• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik a. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi pelajaran dan menyajikannya ke dalam sebuah tema atau topik. Menurut Sani (2014: 272) mendefinisikan bahwa pembelajaran tematik dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar secara bermakna kepada siswa.

Pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan sebuah tema untuk memadukan beberapa konsep atau materi pelajaran yang dipelajari secara holistik.

Kajian holistik artinya mengkaji suatu peristiwa atau fenomena dari berbagai bidang studi sekaligus untuk memahami fenomena tersebut dari berbagai sisi. Trianto (2014: 32), bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa. Melalui pembelajaran tematik, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian siswa terlatih untuk menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif. Lebih lanjut Rusman (2016:254) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna pada siswa.

(2)

b. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki prinsip-prinsip. Prinsip pembelajaran tematik menurut Prastowo (2013:60) antara lain :

1. Terintegrasi lingkungan atau bersifat kontekstual 2. Memiliki tema sebagai alat pemersatu

3. Menggunakan belajar sambil bermain dan menyenangkan 4. Memberikan pengalaman langsung yang bermakna 5. Menanamkan konsep dari mata pelajaran

6. Pembedaan pelajaran dengan mata pelajaran lain 7. Pembelajaran bersifat fleksibel

8. Penggunaan variasi metode dalam pembelajaran 9. Pembelajaran berkembang sesuai dengan kemampuan

Menurut trianto (2013:61) prinsip-prinsip pembelajaran tematik menjadi 4 macam yaitu :

1. Prinsip penggalian tema, prinsip utama dalam pembelajaran tematik

2. Prinsip pengelolaan remaja, guru menempatkan diri sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran

3. Prinsip evaluasi, fokus dalam setiap kegiatan belajar mengajar 4. Prinsip reaksi, guru dituntut untuk merencanakan dan

melaksanakan pembelajaran.

Menurut Peraturan menteri pendidikkan dan budaya tahun 2016 prinsip pembelajaran tematik yaitu :

1. Fokus pembelajaran kepada pembahasan kompetensi melalui tema yang paling dekat dengan kehidupan siswa.

2. Siswa mencari tahu,bukan diberi tahu.

3. Sumber belajar tidak terbatas pada buku.

4. Terdapat tema pemersatu jumlah kompetensi dasar yang berkaitan dengan konsep dan sikap

5. Siswa dapat bekerja mandiri maupun berkelompok degan karakteristik yang dilakukan

(3)

6. Guru harus merencanakan dan melaksanakan pembelajran agar dapat mengakomodasi siswa yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasan.

7. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experience) dari hasl yang konkret menuju ke abstrak

8. Kompetensi dasar mata pelejaran yang tidak dapat dipadukan dapat diajarkan tersendiri.

Dari berbagai uraian dapat diperoleh ciri-ciri pembelajaran tematik:

a. Pemisahan pembelajaran tidak begitu jelas;

b. Berpusat kepada siswa;

c. Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu pembelajaran;

d. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan.

c. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang bermakna, autentik dan holistik. Karena terdiri dari beberapa mata pelajaran yang diikat oleh suatu tema tertentu. Dengan pembelajaran tematik siswa terlatih mengaitkan informasi satu dengan informasi yang lain sehingga dapat menghadapi situasi silang lingkungan, pengetahuan, dan perangkat dengan suasana menyenangkan dan sekaligus memfasilitasi siswa belajar aktif dan terlibat langsung dalam kehidupan nyata (Susyanto, 2013:252). Faizah (2015:27) menyatakan bahwa guru perlu melakukan analisis KD (kompetensi Dasar) dengan tetap memperhatikan muatan pelajaran. Cakupan KD pada tema 7 kelas 4 Indahnya Keberagaman Di Negeriku, Subtema 1 Keberagaman suku bangsa dan negara, pembelajaran ke 1 terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA. Karakteristik mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA dalam pembelajaran tematik di SD yaitu :

(4)

1. Bahasa Indonesia

Ruang lingkup bahasa indonesia di SD yaitu menggunakan bahasa secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, secara lisan ataupun tulis. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara dan menggunakannya dengan tepat untuk berbagai tujuan. Siswa SD dapat menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Pembelajaran bahasa indonesia dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tidak langsung.

2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ruang lingkup materi mata pelajaran IPA SD mencakup enam lingkup sains yaitu kerja ilmiah dan keselamatan kerja, makhluk hidup dan sistem kehidupan (bagian tubuh manusia dan perawatannya, makhluk hidup di sekitarnya, tumbuhan, hewan, dan manusia), energi dan perubahannya (gaya dan gerak, sumber energi, bunyi, cahaya, sumber daya alam, suhu dan panas, rangkaian listrik dan magnet), materi dan perubahannya (ciri benda, penggolongan materi perubahan wujud), bumi dan alam semesta (rotasi dan revolusi bumi, cuaca dan musim, dan sistem tata surya), serta sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (dampak perubahan musim terhadap kegiatan sehari-hari, lingkungan dan kesehatan, dan sumber daya alam).

Kemudian secara lebih rinci cakupan kompetensi dasar yang akan digunakan pada pelaksanaan treatment dalam penelitian ini diuraikan pada tabel 2.1.

(5)

Tabel 2.1 KD Kelas 4 SD

Tema 7 Indahnya Keberagaman Di Negeriku Subtema 3 Indahnya Persatuan dan Kesatuan Negeriku Muatan

Pelajaran

Kompetensi Dasar

Bahasa Indonesia

3.7 Menggali pengetahuan baru yang terdapat pada teks

4.7 Menyampaikan pengetahuan baru dari teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

IPA

3.3 Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain gaya otot, gaya listrik, gaya magnet,gaya gravitasi, dan gaya gesekan

4.3 Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.

