• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, INVESTASI PMDN, UPAH MINIMUM, DAN KUALITAS SDM TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PADA ENAM PROVINSI DI PULAU JAWA TAHUN 2005-2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, INVESTASI PMDN, UPAH MINIMUM, DAN KUALITAS SDM TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PADA ENAM PROVINSI DI PULAU JAWA TAHUN 2005-2019"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, INVESTASI PMDN, UPAH MINIMUM, DAN

KUALITAS SDM TERHADAP PENGANGGURAN TERBUKA PADA ENAM PROVINSI DI PULAU JAWA

TAHUN 2005-2019

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Kalasha Anajma Fathi 175020107111015

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2021

(2)

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Investasi PMDN, Upah Minimum, dan Kualitas SDM Terhadap Pengangguran Terbuka Pada Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2005-2019 Kalasha Anajma Fathi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universistas Brawijaya Email : kalashaaf@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi PMDN, upah minimum, dan kualitas SDM terhadap pengangguran terbuka pada enam provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005-2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitaitf dengan pendekatan asosiatif kausal (sebab akibat) serta regresi linear berganda sebagai metode analisisnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DIY, dan Banten berpengaruh tidak signifikan. Inflasi berpengaruh signifikan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan di Provinsi Jawa Barat, DIY, dan Banten berpengaruh tidak signifikan. Investasi PMDN berpengaruh signifikan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan di Provinsi Jawa Barat, DIY, dan Banten berpengaruh tidak signifikan.

Upah berpengaruh signifikan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah DIY dan Banten sedangkan di Probinsi Jawa Timur berpengaruh tidak signifikan. Kualitas SDM berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sedangkan di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten berpengaruh tidak signifikan.

Kata kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Investasi PMDN, Upah Minimum, Kualitas SDM

A. PENDAHULUAN

Ekonomi meruapakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Terdapat berbagai macam aktivitas perekonomian yang terjadi, salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator perekonomian yang dapat menganalisis perekonomian suatu wilayah termasuk dalam menganalisis pembangunan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak dapat terlepas dari pembangunan ekonomi (Amri, 2007).

Pembangunan ekonomi memiliki tiga permasalahan utama yang menjadi indikator keberhasilan. Pertama, angka kemiskinan yang meningkat, kedua, lapangan pekerjaan yang berkurang, dan ketiga, penurunan distribusi pendapatan. Salah satu indikator pembangunan ekonomi yang selalu menjadi permasalahan adalah pengangguran. Pengangguran dapat diartikan sebagai seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja dan aktif mencari pekerjaan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Pengangguran terjadi akibat jumlah lapangan pekerjaan yang berkurang dikarenakan tingginya pertumbuhan angkatan kerja sehingga terjadi penurunan distribusi pendapatan yang mengakibatkan angka kemiskinan meningkat.

Masalah pengangguran ini tentunya dialami oleh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan proyeksi pertumbuhan penduduk di Indonesia tahun 2005-2019 yang mengalami perubahan dengan persentase 1,25%-1,49% atau 3.26 juta jiwa setiap tahunnya dari total jumlah penduduk 270,6 juta jiwa pada tahun 2019 (Badan Pusat Statistik, 2021) . Tingginya angka pertumbuhan penduduk tersebut tersebar di seuruh Indonesia, terutama di kawasan Pulau Jawa yang berperan sebagai lokasi ibu kota negara dan pusat aktivitas perekonomian di Indonesia. Pulau Jawa mendominasi jumlah penduduk di Indonesia mencapai angka 150 juta jiwa dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 77 juta jiwa pada tahun 2019. Sehingga penduduk usia produktif lebih dominan dibandingkan usia non produktif (Badan Pusat Statistik, 2020b).

Dominasi jumlah angkatan kerja meningkatkan kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran. Salah satunya merupakan pengangguran terbuka yang menjadi salah satu jenis pengangguran terbanyak di Indonesia khususnya di Pulau Jawa.Pengangguran terbuka merupakan keadaan seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan.

(3)

Gambar 1. Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2018), diolah

TPT di Pulau Jawa yang terbagi atas enam provinsi menunjukan angka yang berbeda disetiap wilayahnya. Berdasarkan gambar 1, Provinsi Banten menjadi salah satu provinsi di Pulau Jawa dengan tingkat pengangguran terbuka tertinggi yang berfluktuatif dan berada diatas rata-rata nasional dengan nilai rata-rata 12,11% dalam kurun waktu 2005-2019. Provinsi Yogyakarta menjadi provinsi di Pulau Jawa dengan tingkat pengangguran terbuka terendah dengan nilai rata-rata 4,55%

dalam kurun waktu 2005-2019. Seiring dengan tingkat TPT yang berfluktuatif, ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka pengangguran terbuka di Pulau Jawa, salah satunya merupakan pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2020d), diolah

Tingkat pertumbuhan ekonomi terendah berada pada tahun 2009 dengan nilai 4,75% dan nilai tertinggi berada pada tahun 2011 dan 2012 dengan nilai 6,20%. Menempatkan Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan angka pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu sebesar 6,10% dan pertumbuhan ekonomi terendah diduduki oleh Yogyakarta dengan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% (Badan Pusat Statistik, 2019a). Angka pertumbuhan ekonomi yang memiliki kecenderungan menurun mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang memproyeksikan bagaimana aktivitas perekonomian masyarakat didukung oleh

(4)

Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana IHK akan menggambarkan tingkat inflasi di suatu wilayah dan menjadi faktor selanjutnya yang mempengaruhi TPT.

Gambar 3. Inflasi Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2019b)

Inflasi merupakan suatu kondisi saat permintaan barang-barang dalam perekonomian mengalami peningkatan (Latumaerissa, 2015). Pulau Jawa sebagai wilayah yang memiliki peran dominan dalam perekonominan di Indonesia memiliki tingkat inflasi yang memiliki rata-rata sedikit lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Dalam kurun waktu 2005-2019, Provinsi Banten menjadi salah satu wilayah di Pulau Jawa dengan rata-rata inflasi tertingggi dengan nilai 5.2% dan Yogyakarta menjadi wilayah dengan tingkat inflasi terendah dengan nilai 4.5% (Bank Indonesia, 2020a).

