• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai evaluasi KIE obat Rinitis alergi mahasiswa Farmasi Universitas Sanata Dharma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan materi dan metode pelatihan pasien simulasi sebagai evaluasi KIE obat Rinitis alergi mahasiswa Farmasi Universitas Sanata Dharma."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN

PASIEN SIMULASI SEBAGAI EVALUASI KIE OBAT RINITIS ALERGI

MAHASISWA FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Stephanie Afrillia Isti Fatmasari NIM : 138114132

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN

PASIEN SIMULASI SEBAGAI EVALUASI KIE OBAT RINITIS ALERGI

MAHASISWA FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Stephanie Afrillia Isti Fatmasari NIM : 138114132

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Berpeganglah pada didikan, janganlah melepaskannya,

peliharalah dia, karena dialah hidupmu.

Amsal 4:13

Hanya dengan kasih dan rahmat Tuhan, dapat

kupersembahkan karya ini untuk :

Ayah, Ibu dan Kakakku tercinta

(6)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penulis panjatkan atas segala berkat, rahmat, dan limpahan kasih-Nya yang tak terbatas, sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pengembangan Materi Dan Metode Pelatihan Pasien Simulasi Sebagai Evaluasi KIE Obat Rinitis Alergi Mahasiswa Farmasi Universitas Sanata Dharma” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi tambahan ilmu, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk berdiskusi dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ibu T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. dan Ibu Putu Dyana

Christasani, M.Sc., Apt.selaku dosen penguji atas semua kritik, saran, dan dukungan yang membangun.

3. Kakak-kakak PSPA, teman-teman dari Fakultas Psikologi, Fakultas Akuntansiserta mahasiswa Farmasi Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014 yang bersedia terlibat dalam penelitian ini.

4. Bapak F.X Isyanto dan Ibu Christina Sudihartini, S.Pd., kakakku Aloysius Aditya Y.S. dan seluruh keluarga tercinta, sumber semangat, dukungan,kasih sayang, waktu serta tenaga dalam membimbing penulisdari awal hingga berakhirnya penulisan ini.

5. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, 19 Desember 2016

(7)
(8)
(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii

DAFTAR ISI ... ix

Skenario Kasus Rinitis Alergi Resep dan Non Resep... 5

Pedoman Pelatihan Pasien Simulasi... 5

Nilai Performa Pasien Simulasi ... 8

Nilai Evaluasi Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ... 10

KESIMPULAN... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

LAMPIRAN ... 14

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed ConsentPasien Simulasi ... 14

Lampiran 2. Informed Consent Pelatih Pasien Simulasi ... 15

Lampiran 3. Informed Consent Pemeran Apoteker... 16

Lampiran 4. Informed Consent Observer ... 17

Lampiran 5. Informed Consent Apoteker Independen ... 18

Lampiran 6. Informed Consent Mahasiswa Farmasi S1 ... 19

Lampiran 7. Checklist Penilaian Kuantitatif Performa PS Kasus Resep ... 20

Lampiran 8. Checklist Penilaian Kuantitatif Performa PS Kasus Non Resep 21 Lampiran 9. Tabel Pengamatan Kualitatif Performa PS Kasus Resep ... 22

Lampiran 10. Tabel Pengamatan Kualitatif Performa PS Kasus Non Resep 23 Lampiran 11. Checklist Penilaian Pelayanan KIE Kasus Resep ... 24

Lampiran 12. Checklist Penilaian Pelayanan KIE Kasus Non Resep ... 26

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii Abstrak

Performa apoteker dalam pelayanan KIE belum sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014. Pasien Simulasi merupakan alat evaluasi untuk membenahi pelayanan KIE dari sisi Pendidikan Tinggi Farmasi. Penelitian ini bertujuanmengidentifikasi materi dan metode yang efektif dan relevan untuk pelatihan PS terkait penyakit rinitis alergi untuk evaluasi pembelajaran KIE mahasiswa farmasi di Universitas Sanata Dharma. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan rancangan kuasi eksperimental pada pasien simulasi dan mahasiswa farmasi S1. Kriteria PS yaitu berusia minimal 18 tahun, bersedia mengikuti pelatihan, tepat waktu dalam mengikuti pelatihan serta bersikap profesional. Data diperoleh pada tahap pelatihan PS berupa data kuantitatif hasil

checklist penilaian PS serta data kualitatif sebagai data pendukung.

