• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT KIMIA BERBAHAYA DI KABUPATEN BUNGO KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PELINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT KIMIA BERBAHAYA DI KABUPATEN BUNGO KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

PELINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT KIMIA

BERBAHAYA DI KABUPATEN BUNGO

TUGAS AKHIR

Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

RAUDAH B10018434

Pembimbing :

Faizah Bafadhal, S.H., M.H.

Firya Oktaviarni, S.H., M.H.

JAMBI 2022

(2)

ii

PERSETUJUAN TUGAS AKHIR Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : RAUDAH Nomor Mahasiswa : B10018434 Program Kekhususan : Hukum Perdata

Judul Tugas Akhir : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya di Kabupaten Bungo

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum

Universitas Jambi

Jambi, November 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Faizah Bafadhal, S.H., M.H. Firya Oktaviarni, S.H., M.H.

NIP. 195909031988032001 NIP. 198010022008122001

(3)

iii

PENGESAHAN TUGAS AKHIR Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : RAUDAH Nomor Mahasiswa : B10018434 Program Kekhususan : Hukum Perdata

Judul Tugas Akhir : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya di Kabupaten Bungo

Tugas akhir ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji fakultas hukum universitas jambi, pada tanggal,……….

dan dinyatakan lulus TIM PENGUJI

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

……… Ketua Tim Penguji ………

……… Sekretaris ………

……… Penguji Utama ………

……… Anggota ………

……… Anggota ………

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Uniersitas Jambi

Dr. H. Usman, S.H.,M.H NIP. 196405031990031004

(4)

iv

akademik sajana, baik Universitas Jambi maupun diperguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan,rumusan, dan penelitian sayatanpa bantuan pihak lain,kecuali arahan pembimbing Tugas Akhir.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikanorang lain secara tertulisdengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karna karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi

Jambi, November 2022 Yang membuat pernyataan

Materai

RAUDAH B10018434

(5)

v

“Perlindungan hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya di Kabupaten Bungo."

Untuk penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat batuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan tersebut, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Usman, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memfasilitasi penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan tugas akhir skripsi ini;

2. Ibu Dr. Hj. Muskibah, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kerja sama, dan Sistem Informasi Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan bantuan administrasi akademik selama proses perkuliahan;

3. Bapak Dr. H. Umar Hasan, S. H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah menyiapkan sarana dan prasarana dalam perkuliahan;

4. Bapak Dr. A. Zarkasi, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu dalam bidang kemahasiswaan;

5. Bapak Dr. Muhammad Amin Qodri, S.H., LL.M., selaku Ketua dan Sekretaris Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan bantuan dan arahan kepada penulis dalam persetujuan skripsi hingga penyusunan tugas akhir skripsi ini;

6. Ibu Faizah Bafadhal, S.H., M.H., dan Ibu Firya Oktaviarni, S.H., M.H., Selaku Pembimbing Utama (I) dan Pembimbing Pembantu (II) Penulisan mengucapkan terimakasih atas waktu yang telah diberikan dalam membimbing dan memberikan arahan selama proses Penulisan skripsi.

(6)

vi

yang telah memudahkan penulis dalam mengurus keperluan administrasi selama perkuliah di Fakultas Hukum Universitas Jambi;

9. Teristimewa, keluarga penulis, kedua orang tua, Ayahanda tercinta Zulkarnain dan Ibunda tercinta Banun, atas pengorbanan jiwa dan raga baik moril maupun materil, serta kakak dan abag penulis Warti, Abdul Aziz, Dahmanduri, dan Magribi, S.IP yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

10. Kepada teman-teman serta sahabat yang selalu ada serta memberikan motivasi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan pahala yang berlimpah dan selalu mencurahkan rahmat dan pertolongan-Nya.

Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan, skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Jambi, November 2022 Penulis,

Raudah NIM. B10018434

(7)

vii

(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Kerangka Konseptual ... 11

F. Landasan Teoritis ... 14

G. Metode Penelitian ... 16

H. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen ... 25

B. Tinjauan Tentang Zat Kimia Pada Makanan ... 50

C. Tinjauan Tentang BPOM ... 53

BAB III PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya di Kabupaten Bungo... 57

B. Upaya Penyelesaian Atas Produk Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya ... 65

C. Pengawasan Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) di Kabupaten Bungo ... 68

(9)

ix

(10)

1

Lajunya pertumbuhan ekonomi nasional saat ini terjadi disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendukung suksesnya ekonomi maupun perdagangan di Indonesia. Wujud dari perkembangan yang terjadi pada bidang ekonomi maupun perdagangan ditandai dengan berbagai produk yang dipasarkan secara bebas, baik produk dalam negri maupun luar negri. Kemajuan ekonomi telah memicu tumbuhnya sektor produksi dan perdagangan yang dalam kenyataan secara tidak langsung menciptakan kekuatan posisi pelaku usaha disatu sisi,dan menempatkan konsumen pada sisi lemah.1

Konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya. Harkat dan martabat konsumen perlu ditingkatkan melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya sendiri yang ditegaskan dalam pengesahan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor Tahun 1999, juga

1Abdul Halim Barkatullah, Sistem Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Nusa Media, Bandung, 2016, hlm. 2.