Nilai inflasi yang dimiliki oleh suatu wilayah akan menggambarkan bagaimana kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh tingkat inflasi yang mempengaruhi harga-harga pada barang dan jasa. Investasi merupakan salah satu langkah kebijakan yang diupayakan oleh pemerintah dalam mengatasi pengangguran, karena investasi dapat meningkatkan kemampuan produksi atas barang dan jasa.

Gambar 4. Investasi PMDN Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber: (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2020), diolah

(5)

PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) merupakan salah satu bentuk investasi yang berasal dari dalam negeri dan dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri. Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan nilai investasi tertinggi di Pulau Jawa dalam kurun waktu 2005-2019 dan diikuti dengan Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata investasi masing masing wilayah yaitu 22 triliun rupiah dan 19 triliun rupiah per tahunnya.

Saat ini tingkat investasi yang tinggi dan berkembangnya berbagai lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Perusahaan yang berinvestasi dan mendirikan lapangan usaha akan menyerap pengangguran dengan bersyarat, yaitu dengan syarat upah minimum. Kebijakan ini diterapkan sebagai upaya pemerintah dalam melindung hak pekerja dan tindakan sewenang-wenang dari pengusaha terhadap para pekerjanya.

Gambar 5. Upah Minimum Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2016), diolah

Dalam kurun waktu 2005-2019 upah minimum selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten menjadi wilayah dengan kenaikan upah minimum tertinggi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi yang mengalami rata-rata kenaikan upah terendah.

Gambar 6. Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Provinsi di Pulau Jawa

Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2020c), diolah

(6)

Upah minimum yang diterima oleh sesorang dapat dipengaruhi oleh kualitas SDM atau kualitas tenaga kerja. Kualitas SDM yang diukur berdasarkan Indeks Pendidikan (Rata-rata Lama Sekolah) dapat melihat bagaimana peluang tenaga kerja yang masih menganggur dan mencari pekerjaan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai skill dan kualitas yang dibutuhkan dan saling memberikan hubungan timbal balik antara tenaga kerja dan perusahaan.

Dalam kurun waktu 2005-2019 memiliki nilai dengan kecenderungan yang tetap. Provinsi DKI Jakarta, Provinsi DI Yogyakarta, dan Provinsi Banten memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi di Pulau Jawa dan memiliki memiliki nilai diatas rata-rata nasional. Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi yang mengalami rata-rata lama sekolah terendah di Pulau Jawa

Berdasarkan uraian diatas, maka Pengangguran Terbuka pada enam provinsi di Pulau Jawa yang berfluktuatif dan memiliki nilai yang lebih tinggi dengan Pengangguran Terbuka Nasional menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Dengan meneliti setiap provinsi yang berada di Pulau Jawa dan menghubungkan variabel perekonomian seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, upah, dan kualitas sdm diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan karagaman setiap wilayah serta dapat mengatasi pengangguran terbuka.

B. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori

Pengangguran

Pengangguran dapat diartikan sebagai seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja dan aktif mencari pekerjaan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Tingginya angka pengangguran dapat menyebabkan permasalahan kompleks yang mencakup berbagai bidang terutama bidang perekonomian dan sosial.

Orang yang menganggur termasuk kedalam angkatan kerja, tetapi belum bekerja secara optimal atau belum memperoleh pekerjaan. Oleh sebab itu pengangguran dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)

Pengangguran terbuka merupakan keadaan seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan.

2. Pengangguran Terselubung (Disguessed Unemployment)

Pengangguran terselubung merupakan pengangguran yang telah mendapatkan pekerjaan tetapi tidak bekerja secara optimal.

3. Setengah Menganggur (Under Unemployment)

Setengah menganggur merupakan pengangguran yang melakukan pekerjaan yang tidak optimal yang diakibatkan oleh keterbatasan waktu dalam melakukan pekerjaan.

Pandangan Teori Klasik menjelaskan bahwa pengangguran terjadi akibat adanya ketidaksesuaian sumber daya yang sifatnya sementara dan dapat diatasi dengan mekanisme harga.

Selain itu mekanisme harga dipasar bebas dan sisi penawaran dapat mencegah tingkat pengangguran sehingga menjamin permintaan yang menyerap semua permintaan.

Teori Keynes memiliki pandangan yang berbeda dengan Teori Klasik. Teori Keynes menyatakan bahwa pengangguran terjadi akibat rendahnya permintaan agregat. Sehingga terhambatnya pertumbuhan ekonomi bukan diakibatkan oleh rendahnya produksi melainkan rendahnya kosumsi.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat menilai bagaimana perkembangan ekonomi suata negara. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan proses peningkatan pendapatan nasional dalam kurun waktu tertentu (Sukirno, 2011). Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari proses perkembangan kesejeahteraan masyarakat yang diukur melalui PDRB perkapita.

Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan kegiatan perekonomian yang menyebabkan peningkatan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat serta peningkatan kemakmuran masyarakat.

Adam Smith mengemukakan pandangan mengenai faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pandangan pertama mengenai pasar bebas, dimana mekanisme pasar bebas akan mendorong kegiatan ekonomi yang tangguh dan efisien. Pandangan kedua mengenai perluasan perusahan dalam kegiatan produksi dengan sasaran penjualan kepada masyarakat dan mencari keuntungan. Pandangan ketiga mengenai spesialisasi dalam kegiatan ekonomi.

(7)

David Ricardo memiliki pandangan yang berbeda dengan Adam Smith, dimana pandangan David Ricardo berfokus pada pertumbuhan output dan laju pertambahan penduduk. Selain itu keterbatasan faktor produksi tanah yang tetap akan menghambat proses pertumbuhan ekonomi (the law of deminishing return).