2.1.2 Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu perencanaan yang digunakan guru sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Adapun model pembelajaran menurut Arends dalam Trianto (2010:74) menyatakan bahwa suatu pengajaran yang merujuk pada pendekatan khusus yang mencakup tujuan, sintaks, system lingkungan dan manajemen. Sedangkan model pembelajaran menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:136), merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

(6)

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Temuan ini didukung oleh Trianto (2011:51) yaitu mengacu pada suatu pendekatan pembelajaran yang akan digunakan yang didalamnya meliputi: tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas pada saat kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan guru untuk untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Selain itu guru juga boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mecapai tujuan pembelajaran.

2.1.3 Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2016:205) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi siswa, dapat meningkatkan hubungan sosial, dan dapat menumbuhkan sikap toleransi serta menghargai pendapat orang lain, selain itu juga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan dapat mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Sedangkan model pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2016:202) merupakan suatu pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen atau campuran yang meliputi perbedaan tingkat prestasi, jenis kelamin, suku, agama. Model pembelajaran kooperatif menurut Hamdani (2011:30) adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif ini dapat meningkatakan prestasi siswa dan meningkatkan kerja sama dan juga toleransi. Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe. TGT (Team Games Tournament) dan

(7)

TSTS (Two Stay Two Stray) merupakan tipe dari model pembelajaran kooperatif.

2.1.4 Model pembelajaran TGT

a. Pengertian model pembelajaran TGT

Model pembelajara TGT menurut Trianto (2011: 147) berpendapat bahwa istilah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada sisswa. Menurut Mawardi (2014: 109) pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran, dengan memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka.Sedangkan menurut Rusman (2011: 254) berpendapat pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip kelilmuan secara holistik,bermakna, dan autentik.

Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa TGT team games tournament merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif dimana dalam model pembelajaran ini setiap anak dikelompokan menjadi kelompok kecil dimana pada tiap kelompok beranggotakan 4 sanpai 5 siswa yang berbeda tingkat kemampuannya ,jenis kelamin, dan latar belakang etniknya.

Dalam model pembelajaran TGT mengandung unsur permainan dan tournament agar proses belajar mengajar berjalan lebih efektif dan tidak membosankan.

(8)

b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran TGT

Kelebihan pembelajaran tipe Teams Games Tournament menurut Taniredja (2011:72) adalah:

1. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya dalam kelas kooperatif.

2. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.

3. Perilaku mengganggu siswa lain menjadi lebih kecil.

4. Motivasi belajar siswa bertambah.

5. Pemahaman lebih mendalam terhadap pokok bahasan yang dipelajari.

6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa denga siswa dan antara siswa dengan guru.

7. Siswa dapat mempelajari pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada di dalam diri siswa dapat keluar, selain itu kerja sama antar siswa juga siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.

Kelebihan pembelajaran TGT menurut Slavin (2010: 169-173) 1. Memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak 2. Meningkatkan persepsi peserta didik bahwa hasil yang

mereka peroleh tergantung dari kerja bukan keberuntungan.

3. TGT meningkatkan harga diri sosial pada peserta didik 4. TGT meningkatkan ke kooperatifan terhadap yang lain

Keterlibatan peserta didik lebih tinggi dalam belajar 5. Meningkatkan kehadiran peserta didik di sekolah

Dapat disimpulkan kelebihan dari pendekatan TGT menurut beberapa para ahli diatas yaitu : dalam pembelajaran team games tournament siswa lebih aktif,senang,membuat siswa bersemangat menumbuhkan rasa kebersamaan dan menimnulkan rasa percaya diri.

(9)

Menurut Slavin (2010: 169-173) kelemahan dari pembelajaran TGT adalah:

1) Sulitnya mengelompokkan peserta didik yang mempunyai kemampuan akademis yang beragam.

2) Banyak peserta didik yang mempunyai kemampuan akademis tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada peserta didik lainnya.

Astuti (2012: 93) kelemahan model pembelajaran TGT yaitu : 1. Dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk memahami filosofi

pembelajaran tim

2. Bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk mengkolaborasi kemampuan individual siswa bersamaan dengan kemampuan kerjasamanya.

3. Penilaian yang didasarkan pada kerja kelompok,

4. Dengan diciptakannya kondisi saling membelajarkan antara siswa, bisa jadi dapat menimbulkan pemahaman yang tidak seharusnya atau tidak sesuai dengan harapan.

Dapat disimpulkan dari beberapa para ahli diatas kelemahan model pembelajaran TGT dibutuhkan waktu yang lama,pandai memilih materi untuk untuk pelajaran yang cocok,menimbulkan pemahaman yang tidak sesuai.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran TGT

Menurut Robert E. Slavin (2010: 166) langkah-langkah model pembelajaran TGT Team Games Tournament yaiut :

1. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru meyampaikan materi dikelas, dan biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan metode ceramah dan tanya jawab.

(10)

2. Pembentukan kelompok (team)

Satu kelompok terdiri dari 4 sampai 6 siswa yang anggotanya heterogen. Kemudian masing-masing kelompok diberi tugas untuk belajar bersama supaya semua anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran dan dapat menjawab pertanyaan dengan optimal pada saat game dan tournament

3. Game

Guru menyiapkan pertanyaan untuk melakukan (game) untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari materi yang telah disampaikan dan dari belajar kelompok. Para siswa memilih nomor game dan berusaha menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapat skor tambahan, kemudian skor tersebut dikumpulkan untuk tournament mingguan.

