• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN."

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAA DUSUN GATA

g

PROG JU

U

i

AAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEA TAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANG

KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Miftachul Ummayyah NIM. 12102241023

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOL JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

NOVEMBER 2016

EAGAMAAN DI GKRINGAN,

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh”

(Albert Einstein)

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib memiliki ilmu,

dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya

memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya

memiliki ilmu”

(6)

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah Subhanahuwa Ta’ala

Karya ini akan saya persembahkan untuk :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasihsayang,

dan selalu memanjatkan doa – doa yang mulia untuk keberhasilan penulis

dalam menyusun karya ini.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta tempat dimana saya

menimba ilmu.

(7)

vii

PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN,

KABUPATEN SLEMAN Oleh

Miftachul Ummayyah NIM 12102241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (2) Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (3) Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, a) meliputi tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian dengan total lansia yang aktif yaitu sebanyak 37 orang. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup, b) metode yang digunakan adalah metode ceramah, dan praktek, c) materi pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian keagamaan, 2) hasil pemberdayaan lansia meliputi perubahan kognitif, perubahan perilaku, dan perubahan yang bersifat implementatif, 3) faktor pendorong pemberdayaan lansia yaitu: motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yang lengkap, dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Faktor penghambat yaitu: kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzah yang sedikit, dan keterbatasan waktu.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Lansia Melalui

Kegiatan Keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman ”.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya

bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan

mengucapkan terima kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah

memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran di

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Puji Yanti Fauziah, M.Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah

berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan

memberikan ilmu pengetahuan.

5. Ustadz/ustadzah, pengurus, dan lansia yang terlibat dalam pemberdayaan

lansia di Dusun Gatak yang telah memberikan bimbingan dan informasi dalam

penelitian di lapangan.

(9)

7. Sahabat-sahabatku tercinta Ela, Eka, Noni, Mbak Sely dan Riya yang telah

memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsiku.

8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012 yang

memberikan bantuan dan motivasi perjuangan meraih kesuksesan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah

membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat

menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga

tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan

Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya. Amin.

Yogyakarta, November 2016

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 15

1. Lanjut Usia ... 15

a. Pengertian Lanjut Usia ... 15

b. Konsep Lansia ... 17

c. Kebutuhan Lansia ... 21

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia... 25

(11)

a. Pengertian Pemberdayaan... 28

b. Konsep Pemberdayaan ... 30

3. Kegiatan Keagamaan ... 38

a. Pengertian Kegiatan Keagamaan... 38

b. Macam-macam Kegiatan Keagamaan ... 39

c. Tujuan Kegiatan Keagamaan ... 41

B. Penelitian yang Relevan ... 41

C. Hubungan Antar Gejala... 46

D. Pertanyaan Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52

B. Setting Penelitian ... 53

C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian... 53

D. Teknik Pengumpulan Data... 58

E. Instrumen Penelitian... 59

F. Teknik Analisis Data... 61

G. Keabsahan Data... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan ... 70

B. Data Hasil Penelitian... 71

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 71

2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 86

3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 91

C. Pembahasan... 96

1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 96

2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 109

3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 116

(12)

2. Saran... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan... 29

Tabel 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan ... 35

Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan ... 55

Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan ... 56

Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan... 57

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2014... 63

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2015... 63

Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 66

Tabel 9. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 67

Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia... 68

Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 68

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Gejala ... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 128

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 129

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ... 135

Lampiran 4. Hasil Observasi... 136

Lampiran 5. Catatan Wawancara ... 139

Lampiran 6. Analisis Data Wawancara (Ustadz/ustadzah)... 180

Lampiran 7. Analisis Data Wawancara (Pengurus) ... 191

Lampiran 8. Analisis Data Wawancara (Lansia) ... 203

Lampiran 9. Triangulasi Sumber... 225

Lampiran 10. Triangulasi Matode... 239

Lampiran 11. Catatan Lapangan ... 247

Lampiran 12. Dokumentasi... 270

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia merupakan suatu tahap perkembangan dimana seseorang berusia

telah 60 tahun keatas (UU RI tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Pada usia tersebut

seseorang akan memasuki tahap perkembangan yang sangat berbeda dengan tahap

perkembangan sebelumnya di masa dewasa. Memasuki usia lanjut, lansia akan

mengalami penurunan dalam fungsi fisik atau kesehatan. Hal tersebut dikarenakan

adanya faktor biologis yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil

dan fase regresif. Dalam fase regresif lansia akan mengalami penurunan fungsi sel

tubuh karena sel tubuh lebih mempunyai fungsi pokok dan terus menerus

digunakan (Rita Eka, 2008:166).

Penurunan sel yang terjadi secara terus menurus akan menyebabkan terjadinya

perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh sehingga

mempengaruhi fungsi kemampuan fisik lansia. Penurunan fungsi tubuh pada

lansia dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain dikarenakan setiap

orang mempunyai perkembangan tubuh yang berbeda (Rita Eka, 2008:167).

Penurunan fungsi fisik membawa banyak perubahan bagi diri lansia. Pada lansia

yang mempunyai mental yang kuat dapat menghadapi penurunan fungsi fisik

dengan baik dan meningkatkan kualitas kesehatan melalui berbagai cara.

Seiring dengan menurunnya fungsi fisik lansia, perlu adanya dukungan dari

luar agar kebutuhan dan perkembangan lansia dapat terpenuhi serta dapat berjalan

(17)

sudah mengalami penurunan kondisi fisik. Ketidak produktifan dan penurunan

kondisi fisik lansia memberikan efek kesulitan dalam melakukan beberapa

kegiatan dan juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup lansia.

Pada usia lanjut para lansia sangat membutuhkan orang lain atau keluarga di

lingkungan sekitar untuk selalu mendampingi kehidupan lansia. Lansia yang

mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar terutama keluarga,

dapat membawa kenyamanan dan kemudahan pada diri lansia (Siti Maryam,

2011:68). Peran lingkungan sekitar sangatlah penting, namun ada juga beberapa

masyarakat yang terganggu dengan adanya seseorang yang telah memasuki usia

lanjut. Bagi sebagian orang, usia lanjut identik dengan usia yang sangat

mengganggu dimana para lansia mempunyai banyak tuntutan dan keinginan.