Inflasi

Ekonom Abba P. Lerner mengatakan bahwa inflasi adalah suatu kondisi saat permintaan barang-barang dalam perekonomian secara menyeluruh mengalami peningkatan (Latumaerissa, 2015). Perubahan perekonomian secara menyeluruh ini merujuk pada kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada harga relatif bukan pada tingkat harga.

Inflasi umumnya diartikan sebagai proses meningkatnya harga-harga yang terjadi secara terus menerus dan berkelanjutan. Fenomena ini tentunya merupakan salah satu permasalah perekonomian utama yang mempengaruhi stabilitas perekonomian. Dampak inflasi secara umum dapat menyebabkan turunnya daya beli masyarakat karena tingkat pendapatannya secara riil juga menurun.

Teori kuantitas memiliki dua inti pembahasan. Pembahasan pertama menjelaskan bahwa inflasi dapat terjadi apabila ada peningkatan volume uang beredar (uang kartal dan uang giral).

Pembahasan kedua menjelaskan bahwa laju inflasi ditentukan oleh laju pertmbahan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat itu sendiri atas kenaikan harga di waktu yang akan datang.

Teori Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena keadaan masyarakat yang ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Hal ini berarti bahwa adanya proses permintaan aggregate yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan atau biasa disebut dengan inflationary gap (Latumaerissa, 2015).

Investasi (PMDN)

Investasi merupakan pengeluaran atas penanaman modal untuk meningkatkan kemampuan memproduksi barang dan jasa untuk masa depan sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 (Presiden Republik Indonesia, 2007) Investasi merupakan segala bentuk penanaman modal baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing dengan tujuan melakukan usaha di wilayah Indoensia.

Investasi sendiri memilki dua macam jenis yaitu Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, PMA merupakan pembiayaan modal asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang dan digunakan untuk menjalankan usaha di Indoensia. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Pasal 2, PMDN adalah penggunaan daripada kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk menjalankan suatu usaha yang mengacu kepada Undang-undang.

PMA dan PMDN memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia, tetapi terdapat pengecualian yang diberlakukan untuk PMA. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 (Presiden Republik Indonesia, 2016) PMA tidak dapat melakukan penanaman modal dalam bidang keamanan nasional.

Upah Minimum

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Pasal 1 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, upah merupakan hak pekerja dalam bentuk imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang dinyatakan dan dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan perjanjian kerja (Presiden RI dan DPR RI, 2003).

Kebijakan atas nilai upah ditentukan oleh pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah kabupaten atau kota.

Tujuan dibentuknya upah adalah untuk memenuhi standar hidup minimum seperti kesejahteraan, kesehatan, dan efisiensi. Selain itu upah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesejahteraan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan atau rendah.

A. W. Phillips merupakan ekonom yang menjelaskan tentang hubungan antara upah dan juga pengangguran yang bermula pada tahun 1957-1986 di Inggris. A. W. Phillips menyatakan bahwa semakin tinggi angka pengangguran semakin tinggi pula kenaikan upah dan harga.

Kualitas SDM (Pendidikan)

Kualitas sumber daya merupakan sebuah kalimat yang terdiri atas dua makna, yaitu “kualitas”

dan “sumber daya manusia”. Kata “kualitas” menurut KBBI dapat diartikan sebagai tingkat baik

(8)

atau buruknya sesuatu. Sedangkan kata “sumber daya manusia” dapat diartikan sebagai energi atau daya yang berasal dari manusia.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah pengembangan individu dalam bidang pendidikan dan keahlian. Pengembangan kemampuan pendidikan dan keahlian dapat diperoleh melalui pendidikan yang baik. Pendidikan termasuk dalam investasi sumber daya manusia, yang mana hal ini disebut dengan Human Capital atau teori modal manusia. Tolak ukur dalam mengukur kualitas sumber daya manusia dapat diukur melalui rata-rata lama sekolah.

Semakin tinggi rata-rata lama sekolah maka semakin tinggi pendidikan yang dijalani.

Hubungan Antar Variabel

Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi dalam dunia ekonomi dikenal dengan Hukum Okun (Okun’s Law) yang dikenalkan oleh Arthur Melvin Okun untuk menguji hubungan pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi secara empiris.

Gambar 7. Grafik Hukum Okun

Sumber : (Mankiw, 2008)

Berdasarkan gambar diatas Hukum Okun menjelaskan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Prachowny, 2009). Sehingga apabila terjadi peningkatan pengangguran maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun (Kuncoro, 2015).

Menurut Mankiw (Mankiw, 2006), Hukum Okun menjelaskan hubungan negatif antara pengangguran dan GDP Riil, hal ini mengacu pada perubahan pada grafik Hukum Okun yang menjelaskan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih.

Pengangguran dan Inflasi

Hubungan pengangguran dengan inflasi diteliti oleh salah satu ekonom yaitu A. W. Philips dalam salah satu tulisannya yaitu “The Relation Between Unemployment and The Rate of Change of Money Wage in The United Kingdom” (Phillips, 1958). Penelitian yang dilakukan merupakan penilitian tentang hubungan antara pengangguran dengan tingkat upah pekerja di Inggris tahun 1957-1986.

Gambar 8. Kurva Phillips

Sumber : (Mankiw, 2008)

(9)

Kurva Phillips membuktikan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Hal ini meingindikasikan adanya trade off (hubungan negatif) antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi yang bermakna akan ada variabel ekonomi yang dikorbankan untuk pencapaian yang lebih tinggi (Nopirin, 2016).

Pengangguran dan Investasi (PMDN)

Tingkat investasi yang dilakukan oleh masyarakat akan kembali mempengaruhi tingkat kesempatan kerja yang terjadi di masyarakat. Hadirnya investasi akan membentuk kegiatan produksi sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Dengan adanya kesempatan kerja baru maka tingkat pengangguran akan berkurang. Hal ini berarti jika tingkat investasi meningkat maka tingkat pengangguran akan menurun. Sehingga antara pengangguran dan investasi memiliki hubungan yang negatif (Blanchard, 2016).