Dataselamaproses KIE antara mahasiswa farmasi S1 dengan PS berupa data kuantitatif dari hasil checklist pelayanan KIE obat rinitis alergi resep dan non resep.Berdasarkan independent t-test, penilaian kedua penilai terhadap pelayanan KIE menunjukkan hasil berbeda bermakna. Rata-rata koefisisen Cohen Kappa 0,987 dan 1,000 memiliki makna almost perfect agreement. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu materi dan metode yang relevan dan efektif untuk PS terkait penyakit rintis alergi untuk evaluasi pelayanan KIE mahasiswa farmasi. Penilaian kedua penilai terhadap pelayanan KIE berbeda bermakna dan memiliki konsistensi kesepakatan yang tinggi.

(14)

xiv Abstract

The performance of pharmacists in the KIE service is not in accordance with Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014. SimulatedPatient (SP) is an evaluation tool to improve KIE’s service of Higher Education of Pharmacy. The purpose are identifying materials and methods that are effective and relevant for SP training related to allergic rhinitis disease for KIE evalution of pharmacy student of Sanata Dharma University. Experimentally research with quasi experimental design in simulated patients and pharmacy students S1. SP criteria are at least 18 years old, professional manner ,willing to attend training and ontime in training. Data obtained in the SP training stage are quantitative data of SP assessment checklist and qualitative data as supporting data. Data of IEC process between pharmacy students S1 with SP are quantitative data on the results of IEC’s service checklist allergic rhinitis drug prescription and non prescription. Based on the independent t-test, both appraisal that appraise to the service of IEC show significantly different results. The average of Cohen Kappa’s coefficient are 0,987 and 1,000 means “almost perfect agreement”. The conclusion are the relevant and efective materials and methods for SP related to allergic rhinitis disease are obtained for pharmacy students KIE service evaluation. The appraisal both appraisers to KIE services is significantly different and has high consistency of deal.

(15)

1

PENDAHULUAN

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan bentuk pelayanan dari apoteker kepada pasien dalam pemberian pengetahuan terkait tentang terapi pengobatan dan mengikutsertakan pasien dalam pengambilan keputusan agar tujuan pengobatan dapat tercapai optimal (Depkes, 2014).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014, apoteker harus memberikan pelayanan KIE pada pasien meliputi informasi terkait dosis, bentuk sediaan, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, teraupetik dan alternatif, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, dan lain-lain (Depkes, 2014).

Di DKI Jakarta pada tahun 2003 ditemukan 98,5% apotek yang tidak memenuhi standar pelayanan KIE terhadap pasien, 76,5% apotek yang tidak memenuhi standar pelayanan obat non resep dan 67,6% apotek yang tidak memenuhi standar pelayanan obat resep (Purwanti dkk, 2004). Berdasarkan data dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), terdapat sekitar 200 apotek di kota Yogyakarta, akan tetapi pelayanan KIE yang dilakukan oleh apoteker belum optimal meskipun jumlah apoteker cukup banyak. Berdasarkan riset kesehatan dasar RI 2013, prevalensi penyakit Rinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, serta merupakan jenis penyakit yang penting untuk dikuasai apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek dalam pemberian informasi obat pengobatan swamedikasi (Depkes, 2013).

(16)

2

menggunakan berbagai teknik evaluasi terapan. Pasien simulasi (PS) merupakan salah satu teknik evaluasi terapan yang dilakukan dengan cara melatih calon pasien simulasi sesuai dengan skenario kasus, kemudian dilakukan simulasi sesuai dengan skenario kasus untuk menilai kemampuan peserta didik (Knowles et al., 2005).