Menurut Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia

mengungkapkan bahwa “pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing dan

menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan

kesejahteraan sosial lanjut usia”. Pemerintah Indonesia dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan

dalam bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode

2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Hal-hal tersebut

membuktikan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian khusus untuk para

lanjut usia, salah satunya yaitu penyediaan panti wreda. Usaha yang dibuat oleh

pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan lansia sudah dilaksanakan namun

dalam kenyataannya masih banyak lanjut usia yang belum bisa menikmati layanan

(18)

Keberadaan panti wreda merupakan wujud pelayanan dari pemerintah bagi

para lansia untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lansia. Panti wreda

memberikan fisilitas kepada lansia agar dapat berkumpul dengan seusianya,

diberikan pelayanan yang baik serta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti

berbagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong yang dimiliki lansia. Kegiatan

yang diberikan telah disesuakan dengan karakteristik lansia dan lansia juga

diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginannya mengenai kegiatan

yang diinginkan. Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY menyebutkan

bahwa ada enam panti wreda yang melayani masyarakat terutama para lansia,

empat berada di Kota Yogyakarta, satu di Bantul dan satu lagi di Sleman. Jumlah

panti wreda yang ada belum menjangkau di semua kabupaten yang ada di

Yogyakarta seperti di Gunungkidul dan Kulonprogo.

Lansia yang tidak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungannya dan

merasa dideskriminasikan dapat memunculkan stres atau depresi pada lanisa.

Kondisi stres pada para lansia tersebut bisa diartikan dengan kondisi yang tak

seimbang atau adanya tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan. Stress

tersebut biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat ketidaksepadanan antara

keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat

kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut

usia. Para lansia juga sangat rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah

mereka telah mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup,

(19)

alami. Stress pada lansia merupakan permasalahan yang sering dialami oleh

lansia.

Menurut Fieldman dalam Fitri (2007:9) stress adalah suatu proses yang

menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun

membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,

emosional, kognitif dan perilaku. Dalam kondisi tertentu, stres dapat

menimbulkan dampak negatif pada kesehatan para lanjut usia seperti tekanan

darah tinggi, pusing, sedih, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti biasanya,

terlampau sensitif, depresi, dan lainnya. Keadaan lasia yang mengalami stress

membutuhkan penanganan khusus dari dokter.

Kondisi fisik yang sangat rentan terjadinya penyakit membutuhkan perawatan

dan kepedulian dari lingkungan sekitar terutama keluarga. Keluarga berperan

sebagai pihak yang memberikan motivasi atau arahan kepada lansia. Motivasi dan

arahan dari keluarga sangatlah penting karena pada dasarnya lansia ingin selalu

mendapat perhatian dari keuarga terdekatnya. Keluarga dapat memberikan arahan

bagi lansia untuk dapat hidup dengan baik dengan cara mengikuti kegiatan untuk

para lansia, cek kesehatan secara rutin, menjaga pola hidup sehat, dan lain

sebagainya.

Kegiatan bersama kelompok merupakan suatu yang sangat penting bagi lansia

karena pada dasarnya lansia yang pasif selain dapat memberikan dampak yang

negatif terhadap kesehatan lanisa juga dapat menyebabkan disleksia dini pada

lanisa. Demensia merupakan istilah umum untuk penurunan kognitif dan perilaku

(20)

sehari-hari (Diane E. Papalia, 2015 : 242). Demensia dapat terjadi karena dipengaruhi

oleh kondisi fisik seorang lansia. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang

dilakukan terhadap 678 biarawati di Roma menemukan bahwa demensia dapat

dilawan dengan pendidikan atau aktivitas kognitif. Sedangkan kenurunan kognitif

lebih memungkinkan menyerang orang-orang yang mempunyai kesehatan fisik

yang buruk.

Ancaman demensia dapat atasi jika kehidupan lansia diimbangi dengan pola

hidup sehat dan bekegiatan yang aktif. Pola hidup sehat dapat mencegah lansia

terkena penyakit dan kegiatan di komunitas maupun dilingkungan dapat membuat

otak lansia bekerja secara aktif untuk memproses banyak hal. Kondisi otak yang

terus-menerus digunakan untuk beraktifitas dan berfikir dapat mencegah lansia

terkena demensia dini. Melihat dari kehidupan lansia saat ini banyak yang belum

sadar akan hal tersebut dan masih banyak lansia yang pasih sehingga resiko

terkena demensia dini akan sangat besar. Banyak para lansia terutama yang hidup

di pedesaan tidak mengetahui akan pentingnya mengikuti berbagai kegiatan untuk

kebaikan kondisi fisik dan kesehatan lansia.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk

lima besar Negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia yaitu

mencapai 18,1 juta jiwa atau 9.6 % dari jumlah penduduk. Pemerintah mencatat

Yogyakarta merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia (lansia)

tertinggi di Indonesia. Dari total penduduk di kota Yogyakarta diperkirakan,

lansia mencapai 13,4 persen pada 2015, meningkat 14,7 persen (2020), dan 19,5

(21)

Angka harapan hidup dan jumlah lansia yang terus meningkat perlu adanya

kepedulian dan perhatian untuk para lansia. Lansia cenderung membutuhkan

bantuan orang lain dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lansia

mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menunjang

kesejahteraan hidup lansia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab diri lansia

sendiri dan keluarga terdekat, sedangkan pada kenyataannya tidak semua lansia

hidup bersama-sama dengan keluarganya. Kondisi tersebut menuntut beberapa

lansia untuk terus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bekerja.

Kondisi fisik lansia yang telah mengalami penurunan merupakan suatu hal

yang menjadi salah satu penghambat bagi lansia untuk melakukan banyak

kegiatan yang bersifat memberatkan. Aktivitas yang berat tidak perlu dilakukan

oleh para lansia akan tetapi, lansia disarankan tetap aktif agar tetap sehat dan

produktif, namun pada kenyataannya tidak semua lansia bisa melakukan hal

tersebut. Para lansia kebanyakan merasa bahwa saat telah memasuki usia lanjut

maka hidup mereka akan segera berakhir dan hidup dijalani dengan hanya

menunggu takdir. peristiwa tersebut menunjukkan bahwa para lansia mempunyai

motivasi yang rendah untuk menjadikan diri mereka lebih aktif dan produktif di

usia lanjut.

Pada usia lanjut tentu telah mengalami dan mendapatkan berbagai pengalaman

dalam hidup mereka di berbagai bidang dan pada berbagai kondisi, hal tersebut

dapat menjadikan nilai tambah untuk diri lansia. Pengalaman hidup yang banyak

seharusnya menjadikan para lansia lebih termotivasi untuk mengikuti beberapa

(22)

dan lingkungan sekitar. Banyak potensi yang dimiliki oleh para lanjut usia akan

tetapi kesadaran yang dimiliki masih sangat kurang.

Kurangnya kesadaran para lansia akan potensi yang dimiliki menjadi pokok

utama dalam permasalah hidup lansia. Seharusnya potensi tersebut dapat

digunakan sebagai sarana untuk memberdayakan para lansia agar tetap dapat

berkarya dan berkegiatan positif. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang

mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau

mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan.

Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya

atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan

terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.