Teori Harrod-Domar menjelaskan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi (Mulyadi, 2003). Tingkat penanaman modal akan mempengaruhi bagaimana suatu negara akan bertumbuh dan berkembang. Sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran.

Pengangguran dan Upah Minimum

Hubungan Pengangguran dan Upah menurut Kaufman dan Hotchkiss (Kaufman &

Hotchkiss, 1999) menjelaskan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran. Dari sisi perusahaan jika terjadi kenaikan upah maka akan mempengaruhi efisiensi perusahaan dan akan mengurang jumlah tenaga kerjanya.

Gambar 9. Kekakuan Tingkat Upah Terhadap Pengangguran

Sumber : (Mankiw, 2008)

Dalam buku yang ditulis oleh Mankiw dijelaskan bahwa tingkat upah dapat menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan tingkat permintaan dan penawaran tenaga kerja. Dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan tingkat upah, maka perusahaan harus mengikuti kebijakan tersebut sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Semakin tinggi tingkat upah makan akan semakin tinggi pula tingkat pengangguran (Mankiw, 2008). Sehingga upah memliki hubungan yang positif terhadap pengangguran.

Pengangguran dan Kualitas SDM (Pendidikan)

Peningkatan angka pada tingkat pendidikan mengindikasikan bahwa seseorang telah menempuh pendidikan dan memiliki keahlian yang semakin tinggi. Tingkat pendidkan dan keahlian yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualiatas tenaga kerja dan tingkat pengangguran.

Todaro berpendapat bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan dari pembangunan itu sendiri (Todaro, 2000). Menurut teori Modal Manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro & Smith, 2011). Sehingga Pengangguran dengan Kualitas SDM (Pendidikan) memiliki hubungan yang negatif.

(10)

C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Pendekatan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif merupakan metode yang meneliti suatu suatu objek , peristiwa, atau suatu kondisi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu deskripsi, gambaran, serta hubungan antar fenomena yang terjadi saat ini (Sugiyono, 2016). Sedangkan metode kuantitatif merupakan metode ilmiah atau scientific yang telah memenuhi kaidah ilmiah dengan menggunakan data penelitian berupa analisis statistik.

Berdasarkan cara penjelasannya, penilitian ini termasuk dalam penelitian asosiatif kausal (hubungan sebab akibat). Asosiatif kausal merupakan metode penelitian yang mencari pengaruh dari hubungan dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini variabel pengangguran terbuka (akibat) akan dipengaruhi oleh variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi PMDN, upah, dan kualitas SDM (sebab).

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian yang akan dilakukan melingkupi enam provinsi yang berada di Pulau Jawa dengan kurun waktu penelitian tahun 2005 higgga tahun 2019. Hal ini didasarkan pada tingkat pengangguran yang cukup fluktuatif di sebagian besar provinsi yang ada di Pulau Jawa yang memiliki tingkat tertinggi pada tahun 2005 dengan nilai 12,26% dan tingkat terendah pada tahun 2019 dengan nilai 5,69%.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan untuk variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan kualitas SDM berasal dari Badan Pusat Statistik. Variabel Inflasi dan Investasi PMDN menggunakan data yang berasal dari Publikasi Bank Indonesia dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Metode Analisis Data

Pengolahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS digunakan agar dapat memperoleh estimasi dalam menganalisa pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen. Selain itu metode OLS merupakan salah satu analisis regresi yang kuat dan sederhana disertai dengan asumsi- asumsi tertentu (Gujarati, 2012). Tahapan dalam model ini yaitu melalui Uji Asumsi Klasik (Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi), Uji Model Regresi Linear Berganda, dan Uji Hipotesis (Uji Parsial, Uji Simultan, Uji Koefisien Determinasi).

Pengujian hipotesis regresi linear berganda dilakukan dengan menentukan persamaan regresinya, yaitu:

PTi0 + β1 PE + β2 Inflasi + β3 lnPMDN + β4lnUM + β5 Pendidikan + 𝜀 Keterangan:

PT = Pengangguran Terbuka

PE = Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi = Inflasi

PMDN = Investasi PMDN

UM = Upah Minimum

Pendidikan = Kualitas SDM

i = Lokasi Penelitian

(DKI Jakarta/Jabar/Jateng/DIY/Jatim/Banten)

𝜀 = Error term

β 0 = Intersep atau konstanta

β 1 β 2 β 3 β 4 β 5 = Koefisien regresi variabel independen

(11)

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji suatu model regresi linear antara variabel terikat dan variabel bebas memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2018).

Tabel 1. Hasil uji Normalitas Jarque Bera Normality Test

Region Prob.

DKI Jakarta 0.422398

Jawa Barat 0.457188

Jawa Tengah 0.840158

DI Yogyakarta 0.623654

Jawa Timur 0.558307

Banten 0.216206

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa probabilitas setiap wilayah memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat alpha (α =0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji yang bertujuan untuk menguji adanya suatu korelasi antar variabel bebas pada suatu model regresi (Ghozali, 2018).

Tabel 2. Hasil Uji Multikolinearitas

Region

VIF PE Inflasi Investasi

PMDN

Upah Minimum

Kualitas SDM DKI Jakarta 1.298258 1.706055 6.011137 4.553847 1.725264 Jawa Barat 1.172946 1.719792 5.452692 5.335487 4.589326 Jawa Tengah 1.948657 3.337433 8.348073 9.789153 5.797157 DI Yogyakarta 3.181251 3.532642 1.691899 8.116921 4.241647 Jawa Timur 1.310402 2.965146 5.466876 9.236482 5.229913 Banten 1.637211 2.482235 2.849216 2.050235 3.680249

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa VIF setiap wilayah memiliki nilai dibawah 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastsitas adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada ketidaksamaan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya (Ghozali, 2018).