Keunggulan dari pasien simulasi sebagai teknik evaluasi yaitu dapat memberi esensi dari lingkungan sosial terhadap peserta didik dan memberikan kesempatan peserta didik untuk memberikan feedback secara langsung dari simulasi (Lateef, 2010). Keunggulan dari pasien simulasi tersebut dapat digunakan dalam evaluasi pembelajaran berdasarkan KKNI yang melibatkan aspek sikap, keterampilan dan kemampuan mahasiswa farmasi untuk mengetahui ketercapaian standar kompetensi lulusan terhadap materi KIE (Perpres, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini penting untuk dilakukan untuk mengembangkan materi dan metode pasien simulasi yang relevan dan efektif sebagai evaluasi KIE obat rintis alergi yang dilakukan oleh mahasiswa farmasi.

METODE PENELITIAN

Rancangan dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dari bulan September sampai dengan November 2016, dengan jenis penelitian experimental dan rancangan penelitian kuasi eksperimental. Kuasi eksperimental merupakan rancangan penelitian yang tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding, melainkan hanya menggunakan kelompok perlakuan, sehingga penilaian yang dilakukan hanya pada kelompok perlakuan. Dalam penelitian ini kelompok perlakuan tersebut diberi perlakuan berupa pelatihan (Jaedun, 2011; Hastjarjo, 2008).

(17)

3

Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian dalam penelitian ini adalah checklist penilaian performa pasien simulasi secara kuantitatif dan kualitatif yang dikembangkan dari checklist penilaian performa pasien simulasi Wijoyo (2016). Sedangkan, checklist dan rubrik penilaian pelayanan KIE mahasiswa farmasi diadopsi dari penelitian Wijoyo (2016). Bahan penelitian dalam penelitian ini adalah bahan ajar penyakit rinitis alergi serta skenario kasus rintis alergi resep dan non resep.

Jalannya Penelitian

Penyusunan skenario kasus yang digunakan dalam pelatihan pasien simulasi dikembangkan berdasar studi literatur terkait skenario kasus resep dan non resep rinitis alergi serta pengamatan langsung pelayanan KIE diapotek agar mahasiswa dapat merasakan simulasi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya antara apoteker dan pasien (Bokken, 2008).

Pemilihan peserta pelatihan dilakukan sesuai dengan kriteria yang disusun berdasarkan studi literatur terkait pasien simulasi, pelatih pasien simulasi, pemeran apoteker, observer, apoteker independen dan mahasiswa farmasi jenjang S1.

Kriteria pasien simulasi yaitu individu yang tidak memiliki latar belakang jenjang pendidikan kesehatan, berusia > 18 tahun, dapat diandalkan, bersikap profesional dan tepat waktu dalam mengikuti setiap sesi pelatihan (Parry Center for Clinical Skills & Simulation, 2013).Pelatih pasien simulasi, pemeran apoteker dan observer yang dipilih adalah mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA). Mahasiswa farmasi jenjang S1 yang dipilih adalah mahasiswa farmasi yang telah menempuh pendidikan ± 2 tahun di fakultas farmasi. Kriteria apoteker independen yaitu apoteker yang sudah memiliki surat ijin praktek dan telah bekerja minimal dua tahun di apotek.

(18)

4

bertujuan untuk memberi wawasan yang cukup terkait penyakit rinitis alergi pada pasien simulasi

Pengembangan checklist penilaian performa pasien simulasi serta pelayanan KIE dari Wijoyo (2016) sebagai instrumen evaluasi disesuaikan dengan skenario kasus rinitis alergi serta berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 terkait dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kemudian dilakukan expert validation dan uji reliabilitas.

Aspek penilaian dalam checklist pelayanan KIE yang dilakukan mahasiswa disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 terkait dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan literatur dari penelitian Sando (2013) yang bertujuan untuk menilai komunikasi umum, pelayanan informasi obat, tindak lanjut dan pelayanan resep yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap pasien.

Analisis Data

Data kuantitatif performa pasien simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik sedangkan data kualitatif dalam bentuk deskriptif sebagai data pendukung. Untuk data penilaian checklist pelayanan KIE dianalisis dengan independent t-test taraf kepercayaan 95% bertujuan untuk mengetahui keterbedaan total penilaian antara kedua penilai, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan koefisien Cohen Kappa yang bertujuan untuk melihat konsistensi kesepakatan penilaian dari kedua penilai. Konsistensi kesepakatan dalam penelitian ini tidak menggunakan koefisien korelasi intra kelas (ICC) karena ICC lebih tepat digunakan bila penilainya berjumlah lebih dari dua (Widhiarso, 2005).