Menurut Kindervatter dalam buku Anwar (2007:77) pemberdayaan adalah

suatu proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang

bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepakaan warga belajar

terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya dapat

memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan dalam

masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan

berarti memberikan kekuatan dan kebebasan kepada seseorang dalam bentuk

pendidikan. Dalam hal ini pemberdayaan lansia dapat diartikan bahwa proses

pemberian kekuatan dan kebebasan kepada lansia dalam bentuk pendidikan.

Pemberdayaan di bidang pendidikan dapat diartikan sebagai proses belajar

mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan

(23)

mengembangkan daya dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan

masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Onni, 1996:74).

Pemberdayaan dalam bidang pendidikan sangat cocok bagi lansia dikarenakan

kondisi fisik lansia sudah mengalami penurunan dan juga lansia sudah memasuki

usia non produktif. Pemberdayaan lansia dibidang pendidikan dapat memberikan

perubahan pola pikir dan juga pola hidup lansia.

Lansia yang berdaya dapat meningkatkan kualitas berbagai aspek dalam

kehidupan lansia seperti aspek kesehatan. Adanya lansia yang berdaya maka akan

mempunyai kegiatan yang rutin dilakukan dan dapat meningkatkan kesehatan

para lansia. Adanya interaksi dengan lingkungan dan juga sesama lansia akan

memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk menjalani hidupanya dengan

aktif, tidak hanya hidup hanya menunggu takdir. Selain itu kegiatan yang

dilakukan lansia dengan sesamanya dapat menjadi salah satu penyalur hobi

mereka. Penyaluran hobi dapat menciptakan suasana hati yang gembira sehingga

dapat mempengaruhi kondisi psikis lansia menjadi lebih stabil.

Pemberdayaan lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya

yaitu melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan

berbagai cara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemberdayaan pada aspek

ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Di usia lanjut lansia lebih

membutuhkan penguatan spirituan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Lansia

yang sudah mengalami kemunduran fisik mempunyai kebutuhan untuk

(24)

memperoleh ketenangan jiwa di usia senja. Oleh karena itu pemberdayaan yang

lebih dibutuhkan oleh lansia adalah pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan.

Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan merupakan suatu hal yang

sangat penting, karena lansia mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi.

Kebutuhan spiritual dibutuhkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,

mendapatkan ketenangan jiwa, dan meningkatkan pengetahuan tentang

keagamaan sebagai bekal ketika tidak lagi hidup di dunia. Pemberdayaan lansia

dilakukan melalui kegiatan keagamaan dengan memberikan pengetahuan tentang

agama, siraman rohani, belajar mengaji dan juga mengkaji tentang kitab suci.

Kegiatan pemberdayaan maupun kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat

pada umumnya belum mengkhususkan diri untuk para lansia. Sedangkan

karakteristik lansia dengan orang dewasa mempunyai perbedaan. Perbedaan

karakteristik lansia dan orang dewasa juga dapat mempengaruhi mudah atau

tidaknya lansia dalam menerima informasi sehingga diperlukan sebuah

perkumpulan atau komunitas khusus lansia. Pemberdayaan lansia yang ada dan

dilakukan melalui kegiatan keagamaan salah satunya adalah pemberdayaan lansia

di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangnkringan, Kabupaten Sleman.

Desa Wukirsari merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah

penduduk lansia yang paling tinggi jika dibandingkan dengan Desa lain di

Kecamatan Cangkringan. Pada tahun 2015 jumlah lansia Desa Wukirsari yaitu

mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo hanya 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa,

Kepuharjo 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa

(25)

sangat banyak. Banyaknya lansia tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi

pemerintah desa setempat dan juga masyarakat untuk dapat memberikan

kesejahteraan untuk para lansia. Prakarsa untuk membuat program pemberdayaan

lansia di daerah dengan jumlah lansia yang tinggi merupakah langkah yang tepat.

Masyarakat bersama-sama untuk memberikan fasilitas bagi lansia agar dapat

berdaya meski usianya sudah lanjut.

Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk atas dasar musyawarah

pengurus Masjid dan warga Dusun Gatak untuk membuat suatu kegiatan bagi

lansia. Lansia yang ada di Dusun Gatak mayoritas aktif untuk berkegiatan di

sawah. Keadaaan lansia tersebut menggungah penduduk Desa untuk membuat

suatu kegiatan yang dapat memberdayakan kehidupan para lansia Dusun Gatak.

Selain prakarsa yang muncul dari pengurus Masjid dan juga warga, lansia di

Dusun Gatak sendiri mempunyai keinginan untuk mendalami pendidikan agama.

Di usia yang sudah lanjut, para lansia di Dusun Gatak menginginkan adanya

kegiatan keagamaan untuk meningkatkan kualitas keimanan lansia. Dengan

adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, maka lansia dapat terfasilitasi untuk

mendapatkan pendidikan keagamaan.

Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak diisi dengan kegiatan

keagamaan berupa belajar membaca Al-Qur’an, yasinan rutin dan juga diisi

dengan ceramah keagamaan. Lansia yang ada di Dusun Gatak masih banyak yang

belum lancar dalam membaca Al-Qur’an maka dengan adanya pemberdayaan

lansia ini diharapkan lansia Dusun Gatak dapat membaca Al-Qur’an dengan

(26)

lansia perempuan dan laki-laki yang berasal dari Dusun Gatak dan dalam kegiatan

ini lansia tidak dipungut biaya. Kegiatan pemberdayaan ini diselenggarakan oleh

pihak Desa sehingga pengurus kegiatan ini juga berasal dari Dusun Gatak.

Pengurus yang berasal dari Dusun Gatak memberikan keleluasaan bagi para

lansia dalam mengemukakan pendapat mengenai kegiatan pemberdayaan tersebut.

Dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan yang diselenggarakan, para lansia

diberikan kewenangan untuk menyampaikan keinginan, kritik dan saran. Hal

tersebut buat agar terjalin komunikasi yang baik antara lansia dan juga pengurus

yang berasal dari Dusun Gatak. Keterbukaan informasi dan juga pengambilan

keputusan disuatu kelompok atau perkumpulan dapat memberikan rasa percaya

antar warga belajar dan juga pengurus sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat

tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun

Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penulis ingin

mengkaji tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut.

B. Identifikasi masalah

Dari pemaparan gambaran di latar belakang dapat ditemukan berbagai

masalah diantaranya yaitu:

1. Lansia tipe pasrah banyak yang tidak terurus dikarenakan anggota keluarga

mereka pergi bekerja ke luar kota.

2. Menurunnya fungsi fisik pada lansia membawa depresi dan tindakan negatif

(27)

3. Psikologis lansia yang berbeda dengan orang-orang disekitarnya

mengakibatkan munculnya tindak diskriminasi pada lansia.

4. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 angka harapan hidup di

Yogyakarta semakin meningkat namun komunitas yang memberdayakan dan

melayani lansia masih sedikit.

