PEMBERDAYAA DUSUN GATA
g
PROG JU
U
i
AAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEA TAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANG
KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Miftachul Ummayyah NIM. 12102241023
GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOL JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
NOVEMBER 2016
EAGAMAAN DI GKRINGAN,
MOTTO
“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh”
(Albert Einstein)
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib memiliki ilmu,
dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya
memiliki ilmu”
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah Subhanahuwa Ta’ala
Karya ini akan saya persembahkan untuk :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasihsayang,
dan selalu memanjatkan doa – doa yang mulia untuk keberhasilan penulis
dalam menyusun karya ini.
2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta tempat dimana saya
menimba ilmu.
vii
PEMBERDAYAAN LANSIA MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DUSUN GATAK, WUKIRSARI, KECAMATAN CANGKRINGAN,
KABUPATEN SLEMAN Oleh
Miftachul Ummayyah NIM 12102241023
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (2) Hasil pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman. (3) Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Ustadz/ustadzah, pengurus Masjid, dan para lansia. Objek penelitian ini adalah pemberdayaan lansia melalui kegaiatan keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrument utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan, a) meliputi tiga kegiatan yaitu TPA, yasinan, dan kajian dengan total lansia yang aktif yaitu sebanyak 37 orang. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitu tahap persiapan, pembukaan, inti, dan penutup, b) metode yang digunakan adalah metode ceramah, dan praktek, c) materi pemberdayaan lansia adalah cara membaca iqro’ dan Al-Quran, mengkaji ayat-ayat Al-Quran, membaca surat yasin, dan kajian keagamaan, 2) hasil pemberdayaan lansia meliputi perubahan kognitif, perubahan perilaku, dan perubahan yang bersifat implementatif, 3) faktor pendorong pemberdayaan lansia yaitu: motivasi lansia yang tinggi, sarana dan prasarana yang lengkap, dan lingkungan masyarakat yang mendukung. Faktor penghambat yaitu: kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi fisik, jumlah Ustadz/ustadzah yang sedikit, dan keterbatasan waktu.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Lansia Melalui
Kegiatan Keagamaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman ”.
Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan
mengucapkan terima kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah
memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancaran di
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Puji Yanti Fauziah, M.Pd, selaku pembimbing skripsi yang telah
berkenan mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi.
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan.
5. Ustadz/ustadzah, pengurus, dan lansia yang terlibat dalam pemberdayaan
lansia di Dusun Gatak yang telah memberikan bimbingan dan informasi dalam
penelitian di lapangan.
7. Sahabat-sahabatku tercinta Ela, Eka, Noni, Mbak Sely dan Riya yang telah
memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsiku.
8. Teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012 yang
memberikan bantuan dan motivasi perjuangan meraih kesuksesan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, yang telah
membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat
menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan
Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta para pembaca umumnya. Amin.
Yogyakarta, November 2016
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 11
C. Pembatasan Masalah ... 12
D. Rumusan Masalah ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 15
1. Lanjut Usia ... 15
a. Pengertian Lanjut Usia ... 15
b. Konsep Lansia ... 17
c. Kebutuhan Lansia ... 21
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia... 25
a. Pengertian Pemberdayaan... 28
b. Konsep Pemberdayaan ... 30
3. Kegiatan Keagamaan ... 38
a. Pengertian Kegiatan Keagamaan... 38
b. Macam-macam Kegiatan Keagamaan ... 39
c. Tujuan Kegiatan Keagamaan ... 41
B. Penelitian yang Relevan ... 41
C. Hubungan Antar Gejala... 46
D. Pertanyaan Penelitian ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52
B. Setting Penelitian ... 53
C. Penentuan Informan dan Objek Penelitian... 53
D. Teknik Pengumpulan Data... 58
E. Instrumen Penelitian... 59
F. Teknik Analisis Data... 61
G. Keabsahan Data... 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
2. Deskripsi Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan ... 70
B. Data Hasil Penelitian... 71
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 71
2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 86
3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 91
C. Pembahasan... 96
1. Pemberdayaan Lansia Melalui Kegiatan Keagamaan... 96
2. Hasil Pemberdayaan Lansia ... 109
3. Faktor Pendorong dan Penghambat ... 116
2. Saran... 122
DAFTAR PUSTAKA ... 124
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan... 29
Tabel 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan ... 35
Tabel 3. Penentuan Ustadz/ustadzah Sebagai Informan ... 55
Tabel 4. Penentuan Pengurus Masjid Sebagai Informan ... 56
Tabel 5. Penentuan Lansia Sebagai Informan... 57
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2014... 63
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Tahun 2015... 63
Tabel 8. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 66
Tabel 9. Daftar Lansia TPA Iqro’ ... 67
Tabel 10. Kelompok Lansia Berdasarkan Usia... 68
Tabel 11. Kelompok Lansia Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 68
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Gejala ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 128
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 129
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ... 135
Lampiran 4. Hasil Observasi... 136
Lampiran 5. Catatan Wawancara ... 139
Lampiran 6. Analisis Data Wawancara (Ustadz/ustadzah)... 180
Lampiran 7. Analisis Data Wawancara (Pengurus) ... 191
Lampiran 8. Analisis Data Wawancara (Lansia) ... 203
Lampiran 9. Triangulasi Sumber... 225
Lampiran 10. Triangulasi Matode... 239
Lampiran 11. Catatan Lapangan ... 247
Lampiran 12. Dokumentasi... 270
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu tahap perkembangan dimana seseorang berusia
telah 60 tahun keatas (UU RI tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Pada usia tersebut
seseorang akan memasuki tahap perkembangan yang sangat berbeda dengan tahap
perkembangan sebelumnya di masa dewasa. Memasuki usia lanjut, lansia akan
mengalami penurunan dalam fungsi fisik atau kesehatan. Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor biologis yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil
dan fase regresif. Dalam fase regresif lansia akan mengalami penurunan fungsi sel
tubuh karena sel tubuh lebih mempunyai fungsi pokok dan terus menerus
digunakan (Rita Eka, 2008:166).
Penurunan sel yang terjadi secara terus menurus akan menyebabkan terjadinya
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh sehingga
mempengaruhi fungsi kemampuan fisik lansia. Penurunan fungsi tubuh pada
lansia dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain dikarenakan setiap
orang mempunyai perkembangan tubuh yang berbeda (Rita Eka, 2008:167).
Penurunan fungsi fisik membawa banyak perubahan bagi diri lansia. Pada lansia
yang mempunyai mental yang kuat dapat menghadapi penurunan fungsi fisik
dengan baik dan meningkatkan kualitas kesehatan melalui berbagai cara.
Seiring dengan menurunnya fungsi fisik lansia, perlu adanya dukungan dari
luar agar kebutuhan dan perkembangan lansia dapat terpenuhi serta dapat berjalan
sudah mengalami penurunan kondisi fisik. Ketidak produktifan dan penurunan
kondisi fisik lansia memberikan efek kesulitan dalam melakukan beberapa
kegiatan dan juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup lansia.