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas Breusch-Pagan-Godfrey Heteroskedasticity Test

Region Prob.

DKI Jakarta 0.6974

Jawa Barat 0.2435

Jawa Tengah 0.9674

DI Yogyakarta 0.1048

Jawa Timur 0.2912

Banten 0.4072

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

(12)

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa probabilitas setiap wilayah memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat alpha (α =0.05).

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi adalah uji yang bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya (t-1) (Ghozali, 2018).

Tabel 4. Hasil Uji Autokorelasi

Serial Correlation LM Autocorrelation Test

Region Prob.

DKI Jakarta 0.1021

Jawa Barat 0.2165

Jawa Tengah 0.1848

DI Yogyakarta 0.1857

Jawa Timur 0.0677

Banten 0.2215

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa probabilitas setiap wilayah memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat alpha (α =0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

Uji Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda merupakan model regresi linear yang melibatkan lebih dari dari satu variabel independen atau variabel bebas. Penelitian ini menggunakan model regersi linear berganda untuk mengetahui bagaimana hubungan variabel independen dan variabel dependen.

Dependent Variabel: Pengangguran Terbuka Ordinary Least Square, Multiple Linear Regression

Provinsi DKI Jakarta

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 74.81378 11.03687 6.778535 0.0001

Pertumbuhan

Ekonomi -0.077823 0.458766 -0.169637 0.8690

Inflasi 0.217684 0.055785 3.902192 0.0036**

Investasi PMDN 1.179388 0.366917 3.214320 0.0106*

Upah Minimum -5.6200910 0.576670 -9.712501 0.0000**

Kualitas SDM -0.417986 0.882395 -0.473695 0.6470

Provinsi Jawa Barat

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 55.97564 14.47670 3.866601 0.0038

Pertumbuhan

Ekonomi 0.249570

0.585688 0.426115 0.6800

Inflasi 0.064475 0.172500 0.373770 0.7172

Investasi PMDN -0.652965 1.113364 -0.585581 0.5725

Upah Minimum -4.062788 1.795018 -2.263369 0.0499*

Kualitas SDM 2.440388 2.730206 0.893848 0.3947

Provinsi Jawa Tengah

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 46.73714 5.263629 8.879261 0.0000

Pertumbuhan

Ekonomi -2.484184 0.653055 -3.803946 0.0042**

Inflasi 0.183469 0.039584 4.634976 0.0012**

Investasi PMDN -0.424306 0.141509 -2.998430 0.0150*

Upah Minimum -2.225690 0.550645 -4.041969 0.0029**

Kualitas SDM 1.243639 0.435719 2.854225 0.0190*

(13)

Provinsi DI Yogyakarta

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 54.09162 11.52341 4.694066 0.0011

Pertumbuhan

Ekonomi -0.293566 0.331402 -0.885829 0.3988

Inflasi -0.047005 0.073841 -0.636567 0.5403

Investasi PMDN 0.012150 0.048700 0.249478 0.8086

Upah Minimum -4.613200 0.962147 -4.794694 0.0010**

Kualitas SDM 1.694549 0.731684 2.315958 0.0458*

Provinsi Jawa Timur

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 22.81125 7.008376 3.254855 0.0099

Pertumbuhan

Ekonomi -0.839149 0.242510 -3.460264 0.0072**

Inflasi 0.132960 0.056714 2.344405 0.0437*

Investasi PMDN -0.849300 0.200501 -4.235897 0.0022**

Upah Minimum 0.907021 0.676819 1.340123 0.2131

Kualitas SDM -1.715162 0.637428 -2.690754 0.0248*

Provinsi Banten

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Cons 112.5204 31.26552 3.598864 0.0058

Pertumbuhan

Ekonomi 0.042687 0.877308 0.048657 0.9623

Inflasi -0.087377 0.172488 -0.506568 0.6246

Investasi PMDN 0.060760 0.867708 0.070024 0.9457

Upah Minimum -8.991619 1.415628 -6.351682 0.0001**

Kualitas SDM 2.980291 3.323352 0.896773 0.3932

Keterangan: **p<0.01, *p<0.05

Uji Hipotesis 1. Uji T (Uji Parsial)

Uji t adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui variabel independen secara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Gujarati, 2012).

- Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0042 dan 0.0072, lebih kecil dari tingkat alpha (α =0.05). Artinya pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten memiliki nilai probabilitas sebesar 0.8690, 0.6800, 0.3988, dan 0.9623, lebih besar tingkat alpha (α =0.05). Artinya pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.

- Inflasi di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0036, 0.0012, dan 0.0437, lebih kecil dari tingkat alpha (α =0.05). Artinya inflasi berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Inflasi di Provinsi Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten memiliki nilai probabilitas sebesar 0.7172, 0.5403, dan 0.6246, lebih besar tingkat alpha (α =0.05). Artinya inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.

- Investasi (PMDN) di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0106, 0.0150, dan 0.0022, lebih kecil dari tingkat alpha (α =0.05).

Artinya investasi (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Investasi (PMDN) di Provinsi Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten memiliki nilai probabilitas sebesar 0.5725, 0.8086, dan 0.9457, lebih besar tingkat alpha (α =0.05).

(14)

Artinya investasi (PMDN) berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten.

- Upah minimum di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Banten memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0000, 0.0499, 0.0029, 0.0010, dan 0.0001, lebih kecil dari tingkat alpha (α =0.05). Artinya upah minimum berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Banten.

Upah minimum di Provinsi Jawa Timur memiliki nilai probabilitas sebesar 0.2131, lebih besar tingkat alpha (α =0.05). Artinya upah minimum berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Timur.

- Kualitas SDM di Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0190, 0.0458, dan 0.0248, lebih kecil dari tingkat alpha (α =0.05).

Artinya kualitas SDM berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Kualitas SDM di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten memiliki nilai probabilitas sebesar 0.6470, 0.3947, dan 0.3932 lebih besar tingkat alpha (α =0.05). Artinya kualitas SDM berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka di Provinsi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

2. Uji F (Uji Simultan)

Uji F adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui variabel independen secara bersama- sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Gujarati, 2012).