5. Seiring dengan menurunnya fungsi fisik pada lansia, masih banyak lansia

yang kurang memperhatikan kesehatannya sehingga lebih mudah terserang

penyakit

6. Lansia mempunyai banyak pengalaman dalam hidup namun banyak yang

belum sadar akan potensi yang dimilik dan belum banyak komunitas yang

memberdayakan lanisa

7. Lansia Dusun Gatak, Wukirsari masih banyak yang belum lancar membaca

Al-Qur’an, sedangkan belum ada kegiatan yang memfasilitasi lansia dapat

belajar.

C. Pembatasan masalah

Dengan adanya berbagai masalah yang ada maka peneliti memfokuskan diri

pada perkumpulan lansia sebagai upaya memberdayaan lansia, dalam hal ini

adalah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan Dusun Gatak, Wukirsari,

Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat diambil

(28)

1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang

diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang

diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman?

3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam

pemberdayaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di

Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman

2. Hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang

diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,

Kabupaten Sleman

3. Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan

keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan

Cangkringan, Kabupaten Sleman

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan

manfaat secara praktis.

(29)

Secara teoritis hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi atau masukan

bagi pengembang kesejahteraan terutama kesejahteraan lanjut usia dan

menambah kajian tentang pemberdayaan pada lansia melalui kegiatan

keagaaman.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan

bagi pihak yang menangani para lansia khususnya dalam memberikan ruang

dan perhatian kepada para lanjut usia. Dan bagi pihak lain penelitian ini juga

diharapkan dapat membantu menyajikan informasi untuk mengadakan

(30)

BAB II KAJIAN TEORI

A. KAJIAN TEORI

1. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang disebut lanjut usia

(elderly) jika berumur 60-74 tahun. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad

Mohammad, Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran usia 65

tahun keatas disebut masa lanjut usia atau senium. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani

(psikologi dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia

dewasa antara usia 65 tahun hingga tutup usia. Menurut Yudrik (2011:253), usia

tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode

dimana seseoran telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu ynag leih

menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa lanjut usia

merupakan bagian dari suatu proses perkembangan yang akan dialami oleh semua

orang. Lanjut usia merupakan suatu tahap atau fase lanjut dari usia dewasa

dimana seseorang telah mempunyai kematangan fisik maupun psikologis yang

kemudian akan mengalami penurunan fungsi pada fase usia lanjut.

Menurut UU pasal 1 ayat (2), (3), (4) No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan

dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari

60 tahun. Sedangkan menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia

(31)

(old), usia lebih dari 80 tahun (very old). Kesimpulan dari pembagiaan umur

menurut beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah

berumur 65 tahun keatas (Nugroho, 2008:57).

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai

dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia

dewasa maka akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.

Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi

tersebut dan memasuki fase selanjutnya yaitu usia lanjut yang kemudian mati

(Darmojo, 2004:23). Bagi beberapa orang fase tersebut dapat diterima dengan

mudah karena menurut beberapa orang fase tersebut merupakan suatu tahapan

hidup yang sudah pasti dilewati oleh seseorang, akan tetapi bagi sebagian orang

fase tersebut merupakan fase yang sulit. Fase dinama seseorang akan kehilangan

karir, mengalami banyak perubahan fisik dan morik, serta harus menjadi berbeda

di lingkungannya.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut

usia dimulai dari ketika seseorang memasuki usia 60 tahun. Selain itu lanjut usia

dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu young old, old, very old.

Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika memasuki usia lanjut seseorang akan

mengalami perubahan dalam fase yang berbeda disetiap pertambahan usia.

Perubahan yang akan dialami oleh lanjut usia berasal dari faktor usia yang

bertambah atau dengan kata lain akan terjadi penurunan fungsi fisik, motorik,

serta psikologis pada lanjut usia. Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan

(32)

b. Konsep Lansia

Menurut Kedokteran Olahraga lanjut usia sangat tergantung pada kondisi

fisik individu. Jika seseorang baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah

renta seperti penurunan massa otot, respons tubuh berkurang, seseorang

tersebut dapat dikategorikan sebagai golongan lanjut usia. Ada tiga tahapan

manula, yaitu umur 50-60 tahun, umur 61-70 tahun, dan 71 tahun keatas

(http://e-journal.uajy.ac.id/).

Berikut adalah ciri-ciri manula secara fisik adalah:

1) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran dan jarak pandang.

2) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative

3) Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology) misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh, dsb.

Menurut Yudrik (2011:246), masa usia lanjut mempunyai ciri-ciri yang

berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1)

perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3)

perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5)

penampilan.

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat ditemukan bahwa secara fisik Lanjut

usia mengalami penurunan fungsi di beberapa bagian tubuh atau organ dalam.

Penurunan fungsi tersebut kemudian juga mempengaruhi kondisi kesehatan

lanisa dikarenakan beberapa organ tubuh sudah mengalami penurunan kinerja

(33)

mayoritas mengalami rabun dekat dan juga kesulitan dalam mendengarkan.

Selain itu beberapa lansia mendapatkan penyakit seperti diabetes, jantung dan

juga stroke sebagai akibat pola hidup yang kurang sehat di masa muda dahulu.

Sedangkan ciri-ciri lanjut usia secara psikososial dinyatakan krisis apabila

(http://digilib.unimus.ac.id/) :

1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)

2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.

3) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung

4) Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari-hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapat keragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetap aktif.

Efek negatif dan efek positif pada lanjut usia cenderung mengalami

penurunan intensitasnya utama jika dibandingkan dengan usia muda dan

tengah baya. Hal ini dapat dipahami karena emosi orang tua lebih banyak

dikontrol daripada sebelumnya, sehingga terkesan tidak meledak-ledak seperti

ketika masih muda (http://repository.usu.ac.id/).

Berdasarkan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa penggolongan

seseorang dalam lanjut usia tidak hanya dilihat berdasarkan usia, akan tetapi

juga dapat dilihat dari keadaan fisik dan psikologis. Seseorang akan

mengalami dampak dari usia lanjur disaat kegiatan yang dimiliki sangat

(34)

produktif. Jika aktifitas yang sering dilakukan tiba-tiba harus diberhentikan,

maka seseorang akan mengalami kejenuhan dalam menjadlani kehidupan

sehari-hari. Fisik yang dulunya melakukan berbagai aktivitas kini tidak

digunakan lagi. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi fisik lanjut usia

karena aktivitas fisik harus tetap dijaga agar fungsi fisik lanjut usia masih

dapat berfungsi dengan baik di usia lanjut.

Menjaga kondisi fisik sangat penting dilakukan secara rutin oleh lansia

mengingat setiap lansia mempunya tingkat kesehatan dan juga riwayat

penyakit masing-masing. Kondisi fisik setiap lansia tentu beraneka ragam

sama halnya dengan tipe lansia. Pada umumnya setiap orang mempunyai tipe

atau jenis sikap masing-masing.