(11)

disebutkan bahwa ”produsen atau pelaku usaha diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan. Pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan. Selain itu produsen atau pelaku usaha juga diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai perjanjian.

Kerugian konsumen yang mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi standar mutu dan gizi pangan (makanan) juga telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, tercantum dalam Pasal 24, Pasal 27 dan Pasal 28, serta tidak memenuhi persyaratan kesehatan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu mendapatkan perhatian bersama, karena masyarakat konsumen sulit mengetahui kerugian tersebut. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengambilan tindakan atau penghukum atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya pada konsumen bersifat baku.

Pembahasan tentang tanggungjawab produsen atau pelaku usaha terhadap konsumen atas produk makanan yang berbahaya dapat ditinjau dari Pasal 41 angka (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan sebagai berikut; “Badan yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau perorangan dalam badan usaha diberi tanggungjawab terhadap jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi makanan

(12)

tersebut“. Pasal ini memberi penegasan bahwa harus ada pihak bertanggungjawab atas keamanan pangan (produk) yang diproduksinya jika ternyata menimbulkan kerugian kepada pihak lain (konsumen).2

Kenyamanan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk,baik berupa produk barang maupun jasa menjadi perhatian tersendiri bagi para konsumen pada khususnya dan pelaku usaha pada umumnya, banyak pertimbangan yang dilakukan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk khususnya produk makanan agar konsumen mendapatkan kenyamanan maupun keamanan bagi kesehatan. Pertimbangan tersebut antara lain bahan apa yang terkandung dalam makanan, kandungan gizi dalam produk makanan pengolahan makanan saat proses produksi, penyimpanan, pengemasan, kekhalalan serta masa kadaluwarsa suatu produk makanan.

Konsumen memiliki hakatas keamanan dan kenyamanan yaitu mendapatkan keamanan barang atau jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan secara jasmani maupun rohani.3Seperti yang diketahui dilapangan tentang peredaran makanan yang mengandung zat kimia berbahaya dalam hal ini tentu sangat penting diperhatikan bagi kesehatan konsumen tidak hanya ditemukan di warung-warung kecil juga banyak terjadi dipasar-pasar swalayan besar dan modern.

2Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Unka, Medan, 2002, hlm. 148.

3Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Garasindo, Jakarta, 2004, hlm.

22.

(13)

Dampak negatif yang ada saat ini terjadi pada pengolahan bahan makanan yang banyak beredar di masyarakat luas,seperti misalnya makanan yang dapat diolah langsung dan siap saji. Jenis makanan tersebut biasanya terdapat kecurangan dalam pengolahan. Kecurangan tersebut misalnya berupa campuran zat kimia sebagai bahan olahannya,yang ditambahkan dalam adonan yang berfungsi sebagai bahan pengawet atau pewarna makanan.

Olahan makanan yang ditambahkan zat kimia biasanya pada jenis makanan mie ayam campuran bakso. Hal tersebut pernah terjadi di Kabupaten Bungo pada Tahun 2010 yang ditemukan oleh penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan Kabupaten Bungo dari hasil penggerebekan itu petugas menyita 100 kg mie basah yang mengandung formalin dari pemilik toko HN yang bertempat tinggal di Jl.Kulim No.821 Kel.Sungai Pinang Kabupaten Bungo.4

Dilansir dari salah satu berita Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyita makanan olahan mie yang mengandung bahan kimia.

Makanan tersebut adalah mie ayam bakso, produk tersebut diduga mengandung bahan kimia formalin sebagai pengawet makanan agar tahan lama,rhodamin b, atau methany yellow sebagai pewarna agar tampilan makanan menjadi lebih menarik, formalin merupakan bahan yang dilarang dalam campuran makanan. Jika tidak sesuai dengan aturan pakai (dosis) bahan kimia ini dapat menimbulkan resiko tinggi dan efek samping yang dapat

4 Sudirman Kepala Seksi Layanan Informasi Badan Pengawas Obat dan Makanan,https://www. Lacak Berita.com.id.16 Maret, 2010

(14)

membahayakan kesehatan jangka panjang dan juga dapat menyebabkan tumor bahkan kanker.5

Operasi penggerebekan tersebut merupakan tindak lanjut informasi dari masyarakat, tentu itu sangat perlu diperhatikan peredaran makanan butuh pengawasan yang tegas dari pihak BPOM disetiap Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, bahkan Desa-desa yang ada diseluruh Indonesia, guna untuk mengantisipasi/mencegah agar tidak terjadi kecurangan dari pelaku usaha menggunakan zat kimia, dalam memproduksi setiap makanan yang akan dipasarkan di masyarakat.

