BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sehat merupakan dambaan setiap insan manusia. Tidak ada
seorang pun yang menginginkan dirinya dalam keadaan yang
kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan
sejahtera yang terdiri dari jiwa, jasmani dan sosial, sehingga setiap
orang mampu hidup produktif secara sosial dan ekonomi
(Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 Pasal 1 ayat 1).
Kesehatan jiwa di Indonesia menjadi permasalahan yang
cukup besar di kalangan masyarakat dan menimbulkan beban
kesehatan, psikologi, sosial dan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan
Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (RISKESDAS 2013)
dalam DepKes, 2013 bahwa prevalensi pasien yang menderita
gangguan mental emosional (gejala ansietas dan depresi)
sebanyak 6% pada dan itu terjadi pada usia 15 tahun ke atas. Hal
tersebut menyebabkan gangguan mental emosional di Indonesia
sebanyak lebih dari 14 juta jiwa. Selain itu, 1,7 per 1.000 penduduk
menderita gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis sebanyak
400.000 orang lebih mengalami hal tersebut. Selain itu masih
maraknya kejadian kasus pemasungan yang menduduki posisi
14,3% atau sekitar 57.000 kasus pemasungan pada penderita
(Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif) sering berkaitan dengan
perilaku membahayakan diri, seperti bunuh diri. Hasil laporan
Mabes Polri tahun 2012 kasus bunuh diri sebanyak 0,5% dari
100.000 populasi dan dalam satu tahun bisa mencapai 1.170
kasus.
Dinkes Jateng Tahun 2014 berdasarkan Data Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 diperoleh bahwa
jumlah kunjungan pasien gangguan jiwa tahun 2014 di Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 260.247 jiwa. Total kunjungan pasien
gangguan jiwa di rumah sakit sebanyak 49,57%, setara dengan
kunjungan gangguan jiwa di puskesmas dan sarana kesehatan
lainnya (50,43%).
Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan, yaitu
pelayanan keperawatan jiwa untuk lebih memperhatikan kinerja
dalam memberikan pelayanan yang profesional, efektif dan efisian
Dinkes Jateng Tahun 2014 berdasarkan Data Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 diperoleh bahwa jumlah
kunjungan pasien gangguan jiwa tahun 2014 di Provinsi Jawa
Tengah sebanyak 260.247 jiwa. Total kunjungan pasien gangguan
jiwa di rumah sakit sebanyak 49,57%, setara dengan kunjungan
gangguan jiwa di puskesmas dan sarana kesehatan lainnya
Pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
jiwa lebih memperhatikan kinerja dalam memberikan pelayanan
yang profesional, efektif dan efisian melihat maraknya
permasalahan kesehatan jiwa yang terjadi disekitar kita.
Keperawatan adalah profesi sehingga dituntut untuk memiliki
kemampuan intelektual dan interpersonal serta kemampuan teknis
dan moral. Kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh
keefektifan pemberikan asuhan keperawatan kepada klien yang
dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu perawat merupakan ujung
tombak dalam pelayanan di rumah sakit (Hamid, 1996 dalam
Yuliana, 2013).
Dalam UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang
Kesehatan Jiwa menjelaskan upaya kesehatan jiwa bertujuan
memberikan jaminan mendapatkan kualitas hidup yang baik bagi
setiap orang, bebas dari ketakutan, menikmati kehidupan kejiwaan
yang sehat, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa menjadi salah satu pemikiran serius
dan menjadi perhatian dunia karena masalah kesehatan jiwa
merupakan penyebab terbesar yang mengakibatkan hilangnya
jumlah tahun kualitas hidup manusia (Asep, 2007 dalam Amelia,
2008). Oleh karena itu, perawat memegang peran penting pada
pasien gangguan jiwa, karena proses keperawatan pada pasien
karena tidak dapat dilihat secara langsung pada kesehatan fisik
yang dapat memperlihatkan berbagai gejala serta muncul oleh
berbagai penyebab (Keliat dkk, 1999 dalam Amelia, 2008).
Keperawatan adalah profesi sehingga dituntut untuk memiliki
kemampuan intelektual dan interpersonal serta kemampuan teknis
dan moral. Kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh
keefektifan pemberikan asuhan keperawatan kepada klien yang
dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu perawat merupakan ujung
tombak dalam pelayanan di rumah sakit (Hamid, 1996 dalam
Yuliana, 2013).
Dalam UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang
Kesehatan Jiwa dimana kesehatan jiwa menjamin dan
mengupayakan setiap individu mendapatkan kualitas hidup yang
baik, bebas dan tidak ketakutan untuk merasakan kehidupan
kejiwaan yang sehat tanpa ada stressor ataupun gangguan dari
luar. Kesehatan jiwa menjadi salah satu pemikiran serius dan
menjadi perhatian dunia karena masalah kesehatan jiwa
merupakan penyebab terbesar yang mengakibatkan hilangnya
jumlah tahun kualitas hidup manusia (Asep, 2007 dalam Amelia,
2008). Oleh karena itu, perawat memegang peran penting pada
pasien gangguan jiwa, karena proses keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa merupakan tantangan terbesar dan unik
langsung pada kesehatan fisik yang dapat memperlihatkan
berbagai gejala serta muncul oleh berbagai penyebab (Keliat dkk,
1999 dalam Amelia, 2008).