Menurut Nugroho dalam Siti Maryam (2011:34), beberapa tipe pada lansia

bergantung pada karakter, pengalaman, lingkungan, kondisi fisik, mental,

sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga sehingga menjadi pemarah, tidak sabaran, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik , mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

(35)

Berdasarkan tipe lansia tersebut dapat diketahui bahwa setiap lansia

memang mempunyai tipe masing-masing tergantung pada beberapa hal. Pada

tipe arif dan bijaksana lansia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

juga perkembangan zaman. Hal tersebut akan memudahkan diri lansia dan

juga lingkungannya dalam berinteraksi dan membentuk kenyamanan bersama.

Sedangkan pada tipe mandiri lansia akan lebih aktif dan selektif dalam

beberapa hal yang bertujuan untuk membantu atau memberi saran pada

lingkungan sekitar. Dalam lingkungan lansia akan banyak mengkritik atau

mengemukakan pendapat dikarenakan lansia mandiri mempunyai pemikiran

yang berkembang dan kritis. Lansia mandiri akan memandang setiap masalah

dari beberapa sudut pandang karena lansia tersebut menjadikan pengalam

sebagai pelajaran dalam hidupnya.

Kemandirian pada lansia yang dimiliki oleh lansia mandiri merupakan hal

yang baik untuk kehidupannya. Kemandirian yang dimiliki menjadikan lansia

tidak kehabisan tujuan dalam hidup walaupun usianya terus bertambah. Tipe

yang akan sedikit memberi dapak atau respon yang negatif dalam tingkungan

lansia adalah tipe lansia tidak pernah puas. Tipe lansia ini akan lebih

memberikan beban pada lingkungannya jika kondisi lingkungan yang ada

mempunyai kesangguapan dan juga kemampuan untuk memenuhi keinginan

lansia. Lansia yang tidak pernah puas akan mempunyai banyak keinginan dan

juga perilaku negatif jika keinginannya tidak terpenuhi. Lingkungan lansia ini

(36)

Tipe lansia selanjutnya adalah tipe pasrah yang menerima apapun keadaan

yang dihadapi oleh lansia tersebut. Tipe ini tidak begitu memberikan beban

pada lingkungan sekitarnya karena lansai masih mau mengikuti berbagai

aktifitas. Pada tipe ini lansia juga mudah berinteraksi dengan lingkungan akan

tetapi di sisi lain lansia tipe ini tidak banyak mempunyai perkembangan dalam

hidupnya disbanding dengan lansia tipe mandiri. Tipe yang terakhir adalah

tipe bingung. Lansia pada tipe bingung disebabkan karena secara psikologis

lansia belum siap menerima kenyataan hidup yang dihadapi. Lansia tipe ini

sangat membutuhkan pendampingan orang-orang terdekat agar kehidupan

lansia dapat berjalan dengan baik.

c. Kebutuhan Lansia

Lansia mempunyai banyak kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan ini dalam

sebuah model persamaan struktural disebut sebagai faktor dan menurut Hoyle

& Smith (1994) bersifat laten (latent variable) karena tidak dapat diketahui

kecuali dari variabel- variabel yang dapat dilihat (manifest/ observed

variable). Variabel yang diobservasi atau variabel amatan dari kebutuhan

lansia adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan seksual, kebutuhan religius,

kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan aktivitas, kebutuhan sosial, kebutuhan

mandiri ekonomi dan kebutuhan psikologis (Darmojo, 2004:71).

Setiap manusia akan mempunyai kebutuhan- kebutuhan untuk memenuhi

hajat hidupnya tidak terkecuali lanjut usia. Kebutuhan dari lanjut usia memang

beragam dan pada kenyataannya kebutuhan lanjut usia satu dengan yang lain

(37)

atau suatu perbedaan dengan standar yang diakui, atau sebagai perbedaan

antara situasi yang diinginkan individu dan situasi actual (http://file.upi.edu/).

Pada umumnya usia lanjut mempunyai berbagai kebutuhan yang harus

dipenuhi yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual

(https://kemsos.go.id/). Secara rinci dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini:

1) Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik lanjut usia meliputi sandang pangan, papan, kesehatan

dan spiritual. Kebutuhan makan umumnya tiga kali sehari ada juga dua

kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan tidak berlemak. Kebutuhan

sandang, dibutuhkan pakaian yang nyaman dipakai. Pilihan warna sesuai

dengan budaya setempat. Model yang sesuai dengan usia dan kebiasaan

mereka. Frekuensi pembeliannya umumnya setahun sekali sudah

mencukupi. Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal

yang nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, angin, terlindungi dari

marabahaya dan dapat untuk melaksanakan kehidupan sehari hari, dekat

kamar kecil dan peralatan lansia secukupnya. Pelayanan kesehatan bagi

lanjut usia sangat vital. Obat obatan ringan sebaik nya selalu siap

didekatnya. Bila sakit segera diobati. Dibutuhkan fasilitas pelayanan

pengobatan rutin, murah, gratis dan mudah dijangkau.

Berdasarkan keterangan di atas, kebutuhan fisik lansia hampir sama

dengan kebutuhan seseorang pada umumnya akan tetapi kebutuhan fisik

lansia memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal makanan dan juga

(38)

sesuai dengan kebutuhan fisiknya dan harus menghindari makanan yang

berlemak dan mengandung kadar gula tinggi. Selain itu kebutuhan fisik

lainnya adalah kesehatan. Kesehatan pada lansia lebih membutuhkan

perhatian karena lansia memasuki usia rawan penyakit dimana kondisi

tubuh lansia juga sudah mengalami penurunan.

2) Kebutuhan psikis

Kondisi lanjut usia yang rentan membutuhkan lingkungan yang

mengerti dan memahaminya. Lanjut usia membutuhkan teman yang sabar,

yang mengerti dan memahaminya. Mereka membutuhkan teman berbicara,

membutuhkan dikunjungi kerabat, sering disapa dan didengar nasehatnya.

Lansia juga butuh rekreasi, silaturahmi kepada kerabat dan masyarakat.

Bertambahnya usia seseorang akan memberikan perubahan pada

kebutuhan dirinya tidak terkecuali kebutuhan psikis. Pada usia lanjut

konsidi psikis seseorang akan menjadi seperti anak-anak. Dapat dikatakan

seperti itu dikarenakan pada usia lanjut seseorang telah mempunyai pola

piker yang berbeda dengan orang-orang di usia yang lebih muda. Pada

umumnya lansia memiliki keinginan yang sangat banyak dan juga diiringi

dengan kegemarannya dalam menceritakan banyak hal kepada orang lain.

Perilaku lansia tersebut tentu membutuhkan orang lain untuk memenuhi

keinginan lansia untuk menemaninya disetiap waktu dan berbagi cerita.