4. Tournament

Tournamen dilakukan seminggu sekali atau setiap materi pelajaran telah selesai dilaksanakan. Para siswa melakukan permainan (game) akademik yaitu dengan cara berkompetisi dengan anggota tim yang memiliki kesamaan tugas/materi yang telah dipelajari. Guru menyiapkan beberapa meja turnamen. Setiap meja diisi oleh tiga siswa yang memiliki kemampuan setara dari kelompok yang berada, artinya siswa yang pandai berkompetisi dengan siswa yang pandai pula dari kelompok lain, demikian juga siswa yang kurang pandai berkompetisi dengan siswa yang kurang pandai dari kelompok lain. Dengan cara demikian, setiap siswa memiliki peluang suskes sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Selama kegiatan game tournament dilaksanakan, guru bertugas mengkondisikan atau menjaga siswa supaya sesama angota tim tidak saling membantu.

(11)

Menurut Trianto (2013: 84) Langkah-langkah team TGT adalah:

1. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi,jenis kelamin dan suku

2. Guru menyiapkan pelajaran dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahawa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

3. Seluruh siswa dikenai kuis,pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.

4. Penghargaan kelompok, guru mengumumkan kelompok pemenang. Tim yang mendapatkan skor tertinggi mendapat julukan “super team”

Menurut Taniredja (2011: 67-68) langkah-langkah TGT sebagai berikut :

1. Penyajian kelas, Penyajian kelas pada pembelajaran kooperatif TGT tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, pengajaran difokuskan dengan materi yang dibahas.

2. Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewakili pencampuran dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau etnik.

3. Permainan ,Pertanyaan dalam game harus dirancang dari materi yang relevan dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok.

(12)

4. Kompetisi,Turnamen adalah susunan beberapa game yang dipertandingkan. Biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit atau pokok bahasan.

5. Pengakuan Kelompok, Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberi penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.

Adapun permainan pada meja setiap Tournament dilakukan dengan aturan sebagai berikut:

1. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan pembaca soal dan pemain yang pertama

2. Pemain yang menang undian mengambil kata undian yang berisi nomor soal

3. Pembaca soal membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil omeh pemain

4. Soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

5. Setelah selesai mengerjakan,pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam

6. Skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar dan mendapat akrtu.

7. Selanjutnya pemain kembali kekelompok asal dan menghitung skor masing -masing

8. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya.

Dari beberapa pendapat menurut para ahli langkah-langkah Team Games Tournament dapat disimpulkan siswa dibentuk dalam kelopok 4-5 orang, memecahkan masalah dengan kelompok,pertandingan antar kelompok.

(13)

2.1.5 Analisis Komponen

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2011:104- 106), mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki unsur-unsur berupa 1) Sintaks, 2) Prinsip reaksi, 3) Sistem social, 4) Sistem Pendukung, 5) Dampak Instruksional, dan dampak pengiring. Berikut akan diuraikan analisis komponen model pembelajaran TGT berdasarkan teori Bruce Joyce diatas:

1. Sintaks

Sintaks merupakan urutan langkah pengajaran yang menunjuk pada tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru ketika menggunakan model pembelajaran tertentu.

1. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian menyampaikan materi di kelas, dan biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan metode ceramah dan Tanya jawab.

2. Pembentukkan kelompok (team)

Pada tahap ini yaitu kegiatan membentuk kelompok.

Satu kelompok terdiri dari 4 sampai 6 siswa yang anggotanya heterogen. Kemudian masing-masing kelompok diberi tugas untuk belajar bersama supaya semua anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran dan dapat menjawab pertanyaan dengan optimal pada saat game dan tournament. Dengan demikian melatih siswa untuk berpikir kritis dalam memahami materi pelajaran.

3. Game

Pada tahap games yaitu guru menyiapkan pertanyaan untuk melakukan (game) untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari materi yang telah disampaikan

(14)

dan dari belajar kelompok. Para siswa memilih nomor game dan berusaha menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapat skor tambahan, kemudian skor tersebut dikumpulkan untuk tournament mingguan.

4. Tournament

Pada kegiatan tournament ini dilakukan seminggu sekali atau setiap materi pelajaran telah selesai dilaksanakan. Para siswa melakukan permainan (game) akademik yaitu dengan cara berkompetisi dengan anggota tim yang memiliki kesamaan tugas/materi yang telah dipelajari. Guru menyiapkan beberapa meja turnamen. Setiap meja diisi oleh tiga siswa yang memiliki kemampuan setara dari kelompok yang berada, artinya siswa yang pandai berkompetisi dengan siswa yang pandai pula dari kelompok lain, demikian juga siswa yang kurang pandai berkompetisi dengan siswa yang kurang pandai dari kelompok lain. Dengan cara demikian, setiap siswa memiliki peluang suskes sesuai dengan tingkat kemampuannya. Selama kegiatan game tournament dilaksanakan, guru bertugas mengkondisikan atau menjaga siswa supaya sesama angota tim tidak saling membantu.

5. Penghargaan

Pada tahap terakhir ini yaitu tim yang menunjukkan kinerja paling baik akan mendapat penghargaan atau sertifikat. Seperti layaknya lomba, tim yang paling banyak mengumpulkan poin/skor akan mendapat predikat juara umum, kemudian juara berikutnya berurutan sesuai dengan jumlah poin/skor yang berhasil diraihnya.