Berdasarkan isu diatas pelaku usaha telahmelanggar kewajiban yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (3) pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum republik Indonesia,baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam penjelasan Undang-Undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah Perusahaan,BUMN,Koperasi, Importir,Pedagang, Distributor, dan lain-lain.6

Pelaku usaha jelas tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 7 Huruf (a),dan (b),yaitu:

5Lukman Kepala BPOM Provinsi Jambi, https//www. suara jambi. com. id, 15, Maret, 2010

6Celina Tri siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 41.

(15)

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2. Memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan.

3. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku

Pelaku usaha juga melanggar Pasal 8 Ayat 1 Huruf (a) dan Ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,cacat, bekas atau tercemar,dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

Kemudian dalam Undang-Undang Pangan terdapat juga hal-hal yang mengatur tentang keamanan pangan tersebut yaitu pada Pasal 4 Ayat (1) (2) yang menyatakan bahwa :

1. Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan`

2. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan kebutuhan sistem pangan.

Konsumen adalah rantai terakhir dalam suatu produksi yang biasanya juga menandakan disinilah produk dipakai dan digunakan konsumen berfungsi memanfaatkan produk yang telah diproduksi oleh produsen.7 Aziz Nasution menyatakan pengertian konsumen ini merupakan tiap-tiap orang yang

7Gie, “Apa itu Produsen, Distributor, dan Konsumen. Accurate.” https://accurate. id, Artikel, 24 Juni, 2020

(16)

mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.8 Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (2) konsumen adalah setiap orang yang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pada Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

a. Hak atas kenyamanan,keamanan,dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan

c. Hak atas informasi yang benar,jelas,jujur,mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan,dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif`

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya`

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Maka berdasarkan kasus tersebut konsumen berhak mendapatkan perlindungan mengenai hak-haknya berupa kompensasi, ganti rugi maupun penggantian barang dan pelaku usaha bertanggung jawab terhadap kerugian- kerugian yang telah diderita konsumen. Namu jika dilihat-lihat lagi ada

8Perta Ibeng.“Pengertian Konsumen, Jenis, Hak, Kewajiban, Menurut Ahli, ”Pendidikan id, Artikel, 3 Januari,2020.

(17)

banyak pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen. Hal ini bisa dari berbagai bukan hanya mengenai masalah kesehatan.

Walaupun pelaku usaha dilarang menjual barang dan atau jasa diluar standarisasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memproduksi barang makanan yang mengandung zat kimia berbahaya,namun hingga saat ini tidak menutupi kemungkinan ada para pelaku usaha lain yang akan melakukan hal tersebut terlebih lagi dimasa era globalisasi karena pada dasarnya ada ketidak pastian hukum bagi masyarakat selaku konsumen terkait regulasi, yang ditetapkan oleh pemerintah atas hak konsumen mengenai aturan standar suatu produk makanan kepada pelaku usaha dimasa era globalisasi, kemajuan teknologi, baik dalam Undang-Undang Perlindung Konsumen, Undang- Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Standarisasi dan penilaian kesesuaian. Serta tidak adanya aturan mengenai sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar kewajibannya dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Interaksi-interaksi sosial sangat berpengaruh pada hak-hak dan kewajiban masing-masing individu atau bahkan kelompok tertentu. Dalam kehidupan seringkali bermunculan konflik sebagai akibat dari pertentangan hak atau kewajiban itu.9 Berangkat dari isu-isu diatas membuat penulis merasa perlunya melakukan penelitian.

9Lukman Santoso Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum Sejarah, Pengertian, Konsep Hukum, Aliran Hukum dan Penafsiran Hukum, Setara Press, Malang, 2016, hlm. 68.

(18)

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Kimia Berbahaya di Kabupaten Bungo’’

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo ? 2. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap pelaku usaha yang

memproduksi dan mengedarkan makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian hukum terhadap pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

(19)

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis diharapkan sebagai sumbangsih penulis dalam perkembangan hukum perdata pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis diharapkan dapat menjadi solusi tentang perlindungan hukum terhadap hak konsumen yang telah membeli dan mengkonsumsi makanan maupun mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi dan menjual makanan yang mengandung zat kimia berbahaya.

