• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KERJA DI HUTAN KEMASYARAKATAN RANAH SAKO DESA TAMIAI KECAMATAN BATANG MERANGIN WILAYAH BINAAN UPTD KPHP UNIT I KERINCI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KERJA DI HUTAN KEMASYARAKATAN RANAH SAKO DESA TAMIAI KECAMATAN BATANG MERANGIN WILAYAH BINAAN UPTD KPHP UNIT I KERINCI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KERJA DI HUTAN KEMASYARAKATAN RANAH SAKO DESA TAMIAI

KECAMATAN BATANG MERANGIN

WILAYAH BINAAN UPTD KPHP UNIT I KERINCI

SKRIPSI

SOFIA RIMA

PROGRAM STUDI KEHUTANAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023

(2)

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KERJA DI HUTAN KEMASYARAKATAN RANAH SAKO DESA TAMIAI

KECAMATAN BATANG MERANGIN

WILAYAH BINAAN UPTD KPHP UNIT I KERINCI

SOFIA RIMA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI KEHUTANAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(3)

3

(4)

4

(5)

5

RINGKASAN

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KERJA DI HUTAN

KEMASYARAKATAN RANAH SAKO DESA TAMIAI KECAMATAN BATANG MERANGIN WILAYAH BINAAN UPTD KPHP UNIT I KERINCI. (Skripsi oleh Sofia Rima di bawah bimbingan Dr. Fuad Muchlis, S.P.,M.Si dan Dr. Ahyauddin, S.TP.,M.P)

Hutan kemasyarakatan adalah hutan yang dikatakan sebagai hutan negara yang dimanfaatkan secara lestari oleh masyarakat setempat berdasarkan fungsinya demi kesejahteraan masyarakat yang mengelola. Hutan kemasyarakatan juga merupakan wadah penyedia lahan bagi masyarakat sekitar hutan yang berprofesi sebagai petani yang kekurangan lahan. Melalui program perhutanan sosial skema hutan kemasyarakatan bisa membuka peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan secara legal. Penelitian ini mengungkapkan terkait dengan analisis efektivitas di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako berfokus pada Program Kerja di hutan kemasyarakatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai dan untuk mengukur tingkat efektivitas dari Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai.

Penelitian ini dilakukan di Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang didukung dengan Analisa kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : Studi Pustaka, wawancara, dan survey.

Hasil penelitian didapatkan bahwa Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako adalah Rencana Kerja Tahunan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada lahan kritis di dalam kawasan hutan, kegiatan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial berupa usaha kopi dan madu yang dijalankan masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan dalam wujud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan serta Pemasaran Produk Usaha Perhutanan Sosial. Hasil analisis berdasarkan rumus didapatkan rata rata setiap kegiatan masing masing memiliki persentase 90% maka dapat dikatakan bahwa kegiatan di Hutan kemasyarakatan Ranah Sako adalah Efektif.

(6)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sandaran Galeh, Kota Sungai Penuh pada tanggal 03 Juli 2000. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan ayah Haprizon dan ibu Limara Rida. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD No. 050/XI Kumun Hilir pada Tahun 2012. Tahun 2015 penulis menyelesaikan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama yaitu di SMPN 6 Model Kota Sungai Penuh, dan menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2018 di SMAN 2 Kota Sungai Penuh, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Jambi jalur SNMPTN pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Jambi, penulis tergabung ke dalam organisasi HIMAFORESTA sebagai anggota.

Penulis ditempatkan pada peminatan Manajemen Hutan pada semester ganjil tahun 2020. Penulis telah melaksanakan Praktik Kuliah Lapang di UPTD KPHP Unit I Kerinci pada tanggal 14 Juni – 21 Agustus 2021. Penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi pada tahun akademik 2022 dengan judul

“Analisis Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Wilayah Binaan UPTD KPHP Unit I Kerinci” di bawah bimbingan Bapak Dr. Fuad Muchlis, S.P.,M.Si dan Bapak Dr.

Ahyauddin, S.TP.,M.P. Penyusunan skripsi dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penulis melaksanakan ujian skripsi dan dinyatakan lulus pada tanggal 09 Desember 2022.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Penulis dengan ini mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena hikmah dan karunia-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Wilayah Binaan UPTD KPHP Unit I Kerinci” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata-1 dalam Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Kepada orang tua tercinta Ayahanda Haprizon dan Ibunda Limara Rida, serta adik tersayang saya Habib Dermawan yang tidak berhenti memberikan do’a dan dukungan moril maupun materil agar senantiasa bersyukur serta selalu berusaha demi masa depan yang baik.