Interpretasi nilai Kappa yaitu rentang yaitu < 0 memiliki makna poor

agreement atau no agreement; 0,00 0,20 memiliki makna slight agreement; 0,21 – 0,40 memiliki makna fair agreement; 0,41 – 0,60 memiliki makna

moderate agreement; 0,61 – 0,80 memiliki makna substantial agreement; 0,81 –

(19)

5

secara tidak langsung dapat memperkuat penilaian performa pasien simulasi yang terpilih memang layak dan lolos untuk berperan sebagai pasien.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) skenario kasus rinitis alergi resep dan non resep (2) pedoman pelatihan pasien simulasi (3) nilai performa pasien simulasi. Tiga aspek hasil penelitian tersebut akan disajikan pada dokumen terpisah.

Skenario Kasus Rinitis Alergi Resep dan Non Resep

Skenario kasus rintis alergi resep dan non resep yang dihasilkan sesuai dengan berdasar studi literatur terkait dengan pelayanan KIE resep dan non resep penyakit rinitis alergi dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 terkait aspek pelayanan KIE di Apotek serta hasil pengamatan langsung terhadap pelayanan KIE di apotek.

Ciri khas dari skenario kasus penelitian ini yaitu desain KIE dalam dialog antara apoteker dengan pasien mengikuti standar pelayanan kefarmasian di apotek Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014 terkait dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Instruksi singkat pasien simulasi disusun berdasarkan skenario kasus yang berfungsi untuk memperjelas peran yang harus dilakukan pasien simulasi selama pelatihan serta memberi kemudahan bagi pasien simulasi dalam mengingat poin-poin percakapan yang harus disampaikan pasien simulasi selama simulasi (Shilbayeh, 2011).

Pedoman Pelatihan Pasien simulasi

(20)

6

1) Tujuan Pelatihan Pasien Simulasi

Pelatihan pasien simulasi bertujuan untuk melatih pasien simulasi untuk dapat berperan sebagai pasien sesuai dengan skenario kasus rinitis alergi resep dan non resep serta melakukan penilaian performa pasien simulasi menggunakan instrumen evaluasi checklist penilaian performa pasien simulasi dan pelayanan KIE.

2) Peserta Pelatihan Pasien Simulasi

Peserta pelatihan yang terlibat yaitu (1) pasien simulasi terdiri dari empat mahasiswa psikologi dan satu mahasiswa akuntansi adalah mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang yang berhubungan dengan kesehatan, karena memiliki kelebihan yaitu tidak mengenal mahasiswa farmasi yang akan dinilai. Menurut Smithson, et. al. (2015), cara demikian akan meningkatkan loyalitas terhadap simulasi, membuat feedback yang diberikan lebih valid karena mereka tidak memiliki dasar pengetahuan kesehatan, dan cenderung berperan lebih mirip dengan skenario kasus (2) pelatih pasien simulasi terdiri dari seorang mahasiswa PSPA Universitas Sanata Dharma (3) pemeran apoteker terdiri dari seorang mahasiswa PSPA Universitas Sanata Dharma (4) observer terdiri dari seorang mahasiswa PSPA Universitas Sanata Dharma dan (5) apoteker independen yang terpilih adalah seorang praktisi apoteker di apotek.

Pasien simulasi yang dipersiapkan selama pelatihan telah memiliki pengetahuan tentang penyakit dan obat terkait dengan skenario kasus yang akan diperankan sesuai dengan pengaturan kondisi nyata antara apoteker dengan pasien.

3) Bahan Ajar Penyakit Rinitis Alergi

(21)

7

4) Waktu Pelatihan Pasien Simulasi

Waktu pelatihan pasien simulasi yang terdiri dari dua pertemuan untuk pelatihan serta tiga pertemuan untuk penilaian performa pasien simulasi untuk skenario kasus resep dan non resep, setiap pertemuannya membutuhkan waktu sekitar 150 menit. Durasi pelatihan sampai dengan penilaian performa pasien simulasi dilakukan selama ± 3 minggu.