E. Kerangka Konseptual

Agar mempermudah mengetahui pembahasan permasalahan dan penafsiran yang berbeda penelitian skripsi ini,sehingga diperlukan penjelasan konsep yang berkaitan dengan judul skripsi ini, berikut ini konsep-konsep mengenai hal tersebut :

1. Perlindungan Hukum

Menurut peraturan perundang-undangan di Negara Indonesia mengenai pengertian Perlindungan Konsumen dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 1 Ayat (1) menyatakan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

(20)

2. Konsumen

Pasal 1 Ayat (2) menyatakan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Peraturan perundang-undangan dinegara Indonesia mengenai istilah konsumen tersebut dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Yang dimaksud konsumen didalam penelitian ini adalah setiap orang perorangan yang telah membeli maupun mengkonsumsi makanan yang tersedia dalam masyarakat, untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Zat kimia berbahaya

Tidak ada zat yang sepenuhnya aman,dan semua bahan kimia menghasilkan efek beracun kepada sistem kehidupan, dalam bentuk yang berbeda-beda, sebagian bahan kimia dapat menyebabkan efek berbahaya setelah paparan pertama,misalnya asam nitrat krosif. Sebagian bisa menyebabkan efek berbahaya setelah terpapar berulang kali atau dalam durasi lama. Seperti, Karsinogenik klorometil, Metil eter, Dikloromethan, n-heksan,dan lain-lain.10 Contoh zat kimia berbahaya dalam penelitian ini adalah bahan-bahan campuran kedalam makanan seperti formalin,

10Faizal Riza Soeharto, Matematika, Sain, dan Pembelajarannya, Jurnal Ilmu Hukum, vol 13 No 1, April. 2019.

(21)

rhodamin b, methany yellow, pengawet makanan, pewarna makanan,dan penyedap makanan yang beresiko untuk kesehatan.

F. Landasan Teoritis

1. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum-hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,perlindungan terhadap kepentingan dilain pihak,kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia sebagai hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia-manusia yang harus diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum haruslah melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala aturan hukum yang diberikan masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk prilaku antara anggota masyarakat dan perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.11

Menurut Muchsin yang dikutip oleh Philipus, M, Hadjon, Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut.12

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat di dalam

11Satjipto Raharjo, Perlindungan Hukum, PTCitra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 53.

12Phillipus,M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 30.

(22)

peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajibannya.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan Hukum Represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti berupa denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

2. Teori tanggung jawab hukum

Menurut Abdul Khadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (teory liability) dibagi menjadi beberapa teori, sebagai berikut.13

a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intentional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.

b. Tanggung jawab berdasarkan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort liability) ,didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur,menurut teori ini kelalaian penjual (pelaku usaha) yang mengakibatkan munculnya kerugian pada pembeli

13Abdul Khadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 503.

(23)

(konsumen) merupakan faktor penentu dari adanya hak pembeli (konsumen) untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada penjual (pelaku usaha).

c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (strict liability),didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja,artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya (barang dagangnya)

G. Metode Penelitian

Penelitian studi kasus (case study) adalah penelitian tentang suatu objek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau dari keseluruhan personalitas.14 Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat- sifat kasus diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Metode penelitian ini pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dan dengan tujuan kegunaan tertentu, berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan, cara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,yaitu rasional empiris dan sistematis.

14Nawawi, Hadari,Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Universitas, Press, Yogyakarta, 1992, hlm. 66.

(24)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis data kualitatif, yaitu bermaksud untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang permasalahan yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu, kemudian berusaha menganalisa dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi untuk pemecahan masalah mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari populasi dalam menyusun proposal ini penyusun menggunakan peneliti sebagai berikut.

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian yang menjadi lokasinya adalah toko mie ayam Berkahdi Kabupaten Bungo, alasan memilih lokasi ini merupakan toko mie ayam satu-satunya di Kabupaten Bungo yang berkembang cukup pesat,terutama didalam pemasarannya.

Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang proses produksinya, karena peneliti melihat adanya fenomena hubungan antara toko makanan mie yang lain dengan keberadaan toko mie ayam Berkah di Kabupaten Bungo, yang selama ini terlihat adanya perkembangan yang cukup pesat ditingkatan toko mie ayam yang ada di Kabupaten Bungo

2. Tipe Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah di uraikan diatas, maka jenis penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian Yuridis Empiris yang disebut juga penelitian lapangan. Dalam pendekatan penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sampai dimana hukum bekerja

(25)

dalam masyarakat,sehingga dapat mengetahui kesenjangan antara Das sollen dan Das sein.

Menurut Bahder Johan Nasution Yuridis Empiris adalah:

Penelitian ilmu hukum yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat,dimana hal ini mengharuskan pengetahuan untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka,titik tolak pengamatan ini terletak pada kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup masyarakat.15

Penelitian lapangan (fiel research) jenis penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data-data dengan wawancara secara langsung serta telaah pustaka dan dokumentasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

3. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah bersipat deskriptif yaitu mengemukakan penjelasan terhadap permasalahan dengan data yang selengkap-lengkapnya, permasalahan yang dimaksud adalah tentang bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumenterhadap makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo, serta pelaksanaan pemberian sanksi terhadap pelaku usaha di Kabupaten Bungo.

4. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian

Populasi atau universe adalah seluruh objek, individu, gejala, atau kejadian yang diteliti. Karena populasi biasanya sangat besar,

15Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cetakan kedua, CV, Mandar Maju, Bandung, 2020, hlm. 125.