Pada usia lanjut para lansia sangat membutuhkan orang lain atau keluarga di
lingkungan sekitar untuk selalu mendampingi kehidupan lansia. Lansia yang
mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar terutama keluarga,
dapat membawa kenyamanan dan kemudahan pada diri lansia (Siti Maryam,
2011:68). Peran lingkungan sekitar sangatlah penting, namun ada juga beberapa
masyarakat yang terganggu dengan adanya seseorang yang telah memasuki usia
lanjut. Bagi sebagian orang, usia lanjut identik dengan usia yang sangat
mengganggu dimana para lansia mempunyai banyak tuntutan dan keinginan.
Menurut Undang-undang RI No. 13 tahun 1998 Kesejahteraan Lanjut Usia
mengungkapkan bahwa “pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing dan
menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia”. Pemerintah Indonesia dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, menyatakan
dalam bidang kesejahteraan sosial, sasaran yang ingin dicapai dalam periode
2015-2019 adalah meningkatnya akses dan kualitas hidup lansia. Hal-hal tersebut
membuktikan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian khusus untuk para
lanjut usia, salah satunya yaitu penyediaan panti wreda. Usaha yang dibuat oleh
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan lansia sudah dilaksanakan namun
dalam kenyataannya masih banyak lanjut usia yang belum bisa menikmati layanan
Keberadaan panti wreda merupakan wujud pelayanan dari pemerintah bagi
para lansia untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lansia. Panti wreda
memberikan fisilitas kepada lansia agar dapat berkumpul dengan seusianya,
diberikan pelayanan yang baik serta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
berbagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong yang dimiliki lansia. Kegiatan
yang diberikan telah disesuakan dengan karakteristik lansia dan lansia juga
diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginannya mengenai kegiatan
yang diinginkan. Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY menyebutkan
bahwa ada enam panti wreda yang melayani masyarakat terutama para lansia,
empat berada di Kota Yogyakarta, satu di Bantul dan satu lagi di Sleman. Jumlah
panti wreda yang ada belum menjangkau di semua kabupaten yang ada di
Yogyakarta seperti di Gunungkidul dan Kulonprogo.
Lansia yang tidak mendapatkan perlakuan baik dalam lingkungannya dan
merasa dideskriminasikan dapat memunculkan stres atau depresi pada lanisa.
Kondisi stres pada para lansia tersebut bisa diartikan dengan kondisi yang tak
seimbang atau adanya tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan. Stress
tersebut biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat ketidaksepadanan antara
keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat
kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut
usia. Para lansia juga sangat rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah
mereka telah mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup,
alami. Stress pada lansia merupakan permasalahan yang sering dialami oleh
lansia.
Menurut Fieldman dalam Fitri (2007:9) stress adalah suatu proses yang
menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun
membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku. Dalam kondisi tertentu, stres dapat
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan para lanjut usia seperti tekanan
darah tinggi, pusing, sedih, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tidur seperti biasanya,
terlampau sensitif, depresi, dan lainnya. Keadaan lasia yang mengalami stress
membutuhkan penanganan khusus dari dokter.
Kondisi fisik yang sangat rentan terjadinya penyakit membutuhkan perawatan
dan kepedulian dari lingkungan sekitar terutama keluarga. Keluarga berperan
sebagai pihak yang memberikan motivasi atau arahan kepada lansia. Motivasi dan
arahan dari keluarga sangatlah penting karena pada dasarnya lansia ingin selalu
mendapat perhatian dari keuarga terdekatnya. Keluarga dapat memberikan arahan
bagi lansia untuk dapat hidup dengan baik dengan cara mengikuti kegiatan untuk
para lansia, cek kesehatan secara rutin, menjaga pola hidup sehat, dan lain
sebagainya.
Kegiatan bersama kelompok merupakan suatu yang sangat penting bagi lansia
karena pada dasarnya lansia yang pasif selain dapat memberikan dampak yang
negatif terhadap kesehatan lanisa juga dapat menyebabkan disleksia dini pada
lanisa. Demensia merupakan istilah umum untuk penurunan kognitif dan perilaku
sehari-hari (Diane E. Papalia, 2015 : 242). Demensia dapat terjadi karena dipengaruhi
oleh kondisi fisik seorang lansia. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang
dilakukan terhadap 678 biarawati di Roma menemukan bahwa demensia dapat
dilawan dengan pendidikan atau aktivitas kognitif. Sedangkan kenurunan kognitif
lebih memungkinkan menyerang orang-orang yang mempunyai kesehatan fisik
yang buruk.
Ancaman demensia dapat atasi jika kehidupan lansia diimbangi dengan pola
hidup sehat dan bekegiatan yang aktif. Pola hidup sehat dapat mencegah lansia
terkena penyakit dan kegiatan di komunitas maupun dilingkungan dapat membuat
otak lansia bekerja secara aktif untuk memproses banyak hal. Kondisi otak yang
terus-menerus digunakan untuk beraktifitas dan berfikir dapat mencegah lansia
terkena demensia dini. Melihat dari kehidupan lansia saat ini banyak yang belum
sadar akan hal tersebut dan masih banyak lansia yang pasih sehingga resiko
terkena demensia dini akan sangat besar. Banyak para lansia terutama yang hidup
di pedesaan tidak mengetahui akan pentingnya mengikuti berbagai kegiatan untuk
kebaikan kondisi fisik dan kesehatan lansia.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk
lima besar Negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia yaitu
mencapai 18,1 juta jiwa atau 9.6 % dari jumlah penduduk. Pemerintah mencatat
Yogyakarta merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia (lansia)
tertinggi di Indonesia. Dari total penduduk di kota Yogyakarta diperkirakan,
lansia mencapai 13,4 persen pada 2015, meningkat 14,7 persen (2020), dan 19,5
Angka harapan hidup dan jumlah lansia yang terus meningkat perlu adanya
kepedulian dan perhatian untuk para lansia. Lansia cenderung membutuhkan
bantuan orang lain dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lansia
mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menunjang
kesejahteraan hidup lansia. Hal tersebut merupakan tanggung jawab diri lansia
sendiri dan keluarga terdekat, sedangkan pada kenyataannya tidak semua lansia
hidup bersama-sama dengan keluarganya. Kondisi tersebut menuntut beberapa
lansia untuk terus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bekerja.
Kondisi fisik lansia yang telah mengalami penurunan merupakan suatu hal
yang menjadi salah satu penghambat bagi lansia untuk melakukan banyak
kegiatan yang bersifat memberatkan. Aktivitas yang berat tidak perlu dilakukan
oleh para lansia akan tetapi, lansia disarankan tetap aktif agar tetap sehat dan
produktif, namun pada kenyataannya tidak semua lansia bisa melakukan hal
tersebut. Para lansia kebanyakan merasa bahwa saat telah memasuki usia lanjut
maka hidup mereka akan segera berakhir dan hidup dijalani dengan hanya
menunggu takdir. peristiwa tersebut menunjukkan bahwa para lansia mempunyai
motivasi yang rendah untuk menjadikan diri mereka lebih aktif dan produktif di
usia lanjut.
