. Sebagai contoh permasalahan matematika yang menyangkut kemampuan
komunikasi matematik, siswa Indonesia yang berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh
dibawah negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%.
Berdasarkan masalah-masalah di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan komunikasi matematika siswa perlu mendapat perhatian dan ditingkatkan
karena keduanya merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar.
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
komunikasi matematis siswa dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan
guru. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa
yang disajikan guru. Di samping itu juga, guru senantiasa di kejar oleh target waktu untuk
menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki
siswanya akibatnya pembelajaran bermakna yang diharapkan tidak terjadi. Siswa hanya
belajar dengan cara menghapal, mengingat materi, rumus-rumus, defenisi, unsur-unsur dan
sebagainya. Guru yang tidak lain merupakan penyampai informasi yang lebih aktif
sementara siswa pasif mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali siswa
menjawab, guru memberikan contoh soal dilanjutkan dengan memberikan latihan yang
sifatnya rutin kurang melatih daya nalar, kemudian guru memberi penilaian sehingga siswa
dengan tingkat kemampuan tinggi, memungkinkan dengan menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah tidak memberikan pengaruh yang besar, hal ini dikarenakan
kemampuan yang dimilikinya lebih dari siswa yang lainnya, sehingga siswa dalam
kemampuan ini tidak memerlukan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan
untuk siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah memberikan dampak yang sangat
besar terhadap pemahamam materi dan membuat siswa merasa terbantu dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. pendekatan pembelajaran
berbasis masalah selain menyajikan kepada siswa masalah yang autentik, bermakna,
memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan, belajar tentang cara berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam
bentuk pengganti dari suatu situasi masalah (model matematika) atau aspek dari suatu situasi
masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Selain itu model pembelajaran berbasis
masalah dapat mempresentasikan masalah tersebut dalam objek, gambar, kata-kata, atau
memiliki prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal
maupun sosial. Hasanah (2004; 52) menjelaskan bahwa:
Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi dan masalah (tidak terdefenisi dengan baik) atau open-ended yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberikan kebebasan berfikir dalam mencari solusi dari situasi yang diberikan. Selain itu untuk mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan ide-ide matematik, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mendorong siswa untuk berdialog dan bekerja sama dengan siswa lain dalam menyelesaikan tugas, memupuk kerja sama dan saling menghargai pendapat orang lain.
Pada bagian lain Ibrahim dan Nur (dalam Trianto, 2009: 96) menjelaskan bahwa
manfaat model pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan sebagai orang
dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi
pembelajar yang otonom dan mandiri.”
Berdasarkan pendapat di atas, pendekatan pembelajaran berbasis masalah di samping
siswa dituntut untuk aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika dari masalah yang
diberikan, juga mampu menjelaskan konsep-konsep yang sudah diperoleh. Diharapkan
dengan munculnya pemahaman konsep, siswa dapat mengkomunikasikan dalam bahasa
matematik dengan baik, sehingga memberikan motivasi belajar matematika dan
menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi yang dimilikinya serta akan
meningkatkan kemampuan matematikanya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik
untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan judul penelitian
“Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematik Siswa Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama.”
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat di identifikasi
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika rendah.
2. Matematika dianggap sebagai pelajaran tidak menarik dan tidak disenangi.
3. Kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menjawab soal masih rendah.
4. Kemampuan komunikasi siswa rendah.
5. Proses penyelesaian jawaban dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah dan komunikasi matematika di kelas belum beragam.
1.3. Batasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran matematika
seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu dibatasi supaya apa yang
diteliti menjadi lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan memberikan dampak
yang luas terhadap hasil belajar apabila permasalahan ini diteliti. Penelitian ini dibatasi pada
permasalahan (1) kemampuan pemecahan masalah matematika siswa; (2) kemampuan
komunikasi matematik siswa; (3) penerapan pendekatan pemebelajaran berbasis masalah; (4)
Interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap
kemampuan komunikasi dan sikap posistif siswa dan (5) Proses penyelesaian masalah yang
dihasilkan siswa.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diberi
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik
antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diberi
pembelajaran langsung?
3. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa?
4. Apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa ?
5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam
menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, maka
tujuan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan siswa
yang diberi pembelajaran langsung.
2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi
matematik antara siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan
siswa yang diberi pembelajaran langsung.
3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan
masalah siswa.
4. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara pendekatan pembelajaran
dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik
siswa.
dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Mendapat pengalaman yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa lebih
aktif dalam pembelajarannya dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematis siswa dalam belajar matematika yang pada gilirannya akan membawa
pengaruh positif yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan
konsep serta keterampilannya.
2. Bagi Guru
a. Menjadi acuan bagi guru matematika tentang penerapan pembelajaran dengan
pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
b. Memberikan informasi sejauh mana perbedaan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran berbasis
masalah.
c. Memberikan alternatif pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran
matematika untuk dikembangkan menjadi lebih baik dengan cara memperbaiki
kelemahan dan kekurangannya serta mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bekal membangun pengalaman dalam mencari pendekatan pembelajaran
yang tepat, guna membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematis siswa.
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari
beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan istilah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran
dimana dalam menemukan konsep matematika dilakukan dengan mengajukan
masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu:
(1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3) membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan manyajikan hasil karya
dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung adalah model pengajaran yang bersifat teacher center
dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, (3)
membimbing pelatihan, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5)
memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematika
Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban
berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: memahami masalah, merencanakan
pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil pemecahan
masalah.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan proses menyelesaikan soal yang
ditinjau dari skor siswa dalam menghubungkan benda nyata, gambar dan tabel ke dalam
bahasa atau simbol matematika; menjelaskan ide secara tulisan dengan grafik; menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
5. Kemampuan awal matematika
Kemampuan awal matematika adalah kemampuan matematika yang sudah dimiliki
165
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan hal-hal berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM) dan Pembelajaran Langsung (PL). Hal ini terlihat dari hasil rata-rata
rtes kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 41,71 dan
kelas kontrol adalah 32,96 dengan nilai sig = 0, dengan 0
< α =
0,05.2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajarkan dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
dan Pembelajaran Langsung (PL). Hal ini terlihat dari hasil rata-rata tes
kemampuan komunikasi eksperimen dan kontrol adalah 15,75 dan 12,70
dengan nilai sig 0, dengan 0
< α =
0,05.3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik. Hal
ini terlihat dari analisis statistik ANAVA dua jalur untuk nilai F hitung 2,194
dan nilai signifikan sebesar 0,119, karena 0,119 > 0,05.
4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematik. Hal ini
terlihat dari analisis statistik ANAVA dua jalur untuk nilai F hitung 0,076
166
5. Proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran berbasis masalah lebih
baik dibanding dengan proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran
langsung. Hal ini dapat terlihat dari lembar jawaban siswa dalam
menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah dan tes kemampuan
komunikasi matematik.
5.2 Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada
pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran
matematika dengan pendekatan PBM. Terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) dan Pembelajaran Langsung (PL) secara signifikan.
Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan
dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Pembelajaran Langsung (PL)
secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal matematika siswa, hasilnya dapat dilihat dari pendekatan
pembelajaran yang diterpakan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas
kontrol dengan kategori KAM siswa.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan Pendekatan PBM antara lain :
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa masih
kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu
167
yang ada dibuku, sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide
mereka sendiri siswa masih merasa sulit. Ditinjau ke indikator, indikator
merencanakan dalam pemecahan masalah dan indikator menyatakan ide
matematika ke dalam argumen sendiri pada komunikasi matematik yang
masih kurang.
2. Pendekatan PBM dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang dan
Rendah) pada kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik
siswa. Adapun pendekatan PBM mendapatkan keuntungan lebih besar
terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.