(15)

2. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model pembelajarmtyan.

Penerapan model pembelajaran TGT berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, pembimbing, menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan, menekankan pentingnya berpikir kritis dalam menguasai materi pelajaran serta memecahkan suatu masalah. Selain itu, melatih kerjasama secara kolaboratif dalam anggota timnya supaya dapat menggapai hasil belajar yang maksimal. Hal ini dapat dilihat ketika guru mengkondisikan ketika siswa melakukan kegiatan game tournament.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial merupakan pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran TGT ini terjadi interaksi antara dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa yang lain. Hal ini dapat dilihat ketika kegiatan siswa dapat penerapan TGT yang belajar bersama kelompoknya dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya ketika ada temannya yang kesulitan memahami materi pelajar tanpa ada tekanan guru. Melalui kegiatan pembelajaran seperti ini memungkinkan siswa dapat belajar dengan rileks dan menyenangkan, terutama dapat melatih ketrampilan berpikir kritis siswa. Selain itu juga menumbuhkan sikap kerjasama, tanggung jawab, dan

(16)

bersaing untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal tanpa menjatuhkan teman atau tim lainnya.

4. Sistem Pendukung

Sistem Pendukung merupakan segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal. Penerapan model pembelajaran TGT ini membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung seperti meja-meja untuk kegiatan games tournament, buku-buku yang terkait materi yang dipelajari, lembar pertanyaan untuk kegiatan games tournament.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi pembelajaran.

Jadi, dampak instruksional merupakan kemampuan siswa yang diperoleh setelah dilaksanakannya pembelajaran.

Dampak pengiring adalah hasil belajar sampingan (iringan) yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu.

Dampak pengiring penerapan model pembelajaran TGT adalah siswa mampu berdiskusi bersama kelompoknya yang heterogen, siswa yang mempunyai kemampuan akademik yang tinggi akan membantu (menjelaskan materi) kepada anggota yang mempunyai kemampuan akademik rendah.

Model pembelajaran ini akan memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang telah diajarkan oleh guru. Sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Kemudian adanya rasa tanggung jawab atas tugas yang diberikan kepada kelompoknya. Secara khusus, dampak pengiring yang akan didapatkan siswa melalui pembelajaran

(17)

menggunakan model TGT adalah melalui kegiatan game tournament siswa menjadi lebih minat belajar, dan siswa lebih aktif, mengembangkan ketrampilan berpikir kritis siswa, menumbuhkan sikap toleransi, percaya diri, kerjasama, tanggung jawab. Disamping itu, siswa akan berpikir kritis untuk menjawab pertanyaan ketika melakukan kegiatan game tournament antar kelompok untuk memperoleh skor tambahan

(18)

Bagan 2.1

Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran TGT

TGT Keaktifan

Menggali pengetahuan baru yang terdapat pada teks

Menyampaikan pengetahuan baru dari teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain : gaya otot,gaya listrik,gaya magnet,gaya gravitasi dan gaya gesekan

Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.

Minat belajar

Toleransi Percaya diri

Kerjasama Tanggung

jawab

Keterangan :

Dampak Instruksional Dampak Penggiring

(19)

2.1.6 Prosedur pelaksanaan pembelajaran TGT

Tabel 2.2

Prosedur pelaksanaan Model Pembelajaran TGT

Kegiatan Guru Sintaks Kegiatan Peserta didik

1. Guru mengkodisikan peserta didik dan menyiapkan bahan pembelajaran

Penyajian kelas 1. Peserta didik

mempersiapkan alat tulis dan mendengarkan guru saat menyampaikan pembelajaran 2. Guru menyampaikan

materi dan tujuan pembelajaran hari ini kepada peserta didik

2. Peserta didik

mendengarkan materi dan tujuan pembelajaran hari ini

3. Guru Menggali pengetahuan dari peserta didik

3. Peserta didik mengaitkan pembelajaran hari ini dengan contoh lingkungan sehari-hari

4. Guru menyampaikan materi pembelajaran Tema 7 Subtema 1

4. Peserta didik

mendengarkan penjelasan dari guru

5. Guru membagi peserta didik menjadi

beberapa kelompok (4- 5 orang)

Pembentukan kelompok

5. Peserta didik bekerja kelompok sesuai dengan perintah guru

6. Guru memberi tugas belajar bersama memahami materi

6. Peserta didik bekerja sama dalam memahami materi

(20)

7. Guru menyiapkan pertanyaan untuk setiap kelompok

Game 7. Peserta didik memilih nomor game dan menjawab pertanyaan 8. Guru menyiapkan

beberapa meja tournament untuk siswa berkompetisi

Tournament 8. Peserta didik menyiapkan diri untuk berkompetisi

9. Guru memberikan pertanyaan untuk semua kelompok.

Kelompok yang pertama menjawab dan benar mendapat skor

9. Peserta didik berkompetisi rebutan menjawab

pertanyaan dari guru

10. Guru meminta peserta didik menyusun laporan macam-macam gaya

Mengolah data 10. Peserta didik mengerjakan laporan menyusun

macam-macam gaya

11. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor paling banyak dan memberikan

penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya baik

Penghargaan 11. Peserta didik yang kelompoknya mendapat skor paling banyak mendapatkan

penghargaan dari guru

(21)

2.1.7 Model Pembelajaran TSTS

a. Pengertian Model Pembelajaran TSTS

Model pembelajaran TSTS pertama kali dikembangkan oleh Spencer kagan pada tahun 1990. Menurut Suprijono (2009:93) model pembelajaran TSTS dapat diartikan dua tinggal dua pergi.