Pada usia lanjut tentu telah mengalami dan mendapatkan berbagai pengalaman
dalam hidup mereka di berbagai bidang dan pada berbagai kondisi, hal tersebut
dapat menjadikan nilai tambah untuk diri lansia. Pengalaman hidup yang banyak
seharusnya menjadikan para lansia lebih termotivasi untuk mengikuti beberapa
dan lingkungan sekitar. Banyak potensi yang dimiliki oleh para lanjut usia akan
tetapi kesadaran yang dimiliki masih sangat kurang.
Kurangnya kesadaran para lansia akan potensi yang dimiliki menjadi pokok
utama dalam permasalah hidup lansia. Seharusnya potensi tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk memberdayakan para lansia agar tetap dapat
berkarya dan berkegiatan positif. Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang
mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau
mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan.
Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya
atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.
Menurut Kindervatter dalam buku Anwar (2007:77) pemberdayaan adalah
suatu proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang
bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepakaan warga belajar
terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya dapat
memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan dalam
masyarakat. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan
berarti memberikan kekuatan dan kebebasan kepada seseorang dalam bentuk
pendidikan. Dalam hal ini pemberdayaan lansia dapat diartikan bahwa proses
pemberian kekuatan dan kebebasan kepada lansia dalam bentuk pendidikan.
Pemberdayaan di bidang pendidikan dapat diartikan sebagai proses belajar
mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan
mengembangkan daya dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan
masyarakat sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Onni, 1996:74).
Pemberdayaan dalam bidang pendidikan sangat cocok bagi lansia dikarenakan
kondisi fisik lansia sudah mengalami penurunan dan juga lansia sudah memasuki
usia non produktif. Pemberdayaan lansia dibidang pendidikan dapat memberikan
perubahan pola pikir dan juga pola hidup lansia.
Lansia yang berdaya dapat meningkatkan kualitas berbagai aspek dalam
kehidupan lansia seperti aspek kesehatan. Adanya lansia yang berdaya maka akan
mempunyai kegiatan yang rutin dilakukan dan dapat meningkatkan kesehatan
para lansia. Adanya interaksi dengan lingkungan dan juga sesama lansia akan
memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk menjalani hidupanya dengan
aktif, tidak hanya hidup hanya menunggu takdir. Selain itu kegiatan yang
dilakukan lansia dengan sesamanya dapat menjadi salah satu penyalur hobi
mereka. Penyaluran hobi dapat menciptakan suasana hati yang gembira sehingga
dapat mempengaruhi kondisi psikis lansia menjadi lebih stabil.
Pemberdayaan lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
yaitu melalui kegiatan keagamaan. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemberdayaan pada aspek
ekonomi, sosial, politik, dan juga pendidikan. Di usia lanjut lansia lebih
membutuhkan penguatan spirituan, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Lansia
yang sudah mengalami kemunduran fisik mempunyai kebutuhan untuk
memperoleh ketenangan jiwa di usia senja. Oleh karena itu pemberdayaan yang
lebih dibutuhkan oleh lansia adalah pemberdayaan melalui kegiatan keagamaan.
Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan merupakan suatu hal yang
sangat penting, karena lansia mempunyai kebutuhan spiritual untuk dipenuhi.
Kebutuhan spiritual dibutuhkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,
mendapatkan ketenangan jiwa, dan meningkatkan pengetahuan tentang
keagamaan sebagai bekal ketika tidak lagi hidup di dunia. Pemberdayaan lansia
dilakukan melalui kegiatan keagamaan dengan memberikan pengetahuan tentang
agama, siraman rohani, belajar mengaji dan juga mengkaji tentang kitab suci.
Kegiatan pemberdayaan maupun kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat
pada umumnya belum mengkhususkan diri untuk para lansia. Sedangkan
karakteristik lansia dengan orang dewasa mempunyai perbedaan. Perbedaan
karakteristik lansia dan orang dewasa juga dapat mempengaruhi mudah atau
tidaknya lansia dalam menerima informasi sehingga diperlukan sebuah
perkumpulan atau komunitas khusus lansia. Pemberdayaan lansia yang ada dan
dilakukan melalui kegiatan keagamaan salah satunya adalah pemberdayaan lansia
di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangnkringan, Kabupaten Sleman.
Desa Wukirsari merupakan salah satu daerah yang mempunyai jumlah
penduduk lansia yang paling tinggi jika dibandingkan dengan Desa lain di
Kecamatan Cangkringan. Pada tahun 2015 jumlah lansia Desa Wukirsari yaitu
mencapai 1.259 sedangkan di Argomulyo hanya 937 jiwa, Glagaharjo 405 jiwa,
Kepuharjo 339 jiwa, dan Umbulharjo sebanyak 363 jiwa
sangat banyak. Banyaknya lansia tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah desa setempat dan juga masyarakat untuk dapat memberikan
kesejahteraan untuk para lansia. Prakarsa untuk membuat program pemberdayaan
lansia di daerah dengan jumlah lansia yang tinggi merupakah langkah yang tepat.
Masyarakat bersama-sama untuk memberikan fasilitas bagi lansia agar dapat
berdaya meski usianya sudah lanjut.
Pemberdayaan lansia di Dusun Gatak dibentuk atas dasar musyawarah
pengurus Masjid dan warga Dusun Gatak untuk membuat suatu kegiatan bagi
lansia. Lansia yang ada di Dusun Gatak mayoritas aktif untuk berkegiatan di
sawah. Keadaaan lansia tersebut menggungah penduduk Desa untuk membuat
suatu kegiatan yang dapat memberdayakan kehidupan para lansia Dusun Gatak.
Selain prakarsa yang muncul dari pengurus Masjid dan juga warga, lansia di
Dusun Gatak sendiri mempunyai keinginan untuk mendalami pendidikan agama.
Di usia yang sudah lanjut, para lansia di Dusun Gatak menginginkan adanya
kegiatan keagamaan untuk meningkatkan kualitas keimanan lansia. Dengan
adanya pemberdayaan lansia di Dusun Gatak, maka lansia dapat terfasilitasi untuk
mendapatkan pendidikan keagamaan.
Pemberdayaan lansia yang ada di Dusun Gatak diisi dengan kegiatan
keagamaan berupa belajar membaca Al-Qur’an, yasinan rutin dan juga diisi
dengan ceramah keagamaan. Lansia yang ada di Dusun Gatak masih banyak yang
belum lancar dalam membaca Al-Qur’an maka dengan adanya pemberdayaan
lansia ini diharapkan lansia Dusun Gatak dapat membaca Al-Qur’an dengan
lansia perempuan dan laki-laki yang berasal dari Dusun Gatak dan dalam kegiatan
ini lansia tidak dipungut biaya. Kegiatan pemberdayaan ini diselenggarakan oleh
pihak Desa sehingga pengurus kegiatan ini juga berasal dari Dusun Gatak.
