Pikiran
Rakyat
o
Sen;n123
17
18
19
OJan
OPeb
o
Setasa
.
Rabu
0
Kam;s0
Jumat
0
Sabtu
0
M;nggu4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
.
Mar0
Apr0
Mel0
Jun0
Jut
0
Ags0
Sep0
Old0
Nov0
DesLagi-Iagi tentang Swasembada
-
';:__~_0.:1;,,_
:..;;..z_ ~
Daging
__
Oleh ROCHAnI TAWAF
P
ROGRAM swasembada
da-ging sapi mulai digulirkan
ta-hun ini denganberbagai
aktivi-tasnya. Diawali dengan pembahasan
tentang blueprint
kegiatanswasemba-da kegiatanswasemba-daging sapi, kemudian muncul isu
tentang kebijakan "stop impor"
da-ging/jeroan dan pembatasan terhadap
izin (rekomendasi) impor sapi hidup.
.Semua kebijakan tersebut temyata me-nuai kritik terhadap data, cara berpikir, hingga pola kaji tindak para pemangku kepentingan terhadap pemerintah. Ber-bagai media melansir pemyataan pe-merintah (menteri pertanian) bahwa kesulitan pemasaran sapi hidup di ka-langan petemak rakyat daIam sebulan terakhir ini lebih disebabkan menum-pukn~ stok sapi bakaIan impor di kan-dang perusahaan penggemukan sapi potong yang mencapai dua ratus nouan ekor. Benarkah kesulitan pemasaran tersebut diakibatkan oleh pernsahaan
feedlot atau oleh hallainnya?
Mengingat sistem petemakan rakyat masih dilaksanakan secara tidak ter-Struktur dan bersifat "subsisten tradi-sional", ukuran yang digunakan pun ti-dak mengacu kepada orientasi pasar. Akibatnya, bisnis petemakan rakyat akan selalu dihadapkan kepada kerugi-an bila dihitung secara kome~ial. Con-tohnya, petemak rakyat selalu menggu-nakan sistem taksir dalam menyedia-kan bakalan dan sarana produksinya. Sementara itu pemasaran dilakukan de-ngan sistem timbade-ngan karkas atau timbangan hidup. Kenyataan ini yang
selalu menyulitkan petemak rakyat da-lam pemasaran yang tidak memiliki standardisasi danjuga tidak berorienta-si ekonomi.
Dampak kebijakan Kebijakan pemerintah untuk mengu-rangi permohonan rekomendasi impor sapi sebenamya sangat kurang bijaksa-na. Dampaknya yang akan teIjadi ada-lah "negatif investasi". Hal ini bukan tanpa sebab, pasalnya investasi yang di-tanam pernsahaan penggemukan sapi potong di negeri ini untuk menampung s~kitar tujuh ratus ribu ekor sapi seta-hun, tidaklah kecil. Dampak negatif yang akan muncul selain iklim investasi menjadi tidak kondusif, juga akan ber-ulang kasus pengurasan sapi bakaIan 10-kal seperti pada 2004. Saat itu, iklim usaha impor sapi bakaIan terkendaIa ni-lai tukar rupiah yang tidak menguntung_ kan jika melakukan impor sapi bakaIan. Oleh karena itu, sejumlah dana pembe-lian sapi bakaIan yang biasanya diperun-tukkan membeli bakalan impor oleh pa_ ra pengusahafeedlot dilakukan pembe-lian sapi bakalan lokal karena mereka harns mengatur cash flow usahanya. Apa yang teIjadi kemudian? (1) TeIjadi pengurasan populasi sapi lokal karena
village breeding centre (VBC) belum
mampu menyiapkan sapi bakaIan di pa_ sar-pasar hewan. (2) Petemak rakyat ti-dak mampu bersaing dengan
perusaha-anfeedlot daIam membeli sapi bakalan
lokal, demikian juga bagi program pe-merintah lainnya (seperti SMD, LM3,
KUPS, dan sebagainya).
Bagaimana tahun ini? Siapkah VBC memproduksi sapi bakalan? Menurut hemat penulis, rasanya kejadian terse-but akan berulang kembalijika kebijak-an tersebut tidak segera diubah. Sebe-narnya, kebijakan yang diperlukan pe-merintah untuk mengendalikan impor ternak sapi bakalan cukup dengan mengubah kebijakan bagi penerima re-komendasi (izin) impor dari importir umum menjadi importir produsen. Se-bab, jika rekomendasi impor diberikan kepada importir produsen artiny~ ha-nya peternak yang memiliki kandang penggemukan yang akan mengimpor sapi sehingga tidak akan berakibat ter-hadap "negatif investasi". .Selain itu, akan menghilangkan teIjadinya "jual beli" surat rekomendasi impor dan pen-jualan sapi siap potong tanpa pengge-mukan. Perdagangan sapi tanpa peng-gemukan ini pun sebenarnya telah me-nuai protes peternak sapi di dalam ne-geri. Pasalnya, kegiatan ini tidak mem-berikan nilai tambah bagi peternak di dalam negeri.
Awal tahun ini, ASEAN-China Free Trade Area (ACFfA) diberlakukan pe-merintah. Pro kontra terhadap kebijak-an ini terus bergulir, bahkkebijak-an sebagikebijak-an besar dunia usaha menyatakan tidak si-ap. Serbuan produk negeri tirai bambu yang "serbamurah" menggoyahkan du-nia usaha. Bagaimana dengan subsektor peternakan, khususnya terhadap peter-nakan sapi potong, yang katanya akan berswasembada daging pada 2014?
Usaha peternakan sapi potong rakyat saat ini berkontribusi sekitar tujuh pu-luh persen terhadap konsumsi nasional dan terns dipacu pertumbuhannya oleh
program swasembada daging 2014. Ha-rapannya, pada 2014 kontribusi pro-duksi daging merah asal sapi akan me-ningkat menjadi 85 persen-90 persen bagi konsumsi daging nasional. Rasa-rasanya kondisi ini akan sangat sulit di-capai. Perdagangan global tingkat ASE-AN dan Cina ini akan turut memberi te-"kanan berat bagi program swasembada daging sapi 2014. Pasalnya, akan teIja-di serbuan impor daging olahan dari berbagai negara sekitar ASEAN dan Ci-na ke negeri ini, yang tidak akan dapat dibendung dengan kebijakan apa pun.
Jika kita tengok negeri tetangga kita, seperti Malaysia dan Brunei Darussa-lam sebagai negara yang memiliki kul-tur yang sarna dengan Indonesia. Nege-ri ini akan sangat berpeluang mengem-bangkan industri daging olahannya un-tuk masuk ke pasar Indonesia secara Ie-luasa, ataukah mereka telah melaku-kannya lebib awal?
Akhir-akhir ini para peternak sapi mengalami kesulitan pasar untuk sapi hidup, seolah daya bell masyarakat me-nurun, ataukah konsumen telah beralih mengonsumsi daging olahan impor yang sangat murah harganya?
Berdasarkan uraian tersebut, lagi-la-gi swasembada dalagi-la-ging sapi akan ter-kendala oleh berbagai kebijakan peme-rintah dan sistem perdagangan global
ACFfA Mampukahpemerintah memi-
~lib dan memilah agar kebijakan yang dilahirkan memberikan iklim yang kon-dusif bagi terlaksananya swasembada daging yang dicita-citakan ***