Jeda waktu antara pertemuan satu dengan pertemuan lainnya dalam pelatihan pasien simulasi cukup lama yaitu lebih dari seminggu, sehingga kemungkinan terjadi penurunan performa pasien simulasi, sehingga peneliti memberi saran untuk penelitian yang akan menggunakan metode ini harus meminimalkan jarak waktu pelatihan, agar tidak terjadi bias karena pasien simulasi lupa perannya sesuai skenario kasus.

5) Prosedur Pelatihan Pasien Simulasi

Tahapan pelatihan pasien simulasi pada penelitian ini memiliki kekhasan dibanding dengan pedoman pelatihan Wijoyo (2016) yaitu: (1) pelatih akan melatih pasien simulasi satu per satu sebelum melakukan simulasi dengan pemeran apoteker sesuai dengan skenario kasus rinitis alergi resep dan non resep. Pelatihan dilakukan satu per satu agar pelatihan menjadi lebih intensif sehingga performa pasien simulasi akan lebih baik (2) evaluasi terhadap performa pasien simulasi dilakukan dengan melihat hasil perekaman video, kemudian hasil evaluasi diinformasikan pada pelatih sebagai masukan untuk melatih ulang pasien simulasi sehingga dapat meningkatkan performanya (Al-shawwa., et. al., 2011). (3) dua dari lima pasien simulasi yang memenuhi indikator capaian akan dipilih karena layak berperan sebagai pasien

6) Indikator Capaian Pelatihan Pasien Simulasi

(22)

8

checklistpenilaian performa pasien simulasi, serta memiliki konsistensi

performa minimal pada pertemuan ke-2 dan ke-3, akan dinyatakan layak dan lolos berperan sebagai pasien.

7) Instrumen Evaluasi

Checklist kelayakan pasien simulasi yang dihasilkan, digunakan

sebagai instrumen untuk menilai kesesuaian performa pasien simulasi dengan skenario kasus dan perkembangan performa pasien simulasi dari setiap pertemuan. Checklist dan rubrik pelayanan KIE yang dihasilkan digunakan untuk menilai pelayanan KIE yang diberikan mahasiswa terhadap pasien simulasi selama simulasi berlangsung.

Instrumen evaluasi yang digunakan dapat memberikan penilaian secara objektif terhadap performa pasien simulasi selama pelatihan dan performa mahasiswa farmasi jenjang S1 selama simulasi pelayanan KIE.

Nilai Performa Pasien simulasi

Penilaian performa PS dilakukan dengan pengamatan secara kuantitaif menggunakan checklist penilaian performa PS dan didukung dengan data kualitatif dengan menggunakan kolom pengamatan secara kualitatif performa PS.

(23)

9

Gambar 1. Performa Pasien Simulasi Gambar 2. Performa Pasien Simulasi

Kasus Rinitis Alergi Non Resep Kasus Rinitis Alergi Resep

Hasil kualitatif PS 2 dan PS 5 untuk kasus rinitis alergi baik kasus resep atau non resep dari pertemuan 1 sampai dengan pertemuan 3 menunjukkan kemajuan positif dan konsistensi performa. Ekspresi wajah menyakinkan, tatapan mata selama berbicara sudah fokus, tidak grogi, artikulasi sudah jelas, volume suara terdengar serta mampu memerankan peran sesuai skenario kasus dengan baik sehingga secara kuantitatif dan kualitatif PS 2 dan PS 5 layak dan lolos berperan sebagai pasien untuk kasus rinitis alergi resep dan non resep.