2. Bapak Dr. Fuad Muchlis,S.P, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberi bimbingan, arahan, dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi.

3. Bapak Dr. Ahyauddin, S.TP.,M.P selaku dosen pembimbing II yang telah memberi bimbingan, arahan, dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi.

4. Bapak Ir. Fazriyas, M.Si., IPU.CEIA, Ibu Rince Muryunika, S.P., M.Si dan Bapak Rahmad Nurmansyah, S.Hut., M.Si selaku Dosen penguji pada seminar proposal dan skripsi yang telah banyak memberikan masukan, kritikan, dan saran pada penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Marwoto, S.Hut.,M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sejak awal perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan.

7. Staff Tata Usaha Program Studi Kehutanan atas segala bentuk bantuan selama perkuliahan.

8. Kepala UPTD KPHP Kerinci Unit I Ibu Neneng Susanti, S.Hut., M.Si, Kepala Sesi Bidang Perencanaan Bapak Mohd Pauzan, S.P beserta seluruh

(8)

ii staff kantor UPTD KPHP Unit I Kerinci yang telah memberi izin serta banyak bantuan selama melaksanakan penelitian.

9. Pendamping Perhutanan Sosial Desa Tamiai dari KPHP Kerinci Bapak Oktori Mahadiara, S.E yang telah banyak memberikan arahan yang bermanfaat selama mendampingi di lapangan.

10. Sahabat sahabat terdekat Arin Dinda,S.Sos, Nurita Leilani, Putri Juningsih, S.Hum, Dela Oktarini, S.Ked yang alhamdulillah sudah mau berproses bersama selama 15 Tahun terakhir, selalu mendukung bahkan membantu selama proses perkuliahan dan penulisan skripsi walaupun dengan banyak drama.

11. Teman-teman seperjuangan di perkuliahan Yesika S.H.E Silalahi, Erfini, Mai Klara Santi, Ika Yuliandari, dan Ani Sawitri yang insya Allah akan segera S.Hut telah mensupport selama proses perkuliahan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman R-001 (A), angkatan 2018 serta senior yang memberikan motivasi dan banyak saran juga dukungan dalam penulisan skripsi ini.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna baik dari segi persiapan maupun penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari penulis sangat diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis ingin mengucapkan terima kasih.

Jambi, Januari 2023

Penulis

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Efektivitas ... 6

2.2 Program Kerja ... 7

2.3 Perhutanan Sosial ... 8

2.4 Hutan Kemasyarakatan ... 9

2.4.1 Manfaat Hutan Kemasyarakatan ... 9

2.5 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) ... 10

2.5.1 Sejarah Wilayah KPHP ... 10

2.5.2 Posisi KPHP dalam Tata Ruang Wilayah Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh ... 11

2.5.3 Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan ... 12

2.6 Penelitian Terdahulu ... 12

2.7 Kerangka Pemikiran... 16

III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Ruang Lingkup Penelitian... 17

3.3 Alat Penelitian ... 17

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 18

3.5.1 Data Primer ... 18

3.5.2 Data Sekunder ... 18

3.6 Metode Penentuan Responden ... 19

3.7 Metode Analisis Data ... 20

3.7.1 Analisis Program Kerja ... 21

3.7.2 Analisis Efektivitas ... 21

3.8 Validitas Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 23

4.1.1 Letak dan Luas ... 23

4.1.2 Topografi Kabupaten Kerinci ... 24

4.1.3 Topografi Desa Tamiai ... 24

(10)