3) Kebutuhan sosial

Lanjut usia membutuhkan orang-orang dalam berelasi sosial. Terutama

(39)

lingkungannya, melalui kegiatan keagamaan, olahraga, arisan dan

lain-lain.

Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap

orang karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa

manusia lain. Seseorang berada di lingkungan tertentu dan menjalin

interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Kebutuhan tersebut

juga dimiliki oleh para lanjut usia. Di usianya yang terus bertambah,

lansia semakin membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya.

Lansia lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kaum muda dan

orang dewasa.

4) Kebutuhan ekonomi

Bagi lansia yang tidak memiliki pendapatan tetap, membutuhkan

bantuan sumber keuangan terutama dari kerabatnya. Secara ekonomi

lanjut usia yang tidak potensial membutuhkan uang untuk biaya hidup.

Bagi lanjut usia yang masih produktif membutuhkan keterampilan, UEP

dan bantuan modal usaha sebagai penguatan usahanya.

5) Kebutuhan spiritual

Pada umumnya lansia mengisi waktu untuk lebih mendekatkan diri

kepada Tuhan atau beribadah. Melalui Ibadah lanjut usia mendapat

ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua. Mereka

sangat mendambakan ge.nerasi penerus yang sungguh-sungguh dalam

(40)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan Lanjut

usia hampir sama dengan kebutuhan setiap orang pada umumnya.

Perbedaan yang dapat dilihat adalah dalam pemenuhan kebutuhan para

lanjut usia membutuhkan bantuan dari orang lain terutama orang-orang

terdekat atau kerabat. Pada umumnya kondisi fisik yang terus menurun

menyebabkan lansia menjadi bergantung pada orang lain. Hal tersebut

sangat terlihat pada saat Lansia sudah mengalami penurunan fisik atau

mengalami sakit seperti diabetes, stroke dan jantung.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.

Faktor-faktor tersebut hendaknya disikapi secara bijak sehingga para lansia

dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Menurut Kuntjoro

(2007:54), faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi

kesehatan jiwa mereka yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan

potensi seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam

masyarakat.

1) Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),

misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi

makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi

fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan

(41)

kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,

gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai

operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan

kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat

tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

3) Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara

fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan

dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat

bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi

tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang

berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Perubahan yang Berkaitan

Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun

tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau

(42)

karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,

kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah

orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya

seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak

fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan

kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak

mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,

agar tidak merasa terasing atau diasingkan.

Menurut Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan

dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai

sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati

adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain.

Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan

kecepatan bertindak dan berfikir.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami

beberapa penurunan yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi

seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan lansia tampak berbeda dalam

lingkungannya. Lansia dipandang seseorang yang lambat dan banyak tuntutan,

serta mempunyai kepribadian yang berbeda dengan lingkungan sekitar sehingga

(43)

2. Pemberdayaan

a. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang

menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya

kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan atau kekuasaan. Pemberdayaan

artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau

mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan

terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.

Dalam pendapat lain pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai

serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan

keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan bersaing) kelompok

lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami

kemiskinan (Totok, 2015:61).

Menurut Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono

(1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan

adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan member orang

kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya,

keputusan-keputusannya dan tindakantidakanya.

Menurut Ife (2014:137), memandang daya atau kekuasaan dari empat

perspektif yaitu melalui perspektif pluralis, perspektif elite, perspektif

structural, dan perspektif post-structural. Secara ringkas dapat dilihat dari

(44)
[image:44.595.127.509.108.544.2]

Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan

Perspektif Pandangan Atas Masyarakat Pandangan Atas Kekuasaan Pemberdayaan Pluralis Kepentingan-kepentingan yang berkompetisi Kapasitas untuk bersaing dengan berhasil, ‘pemenang dan pecundang’ Mengajarkan individu atau kelompok cara bersaing dalam lingkup ‘aturan’ Elite Terutama

dikontrol oleh elite yang

melanggengkan diri sendiri

Dilakukan

terutama oleh para elite melalui pemilikan dan control atas lembaga-lembaga dominan Bergabung dan memengaruhi elite, mengkonfrontasi dan berupaya mengubah elite

Struktural Berstrata sesuai dengan bentuk-bentuk opresi struktural: kelas, ras dan gender

Dilakukan oleh kelompok-kelompok dominan melalui struktur-struktur opresif Pembebasan, perubahan structural mendasar, menantang struktur-struktur opresif Post-Struktural Didefinisikan melalui pengertian yang dikonsultasikan: pengertian-pengertian, bahasa, akumulasi dan kontrol pengetahuan Dilakukan melalui control atas wacana, konstruksi pengetahuan dll. Perubahan warna, mengembangkan pemahaman subjektif yang baru, memvalidasi suara-suara lain, membebaskan pendidikan

Sumber: Buku Community Developmen Jim Ife (2014:137)

Berdasarkan table 1 dapat diketahui bahwa pemberdayaan merupakan

suatu pemberian daya atau kekuatan kepada diri seseorang. Pemberdayaan

dapat bermakna bermacam-macam dan dilakukan dengan berbagai cara

menurut kondisi masyarakat masing-masing. Menurut berbagai pendapat

dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan upaya pemberian

(45)

membawa perubahan bagi dirinya. Memberikan kekuatan bagi diri seseorang

untuk berani dalam mengembangkan diri dan menentukan nasibnya sendiri

melalui pendidikan maupun melalui hal lain.

Sementara Shardlow (1998 : 32) mengatakan bahwa pemberdayaan

membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk

masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Pranarka konsep

empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan

yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam

kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, baik dalam

bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain (Sri Widayanti, 2012 :98)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan

adalah suatu usaha menuju kebebasan dan untuk mencapai suatu kemajuan

dalam hidup. Adanya pemberdayaan memberikan keleluasaan terhadap

seseorang untuk mengembangakan diri sesuai dengan kehendak diri mereka

sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.

b. Konsep Pemberdayaan

Menurut Onny (1996:72), pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses

belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang

dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif,

guna mengembangkan potensi dan kemampuan dalam diri individu dan

(46)

Pemberdayaan merupakan suatu proses panjang menuju perubahan dan

tidak luput dari tujuan yang akan dicapat. Tujuan yang ingin dicapai dari

pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi

mandiri . kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, tindakan dan

mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut (Ambar, 2004:80).

Sedangkan pada pendapat lain Mardikanto (2015:111) menjelaskan bahwa

tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan yaitu 1) perbaikan

pendidikan, 2) perbaikan aksesbilitas, 3) perbaikan tindakan, 4) perbaikan

kelembagaan, 5) perbaikan usaha, 6) perbaikan pendapatan, 7) perbaikan

lingkungan, 8) perbaikan kehidupan, dan 9) perbaikan masyarakat.