Beberapa ciri khas yang membedakan penilaian performa pasien simulasi pada penelitian ini dengan penelitian Wijoyo (2016) yaitu (1) adanya penilaian secara kualitatif yang mencakup pengamatan terhadap ekspresi wajah, tatapan mata, grogi atau tidaknya, artikulasi dan volume suara pasien simulasi, sehingga pengamatan kualitatif ini menjadi data pendukung dan memperkuat data kuantitatif untuk memilih pasien simulasi yang layak dan lolos berperan sebagai pasien (Langenau et. al., 2011) (2) item checklist yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait tanda, gejala, terapi farmakologi dan non farmakologi yang harus dikemukakan oleh pasien simulasi disusun sesuai dengan skenario kasus rintis alergi resep dan non resep (3) seleksi pada pasien simulasi dilakukan dengan pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif. Dengan dilakukan seleksi maka

(24)

10

performa pasien simulasi dianggap dapat menggambarkan kondisi nyata sebagai pasien (Vyas, 2012). Hal ini berbeda dengan penelitian Wijoyo (2016) yang tidak melakukan proses seleksi akan tetapi melatih semua pasien simulasi sampai dinyatakan layak berperan sebagai pasien.

Nilai Evaluasi Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Hasil independentt-test terhadap penilaian yang diberikan kedua penilai melalui checklist penilaian pelayanan KIE oleh mahasiswa terhadap pasien simulasi diperoleh nilai p = 0,899. Hasil ini menunjukkan penilaian kedua penilai berbeda tidak bermakna, sehingga hal ini bermakna bahwa penilaian kedua penilai memiliki persepsi yang sama pada pelayanan KIE yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap pasien simulasi.

Hasil rata-rata yang diperoleh dari uji Cohen Kappa terhadap penilaian pelayanan KIE kasus rinitis alergi non resep 0,987 dan kasus rinitis alergi resep 1,000 termasuk dalam rentang nilai Kappa 0,81 – 1,00 yang berarti almost perfect

agreement, hal ini menunjukkan bahwa kedua penilai memiliki konsistensi

kesepakatan penilaian yang tinggi (Nichols T. R., et. al., 2010 ; Tang W., et. al., 2015).

Tabel I. Uji Cohen Kappa Kesepakatan Antara Peneliti dan Apoteker Independen Kasus Rinitis Alergi Non Resep

Mahasiswa Kesepakatan Dua Penilai Koefisien Kappa Ya-Ya Tidak-Tidak Ya-Tidak

(25)

11

Tabel II. Uji Cohen Kappa Kesepakatan Antara Peneliti dan Apoteker Independen Kasus Rinitis Alergi Resep

Mahasiswa Kesepakatan Dua Penilai Koefisien Kappa Ya-Ya Tidak-Tidak Ya-Tidak

A 19 1 0 1,000 dilakukan mahasiswa, secara tidak langsung menunjukkan bahwa materi dan metode pelatihan pasien simulasi yang dilakukan sudah baik dan relevan untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa farmasi jenjang S1 dalam pelayanan KIE.

KESIMPULAN

Materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait pelayanan KIE obat rinitis alergi adalah pedoman pelatihan yang berisi tahapan-tahapan pelatihan, teori umum tentang penyakit rintis alergi, tanda dan gejala serta terapi farmakologi dan non farmakologi serta skenario kasus penyakit rinitis alergi.

(26)

12

DAFTAR PUSTAKA

Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, 2008, ARIA Guidelines. http://www.whiar.org/docs/ARIA-Report-2008.pdf.12 Agustus 2016 (14:15).

Al-shawwa, L. A., and Hagi, S. K., 2011. Design and Work Plan for Establishing a Standardized Patient (SP) Program at King Abdul- Aziz University : A “How to” Guide, 79 (1), 227-232.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS 2013), Depkes RI, Jakarta.

Bokken, L., Rethans, J.J., Scherpbier, A.J.J.A., Vleuten, C.P.M.V.D., 2008. Strengths and Weaknesses of Simulated and Real Patients in the Teaching of Skills to Medical Students : A Review. Simulation in Healthcare.,3 (3),

161-164.

Depkes, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014,Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.

Dipiro, J.T., et al, 2011, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, McGraw-Hill Companies, Inc., USA.

Hastjarjo, D., 2008. Ringkasan buku Cook & Campbell. (1979). Quasi-

Experimentation: Design & Analysis Issues for Field Settings. Houghton

Mifflin Co. hal. 5.