iv

4.1.4 Aksesibilitas ... 25

4.1.5 Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai ... 26

4.1.6 Potensi Hutan ... 27

4.1.7 Kondisi Sosial Ekonomi ... 28

4.2 Karakteristik Responden ... 28

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 29

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 29

4.3 Kelompok Tani Hutan Ranah Sako ... 30

4.4 Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako ... 31

4.4.1 Rencana Kerja Tahunan ... 31

4.4.2 RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan) ... 36

4.4.3 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial ... 40

4.4.4 Pemasaran Produk ... 43

4.5 Tingkat Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako... 45

4.5.1 Rencana Kerja Tahunan ... 46

4.5.2 Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 47

4.5.3 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial ... 48

4.5.4 Pemasaran Produk ... 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 55

(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Data Sekunder ... 19

2. Kategori Responden ... 20

3. Skala Tingkat Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan ... 21

4. Skor Persentase Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan ... 22

5. Nama Pengurus Kelompok Tani Hutan Ranah Sako ... 26

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 29

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 29

9. Persentase Skor Tingkat Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako ... 46

10. Hasil Penilaian Program Kerja Rencana Kerja Tahunan ... 47

11. Hasil Penilaian Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 48

12. Jumlah Panen Madu dalam 1 Tahun Terakhir ... 50

13. Hasil Penilaian Kelompok Usaha Perhutanan Sosial ... 50

14. Hasil Penilaian Pemasaran Produk... 51

(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 16

2. Peta Lokasi HKm Desa Tamiai ... 17

3. Peta Lokasi Penelitian HKm Ranah Sako ... 24

4. Aksesibilitas Jalan Menuju Area HKm ... 25

5. Perlindungan, Pengawasan, dan Keamanan Hutan ... 35

6. Kegiatan Sosialisasi Bantuan Bibit RHL Bersama BPDAS Jambi ... 39

7. Tinjauan Lapangan ... 40

8. Produk Kopi Robusta HKm Ranah Sako dan Kemasan Produk ... 41

9. Produk Hasil Hutan di Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai ... 43

10. Pemasaran Produk ... 45

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 55 2. Olah Data ... 57 3. Dokumentasi Penelitian ... 58

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya hutan merupakan salah satu unsur lingkungan hidup yang sangat berpengaruh besar bagi kehidupan makhluk hidup. Terkhusus bagi masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar hutan dan kebutuhan hidupnya sebagian besar bergantung terhadap sumber daya hutan. Provinsi Jambi memiliki hutan dengan luasan 2.098.535 Ha, berupa Hutan Lindung dengan luasan 179.588 Ha, 685.471 Ha dan 122.077 Ha merupakan Hutan Produksi. (BPS, 2018).

Banyak lahan yang mengalami deforestasi akibat perbuatan manusia yang mengalih fungsikan lahan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan serta kepentingan lainnya yang hanya menguntungkan satu pihak. Hal itu tercatat berdasarkan catatan KKI Warsi. Menurut data Forest Watch Indonesia, tercatat Indonesia telah kehilangan lebih kurang 23 juta hektar hutan alam sejak tahun 2000 sampai tahun 2017 lamanya. Pada tahun 2019 tercatat 324 Ha Indonesia kehilangan hutan hujan primer akibat kegiatan deforestasi dan menempati posisi negara terbanyak ketiga di dunia. (Setiyawan, 2020).

Permasalahan hutan di Indonesia tidak pernah lepas dari pembalakan liar, penebangan liar, perdagangan kayu secara ilegal serta rendahnya penanaman kembali hutan tanaman. Meningkatnya luas kawasan yang tidak terkelola dengan baik menyebabkan perekonomian masyarakat sekitar hutan yan semakin merosot, tidak teriindikasi dan masih tingginya kemiskinan bagi masyarakat yang hidup sekitar hutan. Masyarakat dengan 48,8 juta jiwa yang hidup di sekitar hutan dengan 10,2 juta diantaranya dapat dikatakan miskin. Untuk itu perlu adanya perbaikan dalam pengelolaan hutan dan dampak deforestasi. (Rahmina, 2011).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendorong program Pemberdayaan Masyarakat atau Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang kemudian namanya diperbaharui menjadi perhutanan sosial (PS) dan telah diatur pemerintah dengan PP NO.6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan rencana pengelolaan hutan dan pemanfaaatannya yang kemudian diubah menjadi pp no 3 tahun 2008. Mengingat tingginya kemiskinan masyarakat sekitar hutan dari tahun ke tahun yang sangat memprihatinkan. Perhutanan sosial merupakan kegiatan

(15)

2 pengelolaan hutan secara lestari dan berada dalam kawasan hutan serta meliputi beberapa skema diantaranya adalah hutan adat (HA), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan tanaman rakyat (HTR), dan kemitraan kehutanan.

Perhutanan sosial diyakini bisa mengurangi deforestasi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat serta keseimbangan lingkungan.