(26)

sedangkan populasi tersebut berjumlah 50 orang, maka kerap kali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu.16 Oleh karena itu populasi sangat besar dan luas, maka tidaklah mungkin meneliti seluruh populasi karena hal ini memerlukan waktu yang lama, serta tenaga, dan biaya yang besar, maka dari itu dalam penelitian ini tidaklah perlu menyelidiki semua objek atau individu untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai keadaan populasi.

b. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya, apabila dalam suatu penelitian pengambilan sampel tidak dilakukan dengan benar, maka kesimpulan atas penemuan- penemuannya tidak dapat digenralisasikan pada populasi yang diteliti.

Pengambilan sampel dari 50 orang, yang saya ambil sekitar 5 orang responden, yang dilakukan dengan mempergunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mempergunakan pertimbangan tersendiri berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu untuk menentukan anggota sampel.

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini antara lain : 1. HN, selaku Pelaku Usaha Mie Ayam Bakso

2. SW, selaku konsumen 3. AG, selaku konsumen 4. FA, Selaku Konsumen 5. PC, Selaku Konsumen 6. JN, Selaku Konsumen

16Roni Hanitijo Soemantri, Metodologi Hukum dan Jurimateri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 44.

(27)

Kriteria-kriteria penetapan tersebut karena kedekatan sampel dengan permasalahan yang diteliti, baik dari segi posisi, wewenang, atau aktifitasnya dalam memberikan penjelasan bagi permasalahan. Kriteria yang dimaksud yaitu pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam permasalahan, adapun informan dalam penelitian ini :

a. DISPERINDAGKOP (dinas perindustrian, perdagangan, koperasi) selaku instansi terkait yang mengawasi peredaran makanan

b. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)

Adapun alat penelitian ini dilakukan secara langsung kelokasi dengan tujuan untuk memperoleh data yang diperlukan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti, lokasi penelitian dilakukan di daerah Kabuapten Bungo, yang merupakan lokasi peredaran mie berformalin.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dan terstruktur kepada pihak-pihak yang dianggap mengetahui, memahami, menguasai, dan mampu memberikan informasi yang benar dan akurat tentang objek yang diteliti dengan menggunakan pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data yang diperlukan.

(28)

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan memahami buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

c. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mempelajari dan memahami dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan yang mengandung zat kimia berbahaya dan pelaksanaan penyelesaiannya di Kabupaten Bungo.

6. Sumber Data a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dilapangan (dari tangan pertama) melalui wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian merupakan data yang diperoleh peneliti bukan secara langsung dari sumber.17 Penelitian ini sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber tertulis seperti buku-buku, jurnal, laporan, dan dokumen-dokumen. Menurut teori penelitian kualitatif, agar penelitiannya dapat betul-betul berkualitas, maka data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa data primer dan sekunder.

17Amdi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2016, hlm.15.

(29)

c. Data Tersier

Data tersier merupakan data hukum yang dapat memberikan petunjukdan penjelasan terhadap data primer dan sekunder, seperti kamus hukum, jurnal hukum, artikel ilmiah dan sebagainya.

7. Analisis Data

Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan dalam setiap penelitian. Dalam tahap ini harus dilakukan pemilihan data- data yang telah diperoleh.penganalisian data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.18

Analisis data dalam penulisan ini menggunakan data kualitatif adalah suatu cara analisis yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga prilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.19 Metode penarik kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif. Metode deduktif yaitu mengambil data-data, keterangan-keterangan, dan pendapat- pendapat yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas 4 (empat) bab. Dari bab- bab tersebut dirinci lagi menjadi beberapa sub bab dan dari sub-sub bab tersebut dirinci lagi menjadi bagian-bagian terkecil. Adapun sistematika

18Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Op, Cit, hlm.13.

19Soerjono Soekanto, Op, Cit, hlm.154.

(30)

penulisan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah secara garis besarnya diuraikan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini terdiri atas latar belakang, Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, landasan teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan umum, tentang konsumen, pelaku usaha, dan perlindungan hukum terhadap konsumen. Pada bagian bab ini penulis akan menguraikan mengenai tentang pengertian konsumen, hak dan kewajiban konsumen, kemudian pengertian pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen, kemudian pengertian pelaku usaha, hak dan kewajiban pelaku usaha dan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen.

Bab III Pembahasan,pada bagian bab ini penulis akan menguraikan Tentang Pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabaputen Bungo serta Penyelesaian hukum terhadap pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan makanan yang mengandung zat kimia berbahaya di Kabupaten Bungo.

Bab IV Penutup, merupakan bab yang memuat kesimpulan dari yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan setelah itu ditemukan pula mengenai saran dalam bab ini.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk mengambarkan perlindungan yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya memenuhi kebutuhannya dalam hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.20

Pemahaman perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan (hukum) yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memperoleh barang dan jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat di katakan sebagai hukum yang mengatur tentang perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Dengan, demikian hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban produsen, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban itu.

20Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.1.

22

(32)

Berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempermasalahkan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Oleh Az. Nasution dijelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen menurutnya adalah:

“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup”

Adapun hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai berikut:

“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyediaanbarang dan atau jasa konsumen”.21

Perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung zat kimia berbahaya terkait dengan jual beli, menurut Pasal 1457 KHUPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam hubungan jual beli ini, kepada kedua belah pihak dibebankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 1473-1512 K.U.H.Perdata untuk penjual dan Pasal 1523-1528 untuk pembeli.

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

(Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

21Janus Sidabalok, Ibid, hlm.45.

(33)

Sedangkan penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi yaitu diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Pada dasarnya, hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang khusus, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktek hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasanya. Dengan demikian, hukum perlindungkan konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak- hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya memenuhi kebutuhanya. Kata keseluruhanya dimaksudkan untuk mengambarkan bahwa di dalamnya termasuk pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk didalamnya, baik aturan hukum perdata, pidana, administrasi negara, maupun hukum internasional. Cakupanya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhanya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhanya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk memenuhi kebutuhan dari produsen, meliputi: informasi, memilih harga, sampai pada akibat-akibat yang timbul karena penggunaan kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu. Jika perlindungan konsumen diartikan sebagai upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen

(34)

adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.22

2. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara lain adalah dengan meningkatkkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab (konsideran huruf d, UUPK).

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen (Pasal 3 UUPK), yaitu:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha.

3. Asas Perlindungan Konsumen.

Asas yang dimaksud Pasal 2 UUPK yang berbunyi “ Perlindungan Konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan, serta kepastian hukum. Maksud dari asas tersebut adalah:

22Janus Sidabalok, Ibid, hlm. 46-47.

(35)

a. Asas Manfaat

Asas ini diamanatkan supaya konsumen dan pelaku usaha yang terkait di dalamnya mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari pemberlakuan dan penegakan UUPK ini. Manfaat yang diperoleh konsumen dan pelaku usaha seimbang, tidak berat sebelah hingga dapat dinikmati manfaatnya, baik konsumen maupun pelaku usaha.

b. Asas Keseimbangan,

Maksud asas ini agar pihak konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah melakukan segala kepentinganya secara seimbang atau proposional.

c. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Yaitu bertujuan untuk memberikan jaminan bagi keamanan dan keselamatan konsumen xxii dari penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi.

d. Asas Kepastian Hukum

Keadilan hukum dimaksudkan agar konsumen dan produsen usaha menaati hukum yang telah digariskan sehingga akan diperoleh keadilan dari penerapan Undang-Undang ini dan mendapat perlindungan hukumnya.

4. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument, konsumen (Belanda). Pengertian consumer atau consument tergantung dimana dia berada Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

(36)

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.23 Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada di Prancis, terdapat dua unsur untuk dapat disebut sebagai konsumen, yaitu:

a. Konsumen hanya orang

“Orang” kecuali disebut khusus,terdiri dari orang alami atau orang yang diciptakan oleh hukum perusahaan dengan bentuk PT atau sejenis, baik privat atau publik.

b. Barang dan/atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya.

Barang dan/atau jasa yang digunakan, tergantung pada konsumen mana yang dimaksudkan, apakah untuk konsumen atau untuk konsumen akhir Menurut pendapat Nasution (1995), konsumen adalah, seseorang yang membeli barang atau jasa atau seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, juga sesuatu atau seorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.

Menurut Badruizman (1986). dikatakan bahwa konsumen adalah pemakai terkait dari benda dan jasa (Uinteindelijk Gubruviker Vas Doerderen En Dienster) yang diserahkan pada mereka oleh pengusaha.24

23Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.5.

24Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen,Ombak (Anggota IKAPI), 2014, hlm.

21.

(37)

Definisi lain dikemukakan oleh Kolter, konsumen didefinisikan sebagai individu dan kaum rumah tangga yang melakukan pembelian untuk tujuan penggunaan personal.

Pengertian yuridis formal dalam Pasal 1 angka (2) UU No. 8 Tahun 1999 berbunyi:“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”

Sebagaimana telah dikemukakan, konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan transaksi ekonomi yang hak-haknya sering diabaikan (oleh sebagian pelaku usaha). Akibatnya, hak-hak konsumen perlu dilindungi.25Konsumen umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh para pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.26

Pengertian konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 Ayat (2) yakni:

konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

25Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 34.

26Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT Citra Aditya, Bandung, 2006, hlm. 17.

(38)

Pengertian konsumen diatas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur definisi konsumen sebagai berikut:27

1) Setiap orang

Subyek yang disebut sebagi konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang”

sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya individual yang lazim disebut natural person atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna luas dari pada badan hukum.