Pengurus yang berasal dari Dusun Gatak memberikan keleluasaan bagi para
lansia dalam mengemukakan pendapat mengenai kegiatan pemberdayaan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan yang diselenggarakan, para lansia
diberikan kewenangan untuk menyampaikan keinginan, kritik dan saran. Hal
tersebut buat agar terjalin komunikasi yang baik antara lansia dan juga pengurus
yang berasal dari Dusun Gatak. Keterbukaan informasi dan juga pengambilan
keputusan disuatu kelompok atau perkumpulan dapat memberikan rasa percaya
antar warga belajar dan juga pengurus sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat
tercapai.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di Dusun
Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penulis ingin
mengkaji tentang pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan tersebut.
B. Identifikasi masalah
Dari pemaparan gambaran di latar belakang dapat ditemukan berbagai
masalah diantaranya yaitu:
1. Lansia tipe pasrah banyak yang tidak terurus dikarenakan anggota keluarga
mereka pergi bekerja ke luar kota.
2. Menurunnya fungsi fisik pada lansia membawa depresi dan tindakan negatif
3. Psikologis lansia yang berbeda dengan orang-orang disekitarnya
mengakibatkan munculnya tindak diskriminasi pada lansia.
4. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 angka harapan hidup di
Yogyakarta semakin meningkat namun komunitas yang memberdayakan dan
melayani lansia masih sedikit.
5. Seiring dengan menurunnya fungsi fisik pada lansia, masih banyak lansia
yang kurang memperhatikan kesehatannya sehingga lebih mudah terserang
penyakit
6. Lansia mempunyai banyak pengalaman dalam hidup namun banyak yang
belum sadar akan potensi yang dimilik dan belum banyak komunitas yang
memberdayakan lanisa
7. Lansia Dusun Gatak, Wukirsari masih banyak yang belum lancar membaca
Al-Qur’an, sedangkan belum ada kegiatan yang memfasilitasi lansia dapat
belajar.
C. Pembatasan masalah
Dengan adanya berbagai masalah yang ada maka peneliti memfokuskan diri
pada perkumpulan lansia sebagai upaya memberdayaan lansia, dalam hal ini
adalah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan Dusun Gatak, Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman untuk memberdayakan lansia.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka dapat diambil
1. Bagaimana pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
3. Apa saja faktor pendorong dan faktor penghambat yang dihadapi dalam
pemberdayaan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di
Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman
2. Hasil dari pemberdayaan lansia melalui kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman
3. Faktor pendorong dan penghambat pemberdayaan lansia melalui kegiatan
keagamaan yang diselenggarakan di Dusun Gatak, Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis.
Secara teoritis hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi atau masukan
bagi pengembang kesejahteraan terutama kesejahteraan lanjut usia dan
menambah kajian tentang pemberdayaan pada lansia melalui kegiatan
keagaaman.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan
bagi pihak yang menangani para lansia khususnya dalam memberikan ruang
dan perhatian kepada para lanjut usia. Dan bagi pihak lain penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu menyajikan informasi untuk mengadakan
BAB II KAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang disebut lanjut usia
(elderly) jika berumur 60-74 tahun. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad
Mohammad, Guru Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran usia 65
tahun keatas disebut masa lanjut usia atau senium. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani
(psikologi dari Universitas Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia
dewasa antara usia 65 tahun hingga tutup usia. Menurut Yudrik (2011:253), usia
tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode
dimana seseoran telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu ynag leih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa lanjut usia
merupakan bagian dari suatu proses perkembangan yang akan dialami oleh semua
orang. Lanjut usia merupakan suatu tahap atau fase lanjut dari usia dewasa
dimana seseorang telah mempunyai kematangan fisik maupun psikologis yang
kemudian akan mengalami penurunan fungsi pada fase usia lanjut.
Menurut UU pasal 1 ayat (2), (3), (4) No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun. Sedangkan menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia
(old), usia lebih dari 80 tahun (very old). Kesimpulan dari pembagiaan umur
menurut beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah
berumur 65 tahun keatas (Nugroho, 2008:57).
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Ketika manusia mencapai usia
dewasa maka akan mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi
tersebut dan memasuki fase selanjutnya yaitu usia lanjut yang kemudian mati
(Darmojo, 2004:23). Bagi beberapa orang fase tersebut dapat diterima dengan
mudah karena menurut beberapa orang fase tersebut merupakan suatu tahapan
hidup yang sudah pasti dilewati oleh seseorang, akan tetapi bagi sebagian orang
fase tersebut merupakan fase yang sulit. Fase dinama seseorang akan kehilangan
karir, mengalami banyak perubahan fisik dan morik, serta harus menjadi berbeda
di lingkungannya.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia dimulai dari ketika seseorang memasuki usia 60 tahun. Selain itu lanjut usia
dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu young old, old, very old.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika memasuki usia lanjut seseorang akan
mengalami perubahan dalam fase yang berbeda disetiap pertambahan usia.
Perubahan yang akan dialami oleh lanjut usia berasal dari faktor usia yang
bertambah atau dengan kata lain akan terjadi penurunan fungsi fisik, motorik,
serta psikologis pada lanjut usia. Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan
b. Konsep Lansia
Menurut Kedokteran Olahraga lanjut usia sangat tergantung pada kondisi
fisik individu. Jika seseorang baru berusia 50 tahun, namun secara fisik sudah
renta seperti penurunan massa otot, respons tubuh berkurang, seseorang
tersebut dapat dikategorikan sebagai golongan lanjut usia. Ada tiga tahapan
manula, yaitu umur 50-60 tahun, umur 61-70 tahun, dan 71 tahun keatas
(http://e-journal.uajy.ac.id/).
Berikut adalah ciri-ciri manula secara fisik adalah:
1) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran dan jarak pandang.
2) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative
3) Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology) misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok, tulang rapuh, dsb.
Menurut Yudrik (2011:246), masa usia lanjut mempunyai ciri-ciri yang
berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosial yaitu sebagai berikut: 1)
perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, 2) kekuatan fisik, 3)
perubahan dalam fungsi psikologis, 4) perubahan dalam sistem saraf, dan 5)
penampilan.
Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat ditemukan bahwa secara fisik Lanjut
usia mengalami penurunan fungsi di beberapa bagian tubuh atau organ dalam.
Penurunan fungsi tersebut kemudian juga mempengaruhi kondisi kesehatan
lanisa dikarenakan beberapa organ tubuh sudah mengalami penurunan kinerja
mayoritas mengalami rabun dekat dan juga kesulitan dalam mendengarkan.
Selain itu beberapa lansia mendapatkan penyakit seperti diabetes, jantung dan
juga stroke sebagai akibat pola hidup yang kurang sehat di masa muda dahulu.
Sedangkan ciri-ciri lanjut usia secara psikososial dinyatakan krisis apabila
(http://digilib.unimus.ac.id/) :
1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)
2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
3) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung
4) Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari-hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapat keragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetap aktif.