Skema Perhutanan Sosial salah satunya adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berbentuk kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan cara memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal, adil, serta berkelanjutan dan tetap menjaga kelestarian tanpa merusaknya (Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :P.88/Menhut-II/2014).

Selain itu, Kementerian Kehutanan mengeluarkan kebijakan hutan kemasyarakatan dengan melibatkan masyarakat bertujuan agar laju deforestasi di Indonesia dapat dikendalikan. Luasan seluruh Hutan Kemasyarakatan di Indonesia adalah lebih kurang 448.217 Ha dan telah berkembang di 22 provinsi.

Penetapan wilayah Hutan Kemasyarakatan adalah 162.112,91 Ha diantaranya merupakan areal usulan wilayah penetapan, untuk areal pembangunan dengan luas 208.327 Ha, 55.420 merupakan areal kerja dan areal izin sementara seluas 62.357 Ha. Salah satunya adalah Hutan Kemasyarakatan di Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci yang sudah diupayakan dari tahun 2016 (Media DAS, 2007).

Di Indonesia, implementasi perhutanan sosial saat ini masih memberikan keberhasilan terhadap Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dengan memanfaatkan sumber daya hutan tanpa merusaknya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat berupa penambahan nilai ekonomi serta membuka pasar pada produk HHBK seperti madu, aren, tengkawang, jahe, kopi, rotan, dll. Pemberdayaan yang dilakukan dari KPHP Kerinci Unit I kepada masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan di Desa Tamiai dengan menghimbau masyarakat untuk menerapkan sistem tanam berbasis agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada SK.2825/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018, Hutan Kemasyarakatan dalam Perhutanan Sosial pada KPHP Kerinci Unit I telah diberikan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan berupa ±100 Ha pada

(16)

3 kelompok tani Ranah Sako sedangkan pada kelompok usaha tani hutan Bukit Sebetung diatur menurut SK.2844/MENLHK-PSKL/PSL.0/5/2018 dengan luasan

±341 Ha dan kelompok tani hutan Bukit Tengah dengan luasan ±218 Ha diatur pada SK.2851/MENLHK-PSKL.PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018 serta kelompok tani hutan pada kawasan hutan produksi desa Tamiai dengan luasan ±68 Ha yaitu kelompok Tani Hutan Bukit Lumut dengan SK.2853/MENLHK- PSKL.PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018. (RPHJP KPHP Kerinci).

Hutan Kemasyarakatan dinilai sebagai salah satu hal yang penting bagi masyarakat Desa Tamiai, maka pengelolaannya sangat penting pula untuk dilakukan. Di samping itu, melalui ketersediaan lahan masyarakat juga bisa bercocok tanam dengan menerapkan pola tanam agroforestri yang memadukan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Efektivitas dari program kerja hutan kemasyarakatan diartikan sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang maksimal dengan keberlangsungan kegiatan yang berjalan lancar. Hutan kemasyarakatan Desa Tamiai termasuk dalam kawasan hutan produksi wilayah Kerinci. Hutan kemasyarakatan merupakan salah satu skema perhutanan sosial yang diyakini pemerintah bisa menjadi solusi untuk merehabilitasi kembali hutan yang sebelumnya rusak dan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan dengan memanfaatkan hasil hutan yang ada. Dengan kata lain, masyarakat sekitar hutan bisa memiliki kehidupan yang sejahtera. Sehingga kerusakan hutan akibat perambahan bisa berkurang.

Penelitian analisis efektivitas program kerja di hutan kemasyarakatan sangat penting dilakukan dimana hutan kemasyarakatan sebagai wadah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang hidupnya bergantung pada hasil hutan. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat bagaimana sebagian besar masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, membentuk kelompok pengelola, tergabung dalam Kelompok Tani Hutan, dan ikut aktif melaksanakan kegiatan yang terstruktur dan teratur sesuai dengan prosedur. Hutan kemasyarakatan Desa Tamiai merupakan kawasan hutan produksi dan tergabung dalam wilayah binaan UPTD KPHP Unit I Kerinci.

Masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan dan status pengelolaannya yang

(17)

4 legal sudah di sahkan berdasarkan SK no. 2825/MENLHK- PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018 yang dikeluarkan pada tanggal 09 Mei 2018 dengan jumlah 40 orang pengelola di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako dan terbagi menjadi beberapa pengurus inti.