Tabel 5. Hasil Uji F (Uji Simultan) Wilayah Fhitung Ftabel

DKI Jakarta 60,00828 3,48

Jawa Barat 5,545116 3,48

Jawa Tengah 75.60175 3,48 DI Yogyakarta 20.02683 3,48

Jawa Timur 35.31368 3,48

Banten 12.23179 3,48

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

Berdasarkan uji F pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung di seluruh wilayah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan Ftabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi PMDN, upah minimum, dan kualitas SDM) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (pengangguran terbuka).

3. Uji R2 (Uji Koefisien Determinasi)

Uji R2 dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. R2 bernilai antara 0 dan 1 yang berarti nilai R2 yang tinggi menunjukan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen secara luas dan begitupun sebaliknya.

Tabel 6. Hasil Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Sumber: Hasil EViews 9, 2021 (diolah)

Koefisien determinasi untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten memiliki nilai 0.970878, 0.754939, 0.976745,

Wilayah R-squared

DKI Jakarta 0.970878

Jawa Barat 0.754939

Jawa Tengah 0.976745

DI Yogyakarta 0.917533

Jawa Timur 0.951500

Banten 0.871720

(15)

0.917533, 0.951500, dan 871720 atau 97.17%, 75.49%, 97.67%, 91.75%, 95.15%, 87.17%

yang menunjukan bahwa variabel independen secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap variabel dependen sebesar 97.17%, 75.49%, 97.67%, 91.75%, 95.15%, 87.17% di masing-masing wilayah. Sedangkan sisanya sebesar 2.83%, 24.37%, 2.33%, 8.25%, 4.85%, dan 12.83% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.

Pembahasan Penelitian Provinsi DKI Jakarta

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syurifto (Prawira, 2018) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hubungan ini megindikasikan bahwa produksi wilayah dalam negeri sedang mengalami peningkatan. Peningkatan ini tentunya akan membuka peluang lapangan pekerjaan baru, sehingga pengangguran berkurang.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwi (Putri, 2016) dan Indra & Bayu (Suhendra & Wicaksono, 2020) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori A. W. Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hal ini diakibatkan oleh salah satu fenomena perekonomian yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 yang menunjukan adanya peningkatan inflasi akibat kenaikan BBM dan krisis global. Saat kenaikan inflasi terjadi, maka suatu wilayah akan mengalami krisis dan daya beli masyarakat akan menurun. Investor tidak berminat untuk berinvestasi saat terjadi inflasi, sehingga tenaga kerja tidak akan terserap. Selain itu kebijakan menteri keuangan yang menaikan biaya cukai rokok (Kementerian Keuangan, 2019) dengan jumlah penduduk ibu kota yang cukup tinggi, dan presentasi penduduk yang merokok sebesar 26,4% berpotensi mendorong inflasi (Badan Pusat Statistik, 2020a). Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi kapasitas produksi terhadap jumlah permintaan yang tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan bisa menganggu pertumbuhan ekonomi. Sehingga angka pengangguran akan berpotensi untuk meningkat seiring dengan tingkat inflasi yang meningkat.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet &

Yuliarmi, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hal ini diakibatkan oleh investasi yang berkembang merupakan jenis investasi padat modal. Sehingga tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan pengangguran terbuka karena terjadi ketimpangan dengan jenis investasi padat karya yang lebih banyak meyerap tenaga kerja.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016) dan Riza (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang

(16)

menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman & Hotchkiss, 1999).

Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan upah yang terjadi dalam kurun waktu 2005- 2019 sebesar 12,84% memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi, sehingga dorongan ini dapat mengurangi pengangguran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juliansyah dkk (Pramudjasi et al., 2019) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro & Smith, 2011).

Hal ini diakibatkan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 25 tahun keatas yang telah menempuh pendidikan pendidikan selama 10,72 tahun setara dengan kelas X (SMA) (Badan Pusat Statistik, 2020c). Karakteristik perekonomian yang sebagian besar bergerak dibidang jasa dan industrial membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tinggi. Selain itu tingginya angka urbanisasi menyebabkan kualitas SDM akan mempengaruhi pengangguran terhadap lapangan pekerjaan yang tersedia dan akan merefleksikan pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan keahlian sesorang tersebut.

Provinsi Jawa Barat

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riza & Fivien (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017), Sopianti & Ayuningsari (Sopianti & Ayuningsasi, 2013), dan Dwi (Putri, 2016) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak berkembang di industri pengolahan, yang mengelola barang dasar menjadi setengah jadi atau jadi (Badan Pusat Statistik, 2020d). Sektor industri yang yang terus berkembang dan mengikuti teknologi mulai mengefisiensikan tenaga kerja dengan teknologi non-manusia, sehingga kualifikasi tenaga kerja untuk mengoprasikan teknologi semakin tinggi dan tenaga kerja lain tidak terserap sehingga menimbulkan pengangguran.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori A. W.

Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hal ini diakibatkan tingkat inflasi bukan disebabkan oleh permintaan agregat tetapi yang bermultiflier tetapi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara jangka panjang seperti kenaikan BBM yang mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan cukai rokok, dan lainnya. Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi kapasitas produksi terhadap jumlah permintaan yang tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan bisa menganggu pertumbuhan ekonomi. Sehingga angka pengangguran akan berpotensi untuk meningkat seiring dengan tingkat inflasi yang meningkat.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe

(17)

(RB & Soekarnoto, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hal ini diakibatkan oleh realisasi investasi yang sebagian besar berkembang di wilayah yang dekat dengan kawasan ibu kota dan juga di kawasan ibu kota provinsi, sehingga kawasan lain tidak terlibat secara langsung dalam penurunan tingkat pengangguran terbuka.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016) dan Riza (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman & Hotchkiss, 1999).