Efek negatif dan efek positif pada lanjut usia cenderung mengalami
penurunan intensitasnya utama jika dibandingkan dengan usia muda dan
tengah baya. Hal ini dapat dipahami karena emosi orang tua lebih banyak
dikontrol daripada sebelumnya, sehingga terkesan tidak meledak-ledak seperti
ketika masih muda (http://repository.usu.ac.id/).
Berdasarkan pendapat di atas dapat simpulkan bahwa penggolongan
seseorang dalam lanjut usia tidak hanya dilihat berdasarkan usia, akan tetapi
juga dapat dilihat dari keadaan fisik dan psikologis. Seseorang akan
mengalami dampak dari usia lanjur disaat kegiatan yang dimiliki sangat
produktif. Jika aktifitas yang sering dilakukan tiba-tiba harus diberhentikan,
maka seseorang akan mengalami kejenuhan dalam menjadlani kehidupan
sehari-hari. Fisik yang dulunya melakukan berbagai aktivitas kini tidak
digunakan lagi. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi fisik lanjut usia
karena aktivitas fisik harus tetap dijaga agar fungsi fisik lanjut usia masih
dapat berfungsi dengan baik di usia lanjut.
Menjaga kondisi fisik sangat penting dilakukan secara rutin oleh lansia
mengingat setiap lansia mempunya tingkat kesehatan dan juga riwayat
penyakit masing-masing. Kondisi fisik setiap lansia tentu beraneka ragam
sama halnya dengan tipe lansia. Pada umumnya setiap orang mempunyai tipe
atau jenis sikap masing-masing.
Menurut Nugroho dalam Siti Maryam (2011:34), beberapa tipe pada lansia
bergantung pada karakter, pengalaman, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga sehingga menjadi pemarah, tidak sabaran, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik , mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Berdasarkan tipe lansia tersebut dapat diketahui bahwa setiap lansia
memang mempunyai tipe masing-masing tergantung pada beberapa hal. Pada
tipe arif dan bijaksana lansia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
juga perkembangan zaman. Hal tersebut akan memudahkan diri lansia dan
juga lingkungannya dalam berinteraksi dan membentuk kenyamanan bersama.
Sedangkan pada tipe mandiri lansia akan lebih aktif dan selektif dalam
beberapa hal yang bertujuan untuk membantu atau memberi saran pada
lingkungan sekitar. Dalam lingkungan lansia akan banyak mengkritik atau
mengemukakan pendapat dikarenakan lansia mandiri mempunyai pemikiran
yang berkembang dan kritis. Lansia mandiri akan memandang setiap masalah
dari beberapa sudut pandang karena lansia tersebut menjadikan pengalam
sebagai pelajaran dalam hidupnya.
Kemandirian pada lansia yang dimiliki oleh lansia mandiri merupakan hal
yang baik untuk kehidupannya. Kemandirian yang dimiliki menjadikan lansia
tidak kehabisan tujuan dalam hidup walaupun usianya terus bertambah. Tipe
yang akan sedikit memberi dapak atau respon yang negatif dalam tingkungan
lansia adalah tipe lansia tidak pernah puas. Tipe lansia ini akan lebih
memberikan beban pada lingkungannya jika kondisi lingkungan yang ada
mempunyai kesangguapan dan juga kemampuan untuk memenuhi keinginan
lansia. Lansia yang tidak pernah puas akan mempunyai banyak keinginan dan
juga perilaku negatif jika keinginannya tidak terpenuhi. Lingkungan lansia ini
Tipe lansia selanjutnya adalah tipe pasrah yang menerima apapun keadaan
yang dihadapi oleh lansia tersebut. Tipe ini tidak begitu memberikan beban
pada lingkungan sekitarnya karena lansai masih mau mengikuti berbagai
aktifitas. Pada tipe ini lansia juga mudah berinteraksi dengan lingkungan akan
tetapi di sisi lain lansia tipe ini tidak banyak mempunyai perkembangan dalam
hidupnya disbanding dengan lansia tipe mandiri. Tipe yang terakhir adalah
tipe bingung. Lansia pada tipe bingung disebabkan karena secara psikologis
lansia belum siap menerima kenyataan hidup yang dihadapi. Lansia tipe ini
sangat membutuhkan pendampingan orang-orang terdekat agar kehidupan
lansia dapat berjalan dengan baik.
c. Kebutuhan Lansia
Lansia mempunyai banyak kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan ini dalam
sebuah model persamaan struktural disebut sebagai faktor dan menurut Hoyle
& Smith (1994) bersifat laten (latent variable) karena tidak dapat diketahui
kecuali dari variabel- variabel yang dapat dilihat (manifest/ observed
variable). Variabel yang diobservasi atau variabel amatan dari kebutuhan
lansia adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan seksual, kebutuhan religius,
kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan aktivitas, kebutuhan sosial, kebutuhan
mandiri ekonomi dan kebutuhan psikologis (Darmojo, 2004:71).
Setiap manusia akan mempunyai kebutuhan- kebutuhan untuk memenuhi
hajat hidupnya tidak terkecuali lanjut usia. Kebutuhan dari lanjut usia memang
beragam dan pada kenyataannya kebutuhan lanjut usia satu dengan yang lain
atau suatu perbedaan dengan standar yang diakui, atau sebagai perbedaan
antara situasi yang diinginkan individu dan situasi actual (http://file.upi.edu/).
Pada umumnya usia lanjut mempunyai berbagai kebutuhan yang harus
dipenuhi yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual
(https://kemsos.go.id/). Secara rinci dapat dilihat dari penjelasan di bawah ini:
1) Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik lanjut usia meliputi sandang pangan, papan, kesehatan
dan spiritual. Kebutuhan makan umumnya tiga kali sehari ada juga dua
kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan tidak berlemak. Kebutuhan
sandang, dibutuhkan pakaian yang nyaman dipakai. Pilihan warna sesuai
dengan budaya setempat. Model yang sesuai dengan usia dan kebiasaan
mereka. Frekuensi pembeliannya umumnya setahun sekali sudah
mencukupi. Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal
yang nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, angin, terlindungi dari
marabahaya dan dapat untuk melaksanakan kehidupan sehari hari, dekat
kamar kecil dan peralatan lansia secukupnya. Pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia sangat vital. Obat obatan ringan sebaik nya selalu siap
didekatnya. Bila sakit segera diobati. Dibutuhkan fasilitas pelayanan
pengobatan rutin, murah, gratis dan mudah dijangkau.
Berdasarkan keterangan di atas, kebutuhan fisik lansia hampir sama
dengan kebutuhan seseorang pada umumnya akan tetapi kebutuhan fisik
lansia memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal makanan dan juga
sesuai dengan kebutuhan fisiknya dan harus menghindari makanan yang
berlemak dan mengandung kadar gula tinggi. Selain itu kebutuhan fisik
lainnya adalah kesehatan. Kesehatan pada lansia lebih membutuhkan
perhatian karena lansia memasuki usia rawan penyakit dimana kondisi
tubuh lansia juga sudah mengalami penurunan.