Model pembelajaran TSTS merupakan model pembelajaran kooperatif yang diawali dengan pembagian kelompok. Setiap kelompok guru memberikan tugas yang mengenai permasalahan yang harus diskusikan. Setelah diskusi selesai dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lain. Tugas dua orang menerima tamu dan menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut.

Dua orang tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok.

Jika sudah selesai,semua kembali ke kelompoknya masing- masing. Setelah itu mereka mencocokkan dan membahas hasil kerja yang sudah dilaksanakan, Sedangkan menurut Indriyani (2011: 44) model pembelajaran TSTS merupakan dua tamu dimana siswa diberi kesempatan membagikan informasi kepada kelompok lain. Dengan melakukan saling mengunjungi atau bertemu antar kelompok untuk membagikan informasi. Metode in bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik (Huda, 2014:207).

Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan model pembelajaran TSTS adalah pembelajaran kelompok dengan membagikan informasi kepada kelompok lain.

(22)

b. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran TS

Menurut Aminy (dalam Fatmawati, 2015: 34) TSTS mempunyai kelebihan sebagai berikut :

1. Dapat diterapkan pada semua kelas maupun tingkatam 2. Belajar siswa menjadi lebih bermakna

3. Lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa 4. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan konsep dengan cara memecahkan masalah sendiri

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dengan teman sekelompok

7. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman 8. Meningkatkan motivasi belajar siswa.

Menurut Huda (2014: 171) kelebihan model pembelajaran TSTS adalah

1. Mudah dipecah menjadi berpasang-pasangan 2. Lebih banyak ide yang muncul

3. Tugas bisa lebih banyak dikerjakan 4. Guru mudah untuk memonitori

Menurut Anita Lie (dalam Indriyani, 2011: 48) Model pembelajaran TSTS mempunyai kelebihan sebagai berikut :

1. Dapat diterapkan semua kelas 2. Belajar lebih bermakna

3. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

4. Memberikan kesempatan teradap siswa untuk memecahkan masalah

5. Memberikan kesempatan siswa untuk kreatifitas dalam komunikasi dengan teman

6. Membiasakan terbuka terhadap teman

(23)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kelebihan model pembelajaran TSTS yaitu sebagai berikut :

1. Dapat diterapkan semua kelas 2. Belajar leih bermakna

3. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah sendiri

Menurut Anita Lie (dalam Indriyani, 2011: 48) Model pembelajaran TSTS mempunyai kelemahan sebagai berikut:

1) Membutuhkan waktu yang cukup lama

2) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan seperti materi, tenaga, dan dana

3) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas

Kelemahan model pembelajaran TSTS menurut Huda (2014:

171) sebagai berikut:

1. Membutuhkan waktu yang banyak.

2. Membutuhkan sosialisasi yang lebih baik.

Kelemahan model pembelajaran TSTS menurut Aminy (2015:

34) sebagai berikut:

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Siswa cenderung tidak mau belajar kelompok, terutama yang tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit bekerja sama.

3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan seperti materi, dana dan tenaga.

4. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kelemahan model pembelajaran TSTS yaitu sebagai berikut:

(24)

1. Membutuhkan waktu yang cukup lama.

2. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

3. Bagi guru membutuhkan banyak persiapan seperti materi, dana, dan tenaga.

4. Siswa cenderung tidak mau belajar kelompok, terutama yang tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit bekerja sama.

5. Membutuhkan sosialisasi yang lebih baik.

Terhadap kelemahan-kelemahan potensial di atas akan dilakukan solusi dalam penelitian ini sebagai berikut: Sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar secara heterogen dalam segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Pembentukan kelompok heterogen membuat kesempatan untuk saling membantu dan mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas.

c. Langkah-langkah model pembelajaran TSTS

Menurut Lie (dalam Indriyani, 2011: 47) langkah -langkah model pembelajaran TSTS sebagai berikut :

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yag berjumlah 4 orang 2. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok

menjadi tamu kedua kelompok yang lain

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

4. Tamu diminta kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan informasi dari bertamu.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

(25)

Menurut Sani (dalam Diningsih,2017:21) langkah-langkah model pembelajaran TSTS diantaranya sebagai berikut :

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang.

2. Dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kekelompok yang lain.

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok mereka sendiri serta melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

Menurut Huda (2011: 141) langkah-langkah model pembelajaran TSTS sebagai berikut:

1. Siswa bekerja sama dengan kelompok yang terdiri dari siswa secara heterogen

2. Guru memberikan tugas disetiap kelompok untuk mendiskusikan dan dikerjakan bersama-sama.

3. Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertemu kekelompok lain

4. Dua anggota yang tinggal bertugas membagikan hasil kerja dan informasi.

5. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri untuk melaporkan apa yang didapatkan dari kelompok lain

6. Setiap kelompok mencocokkan dan membahas hasil pekerjaan semua kelompok.

Dapat disimpulkan langkah model pembelajaran TSTS : 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang setiap

kelompoknya terdapat 4 siswa .

2. Guru memberikan tugas disetiap kelompok untuk mendiskusikan dan dikerjakan sama-sama

(26)

3. Setelah selesai dua anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kekelompok lain.

4. Dua anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu.

5. Tamu kembali dan berdiskusi melaporkan apa yang didapatkan dari kelompok lain.

2.1.8 Analisis Komponen model pembelajaran TSTS

Komponen-komponen dari model pembelajaran TSTS diantaranya adalah

1. Sintaks

Sintaks adalah langkah pengajaran yang menunjuk pada tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru ketika menggunakan model pembelajaran tertentu.