Ikatan Apoteker Indonesia, 2011. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Jaedun, A., 2011. Metodologi Penelitian Eksperimen, Fakultas Teknik UNY, Yogyakarta.

Knowles, M.S., Holton, E.F., and Swanson, R.A., 2005. The adult learner: the definitive classic in adult education and human resource development. 6th ed, Elsevier, New York.

Langenau, E.E., Dyer, C., Roberts, W.L., Montrey, D.P., and Sandella, J.M., 2011. Relationship between Standardized Patient Checklist Item Accuracy and Performing Art Experience, Simulation in Health Care.,10, 10.

Lateef, F., 2010. Simulated-based learning : Just like the real thing. J Emerg

Trauma Shock., 3, 348-352.

Nichols, T.R., Wisner, P.M., Cripe, G., Gulabchand, L., 2010. Putting the Kappa Statistic to Use. Qual Assur J., 13, 57-61.

Parry Center for Clinical Skills & Simulation, 2013. Standardized Patient

Program University of South Dakota Sanford School of Medicine.

Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Purwanti, Angki dkk., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi

di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003(Jurnal). Departemen Farmasi, FMIPA

(27)

13

Sando, K.R., Elliott, J., Stanton, M.L., and Doty R., 2013.An Educational Tool for teaching Medication History Taking to Pharmacy Students. American

Journal of Pharmaceutical Education.,77 (5), 105.

Shilbayeh, S.A., Exploring knowledge and attitudes towards counselling about vitamin supplements in Jordanian community pharmacies. Pharmacy

Practice., 9 (4), 242-251.

Smithson, J., Bellingan, M., Glass, B., and Mills, J., 2015, Standardized patients in pharmacy education : An integrative literature review. Currents in Pharmacy Teaching and Learning., 7 (6), 851–863. http://doi.org/10.1016/j.cptl.2015.08.002.

Tang, W., Hu, J., Zhang, H., Wu, P., and He, H., 2015. Kappa coefficient : a popular measure of rater agreement. Shanghai Archives of Pasien

simulasiychiatry., 27, 1.

Valentine, M.D., and Plaut, M.., 2008. Allergic Rhinitis. The New England

Journal of Medicine.

Vyas, D., ButhadaNS.,and Feng X., 2012. Patient Simulation to Demonstrate Student Competency in Core Domain Abilities Prior to Beginning Advanced Pharmacy Practice Experiences. American Journal of

Pharmaceutical Education.,76 (9), 176.

Widhiarso, W., 2005. Mengestimasi Reliabilitas, Fakultas Pasien simulasiikologi UGM, Yogyakarta.

Wijoyo, Y., 2016. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Paradigma

Pedagogi Reflektif Untuk Meningkatkan Kompetensi Farmakoterapi dan Keterampilan KIE Mahasiswa Profesi Apoteker, Program Doktor Ilmu

(28)

14

LAMPIRAN

(29)

15

(30)

16

(31)

17

(32)

18

(33)

19

(34)

20

(35)

21

(36)

22

(37)

23

(38)

24

(39)
(40)

26

Lampiran 12. Checklist Penilaian Pelayanan KIE Kasus Rinitis Alergi Non

(41)
(42)

28

Lampiran 13. Uji statistik

Independent t-test

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

Sig.

(2-t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the

Difference Upper

Nilai Equal variances assumed 1,687

Equal variances not assumed 1,687

(43)
(44)

30

BIOGRAFI PENULIS

(45)

i

PENGEMBANGAN MATERI DAN METODE PELATIHAN

PASIEN SIMULASI SEBAGAI EVALUASI KIE OBAT RINITIS ALERGI

MAHASISWA FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Stephanie Afrillia Isti Fatmasari 1*), Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. 2*)