Proses perawatan yang diterima pasien berkesinambungan
mulai dari pasien dirawat di rumah sakit sampai pasien mendapat
perawatan di rumah. Menurut Naylor (1990) dalam Yuliana (2013)
menyatakan bahwa pengetahuan dan kemampuan perawat dalam
proses keperawatan yaitu melalui proses discharge planning dapat
memberikan kontinuitas perawatan.
Perencanaan pulang (discharge planning) merupakan bagian
penting dalam program keperawatan yang dilakukan segera setelah
klien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan sebuah proses yang
menggambarkan usaha kerjasama tim antara tenaga kesehatan,
klien, keluarga dan orang yang penting bagi klien (Nursalam, 2007).
Discharge planning menempatkan perawat pada posisi team
discharge planner rumah sakit dan memfasilitasi pasien dalam
proses pengobatan (Naylor, 1990 dalam Yuliana, 20013).
Discharge planning yang efektif seharusnya dilakukan pengkajian
secara berkelanjutan agar mendapatkan informasi secara
komprehensif mengenai kebutuhan pasien yang sering
berubah-ubah, dilanjutkan pernyataan diagnosa keperawatan, serta
perencanaan memastikan apa yang dilakukan oleh pemberi
2004). Selain itu, pasien dan keluarga harus mengerti cara
manajemen pemberian perawatan pasien di rumah dan diharapkan
keluarga dapat memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan
dapat menyebabkan kegagalan mengerti implikasi masalah
kesehatan (keluarga tidak siap menghadapi pemulangan) dan
dapat meningkatknya komplikasi yang terjadi pada pasien sebelum
pemulangan (Potter dan Perry, 2006).
Berdasarkan hal tersebut, perawat mempunyai peran penting
dalam discharge planning pasien, dimana pelaksanaannya
memerlukan pengetahuan yang baik sehingga apa yang
disampaikan perawat dapat dimengerti dan berguna untuk proses
perawatan di rumah oleh kelurga dan pasien (Nursalam, 2009).
Penelitian Hariyati, dkk (2008) menunjukkan adanya
peningkatan pengetahuan perawat setelah dilakukan pengenalan
model discharge planning yang terorganisir sedangkan setelah
pelaksanaan discharge planning menunjukkan adanya pengaruh
pelaksanaan discharge planning yang lebih baik.
Setyowati (2011) dalam penelitiannya tentang
pendokumentasian indikator discharge planning klien menyebutkan
bahwa perawat yang melakukan discharge planning sebanyak 73%
pada indikator persiapan kepulangan klien dan sebanyak 89,47%
Berdasarkan observasi pada bulan desember 2015, di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif
Zainudin Surakarta peneliti menemukan ketidakpatuhan pasien
dalam melakukan kontrol selama kurun waktu kurang lebih 5 tahun
sehingga pasien mengalami kekambuhan dan baru dibawa kembali
oleh keluarganya. Kerjasama antara keluarga dan tenaga
kesehatan sangat dibutuhkan untuk membantu proses pemulihan
pasien.
Selain itu masalah lain yang peneliti dapatkan adalah
meningkatnya jumlah pasien tiap tahunnya dengan status pasien
baru maupun lama dengan kasus yang beragam baik pria maupun
wanita. Kekambuhan yang meningkat menyebabkan riwayat pasien
yang keluar masuk RSJ lima kali bahkan lebih. Peran perawat,
khususnya saat pelaksanaan discharge planning harus
dilaksanakan dengan efektif dan efisien sehingga kontinuitas
perawatan yang dilakukan oleh keluarga dapat berjalan dengan
maksimal dan mengurangi angka kekambuhan.
Melihat kejadian tersebut, peneliti tertarik melakukan
penelitian yang berjudul “Peran Perawat dalam Pelaksanaan
Discharge Planning Di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin
1.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini berdasarkan latar
belakang masalah yang dipaparkan peneliti sebelumnya, yaitu
“Bagaimana peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning
di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta?”.
1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat masih tingginya
prevalensi penderita gangguan jiwa di Indonesia khususnya di
Provinsi Jawa Tengah akibat ketidakpatuhan pasien melakukan
kontrol yang menimbulkan kekambuhan. Pada penelitian
sebelumnya oleh Setyowati (2011), tentang pendokumentasian
perencanaan pulang serta oleh Hariyati, dkk (2008), tentang
peningkatan pengetahuan perawat terhadap pengenalan model
discharge planning. Keunikan dari penelitian ini karena masih
jarang penelitian yang dilakukan pada perawat jiwa. Sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti peran perawat dalam pelaksanaan
discharge planning di RSJD Surakarta.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran peran
perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang
peran perawat, khususnya dalam lingkup peran perawat dalam
pelaksanaan perencanaan pulang (discharge planning) di rumah
sakit jiwa.
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta sebagai bahan evaluasi perawat untuk
meningkatkan peran perawat dalam pelaksanaan perencanaan
pulang (discharge planning).
1.5.2.2 Bagi Institusi RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengevaluasi kinerja manajemen rumah sakit, khususnya
manajemen keperawatan dalam fungsi pengawasan (controlling)
terhadap peran perawat dalam pelaksanaan perencanaan pulang
(discharge planning) dan lebih mengoptimalkan kegiatan penunjang
1.5.2.3 Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
kurikulum PSIK khususnya pada mata kuliah Nursing Management
karena selama ini belum ada diajarkan lebih mendalam tentang
perencanaan pulang (discharge planning).
1.5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan evaluasi
untuk peneliti selanjutnya menemukan topik baru yang masih