2) Kebutuhan psikis
Kondisi lanjut usia yang rentan membutuhkan lingkungan yang
mengerti dan memahaminya. Lanjut usia membutuhkan teman yang sabar,
yang mengerti dan memahaminya. Mereka membutuhkan teman berbicara,
membutuhkan dikunjungi kerabat, sering disapa dan didengar nasehatnya.
Lansia juga butuh rekreasi, silaturahmi kepada kerabat dan masyarakat.
Bertambahnya usia seseorang akan memberikan perubahan pada
kebutuhan dirinya tidak terkecuali kebutuhan psikis. Pada usia lanjut
konsidi psikis seseorang akan menjadi seperti anak-anak. Dapat dikatakan
seperti itu dikarenakan pada usia lanjut seseorang telah mempunyai pola
piker yang berbeda dengan orang-orang di usia yang lebih muda. Pada
umumnya lansia memiliki keinginan yang sangat banyak dan juga diiringi
dengan kegemarannya dalam menceritakan banyak hal kepada orang lain.
Perilaku lansia tersebut tentu membutuhkan orang lain untuk memenuhi
keinginan lansia untuk menemaninya disetiap waktu dan berbagi cerita.
3) Kebutuhan sosial
Lanjut usia membutuhkan orang-orang dalam berelasi sosial. Terutama
lingkungannya, melalui kegiatan keagamaan, olahraga, arisan dan
lain-lain.
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap
orang karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa
manusia lain. Seseorang berada di lingkungan tertentu dan menjalin
interaksi dengan masyarakat yang ada disekitarnya. Kebutuhan tersebut
juga dimiliki oleh para lanjut usia. Di usianya yang terus bertambah,
lansia semakin membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya.
Lansia lebih membutuhkan perhatian dibandingkan kaum muda dan
orang dewasa.
4) Kebutuhan ekonomi
Bagi lansia yang tidak memiliki pendapatan tetap, membutuhkan
bantuan sumber keuangan terutama dari kerabatnya. Secara ekonomi
lanjut usia yang tidak potensial membutuhkan uang untuk biaya hidup.
Bagi lanjut usia yang masih produktif membutuhkan keterampilan, UEP
dan bantuan modal usaha sebagai penguatan usahanya.
5) Kebutuhan spiritual
Pada umumnya lansia mengisi waktu untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan atau beribadah. Melalui Ibadah lanjut usia mendapat
ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua. Mereka
sangat mendambakan ge.nerasi penerus yang sungguh-sungguh dalam
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan Lanjut
usia hampir sama dengan kebutuhan setiap orang pada umumnya.
Perbedaan yang dapat dilihat adalah dalam pemenuhan kebutuhan para
lanjut usia membutuhkan bantuan dari orang lain terutama orang-orang
terdekat atau kerabat. Pada umumnya kondisi fisik yang terus menurun
menyebabkan lansia menjadi bergantung pada orang lain. Hal tersebut
sangat terlihat pada saat Lansia sudah mengalami penurunan fisik atau
mengalami sakit seperti diabetes, stroke dan jantung.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psikologi Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaknya disikapi secara bijak sehingga para lansia
dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Menurut Kuntjoro
(2007:54), faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam
masyarakat.
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Perubahan yang Berkaitan
Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak
mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup,
agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Menurut Santrock (2002:578), perubahan psikologis pada lansia sejalan
dengan perubahan secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai
sikap lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati
adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain.
Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan
kecepatan bertindak dan berfikir.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lansia mengalami
beberapa penurunan yaitu penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi
seksual, perubahan aspek psikososial, dan perubahan peran dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan lansia tampak berbeda dalam
lingkungannya. Lansia dipandang seseorang yang lambat dan banyak tuntutan,
serta mempunyai kepribadian yang berbeda dengan lingkungan sekitar sehingga
2. Pemberdayaan
a. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan atau kekuasaan. Pemberdayaan
artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau
mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan
terjemahan dari empowerment dalam bahasa inggris.
Dalam pendapat lain pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan
keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan bersaing) kelompok
lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami
kemiskinan (Totok, 2015:61).
Menurut Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono
(1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan
adalah membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan member orang
kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya,
keputusan-keputusannya dan tindakantidakanya.
Menurut Ife (2014:137), memandang daya atau kekuasaan dari empat
perspektif yaitu melalui perspektif pluralis, perspektif elite, perspektif
structural, dan perspektif post-structural. Secara ringkas dapat dilihat dari
Tabel 1. Perspektif Daya atau Kekuasaan
Perspektif Pandangan Atas Masyarakat Pandangan Atas Kekuasaan Pemberdayaan Pluralis Kepentingan-kepentingan yang berkompetisi Kapasitas untuk bersaing dengan berhasil, ‘pemenang dan pecundang’ Mengajarkan individu atau kelompok cara bersaing dalam lingkup ‘aturan’ Elite Terutama
dikontrol oleh elite yang
melanggengkan diri sendiri
Dilakukan
terutama oleh para elite melalui pemilikan dan control atas lembaga-lembaga dominan Bergabung dan memengaruhi elite, mengkonfrontasi dan berupaya mengubah elite
Struktural Berstrata sesuai dengan bentuk-bentuk opresi struktural: kelas, ras dan gender
Dilakukan oleh kelompok-kelompok dominan melalui struktur-struktur opresif Pembebasan, perubahan structural mendasar, menantang struktur-struktur opresif Post-Struktural Didefinisikan melalui pengertian yang dikonsultasikan: pengertian-pengertian, bahasa, akumulasi dan kontrol pengetahuan Dilakukan melalui control atas wacana, konstruksi pengetahuan dll. Perubahan warna, mengembangkan pemahaman subjektif yang baru, memvalidasi suara-suara lain, membebaskan pendidikan
Sumber: Buku Community Developmen Jim Ife (2014:137)
Berdasarkan table 1 dapat diketahui bahwa pemberdayaan merupakan
suatu pemberian daya atau kekuatan kepada diri seseorang. Pemberdayaan
dapat bermakna bermacam-macam dan dilakukan dengan berbagai cara
menurut kondisi masyarakat masing-masing. Menurut berbagai pendapat
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan upaya pemberian
membawa perubahan bagi dirinya. Memberikan kekuatan bagi diri seseorang
untuk berani dalam mengembangkan diri dan menentukan nasibnya sendiri
melalui pendidikan maupun melalui hal lain.
Sementara Shardlow (1998 : 32) mengatakan bahwa pemberdayaan
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk
masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Menurut Pranarka konsep
empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan
yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam
kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, baik dalam
bidang politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain (Sri Widayanti, 2012 :98)
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
adalah suatu usaha menuju kebebasan dan untuk mencapai suatu kemajuan
dalam hidup. Adanya pemberdayaan memberikan keleluasaan terhadap
seseorang untuk mengembangakan diri sesuai dengan kehendak diri mereka
sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.
b. Konsep Pemberdayaan
Menurut Onny (1996:72), pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses
belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang
dilaksanakan secara berkesinambungan baik bagi individu maupun kolektif,
guna mengembangkan potensi dan kemampuan dalam diri individu dan
Pemberdayaan merupakan suatu proses panjang menuju perubahan dan
tidak luput dari tujuan yang akan dicapat. Tujuan yang ingin dicapai dari
pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri . kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, tindakan dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut (Ambar, 2004:80).