1

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia

2

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK

Performa apoteker dalam pelayanan KIE belum sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014. Pasien Simulasi merupakan alat evaluasi untuk membenahi pelayanan KIE dari sisi Pendidikan Tinggi Farmasi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi materi dan metode yang efektif dan relevan untuk pelatihan PS terkait penyakit rinitis alergi untuk evaluasi pembelajaran KIE mahasiswa farmasi di Universitas Sanata Dharma. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan rancangan kuasi eksperimental pada pasien simulasi dan mahasiswa farmasi S1. Kriteria PS yaitu berusia minimal 18 tahun, bersedia mengikuti pelatihan, tepat waktu dalam mengikuti pelatihan serta bersikap profesional. Data diperoleh pada tahap pelatihan PS berupa data kuantitatif hasil

checklist penilaian PS serta data kualitatif sebagai data pendukung. Data selama

proses KIE antara mahasiswa farmasi S1 dengan PS berupa data kuantitatif dari hasil checklist pelayanan KIE obat rinitis alergi resep dan non resep. Berdasarkan

independent t-test, penilaian kedua penilai terhadap pelayanan KIE menunjukkan

hasil berbeda bermakna. Rata-rata koefisisen Cohen Kappa 0,987 dan 1,000 memiliki makna almost perfect agreement. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu materi dan metode yang relevan dan efektif untuk PS terkait penyakit rintis alergi untuk evaluasi pelayanan KIE mahasiswa farmasi. Penilaian kedua penilai terhadap pelayanan KIE berbeda bermakna dan memiliki konsistensi kesepakatan yang tinggi.

(46)

ii

ABSTRACT

The performance of pharmacists in the KIE service is not in accordance with Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014. Simulated Patient (SP) is an evaluation tool to improve KIE’s service of Higher Education of Pharmacy. The purpose are identifying materials and methods that are effective and relevant for SP training related to allergic rhinitis disease for KIE evalution of pharmacy student of Sanata Dharma University. Experimentally research with quasi experimental design in simulated patients and pharmacy students S1. SP criteria are at least 18 years old, professional manner ,willing to attend training and ontime in training. Data obtained in the SP training stage are quantitative data of SP assessment checklist and qualitative data as supporting data. Data of IEC process between pharmacy students S1 with SP are quantitative data on the results of IEC’s service checklist allergic rhinitis drug prescription and non prescription. Based on the independent t-test, both appraisal that appraise to the service of IEC

show significantly different results. The average of Cohen Kappa’s coefficient are 0,987 and 1,000 means “almost perfect agreement”. The conclusion are the

relevant and efective materials and methods for SP related to allergic rhinitis disease are obtained for pharmacy students KIE service evaluation. The appraisal both appraisers to KIE services is significantly different and has high consistency of deal.

Gambar

Gambar 2. Performa Pasien Simulasi Kasus Rinitis Alergi Resep ...............
Tabel II. Uji Cohen Kappa Kasus Rinitis Alergi Resep................................
Gambar 1. Performa Pasien Simulasi
Tabel I. Uji Cohen Kappa Kesepakatan Antara Peneliti dan Apoteker Independen Kasus Rinitis Alergi Non Resep
+2

Referensi

Dokumen terkait

a. seni rupa dwimatra ( dua demensi ) yaitu karya seni berbentuk datar atau dua ukuran  ( panjangdan lebar ) yang hanya dapat di pandang dari arah depan saja ,misalnya gambar atau lukisan

Modal sosial akan lebih dapat tumbuh pada kondisi perekonomian. yang tumbuh, karena pada perekonomian yang tumbuh

Kristalisasi dari larutan dikategorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Secara umum, tujuan dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal dengan

Dengan melihat proses pengembangan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper mulai dari awal pertumbuhan/embrio, tumbuh dan dewasa serta penurunan dan transformasi ada

Pengaruh yang mengakibatkan orang di dalamnya untuk terlibat aktif dalam aktivitas yang lebih hebat, adalah pengaruh.... Prototip yang mempunyai keinginan yang sangat besar

sqouhie hllloir rc

Hubungan self-efficacy guru SMA Bandung dengan implementasi pembelajaran biologi berdasarkan kurikulum 2013 dan self-efficacy siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia |

ne puryai sitdr sepeni ircd (tidak bc.sksi), kua( hh rerhadap k&amp;u$kaD, ugat baik sbagai bmicr !c.had.p bcndr pada! can, dar 96, lahm teftadap suhu linsgi.