Berdasarkan narasi di atas, yang mengungkapkan bahwa Perhutanan Sosial adalah satu cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan, khususnya masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya hutan untuk memanfaatkan hutan tanpa merusaknya dan terus menjaga keberlangsungan serta kelestarian hutan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Wilayah Binaan KPHP Unit I Kerinci”. Selain memanfaatkan sumber daya hutan tanpa merusaknya dan terus menjaga kelestarian hutan, program kerja di hutan kemasyarakatan termasuk perhutanan sosial juga berpotensi untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang mengelola hutan milik negara secara legal.

1.2 Rumusan Masalah

Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai dikelola oleh masyarakat pengelola yang sudah ditetapkan berdasarkan SK dengan No. 2825/MENLHK- PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018 dan terbagi menjadi empat Hutan kemasyarakatan.

Diantaranya adalah Hutan Kemasyarakatan Bukit Sebetung, Hutan Kemasyaraakatan Ranah Sako, Hutan Kemasyarakatan Bukit Lumut, dan Hutan Kemasyarakatan Bukit Tengah yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan dan membentuk dua kelompok usaha pada produk kopi dan madu dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Pembentukan kelompok usaha dimaksudkan sebagai wadah untuk mengembangkan usaha produk tani yang mereka hasilkan sendiri dengan menerapkan sistem tanam agroforestri yang memadukan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian diantaranya adalah jahe (Zingiber officinale), cabai (Capsium frutescens), tomat (Solanum lycopercum), durian (Durio zibethinus), terong (Solanum melongena), alpukat (Persea Americana) dan kopi (Coffea sp) sebagai tanaman pertanian, dan tanaman kehutanan surian (Toona

(18)

5 ciliata), kayu manis (Cinnamomum burmanii), dan Kayu pacat (Harpullia arborea) yang merupakan komoditas unggulan Kerinci dan sedang dijalankan di hutan kemasyarakatan Desa Tamiai Kerinci. Program kerja di hutan kemasyarakatan antara lain adalah berupa pengelolaan hutan seperti pembibitan dan penanaman tanaman kehutanan, pelatihan dan sosialisasi terkait kegiatan usaha hasil hutan yang dijalankan masyarakat, dan kegiatan usaha rutin masyarakat yang tergabung dalam kelompok usaha seperti usaha kopi, olahan jahe dan budidaya madu. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan kepada hutan kemasyarakatan Ranah Sako yang melakukan usaha pada hasil hutan kopi dan madu.

Hutan kemasyarakatan merupakan salah satu ketersediaan pangan rumah tangga yang menyediakan lahan bagi masyarakat sekitar hutan dengan mayoritas berprofesi sebagai petani namun kekurangan lahan. Melalui program Perhutanan Sosial ini, bisa membuka peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan hutan dan lahan serta menanaminya dengan jenis tanaman berbasis agroforestri di wilayah hutan kemasyarakatan secara legal. Adapun rumusan masalah dalam pembuatan skripsi ini adalah :

1. Apa saja program kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako?

2. Seberapa jauh efektivitas berjalannya program kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini yang ingin dicapai adalah sesuai dengan yang dinyatakan pada rumusan masalah, diantaranya adalah :

1. Untuk mendeskripsikan program kerja di hutan kemasyarakatan Ranah Sako 2. Untuk menganalisis efektivitas program kerja di hutan kemasyarakatan Ranah

Sako

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai efektivitas hutan kemasyarakatan berupa program kerja yang kerap dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan yang menerapkannya terkhusus pada skema Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako yang menjadi rujukan awal bagi penelitian lanjutan dengan topik yang berkaitan dengan penelitian ini.

(19)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Efektivitas Efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Selain itu, efektivitas adalah pengukuran yang meliputi hubungan antara output dan tujuan yang efektif dikur dari seberapa jauh tingkat output atau keluaran yang kebijakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang dikehendaki sebelumnya, bisa meliputi waktu, biaya, alat, tenaga kerja, dll.

(Bastian, 2013). Komunikasi dimana prosesnya mencapai tujuan juga merupakan bentuk efektivitas yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan. Atau pencapaian suatu indikator dan tujuan yang sudah dicapai sebelumnya yang ditentukan pada suatu target yang telah tercapai dan direncanakan sebelumnya.