Hubungan ini diakibatkan oleh pertumbuhan upah yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2019 sebesar 10,82% memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi, sehingga dorongan ini dapat mengurangi pengangguran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Juliansyah dkk (Pramudjasi et al., 2019) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro & Smith, 2011).

Hal ini diakibatkan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 25 tahun keatas yang telah menempuh pendidikan pendidikan selama 7,71 tahun setara dengan kelas VII (SMP) (Badan Pusat Statistik, 2020c). Karakteristik perekonomian yang sebagian besar bergerak dibidang industrial membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tinggi sehingga kualitas SDM akan mempengaruhi pengangguran terhadap lapangan pekerjaan yang tersedia dan akan merefleksikan pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan keahlian sesorang tersebut.

Provinsi Jawa Tengah

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hubungan ini megindikasikan bahwa produksi wilayah dalam negeri sedang mengalami peningkatan. Peningkatan ini tentunya akan membuka peluang lapangan pekerjaan baru, sehingga pengangguran berkurang.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016), dan Indra & Bayu (Suhendra & Wicaksono, 2020) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori A. W. Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hal ini diakibatkan oleh salah satu fenomena perekonomian yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 yang menunjukan adanya peningkatan inflasi akibat kenaikan BBM dan krisis global. Saat kenaikan inflasi terjadi, maka suatu wilayah akan mengalami krisis dan daya beli

(18)

masyarakat akan menurun. Investor tidak berminat untuk berinvestasi saat terjadi inflasi, sehingga tenaga kerja tidak akan terserap. Selain itu indikator penyumbang inflasi dominan (Bahan Makanan)(Bank Indonesia, 2020b) yang sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca menyebabkan peningkatan harga dan mempengaruhi daya beli masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi kapasitas produksi terhadap jumlah permintaan yang tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan bisa menganggu pertumbuhan ekonomi.

Akhirnya daya beli masyarakat menurun dan mengakibatkan lesunya perekonomian. Sehingga pengangguran akan berpotensi untuk bertambah seiring dengan inflasi yang meningkat.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hubungan ini mengindikasikan investasi PMDN sedang mengalami peningkatan.

Peningkatan ini tentunya mengindikasikan peningkatan kapasitas produksi dan akan membuka peluang lapangan pekerjaan baru, sehingga pengangguran berkurang.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016) dan Riza (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman & Hotchkiss, 1999).

Hubungan ini diakibatkan oleh pertumbuhan upah yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2019 sebesar 10,68% memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi, sehingga dorongan ini dapat mengurangi pengangguran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trianggono (Hartanto & Masjkuri, 2017) dan Syurifto (Prawira, 2018) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro &

Smith, 2011).

Hal ini diakibatkan kondisi rata-rata lama sekolah yang terus meningkat tetapi capaian rata-rata lama sekolah penduduk berusia 25 tahun keatas yang telah menempuh pendidikan selama 6,96 tahun setara dengan kelas VI (SD) tergolong rendah. Capaian tersebut tentunya akan sulit dalam mencari pekerjaan (Badan Pusat Statistik, 2020c). Sehingga seseorang dengan rata-rata lama sekolah yang lebih tinggi akan berkecenderungan untuk lebih selektif dalam mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Provinsi DI Yogyakarta

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan ignifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak berkembang di industri pengolahan, yang mengelola barang dasar menjadi setengah jadi atau jadi (Badan Pusat

(19)

Statistik, 2020d). Sektor industri yang yang terus berkembang dan mengikuti teknologi mulai mengefisiensikan tenaga kerja dengan teknologi non-manusia, sehingga kualifikasi tenaga kerja untuk mengoprasikan teknologi semakin tinggi dan tenaga kerja lain tidak terserap sehingga menimbulkan pengangguran.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian sesuai dengan Teori A. W. Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hubungan ini mengindikasikan bahwa angka inflasi cukup terkendali sehingga perputaran ekonomi terus berkembang dan mampu mengurangi pengangguran.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hal ini diakibatkan oleh investasi yang berkembang merupakan jenis investasi padat modal. Sehingga tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan pengangguran terbuka karena terjadi ketimpangan dengan jenis investasi padat karya yang lebih banyak meyerap tenaga kerja.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016) dan Riza (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman & Hotchkiss, 1999).

Hubungan ini diakibatkan oleh pertumbuhan upah yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2019 sebesar 10,49% memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi, sehingga dorongan ini dapat mengurangi pengangguran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trianggono (Hartanto & Masjkuri, 2017) dan Syurifto (Prawira, 2018) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro &

Smith, 2011).

Hal ini diakibatkan kondisi rata-rata lama sekolah yang terus meningkat tetapi capaian rata-rata lama sekolah penduduk berusia 25 tahun keatas yang telah menempuh pendidikan selama 8,81 tahun setara dengan kelas VII (SMP) tergolong rendah. Capaian tersebut tentunya akan sulit dalam mencari pekerjaan (Badan Pusat Statistik, 2020c). Sehingga seseorang dengan rata-rata lama sekolah yang lebih tinggi akan berkecenderungan untuk lebih selektif dalam mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Provinsi Jawa Timur

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif

(20)

dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hubungan ini mengindikasikan bahwa produksi wilayah dalam negeri sedang mengalami peningkatan. Peningkatan ini tentunya akan membuka peluang lapangan pekerjaan baru, sehingga pengangguran berkurang.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016), dan Indra & Bayu (Suhendra & Wicaksono, 2020) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori A. W. Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hal ini diakibatkan oleh salah satu fenomena perekonomian yang terjadi pada tahun 2005 dan 2008 yang menunjukan adanya peningkatan inflasi akibat kenaikan BBM dan krisis global. Saat kenaikan inflasi terjadi, maka suatu wilayah akan mengalami krisis dan daya beli masyarakat akan menurun. Investor tidak berminat untuk berinvestasi saat terjadi inflasi, sehingga tenaga kerja tidak akan terserap. Selain itu kebijakan menteri keuangan yang menaikan biaya cukai rokok (Kementerian Keuangan, 2019) dengan jumlah penduduk ibu kota yang cukup tinggi, dan presentasi penduduk yang merokok sebesar 27,93% berpotensi mendorong inflasi (Badan Pusat Statistik, 2020a). Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi kapasitas produksi terhadap jumlah permintaan yang tentunya akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan bisa menganggu pertumbuhan ekonomi. Sehingga angka pengangguran akan berpotensi untuk meningkat seiring dengan tingkat inflasi yang meningkat.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hubungan ini mengindikasikan investasi PMDN sedang mengalami peningkatan.