3. Terkait proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik pada
pendekatan PBM, masih terlihat kurang rapi dan belum sempurna dengan
langkah-langkah berurutan dan penyelesaian benar dibanding dengan
pembelajaran langsung. Akan tetapi proses penyelesaian siswa yang terjadi
pada kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik sudah
bervariasi, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan
dengan pendekatan (PBM) maupun PL.
5.3. Saran
Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan Pendekatan
PBM ini, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan
kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu,
168
agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru
matematika SMP, lembaga dan peneliti lain yang berminat.
1. Kepada Guru
Pendekatan PBM pada kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematik siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM.
Oleh karena itu hendaknya pendekatan ini terus dikembangkan di lapangan
yang membuat siswa terlatih dalam memecahkan masalah melalui proses
memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah,
memeriksa kembali. Begitu juga halnya dalam mengkomunikasikan matematik
siswa melalui proses menyatakan gambar ke dalam ide matematika, menyatakan
masalah matematika dalam bentuk gambar, dan menuliskan informasi dari
pernyataan ke dalam bahasa matematika. Peran guru sebagai fasilitator perlu
didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di
kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Di samping itu kemampuan
menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru. Untuk
menunjang keberhasilan implementasi pendekatan PBM diperlukan bahan ajar
yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontektual yang
merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu
stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.
2. Kepada lembaga terkait
Pembelajaran dengan pendekatan (PBM), masih sangat asing bagi
guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu
perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan
169
pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa yang tentunya akan
berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi
matematika.
3. Kepada peneliti yang berminat
Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat
dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum
170
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Bansu I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Pena.
Arends, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Asup, P. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Filino. (2013). Psikologi Eksperimen. Pusat Pengembangan Bahan Ajar. Universitas Mercu Buana. (Online). Tersedia: http://kk.mercubuana.ac.id/files/61037-5-543332417587.doc. Diakses 10 Maret 2013.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo.
Haji, Saleh. 2005. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Matematika Di Sekolah Dasar. Disertasi. Bandung: UPI Bandung.
Hake. 1999. Analyzing Change/Gain Score, (online)
(http//physics.indiana,edu/sdi/analyzingchange-gain.pdf)
Hasanah, A.2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Yang Menekankan Pada Represenatsi Matematik. . Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Hudojo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK
---. 2003. Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prossiding Konferensi Nasional Matematika XI edisi khusus.
Ibrahim, M dan Nur, M. 2000. Pembelajaran Berbasis Masalah.Surabaya: UNESA University Press.
171
Kelompok IPM. 2013. Inovasi Pembelajaran (Model Pembelajaran Berbasis Masalah).
http://3bkelompok2matematika.blogspot.com/Diakses 03 Agustus 2013.
Louise M. Saija. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Kooperatif Murder Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pembelajaran Langsung. Tesis. Medan : UNIMED
NCTM. 1995. The Significance of the NCTM Standards to the Pathways Critical Issues in Mathematics. Reston, Virginia
(http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/content/cntareas/math/ma0.htm)
---. 1996. Communication in mathematics. Reston, Virginia. (http://illuminations.nctm.org/LessonDetail .aspx?id=L375)
---. 2000. Principles and standards for school mathematics. Reston, Virginia. (http://www.en.wikipedia.org/wiki/Principles_and_Standars_for_school_ Mathematics).
Polya.1973. How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.
Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Ruseffendi, E. T. 1993. Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal Instrument Tes dan Nontes dengan Manual dan Kalkulator
Sagala, S. 2009.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. Bandung: UPI Bandung.
172
Sugiyono . 2002. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sumarmo, U. 2005. “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika 7 Agustus 2005 Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Sriyanto, H. J. 2007. Strategi Sukses Menguasai Matematika. Penerbit Indonesia Cerdas. Yogyakarta
Sudrajat. 2001. Penerapan SQ3R Pada Pembelajaran Tindak Lanjut Untuk Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika Siswa SMU. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPs UPI
Suryadi, D. 2000. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP Melalui Penerapan Metode Diskusi Kelompok. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
TIM MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wardhani, dkk. 2002. Pembelajaran Kemampuan Masalah Matematika di SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.