(Effendy, 2016). Efektivitas juga bisa disimpulkan sebagai suatu kejadian yang terjadi akibat dari apa yang dikehendaki yang dikatakan efektif jika kejadian tersebut sesuai dengan hasil yang sudah direncanakan sebelumnya.

Menurut Mardalena (2017) mendefinisikan efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan pekerjaan yang benar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari sini dapat terlihat bahwa suatu pekerjaan dapat dikatakan efektif apabila pekerjaan tersebut dapat mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Artinya, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan dan sasaran yang diharapkan tidak tercapai, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Efektivitas dapat dikatakan sebagai unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Sesuatu disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Sumber daya yang dimaksud meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu program kerja dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan

(20)

7 benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat (Usman et al., 2019). Efektivitas program kerja pada organisasi pada dasarnya adalah efektivitas anggota atau dengan kata lain apabila tiap anggota organisasi terkoordinir melaksanakan tugas dan pekerjaan masing-masing dengan baik, maka efektivitas organisasi secara keseluruhan akan timbul. Secara lebih luas efektivitas merupakan sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik atau suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program- program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Sunarti, 2019).

2.2 Program Kerja

Program adalah penjabaran terperinci berupa bidang kegiatan yang digunakan untuk mencapai tujuan strategis. Penjabaran langkah-langkah serta sasaran program dan sub-program dibuat rinci sesuai dengan keperluan. Sasaran dalam program kerja adalah target untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok yang harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan dan memberikan tolak ukur yang jelas (GIZ, 2016).

Menurut Farida (2019) mengatakan bahwa program kerja merupakan salah satu bentuk praktek manajemen sebagai penyumbang efektivitas kerja atau organisasi, karena kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi pencapaian tujuan.

Melaksanakan program kerja merupakan langkah-langkah pokok yang diperlukan oleh suatu organisasi atau kelompok dalam rangka untuk mencapai tujuannya.

Untuk mencapai tujuan sebuah organisasi atau kelompok tentunya program kerja dari kelompok tersebut harus dapat berjalan dengan efektif dan terealisasi dengan baik. Jika program kerja telah berjalan dengan baik maka tujuan kelompok tersebut akan tercapai. Apabila suatu organisasi atau kelompok berhasil mencapai tujuan, maka dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif.

(21)

8 Terdapat 3 (Tiga) alasan pokok mengapa program kerja perlu disusun oleh suatu organisasi atau kelompok :

1. Efisiensi Organisasi

Dengan telah dibuatnya suatu program kerja oleh suatu organisasi, maka waktu yang dihabiskan oleh suatu organisasi untuk memikirkan bentuk kegiatan apa saja yang akan dibuat tidak begitu banyak, sehingga waktu yang lain bisa digunakan untuk mengimplementasikan program kerja yang telah dibuat.

2. Efektifitas Organisasi

Efektifnya organisasi juga dapat dilihat dari sisi ini, dimana dengan membuat program kerja oleh suatu organisasi maka selama itu telah direncanakan sinkronisasi kegiatan organisasi antara bagian kepengurusan yang satu dengan bagian kepengurusan yang lainnya.

3. Target Organisasi

Sebuah program kerja disusun salah satunya karena dilatar belakangi oleh keinginan untuk mencapai target ataupun tujuan dari sebuah organisasi dan program kerja merupakan sarana ataupun anak tangga untuk mencapai target ataupun puncak dari tujuan sebuah organisasi.

2.3 Perhutanan Sosial

Perhutanan sosial merupakan kegiatan pengelolaan hutan secara lestari dan berada dalam kawasan hutan serta meliputi beberapa skema diantaranya adalah Hutan Adat (HA), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan kemitraan kehutanan. Perhutanan Sosial diyakini bisa mengurangi deforestasi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat serta keseimbangan lingkungan. Masyarakat atau pelaku utama pengelolaan hutan telah diberikan hak pengelolaan oleh pemerintah secara bertahap, sejak awal pembangunan nasional dan hutan sosial mengalami perkembangan (Rahmawati, 2017). Pengelolaan hutan lestari dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan melalui perhutanan sosial yang diyakini sebagai perwujudan hutan lestari dengan masyarakat yang ikut terlibat di dalamnya (Nurrochmat, 2005)

(22)

9 Dirintis dan dikeluarkannya program Perhutanan Sosial sudah sejak lama yang diawali dalam bentuk kegiatan baik itu pada program perhutani maupun PMDH. Pada UU kehutanan No. 41 tahun 1999 serta PP No. 6 tahun 2007 Jo No.