1. Persiapan

Pada tahap ini guru membuat silabus dan sistem penilaian,desain pembelajaran dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan dengan prestasi akademik sisa dan suku.

2. Kegiatan kelompok

Pada tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok setiap kelompok teridir dari 4 orang dalam pembelajaran guru menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas yang dipelajari oleh setiap siswa dalam satu kelompok. Setelah mendapatkan lembar kegiatan permasalahan siswa berdiskusi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 siswa. Setelah siswa berdiskusi 2 dari 4 anggota masing-masing kelompok pergi bertamu ke dalam kelompok lain sedangkan 2 anggota yang lain tinggal menjadi tuan rumah. Setelah 2 anggota tamu

(27)

mendapatkan informasi dari 2 tuan rumah tamu kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya dan mencocokkan hasil kerja mereka.

3. Membuat kesimpulan

Setelah belajar dalam kelompok untuk meyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok Guru meminta setiap kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk didiskusikan dengan kelompok lain dan guru membahas kebentuk formal.

4. Evaluasi kelompok dan Penghargaan

Tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh menggunakan model pembelajaran TSTS guru memberikan kuis berupa pertanyaan dan setiap siswa diberi kuis berisi pertanyaan dari hasil pembelajaran model pembelajaran TSTS. Kelompok skor rata-rata tertinggi mendapat penghargaan.

2. Prinsip Reaksi

Peran guru dalam model pembelajaran TSTS memberikan arahan tentang bagaimana cara kerja dalam kegiatan yang dilakukan peserta didik dengan berkelompok. Penerapan model pembelajaran TSTS berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator dan motivator menciptakan suasana belajar yang kondusif.

Menekankan pentingnya melatih kerja sama secara kolaboratif dalam anggota timnya supaya dapat menggapai hasil belajar yang maksimal.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran TSTS ini berupa sikap yang saling membantu dalam kelompok, peserta bebas dalam mengungkapkan pendapat dan

(28)

menyampaikan hasil diskusi dari kelompok lain. Dalam pembelajaran ini diharapkan peserta didik saling menghargai yang disampaikan oleh setiap anggota kelompok.

4. Sistem pendukung

Sistem pendukung dalam model TSTS dalam pelaksanaannya terhadap semua kebutuhan peserta didik.

Mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Dampak instruksional yaitu dampak dari pembelajaran

yang dilakukan setelah dilaksanakannya pembelajaran atau hasil belajar yang dicapai berkaitan langsung dengan materi pembelajaran.

Dampak pengiring adalah Hasil belajar sampingan yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu. Dampak pengiring model pembelajaran TSTS terbentuk sikap keaktifan,kerjasama,percaya diri,toleransi. Dampak pengiring terbentuk jika kesempatan untuk mencapai berbagai kemampuan memang benar-benar disediakan secara memadai.

(29)

Bagan 2.2

Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran TSTS

Keaktifan

Kerjasama

Tanggung jawab

Toleransi

TSTS

Menggali pengetahuan baru yang terdapat pada teks

Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain : gaya otot,gaya listrik,gaya magnet,gaya

gravitasi dan gaya gesekan

Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.

Percaya diri

Kererangan :

Dampak Instruksional Dampak Penggiring

(30)

2.1.9 Prosedur Pelaksanaan TSTS Tabel 2.3

Prosedur pelaksanaan model pembelajaran TSTS

Kegiatan Guru Sintaks Kegiatan murid

1. Guru mengkondisikan seluruh peserta didik dan menyiapkan alat

pembelajaran

Persiapan 1. Peserta didik

mempersiapkan alat tulis dan mendengarkan guru meyampaikan pembelajaran 2. Guru menyampaikan

materi dan tujuan pembelajaran hari ini

2. Peserta didik memperhatikan penjelasan dari guru

3. Guru meminta peserta didik untuk membaca teks bacaan

3. Peserta didik membaca teks bacaan yang ada dibuku

4. Guru dan peserta didik melakukan tanya jawab yang berkaitan dengan teks bacaan

4. Peserta didik dan guru melakukan tanya jawab

5. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Setiap

kelompoknya terdiri dari 4orang

Kegiatan Kelompok

5. Peserta didik menyiapkan diri dengan kelompoknya yang sudah dibagi oleh guru

6. Guru membagikan lembar kegiatan kepada peserta didik yang berisi tugas

6. Peserta didik dalam kelompoknya berdiskusi lembar kegiatan yang diberikan guru

(31)

7. Guru meminta peserta didik 2 dari 4 orang anggota keluar bertamu ke kelompok lain dan 2 lainnya menjadi tuan rumah

7. Peserta didik bekerja sama dalam melakukan perintah dari guru.

8. Guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi setiap kelompok

Mengumpulkan data

8. Guru meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi setiap kelompok

Membuat kesimpulan

8. Peserta didik yang siap untuk mempresentasi hasil diskusi kelompoknya

9. Guru bersama peserta didik membuat

kesimpulan dari beberapa hasil presentasi kelompok

9. Peserta didik dan guru saling mengkomunikasi hasil diskusi dan membuat kesimpulan.

10. Guru memberikan kuis berisi pertanyaan mengulas materi yang dibahas.

Memberi penghargaan

10. Peserta didik dalam

kelompok berdiskusi dalam menyelesaikan kuis.