Peningkatan ini tentunya mengindikasikan peningkatan kapasitas produksi dan akan membuka peluang lapangan pekerjaan baru, sehingga pengangguran berkurang.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indra &

Bayu (Suhendra & Wicaksono, 2020) dan Tengkoe (RB & Soekarnoto, 2014) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman &

Hotchkiss, 1999).

Hal ini berindikasi pada fleksibilitas pemerintah dalam menyesuaikan kebutuhan pokok dengan pendapatan masyarakat agar terhindar dari masalah kesenjangan antara pendapatan dan pengeluaran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muslim (Muslim, 2014) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan maka kemampuan yang dimiliki seseorang akan semakin tinggi dan berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja yang lebih besar (Todaro & Smith, 2011).

(21)

Hubungan ini mengindikasikan bahwa rata-rata lama sekolah sebagai indikator kualitas SDM mempengaruhi pengangguran terbuka. Sehingga pendidikan harus selalu ditingkatkan agar kualitas SDM lebih unggul dan dapat bersaing.

Provinsi Banten

 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (X1) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sopianti & Ayuningsari (Sopianti & Ayuningsasi, 2013) dan Dwi (Putri, 2016) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori Hukum Okun yang menyatakan bahwa setiap terjadi penurunan angka pengangguran sebanyak satu persen, maka GDP Riil akan mengalami kenaikan sebanyak dua persen atau lebih (Mankiw, 2006).

Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak berkembang di industri pengolahan, yang mengelola barang dasar menjadi setengah jadi atau jadi (Badan Pusat Statistik, 2020d). Sektor industri yang yang terus berkembang dan mengikuti teknologi mulai mengefisiensikan tenaga kerja dengan teknologi non-manusia, sehingga kualifikasi tenaga kerja untuk mengoprasikan teknologi semakin tinggi dan tenaga kerja lain tidak terserap sehingga menimbulkan pengangguran.

 Pengaruh Inflasi (X2) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian sesuai dengan Teori A. W. Phillips yang menyatakan bahwa antara kesempatan kerja yang tinggi dan stabilitas harga tidak mungkin terjadi secara bersamaan, sehingga terindikasi adanya trade off (hubungan negatif) (Nopirin, 2016).

Hubungan ini mengindikasikan bahwa angka inflasi cukup terkendali sehingga perputaran ekonomi terus berkembang dan mampu mengurangi pengangguran.

 Pengaruh Investasi PMDN (X3) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Investasi PMDN berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu (Senet & Yuliarmi, 2014) yang meyatakan bahwa investasi PMDN berpengaruh terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Teori Harrod-Domar yang menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga meningkatkan aktivitas produksi, sehingga proses ini nantinya akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran (Mulyadi, 2003).

Hal ini diakibatkan oleh investasi yang berkembang merupakan jenis investasi padat modal. Sehingga tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan pengangguran terbuka karena terjadi ketimpangan dengan jenis investasi padat karya yang lebih banyak meyerap tenaga kerja.

 Hubungan Upah Minimum (X4) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tengkoe (RB &

Soekarnoto, 2014), Dwi (Putri, 2016) dan Riza (Firdhania & Muslihatinningsih, 2017) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan Kaufman dan Hotchkiss yang menyatakan bahwa saat tenaga kerja menetapkan nilai upah pada suatu tingkatan tertentu dan terjadi ketidaksesuaian dengan yang ditawarkan oleh perusahaan maka akan terjadi pengangguran (Kaufman & Hotchkiss, 1999).

Hubungan ini diakibatkan oleh pertumbuhan upah yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2019 sebesar 10,47% memberikan dorongan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih tinggi, sehingga dorongan ini dapat mengurangi pengangguran.

 Kualitas SDM (X5) dengan Pengangguran Terbuka (Y)

Kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juliansyah dkk (Pramudjasi et al., 2019) yang menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengangguran terbuka. Namun, hasil penelitian tidak sesuai dengan teori modal manusia yang dikemukakan Todaro, semakin tinggi pendidikan dan pelatihan

Referensi

Dokumen terkait

Data primer antara lain data pengetahuan pakar tentang pemangku kepentingan rantai pasok buah manggis, data pengetahuan tentang kebutuhan masing-masing pemangku

Jika nilai tegangan referensi dan modulasi serat optik sama besarnya, maka dapat dipastikan intensitas cahaya kedua serat optik tersebut dipantulkan dengan sempurna.. Kasus ini

bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan iklim usaha dan investasi, perlu dilakukan optimalisasi peningkatan pelayanan publik bidang penanaman

CD Elektronik tanaman hias berbasiskan komputer ini dibuat dengan menggunakan Macromedia Flash MX, sehingga dalam pembelajaran akan lebih baik karena tampilan sajiannya yang menarik.

Penulisan ilmiah ini menjelaskan cara membuat website Fashion's Boutique dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP (PHP Hypertext Preprocessor), HTML (Hypertext Markup Language),

Pada proses pemecahan masalahnya peserta didik diberikan kesempatan untuk menciptakan ide baru dalam memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, proses belajar

( 1) PPN atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b, terutang pada saat pembayaran diterima, termasuk

kelima, memiliki angka penganda output yang besar yaitu sebesar 1,20, nilai pengganda pendapatan sebesar 0,16, berkontribusi terhadap total output keseluruhan sebesar