3 tahun 2008 terkait tata kelola hutan, pemanfaatan, dan penyusunan rencana pengelolaan. Pemerintah membuka hak, wadah serta ruang bagi masyarakat yang lebih banyak pasca masa orde baru (Sri Susilo, 2019). Indonesia menerapkan program Perhutanan Sosial dengan tujuan untuk mitigasi peningkatan deforestasi dan degradasi hutan yang mngatasi dampak negatif pada masyarakat yang terlibat (Kumar, 2015). Presiden Joko Widodo menegaskan sasaran Perhutanan Sosial pada acara peluncuran programmnya yang man terkhusus pada masyarakat miskin, tuna lahan, serta yang hdupnya bergantung pada sumber daya dan hasil hutan (Wiratno,2017)

2.4 Hutan Kemasyarakatan

Menurut P.88/MENHUT-II/2014 Hutan Kemasyarakatan merupakan kawasan hutan milik negara yang pengelolaannya ditujukan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan itu sendiri dan diberikan hak kelola secara legal oleh pemerintah. Ketua kelompok atau gabungan kelompok masyarakat yang berkaitan tercatat sebagai pihak pemohon untuk hak kelola Hutan Kemasyarakatan. Provinsi Jambi telah menerbitkan izin Perhutanan Sosial berdasarkan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan luasan sekitar

±201.102,47 Ha, ±28.123 Ha diantaranya tercatat sebagai Hutan Kemasyarakatan,

±101.013 Hutan Desa, Hutan Adat ±11.645,68 Ha, dan Hutan Tanaman Rakyat

±37.730,65 Ha serta Kemitraan Kehutanan dengan luasan ±22.590,14 Ha. Hutan Kemasyarakatan dikatakan sebagai hutan negara yang dimanfaatkan secara lestari oleh masyarakat setempat berdasarkan fungsinya demi kesejahteraan masyarakat yang mengelolanya (Sontang, 2007).

2.4.1 Manfaat Hutan Kemasyarakatan

Keberadaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) diharapkan mampu mengubah paradigma hutan dan bisa memberikan hak hak masyarakat untuk sejahtera dan tidak ada kemiskinan. Bagi pemerintah hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan secara swadana dan swadaya berupa sumbangan tidak langsung oleh masyarakat melalui rehabilitasi. Di samping itu Hutan Kemasyarakatan juga bermanfaat sekali

(23)

10 bagi masyarakat yang mana sebagai sumber akses bagi pengelolaan kawasan hutan demi masyarakat sejahtera dan menjadi ketersediaan air bagi kehidupan dan pertanian. Akses yang diberikan pemerintah terhadap pengelolaan hutan kemasyarakatan diharapkan mampu menyelesaikan konflik kehutanan serta diyakini menjamin bagi keberlanjutannya.

2.5 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) 2.5.1 Sejarah Wilayah KPHP

Wilayah kawasan hutan produksi (HP) dengan fungsi produksi lazim disebut hutan produksi pola partisipasi masyarakat (HP3M) telah diatur berdasarkan pola ruang dan tata ruang wilayah kabupaten kerinci dan kota sungai penuh. Kawasan ini dikelola dari yang sebelumnya merupakan perladangan masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh atau juga disebut kawasan hutan eks register yang kemudian dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Yang wilayahnya dicadangkan sebagai Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan luasan ±9.361 Ha.

Pada tanggal 24 September 2009 melalui surat dirjen planologi No.S.811/VII-WP3H/2009 terkait arahan pencadangan KPHP/L Provinsi Jambi dengan 16 unit KPHP dan 1 unit KPHL. Permenhut No.6/Menhut-II/2009, dinas KLHK Jambi 2008 menyusun rancang KPHP/L sebanyak 17 unit KPHP dan 1 unit KPHL yang diacu seiring dengan rencana strategis pembangunan kehutanan sosial. Kemudian pada tanggal 22 Juni 2010 Gubernur Jambi dengan surat 522/167/I/DISHUT/2010 mengusulkan kemeneterian kehutanan RI untuk penetapan KPHP/L provinsi Jambi. Kemudian dikeluarkan SK Menhut No.77/Menhut-II/2010 oleh masyarakat kemenhut tanggal 10 Februari 2010 dengan 16 unit KPHP dan 1 unit KPHL. Sesuai dengan SK tersebut, maka KPHP Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh ditetapkan sebagai KPHP Unit I.