Tujuan pemberdayaan tersebut dapat tercapai apabila proses

pemberdayaan dilakukan secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang dilakukan

secara berkelanjutan dapat membawa hasil nyata dan dapat dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat. Dalam proses pemberdayaan terdapat beberapa

aspek yang dapat diberdayakan. Suparjan dalam jurnal yang ditulis oleh

Sumarno berpendapat bahwa:

Ada tiga strategi pemberdayaan yang harus direalisasikan kepada masyarakat untuk dapat di berdayakan diantaranya, pemberdayaan secara politis, sosial, dan ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi dan membantu atau paling tidak meminimalisir dampak-dampak negatif dari agenda neoliberalisme sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan pembangunan yang berorentasi pada masyarakat dapat terwujud, (Suparjan, 2007:186).

Berdasarkan pendapat di atas strategi pemberdayaan dapat direalisasikan

melalui tiga hal yaitu politis, sosial dan ekonomi. Strategi tersebut dipilih agar

(47)

menggunakan strategi yang sudah dirancang dengan sistematis dapat

memberikan kemudahan kepada pihak yang akan diberdayakan.

Strategi pemberdayaan politik ditujukan agar masyarakat mempunyai

kesadaran kritis terhadap kebijakan yang ada sehingga dapat menyalurkan

aspirasi untuk kemajuan bersama. Sedangkan strategi pemberdayaan sosial

berkaitan dengan pemberian perlindungan sosial kepada masyarakat agar

terwujud masyarakat yang sejahtera. Selain itu strategi yang terakhir adalah

strategi pemberdayaan ekonomi. Permasalahan ekonomi di masyarakat sudah

menjadi hal yang pokok maka dari itu strategi ini memberikan solusi agar

masyarakat dapat berdaya, memiliki kekuatan untuk mandiri dibidang

ekonomi. Dalam upaya mewujudkan usaha tersebut pemberdayaan juga

membutuhkan pendekatan tertentu yang dapat membantu kelancaran

pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat.

Pendapat lain yang dinyatakan oleh Parsons dalam Mardikanto

(2015:160), menjelaskan bahwa pemberdayaan dapat dilakukan dengan

menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan mikro, mezzo, dan makro.

Pendekatan secara mikro yaitu pemberdayaan dilakukan secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention.

Sedangkan pendekatan secara mezzo merupakan pemberdayaan yang

dilakukan terhadap sekelompok klien. Berbeda dengan pendekatan secara

makro adalah pendekatan pemberdayaan yang diarahkan pada sistem

(48)

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat

tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan

subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian,

maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut

(Sumodiningrat, Gunawan, 2002):

1) Upaya tersebut harus terarah

Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.

2) Program melibatkan masyarakat secara langsung

Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. 3) Menggunakan pendekatan kelompok

Hal ini dikarenakan secara individu masyarakat miskin sulit dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

Berdasarkan konsep pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa

pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan dengan melibatkan

masyarakat secara langsung. Program pemberdayaan harus terarah atau

mempunyai tujuan yang jelas untuk masyarakat tertentu dan menggunakan

pendekatan kelompok.

Berdasarkan pendapat Ambar (2004: 83), upaya pemberdayaan perlu

dilakukan menggunakan berbagai tahap agar pelaksanaannya dapat terukur

dan juga terlaksana secara sistematis. Tahap-tahap yang harus dilakukan

(49)

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Berdasarkan tahapan pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa proses

pemberdayaan berlangsung dalam beberapa tahap mulai dari tahap penyadaran,

tapah transformasi dan tahap peningkatan kemampuan intelektual. Tahap yang

ada harus dilakukan dengan sistematis dan juga berkelanjutan agar hasilnya dapat

maksimal. Adanya ketiga tahap tersebut akan menghasilkan pengetahuan,

kesadaran dan juga perubahan pola pikir dalam kehidupan individu.

Perubahan-perubahan tersebut dapat mengentaskan atau membebaskan diri seorang individu

dari keadaan buruk yang membelenggunya. Keterbukaan informasi dan juga

keterbukaan pada perkembangan akan membentuk individu yang berdaya.

Menurut Ife (2014:148), pemberdayaan terdiri dari beberapa bentuk dan juga

dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu melalui kebijakan dan perencanaan,

(50)
[image:50.595.109.517.141.522.2]

Bentuk-bentuk pemberdayaan menurut Ife (2014:149), yaitu sebagai berikut:

Table 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan

Meningkatkan kekuasaan dari Kelompok-kelompok primer yang dirugikan secara structural KELAS

kaum miskin penganggur pekerja berpenghasilan rendah penerima jaminan sosial

GENDER perempuan

RAS/ETNISITAS

masyarakat pribumi minoritas etnis dan kultural

Kelompok Lain yang Dirugikan

Manula anak-anak dan kaum muda penyandang cacat (fisik, mental dan intelektual) homo dan lesbian terisolasi (secara geografis dan sosial) dsb.

Pribadi yang

Dirugikan

Dukacita, kehilangan, masalah-masalah pribadi dan keluarga

Atas pilihan pribadi dan peluang dalam kehidupan definisi kebutuhan gagasan lembaga sumber daya kegiatan ekonomi reproduksi

Melalui kebijakan dan

perencanaan aksi sosial dan politik pendidikan

Sumber: Buku Community Development Jim Ife (2014:149)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberdayaan sangat dibutuhkan

oleh golongan-golongan masyarakat tertentu seperti kaum miskin, perempuan

yang mengalami ketidakadilan gender, ras minoritas, manula dan juga anak-anak

penyandang cacat. Golongan tersebut membutuhkan pemberdayaan karena

dirugikan dan diabaikan secara struktural.

Pada golongan tersebut tidak mendapatkan keleluasaan dan juga kebebasan

(51)

dimiliki. Maka dari itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengentaskan mereka dari

keadaan yang tidak menguntungkan tersebut melalui kegiatan pemberdayaan.

Pemberdayaan harus dilakukan atas kehendak diri sendiri dengan adanya

kesadaran pembebasan diri dan juga pengoptimalan potensi diri.

Pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri dapat

menumbuhkan semangat dan motivasi yang lebih. Adanya kesadaran untuk

memberdayakan diri sendiri dan melepaskan diri dari belenggu ketidak berdayaan

maka akan tecipta kesungguhan dalam melakukan usaha pemberdayaan. Hal

tersebut dapat mempermudah jalannya proses pemberdayaan. Selain itu

pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri akan memberikan

dampak signifikan dibandingkan dengan menggunakan paksaan. Pemberdayaan

dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, seperti yang dikemukakan

oleh Friedman dalam buku Onny (1996:138) yaitu sebagai berikut:

Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektiff (kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan kita bersama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan dapat

dilakukan secara individu maunpun kelompok. Pada pemberdayaan secara

kelompok dapat memberikan keuntungan lebih besar tau dampak lebih besar. Hal

tersebut disebabkan karena pemberdayaan secara kelompok akan menciptakan

(52)

diskusi akan menumbuhkan sikap kritis terhadap usaha pemberdayaan yang

sedang dilakukan. Adanya sikap tersebut memungkinkan adanya kontrol dari

kelompok itu sendiri. Kelompok tersebut dapat mengambil keputusan sendiri

terhadap perkembangan yang diinginkan dalam usaha memberdayakan diri.