11. Guru memberikan penghargaan kepada peserta didik yang mendapat skor tertinggi

11. Kelompok peserta didik skor yang tertinggi

mendapat penghargaan dari guru

(32)

2.2 Kajian Penelitian Relevan

Penelitian ini dari berbagai kajian hasil penelitian yang relevan terkait model pembelajaran TGT dan TSTS. Penelitian yang dilakukan oleh.

Laili Rahmawati, Zelmy Adista V (2017) dengan judul Efektivitas TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Di SD. Penelitian ini menggunakan Quasi eksperimental design hasil analisis menggunakan uji-t jika nilai sig <

0,05 dari hasil uji-t diperoleh nilai sig = 0,002 berarti 0,002 < 0,005 maka dimaksudkan diterima dan signifikan. Perbedaan yang signifikan hasil belajaran model TGT dan Model konvensional dilihat dari hasil uji model pembelajaran TGT lebih tinggi dari pada penggunaan pembelajaran konvensional.

Zakiyatu Maulidina, Nuriman, Fajar Surya Hutama (2018) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbantuan Media TTS Terhadap Hasil Belajar Siswa. Penlitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran TGT dengan media TTS terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Tegalgede 01 Jember. Analisis yang dilakukan yaitu mengugnakan uji t-test berdasarkan hasil uji t-test nya menunjukkan bahwa nilai thitung yang diperoleh sebesar 5,798. Hal ini menunjukkan bahwa thitung> ttabel (5,798 > 1,996), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari hasil nilai post-test siswa dari kedua kelas pada kelas eksperimen memiliki rata-rata 78,36 sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 69,53.

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran TGT berbantuan medaia TTS terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Tegalgede 01 Jember.

Ujiati Cahyaningsih (2017) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD. Metode yangkomang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan eksperimen.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling.

Penelitian dianalisis dengan uji t hasil yang diperoleh yaitu aspek kognitif dari hasil uji t diperoleh thitung > ttabel atau 2,073 > 1,980 melalui SPSS 16,0

(33)

nilai signifikasi sebesar 0,044, aspek afektif dari hasil uji t diperoleh thitung <

ttabel atau 1,85 < 1,980 melalui SPSS 16,0 didapatkan signifikasi 0,118. Aspek psikomotor dari hasil uji t diperoleh thitung > ttabel atau 4,226 > 1,980 melalui SPSS 16,0 didapat nilai siginifikasi sebesar 0,000. Dapat disimpulkan ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar matematika.

Wildana S.N.C (2020) dengan judul Efektivitas Model Pembelajaran TGT Dengan Media Naper Terhadap Keterampilan0Berhitung dan Sikap Kerja Sama Siswa Pada Materi Perkalian Kelas III SDIT. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian eksperimen terdapat kelas0kontrol dan0kelas eksperimen. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai thitung > ttabel, yaitu 2,286 > 2,110 dan 2,491 >

2,110 sedangkan pada uji anava Fhitung > Ftabel, yaitu 19,196 > 3,98. Dapat disimpulkan model pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan kerja sama.

Damayanti S, Apriyanto M. T (2017) Pengaruh Model Pembelajaran TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, teknik analisis data dengan menggunakan uji t dan sebelumnya dilakukan uji persyaratan analisis data yaitu uj normalitas. Terdapat dua penelitian yaitu penelitian eksperimen dan kelasn kontrol, dari hasil rata-rata dua kelas terdapat hasil posttest pada kelas eksperimen adalah 66,43 dan hasil posttest kelas kontrol 56,6. Berdasarkan uji t dapat nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,3 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 2,0 pada taraf signifikansi 𝛼 = 0,05 dengan derajat kebebasan = 58.

Karena nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (3,3) >𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (2,0) maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Hal tersebut menunjukan bahwa model pembelajaran TGT berpengaruh terhadap hasil belajar.

Komang adi wijana,Gede raga,Wayan suwatra (2014) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran TSTS Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

Penelitian ini penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian non- equivalent posttest only control group design. Pengumpulan data di penelitian

(34)

ini menggunakan tes uraian. Hasil penelitian tes hasil belajar IPA menggunakan TSTS menunjukan rata-rata skor 32,54 sedangkan tes hasil belajar ipa menggunakan pembelajaran konvensional 18,94. Hipotesis menggunakan uji t menunjukkan thitung > ttabel dengan nilai thitung sebesar 14,17 dan nilai ttabel sebesar 2.00. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran TSTS.

Nunuk Handayani,Slameto,Elvira Hoesein Radia (2018) dengan judul Efektivitas Model Pembelajaran TSTS Ditinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Pada Mata Pelajaran Matematika. Desain penelitian ini adalah Quasy Eksperiments instrumen yang digunakan adalah observasi dan tes.

Pada uji t dengan independent sample test yang dikenal pada uji t untuk persamaan berarti nilai signifikan 0,000 > 0,005. Dapat disimpulkan hasil belajar kelas eksperimen dengan model TSTS lebih baik daripada hasil pembelajaran kelas kontrol.

Uwaina Fardha (2015) dengan judul penelitian Efektivitas Model Pembelajaran TSTS Berbantuan Media Pembelajaran Macromedia Flash Materi Bilangan Pecahan Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII SMP. Bentuk eksperimen dalam penelitian ini yaitu True Experimental Design. Design penelitian ini yaitu Posttest only control design dilakukan pengambilan sampel dengan teknik Cluster random sampling. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata- rata hasil belajar peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS berbantuan media pembelajaran macromedia flash 83,15 sedangkan yang menggunakan pembelajaran konvensonal 66,15. Diperoleh thitung = 5,788 dan ttabel = 1,675 dengan taraf signifikansi 5% Karena thitung > ttabel maka Ho dan Ha diterima.