2) Pemakai

Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK, kata“pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).

27Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Yogyakarta, 2001, hlm.

27.

(39)

3) Barang dan/atau jasa

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah tersedia di pasaran. Perdagangan yang makin kompleks ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalanya, perusahaan pengembang (devoleper) perumahan sudah bisa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunanya jadi.

Bahkan, untuk jenis-jenis transaksi konsumen tertentu, seperti futures trading, keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan sesuatu yang diutamakan.

4) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,dan/atau makhluk hidup

Transaksi konsumen ditunjukan untuk kepentingan diri sendiri, keluaraga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan.

Kepentingan ini tidak sekedar ditunjukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntuhkan untuk orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dilihat dari sisi teori kepentingan, setiap tindakan manusia adalah bagian dari kepentingannya. Oleh sebab itu, penguraian ini tidak menambah makna apa-apa karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/ atau jasa (terlepas ditunjukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi. Seseorang yang

(40)

membeli makanan untuk k6ucing peliharaanya, misalanya, berkaitan dengan kepentingan pribadi orang itu untuk memiliki kucing yang sehat.

5) Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkanPengertian konsumen dalam UUPK ini tegas, yakni hanya konsumen akhir.

Batasan itu sudah bisa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataanya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu.

5. Pengertian Pelaku Usaha

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa. Pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir. dan pengecer professional, yaitu setiap orang atau badan xxvii yang ikut serta dalam penyediaan barang dan/ atau jasa hingga sampai ketangan konsumen. Sifat professional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggung jawaban dari produsen.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang atau perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Repubik Indonesia, baik yang sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

(41)

Penjelasan Undang-Undang di atas yang termasuk dalam pelaku usaha adalah Perusahaan, Korporasi, BUMN, Koperasi, Importir, Pedagang, Distributor.28 Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat atau pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian atau peredaran produk hingga sampai ketangan konsumen.29

Pihak-pihak yang dikualifikasikan sebagai pelaku usaha adalah:

a. Pembuat produk jadi.

b. Penghasil bahan baku.

c. Pembuat suku cadang.

d. Setiap orang yang menempatkan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu anatu tanda lain yang membedakan dengan produk aslinya pada produk tertentu.

e. Importir suatu produk dengan maksud (leasing) atau distributor lain dalam transaksi perdagangan.

f. Pemasok (supplier) dalam identitas dari produsen atau importir tidak ditemukkan.

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang

28Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, PTSinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.42.

29Janus Sidabalok, Op, Cit. hlm.17.

(42)

dapat digugat.30 Apabila konsumen akan menuntut ganti kerugian dapat dengan mudah untuk menuntut kepada siapa dia akan mengajukan tuntutan dengan rincian sebagai berikut :

1) Produsen atau pelaku usaha pembuat produk akhir, produsen daribahan mentah atau pembuat dari suku cadang dan setiap orang yang memasang nama mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.

2) Setiap orang yang mengimpor suatu produk, untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdaganganya dan di pandang sebagai produsen.

3) Apabila produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap pemasok akan bertanggung gugat sebagai produsen. Kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya.31

6. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.

a. Hak Konsumen.

Langkah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya untuk memahami hak-hak pokok konsumen, yang dapat dijadikan sebagai landasan perjuangan untuk mewujudkan hak-hak tersebut. Menurut Pasal 4 Undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 secara khusus menjabarkan hak-hak konsumen, yaitu:

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengeni kondisi jaminan barang dan/atau jasa

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

30Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm.9.

31Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Ibid, hlm.45.

(43)

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen 7) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

8) Hak untuk mendapatkan kompesensi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainya

Sembilan butir hak konsumen yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.

Untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaanya akan nyaman, aman, maupun tidak membahayakan konsumen maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/

atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan asas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur jika terdapat penyimpangan yang merugikan konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.32 b. Kewajiban Konsumen

Hak-hak konsumen di atas juga dapat diimbangi dengan kewajiban yang melekat kepada konsumen, berikut mengenai kewajisban konsumen dijelaskan Pasal 5 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 :

32Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, Gramedia,Jakarta, 2001, hlm. 29-30.

(44)

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/

atau jasa;

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya. Pengaturan kewajiban tersebut, memberikan konsekuensi yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.

Masalah kewajiban konsumen dapat terlihat jika peringatan yang disamapaikan pelaku usaha tidak jelas atau tidak mengundang perhatian konsumen untuk membacanya, maka konsumen tidak dapat menuntut jika peringatan sudah diberikan secara jelas dan tegas.

Namun jika pelaku usaha tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif untuk mengkomunikasi peringatan itu, yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti kerugian pada konsumen yang telah dirugikan.33 c. Hak Pelaku Usaha

Undang-undang Perlindungan Konsumen selain mengatur hak dan kewajiban konsumen juga mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha. Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku

33Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm.43.