Sedangkan pada pendapat lain Mardikanto (2015:111) menjelaskan bahwa
tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan yaitu 1) perbaikan
pendidikan, 2) perbaikan aksesbilitas, 3) perbaikan tindakan, 4) perbaikan
kelembagaan, 5) perbaikan usaha, 6) perbaikan pendapatan, 7) perbaikan
lingkungan, 8) perbaikan kehidupan, dan 9) perbaikan masyarakat.
Tujuan pemberdayaan tersebut dapat tercapai apabila proses
pemberdayaan dilakukan secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang dilakukan
secara berkelanjutan dapat membawa hasil nyata dan dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Dalam proses pemberdayaan terdapat beberapa
aspek yang dapat diberdayakan. Suparjan dalam jurnal yang ditulis oleh
Sumarno berpendapat bahwa:
Ada tiga strategi pemberdayaan yang harus direalisasikan kepada masyarakat untuk dapat di berdayakan diantaranya, pemberdayaan secara politis, sosial, dan ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi dan membantu atau paling tidak meminimalisir dampak-dampak negatif dari agenda neoliberalisme sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan pembangunan yang berorentasi pada masyarakat dapat terwujud, (Suparjan, 2007:186).
Berdasarkan pendapat di atas strategi pemberdayaan dapat direalisasikan
melalui tiga hal yaitu politis, sosial dan ekonomi. Strategi tersebut dipilih agar
menggunakan strategi yang sudah dirancang dengan sistematis dapat
memberikan kemudahan kepada pihak yang akan diberdayakan.
Strategi pemberdayaan politik ditujukan agar masyarakat mempunyai
kesadaran kritis terhadap kebijakan yang ada sehingga dapat menyalurkan
aspirasi untuk kemajuan bersama. Sedangkan strategi pemberdayaan sosial
berkaitan dengan pemberian perlindungan sosial kepada masyarakat agar
terwujud masyarakat yang sejahtera. Selain itu strategi yang terakhir adalah
strategi pemberdayaan ekonomi. Permasalahan ekonomi di masyarakat sudah
menjadi hal yang pokok maka dari itu strategi ini memberikan solusi agar
masyarakat dapat berdaya, memiliki kekuatan untuk mandiri dibidang
ekonomi. Dalam upaya mewujudkan usaha tersebut pemberdayaan juga
membutuhkan pendekatan tertentu yang dapat membantu kelancaran
pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat.
Pendapat lain yang dinyatakan oleh Parsons dalam Mardikanto
(2015:160), menjelaskan bahwa pemberdayaan dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan mikro, mezzo, dan makro.
Pendekatan secara mikro yaitu pemberdayaan dilakukan secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention.
Sedangkan pendekatan secara mezzo merupakan pemberdayaan yang
dilakukan terhadap sekelompok klien. Berbeda dengan pendekatan secara
makro adalah pendekatan pemberdayaan yang diarahkan pada sistem
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat
tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian,
maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002):
1) Upaya tersebut harus terarah
Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.
2) Program melibatkan masyarakat secara langsung
Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. 3) Menggunakan pendekatan kelompok
Hal ini dikarenakan secara individu masyarakat miskin sulit dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Berdasarkan konsep pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa
pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan dengan melibatkan
masyarakat secara langsung. Program pemberdayaan harus terarah atau
mempunyai tujuan yang jelas untuk masyarakat tertentu dan menggunakan
pendekatan kelompok.
Berdasarkan pendapat Ambar (2004: 83), upaya pemberdayaan perlu
dilakukan menggunakan berbagai tahap agar pelaksanaannya dapat terukur
dan juga terlaksana secara sistematis. Tahap-tahap yang harus dilakukan
1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.
Berdasarkan tahapan pemberdayaan di atas dapat diketahui bahwa proses
pemberdayaan berlangsung dalam beberapa tahap mulai dari tahap penyadaran,
tapah transformasi dan tahap peningkatan kemampuan intelektual. Tahap yang
ada harus dilakukan dengan sistematis dan juga berkelanjutan agar hasilnya dapat
maksimal. Adanya ketiga tahap tersebut akan menghasilkan pengetahuan,
kesadaran dan juga perubahan pola pikir dalam kehidupan individu.
Perubahan-perubahan tersebut dapat mengentaskan atau membebaskan diri seorang individu
dari keadaan buruk yang membelenggunya. Keterbukaan informasi dan juga
keterbukaan pada perkembangan akan membentuk individu yang berdaya.
Menurut Ife (2014:148), pemberdayaan terdiri dari beberapa bentuk dan juga
dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu melalui kebijakan dan perencanaan,
Bentuk-bentuk pemberdayaan menurut Ife (2014:149), yaitu sebagai berikut:
Table 2. Bentuk-bentuk Pemberdayaan
Meningkatkan kekuasaan dari Kelompok-kelompok primer yang dirugikan secara structural KELAS
kaum miskin penganggur pekerja berpenghasilan rendah penerima jaminan sosial
GENDER perempuan
RAS/ETNISITAS
masyarakat pribumi minoritas etnis dan kultural
Kelompok Lain yang Dirugikan
Manula anak-anak dan kaum muda penyandang cacat (fisik, mental dan intelektual) homo dan lesbian terisolasi (secara geografis dan sosial) dsb.
Pribadi yang
Dirugikan
Dukacita, kehilangan, masalah-masalah pribadi dan keluarga
Atas pilihan pribadi dan peluang dalam kehidupan definisi kebutuhan gagasan lembaga sumber daya kegiatan ekonomi reproduksi
Melalui kebijakan dan
perencanaan aksi sosial dan politik pendidikan
Sumber: Buku Community Development Jim Ife (2014:149)
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberdayaan sangat dibutuhkan
oleh golongan-golongan masyarakat tertentu seperti kaum miskin, perempuan
yang mengalami ketidakadilan gender, ras minoritas, manula dan juga anak-anak
penyandang cacat. Golongan tersebut membutuhkan pemberdayaan karena
dirugikan dan diabaikan secara struktural.
Pada golongan tersebut tidak mendapatkan keleluasaan dan juga kebebasan
dimiliki. Maka dari itu dibutuhkan suatu usaha untuk mengentaskan mereka dari
keadaan yang tidak menguntungkan tersebut melalui kegiatan pemberdayaan.
Pemberdayaan harus dilakukan atas kehendak diri sendiri dengan adanya
kesadaran pembebasan diri dan juga pengoptimalan potensi diri.
Pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri dapat
menumbuhkan semangat dan motivasi yang lebih. Adanya kesadaran untuk
memberdayakan diri sendiri dan melepaskan diri dari belenggu ketidak berdayaan
maka akan tecipta kesungguhan dalam melakukan usaha pemberdayaan. Hal
tersebut dapat mempermudah jalannya proses pemberdayaan. Selain itu
pemberdayaan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri akan memberikan
dampak signifikan dibandingkan dengan menggunakan paksaan. Pemberdayaan
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, seperti yang dikemukakan
oleh Friedman dalam buku Onny (1996:138) yaitu sebagai berikut:
Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektiff (kelompok). Tetapi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hirarki lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompokcenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan kita bersama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pemberdayaan dapat
dilakukan secara individu maunpun kelompok. Pada pemberdayaan secara
kelompok dapat memberikan keuntungan lebih besar tau dampak lebih besar. Hal
tersebut disebabkan karena pemberdayaan secara kelompok akan menciptakan
diskusi akan menumbuhkan sikap kritis terhadap usaha pemberdayaan yang
sedang dilakukan. Adanya sikap tersebut memungkinkan adanya kontrol dari
kelompok itu sendiri. Kelompok tersebut dapat mengambil keputusan sendiri
terhadap perkembangan yang diinginkan dalam usaha memberdayakan diri.
Pelaksanaannya pemberdayaan membutuhkan metode khusus agar proses
pemberdayaan dapat berjalan efektif dan efisien. Menurut Mardikanto (2015:211),
pemilihan metode pemberdayaan harus selalu mempertimbangakan:
1) Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu
kegiatan/pekerjaan pokoknya,
2) Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin,
3) Lebih banyak menggunakan alat peraga.
Menurut Suparjan (2003:43), dalam implementasi pemberdayaan haruslah
dilihat beberapa aspek yaitu: 1) pemanfaatan jaringan sosial yang telah ada, 2)
melihat tingkat kohesivitas masyarakat, 3) menentkan premium mobile yang
nantinya akan menjadi agent of change pada dirinya sendiri dan sekitarnya.
Pemberdayaan adalah proses yang tidak dapat diukur secara matematis,
apalagi dengan sebuah pembatasan waktu dan dana. Indikator keberhasilan
pemberdayaan hanya dapat dilihat dengan adanya community awareness. Adanya
kesadaran komunitas diharapkan dapat mengubah pemberdayaan yang bersifat
penguasa menjadi bentuk kemitraan serta meminimalisir terbentuknya solidaritas
3. Kegiatan Keagamaan
a. Pengertian Kegiatan Keagamaan
Secara etimotogis kegiatan keagamaan mempunyai berbagai kandungan
makna. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Indonesia kegiatan keagamaan berasal dari kata “giat” yang mendapat
awalan “ke” dan berakhiran “an” yang berarti aktifitas, usaha dan pekerjaan.
Maka kegiatan adalah aktifitas, usaha atau pekerjaan yang dilakukan seseorang
dalam rangka memenuhi kegiatannya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata
agama berarti suatu sistem, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran
kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Kata keagamaan berasal dari kata dasar “agama” yang mendapatkan awalan
“ke” dan akhiran “an” yang mengandung arti dan pengertian banyak sekali.
Secara etimologi agama berasal dari kata Sanskrit, kata din dalam bahasa Arab
dan religi dalam bahasa Eropa (Harun, 1985:9). Dari kata Sanskrit agama tersusun
dari dua kata, “a”: tidak ada, “gam” : pergi, jadi agama tidak pergi, tetap ditempat,
diwarisi turun temurun. Sedangkan kata din dalam bahasa Arab mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, balasan dan kebiasaaan. Dan religi dalam
bahasa Latin berarti mengumpulkan, membaca.
Berdasarkan pengertian secara etimologis kegiatan kegamaan dapat diartikan
sebagai suatu aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan
dengan cara tertentu yang sudah diwariskan secara turun temurun. Agama
menjadi suatu panutan bagi manusia dan terus menerus diingat serta dilakukan
Sedangkan secara terminologis menurut T.G. Fraze dalam Aslan pengertian
agama adalah menyembah atau menghormati kekuatan yang lebih agung daripada
manusia yang dianggap mengatur dan menguasai jalannya alam semesta dan
jalannya perikehidupan manusia (Karlina, pdf). Pendapat lain dikemukakan oleh
Prof. K.H.M Taib Tohir Abdul Muin dalam Aslan, agama adalah suatu peraturan
Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, memegang
peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup
dan kebahagiaan kelak di akhirat (Karlina, pdf).
Berdasarkan pengertian keagamaan secara terminologis dapat disimpulkan
bahwa aktifitas dalam rangka menyembah Tuhan dan mengikuti semua tuntunan
yang telah diberikan kepada umat manusia agar mempunyai akhlaq atau
kepribadian dan tingkah aku yang baik serta mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
b. Macam-macam kegiatan keagamaan
Berbagai macam kegiatan keagamaan diantaranya yaitu sebagai berikut:
1) Majelis taklim
Majelis taklim menurut KBBI adalah lembaga atau organisasi sebagai
wadah pengajian. Sedangkan kata taklim menurut KBBI adalah pengajian
agama (Islam) atau bisa juga sebagai pengajian. Pendapat lain mengartikan
Majelis ta’lim sebagai lembaga swadaya masyarakat murni, yang
dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh
adalah suatu lembaga atau organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan
pengajian, dakwah keagamaan dan berdoa bersama.
2) Pengajian
Pengajian adalah suatu kegiatan yang ada di masyarakat dimana terdapat
kegiatan membaca Al-Quran, wirid serta tahlil sebagai suatu kewajiban
kepada Tuhan. Pengajian yang ada di masyarakat pada umumnya
3) Peringatan Hari Besar
Kegiatan peringatan hari besar dilakukan oleh masyarakat secara rutin dan
telah diwariskan secara turun-temurun menggunakan cara yang
berbeda-beda anatra masyarakat daerah tertentu dengan daerah lain. Peringatan hari
besar biasa dilakukan dengan kegiatan pengajian, ceramah dan silaturahim
dengan sesama umat beragama.
Sedangkan menurut Kemendikbud (2010:13), menyebutkan contoh kegiatan
keagamaan adalah: 1) Mustabaqoh tilawatil Qu’an, 2) ceramah pengajian
mingguan, 3) peringatan hari besar, 4) kunjungan ke museum, ziarah ke makan
Islam, 5) seni kaligrafi, 6) penyelenggaraan shalat jumat, shalat tarawih, 7) cinta
alam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kegamaan yang
ada di masyarakat sangat beragam dan sudah dilakukan secara rutin serta
diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat
dilakukan dengan cara-cara berbeda menurut etika atau adat yang ada di daerah
dimana masyarakat tinggal, namun esensi dari kegiatan tersebut tetap sama yaitu
c. Tujuan Kegiatan Keagamaan
M. Utsman (2002:10), mengemukakan bahwa untuk memperoleh derajat
ketaqwaan dan bukti dari keberimanan adalah dengan melakukan ibadah seperti
sholat, puasa, zakat, dan ha