Dapat disimpulkan model pembelajaran TSTS efektif dalam meningkatkan hasil belajar.

Fitrianingrum,W.S, Ulhaq Zuhdi (2018) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran TSTS Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas IV. Jenis yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan bentuk desain

(35)

eksperimen semu jenis nonequivalent control group. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan adanya pengaruh model TSTS terhadap hasil belajar siswa. Hal ini diketahui dari hasil t-test peserta didik thitung sebesar 2.487 yang dibandingkan dengan ttabel dengan db= 60 sebesar 2.000 pada taraf signifikansi 5%. Jadi terdapat pengaruh positif dengan diterapkannya model TSTS terhadap hasil belajar

Sitilin Kumape (2016) dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Tentang IPA di Kelas VI SD Inpres Palupi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran TSTS secara nyata berpengaruh signifikan terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa tentang IPA di kelas VI SD Inpres Palupi.

Hasil penelitian menunjukan penerapan pembelajaran TSTS berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas siswa dengan thit >ttabel atau 10.51 > 1.666 dan hasil belajar siswa diperoleh thit > ttabel atau 4.593 > 1.666.

2.3 Kerangka berfikir

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradisional atau pembelajaran yang hanya berpusat dengan aktivitas guru menyampaikan materi sedangkan siswa hanya mendengarkan dan kemudian diberi tugas.

Pembelajaran konensional membuat siswa tidak aktif mengikuti pembelajaran, siswa akan aktif ketika guru memberikan tugas. Pembelajaran tematik menuntut siswa untuk berpikir kritis lebih tinggi maka diperlukan pembelajaran yang menarik atau inovatif dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan TSTS. Model Pembelajaran TGT dan TSTS sangatlah inovatif untuk melakukan pembelajaran menyelesaikan permasalahan peserta didik, dalam model pembelajaran ini siswa dikelompokkan menjadi 4-5 lalu guru memberi tugas dan akan ditandingkan dengan kelompok lain. Melalui model pembelajaran TGT dan TSTS diharapkan siswa dapat meningkatkan berpikir kritis. Berikut gambar bagan kerangka berpikir menggunakan model pembelajaran TGT dan TSTS.

(36)

Bagan 2.2

Kerangka berpikir model pembelajaran TGT

Sintak/ Langkah-langkah Model TGT

Penyajian kelas

Pembentukan kelompok

Permainan

Kompetisi

Penghargaan kelompok

Minat Belajar

Toleransi

Keaktifan

Tanggung jawab Kerja sama

Percaya diri

Menggali

pengetahuan baru yang terdapat pada teks

Menyampaikan pengetahuan baru dari teks nonfiksi ke dalam tulisan dengan bahasa sendiri

Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain : gaya otot,gaya listrik,gaya magnet,gaya gravitasi dan gaya gesekan

Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.

K O L A B O R A S I

Dampak Instruksional Dampak Penggiring

(37)

Bagan 2.3

Kerangka berpikir model pembelajaran TSTS

Sintaks/Langkah-langkah Model TSTS

Persiapan

Kegiatan kelompok

Formalisasi

Penghargaan

Keaktifan

Kerja sama

Tanggung jawab

Percaya diri

Toleransi

Menggali pengetahuan baru yangterdapat pada teks

Mengidentifikasi macam-macam gaya, antara lain gaya otot,gaya magnet,gaya gravitasi,dan gaa gesekan

Mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan.

K O L A B O R A S I

Dampak Instruksional Dampak Penggiring

(38)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan susunan keranka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesisi penelitian sebagai berikut :

Ho : Ketrampilan kolaborasi siswa dalam pembelajaran tematik menggunakan model pembelajaran TGT tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan keterampilan kolaborasi siswa dalam menggunakan model pembelajaran TSTS

Ha : Ketrampilan kolaborasi siswa dalam menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggu secara signifikan dibandingkan dengan keterampilan kemampuan kolaborasi siswa menggunakan moel pembelajaran TSTS

Referensi

Dokumen terkait

Pada suhu tertentu, triasilgliserol yang mempunyai SMP lebih rendah akan mengkristal menjadi padatan sehingga memisahkan minyak sawit menjadi fraksi cair (olein) dan

Perawat merasakan kepuasan tersendiri ke- tika berhasil menolong pasien sekaligus ada rasa ketidakpuasan terhadap hasil kerja yang dilakukan, selain itu perawat juga merasakan

Berdasarkan uraian di atas maka pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan implementasi model pembelajaran Problem Posing dengan metode Brainstorming diharapkan dapat

By inviting their audiences to get to the bottom of their narrative enigmas, conspiratorial television shows encourage precisely such a behavior – and user

Sehubungan dengan telah berakhirnya masa sanggah terhadap Pengumuman Pemenang Seleksi Umum untuk paket pekerjaan tersebut diatas oleh Kelompok Kerja ( POKJA ) Konsultansi III

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara mempunyai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daftar Usulan Kegiatan Dana Masyarakat (DUK-DM). Dalam penyusunan anggaran ini Fakultas

Himpunan bilangan-bilangan bulat modulo n dengan operasi penjumlahan modulo n merupakan suatu grup siklis.. ‣ Apakah masih ada unsur