(45)

usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, berikut hak-hak pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 yaitu :

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen

4) Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.

d. Kewajiban Pelaku Usaha

Hak-hak pelaku usaha juga disertai berbagai kewajiban yang diemban oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen sebagai konsekuensi dari hak-hak konsumen yang telah disebutkan, maka pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 :

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/

atau jasa yang berlaku.

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/

atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

(46)

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan.

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Tanggung jawab pelaku usaha sudah di atur dalan UUPK, bahwa etika baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan tranksaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan oleh kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi dengan pelaku usaha.34 7. Hubungan Hukum Pelaku Usaha dan Konsumen

Hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan asas-asas hukum mengenai hubungan diatur dalam buku ketiga KUHPerdata tentang perikatan. Hubungan hukum (rechtbetrekking) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.35 Hubungan hukum dapat terjadi antara sesama subyek hukum

34Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,Rajawali Pers,Jakarta, 2004, hlm.5.

35Soerojo R, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 269.

(47)

dan antara subyek hukum dengan benda. Hubungan antara sesama subyek hukum dapat terjadi antara orang, orang dengan badan hukum, dan antara sesama badan hukum. Hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda berupa hak apa yang dikuasai oleh subyek hukum itu atas benda tersebut, baik benda berwujud, benda bergerak, atau benda tidak bergerak.36

Menurut Ernes Barker yang dikutip oleh Soeroto, R, agar hak-hak konsumen itu sempurna harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yakni hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia, hak itu diakui oleh masyarakat, dan hak itu dinyatakandemikian dan karena itu dilindungi dan dijamin oleh lembaga negara.37 Di Indonesia hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, huruf b yang menyebutkan “hak untuk memilih barang dan/atau jasa”. Pasal 4 UUPK ini, maka dapat diketahui bahwa konsumen berhak atas segala yang dijanjikan oleh pelaku usaha dalam mempromosikan barang dan/

atau jasa. Untuk itu dapat dikatakan bahwa pelaku usaha disisi lain berkewajiban untuk menepati janji-janji serta memberikan segala informasi terkait barang dan/atau jasa.

Produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui proses yang cukup panjang yang di dalamnya terkait pihak-pihak yang berbeda sehingga tampak bahwa ada dua golongan konsumen jika dibedakan dari segi cara memperoleh produk untuk dikonsumsi, yaitu:

36Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Grasuo, Bandung, 2012, hlm.254.

37Soerojo R, Ibid, hlm.271.

(48)

a. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli dari produsen yang berarti konsumen yang terikat hubungan kontraktual (perjanjian kontrak) dengan produsen. Jenis perjanjian (kontrak) antara produsen dan konsumen umumnya adalah jual beli, tetapi mungkin juga jenis lainya, seperti perjanjian kredit, perjanjian sewa- menyewa, dan sebagainya

b. Konsumen yang tidak membeli, tetapi memperoleh dengan cara lain, yang berarti konsumen yang sama sekali tidak terikat dalam hubungan kontraktual (perjanjan, kontrak) dengan produsen.38

Selain pengaturan mengenai hak-hak konsumen, diatur juga mengenai kewajiban dari pelaku usaha pada sebagaimana Pasal 7 huruf b UUPK menyatakan bahwa, “kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, dimana kewajiban dari pelaku usaha tersebut dapat dilihat juga sebagai hak dari konsumen.39

Harus memperhatikan ketentuan dari Pasal 9 dan 10 UUPK bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan sebelum konsumen membeliatau menggunakan barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

38Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op, Cit, hlm.56.

39Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 56.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dharmawangsa III No.1,Kebayoran Baru, Jakarta Selatan KAMPUS II : Jl.. Dharmawangsa III No.1,Kebayoran Baru, Jakarta Selatan KAMPUS II

Apa yang diasumsikan oleh sebagian orang bahwa Islam menganjurkan umatnya mendirikan negara dengan sistem politik, aturan perundangan, serta pemerintahan

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Kontrol

Apa yang disampaikan oleh Imam Achmad ini ada benarnya, karena pernah terjadi pada suatu masa di Indonesia, di mana komunisme pernah bersanding mesra dengan Islam yang

memiliki nilai keragaman data ekstrem yang terbesar yaitu pada Pos Kandangan, yang berarti curah hujan ekstrem pada Pos Kandangan memiliki range persebaran data

Ia merupakan sebuah sistem tulisan dimana mengandungi konsonan – vowel yang ditulis sebagai satu unit: setiap unit itu adalah berdasarkan kepada huruf kosonan,

Pengamatan keragaan fenotipik kambing yang dipelihara oleh kelompok Cahaya Purnama Desa Tembeling adalah untuk mengetahui tingkat keragaman ternak kambing pada kelompok

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Jenis alih kode dan campur kode yang terdapat pada lirik lagu Boy dan Girl band yaitu Alih kode ekstern