Pelaksanaannya pemberdayaan membutuhkan metode khusus agar proses

pemberdayaan dapat berjalan efektif dan efisien. Menurut Mardikanto (2015:211),

pemilihan metode pemberdayaan harus selalu mempertimbangakan:

1) Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu

kegiatan/pekerjaan pokoknya,

2) Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin,

3) Lebih banyak menggunakan alat peraga.

Menurut Suparjan (2003:43), dalam implementasi pemberdayaan haruslah

dilihat beberapa aspek yaitu: 1) pemanfaatan jaringan sosial yang telah ada, 2)

melihat tingkat kohesivitas masyarakat, 3) menentkan premium mobile yang

nantinya akan menjadi agent of change pada dirinya sendiri dan sekitarnya.

Pemberdayaan adalah proses yang tidak dapat diukur secara matematis,

apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana. Indikator keberhasilan

pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness. Adanya

kesadaran komunitas diharapkan dapat mengubah pemberdayaan yang bersifat

penguasa menjadi bentuk kemitraan serta meminimalisir terbentuknya solidaritas

(53)

3. Kegiatan Keagamaan

a. Pengertian Kegiatan Keagamaan

Secara etimotogis kegiatan keagamaan mempunyai berbagai kandungan

makna. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa Indonesia kegiatan keagamaan berasal dari kata “giat” yang mendapat

awalan “ke” dan berakhiran “an” yang berarti aktifitas, usaha dan pekerjaan.

Maka kegiatan adalah aktifitas, usaha atau pekerjaan yang dilakukan seseorang

dalam rangka memenuhi kegiatannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata

agama berarti suatu sistem, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran

kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Kata keagamaan berasal dari kata dasar “agama” yang mendapatkan awalan

“ke” dan akhiran “an” yang mengandung arti dan pengertian banyak sekali.

Secara etimologi agama berasal dari kata Sanskrit, kata din dalam bahasa Arab

dan religi dalam bahasa Eropa (Harun, 1985:9). Dari kata Sanskrit agama tersusun

dari dua kata, “a”: tidak ada, “gam” : pergi, jadi agama tidak pergi, tetap ditempat,

diwarisi turun temurun. Sedangkan kata din dalam bahasa Arab mengandung arti

menguasai, menundukkan, patuh, balasan dan kebiasaaan. Dan religi dalam

bahasa Latin berarti mengumpulkan, membaca.

Berdasarkan pengertian secara etimologis kegiatan kegamaan dapat diartikan

sebagai suatu aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan

dengan cara tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Agama

menjadi suatu panutan bagi manusia dan terus menerus diingat serta dilakukan

(54)

Sedangkan secara terminologis menurut T.G. Fraze dalam Aslan pengertian

agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung daripada

manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan

jalannya perikehidupan manusia (Karlina, pdf). Pendapat lain dikemukakan oleh

Prof. K.H.M Taib Tohir Abdul Muin dalam Aslan, agama adalah suatu peraturan

Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang

peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup

dan kebahagiaan kelak di akhirat (Karlina, pdf).

Berdasarkan pengertian keagamaan secara terminologis dapat disimpulkan

bahwa aktifitas dalam rangka menyembah Tuhan dan mengikuti semua tuntunan

yang telah diberikan kepada umat manusia agar mempunyai akhlaq atau

kepribadian dan tingkah aku yang baik serta mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat.

b. Macam-macam kegiatan keagamaan

Berbagai macam kegiatan keagamaan diantaranya yaitu sebagai berikut:

1) Majelis taklim

Majelis taklim menurut KBBI adalah lembaga atau organisasi sebagai

wadah pengajian. Sedangkan kata taklim menurut KBBI adalah pengajian

agama (Islam) atau bisa juga sebagai pengajian. Pendapat lain mengartikan

Majelis ta’lim sebagai lembaga swadaya masyarakat murni, yang

dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh

(55)

adalah suatu lembaga atau organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan

pengajian, dakwah keagamaan dan berdoa bersama.

2) Pengajian

Pengajian adalah suatu kegiatan yang ada di masyarakat dimana terdapat

kegiatan membaca Al-Quran, wirid serta tahlil sebagai suatu kewajiban

kepada Tuhan. Pengajian yang ada di masyarakat pada umumnya

3) Peringatan Hari Besar

Kegiatan peringatan hari besar dilakukan oleh masyarakat secara rutin dan

telah diwariskan secara turun-temurun menggunakan cara yang

berbeda-beda anatra masyarakat daerah tertentu dengan daerah lain. Peringatan hari

besar biasa dilakukan dengan kegiatan pengajian, ceramah dan silaturahim

dengan sesama umat beragama.

Sedangkan menurut Kemendikbud (2010:13), menyebutkan contoh kegiatan

keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian

mingguan, 3) peringatan hari besar, 4) kunjungan ke museum, ziarah ke makan

Islam, 5) seni kaligrafi, 6) penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta

alam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kegamaan yang

ada di masyarakat sangat beragam dan sudah dilakukan secara rutin serta

diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat

dilakukan dengan cara-cara berbeda menurut etika atau adat yang ada di daerah

dimana masyarakat tinggal, namun esensi dari kegiatan tersebut tetap sama yaitu

(56)

c. Tujuan Kegiatan Keagamaan

M. Utsman (2002:10), mengemukakan bahwa untuk memperoleh derajat

ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah seperti

sholat, puasa, zakat, dan ha

Gambar

Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan
Table 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan
Gambar I. Hubungan Antar Gejala
Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

adalah 0%, dan kategori siswa dengan keaktifan pada kategori “sangat rendah” adalah 0%. Dari hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Perilaku “R” yang suka berkata kasar kepada orang lain, “T” yang menjadi pribadi yang pendiam dan penakut, dan sikap “W” yang suka berkata kasar dan membuat kegaduhan

pembelajaran. Sedangkan kegiatan yang dilakukan guru dan murid pada kegiatan pendahuluan dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan menggunakan materi Al-Miftah Lil

Prilaku dan dengan demikian juga prilaku hokum yang berubah sangat mempengaruhi praktik hokum di Indonesia, apabila pada masakolonial hukum relative mampu menjadi

yang akan digunakan untuk penelitian yaitu mencakup data literatur,. data lapangan dari bendung itu sendiri 

Tabungan iB Hasanah adalah bentuk investasi dana yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan akad Mudharabah atau simpanan dana yang menggunakan akad Wadiah yang memberikan