Pemerintah membentuk UPTD KPHP Kerinci Unit I melalui rekomendasi Gubernur Jambi diusulkan KPHP Kerinci Unit I menjadi KPHP Model di Provinsi Jambi dengan SK Bupati No.19 tahun 2013. Maka pada tanggal 27 Desember 2013 ditetapkan KPHP unit I model Kerinci (Unit I) dengan luas ±34.250 Ha menjadi KPHP model yang di dalamnya termasuk kawasan hutan produksi kota

(24)

11 Sungai Penuh ±941 Ha dengan SK Menteri Kehutanan No. SK.960/Menhut- II/2013 sehingga luas KPHP tanpa kota Sungai Penuh ±33.309 Ha.

2.5.2 Posisi KPHP dalam Tata Ruang Wilayah Pembangunan Daerah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh

Pola ruang kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan produksi (HP) salah satunya tersusun dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh di wilayah KPHP Kerinci Unit I menerapkan kawasan hutan produksi pola partisipasi mayarakat (HP3M).

Pencadangan HTR yang ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan RI No. SK .400/Menhut-II/2010. Namun untuk penetapan kawasan HP3M ditetapkan sesuai dengan SK menteri Kehutanan dan Perkebunan No.421/Kpts-II/1999 dan Gubernur Daerah TK. I Jambi No.108 Tahun 1999 tentang penetapan luas kawasan hutan kesepakatan.

Hutan kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Kerinci terdapat 19 kelompok tani hutan antara lain pada Desa Suko Pangkat Kecamatan Gunung Kerinci terdapat 4 (empat) KTH pengelola HKm yaitu KTH Sungai Kuning, KTH Sungai Batu Lebah, KTH Gunung Bujang, KTH Gunung Pua, pada Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin terdapat 4 (empat) pengelola HKm yaitu KTH Bukit Tengah, KTH Bukit Sibetung, KTH Renah Sako, KTH Bukit Lumut, pada Desa Air Terjun Kecamatan Siulak terdapat 11 (sebelas) pengelola HKm yaitu KTH Air Rasau, KTH Bukit Tirai Embun, KTH Danau Jerue, KTH Embun Pagi, KTH Jirak Sakti, KTH lubuk Lesung, KTH Napal Lintang, KTH Sungai Surian, KTH Sungai Telang, KTH Tebat Gedang 1, KTH Tebat Gedang 2.

Kawasan HP3M di Kabupaten Kerinci terdiri dari 2 (dua) kelompok hutan, yaitu : 1. Kelompok hutan Merangin Barat-Merangin Timur yang terdapat di Kecamatan

Gunung Tujuh, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Siulak, Kecamatan Siulak Mukai, Kecamatan Air Hangat Timur, Kecamatan Keliling Danau, Kecamatan Bukit Kerman, dan Kecamatan Gunung Raya

2. Kelompok hutan batas Batang Merangin Timur yang terdapat di Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Bukit Kerman, Kecamatan Batang Merangin dan Kecamatan Sitinjau Laut.

(25)

12 Pola HP3M disesuaikan dengan pelaksanaan KPH yang telah diatur dalam RTRW Kabupaten Kerinci dengan posisi dan tata kelola yang telah ditentukan oleh kebijakan provinsi, kabupaten, dan kota. Keterkaitan langsung antara pembangunan hutan dan kehutanan dengan pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan koordinasi dan kebijakakan penataan tata ruang wilayah baik provinsi kabupaten maupun kota untuk mengantisipasi agar tidak terjadi implementasi tumpang tindih program kerja serta tidak mengorbankan kepentingan pembangunan pada umumnya.

2.5.3 Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan

Isu strategis, kendala, serta pencapaian dari tahun 2016 sampai dengan 2025 antara lain adalah :

1. Kelembagaan KPHP dalam pencapaian yang mandiri menuju BLUD

2. Pengelolaan KPH dan sikronisasi rekrutmen kebutuhan pegawai PNS dan keterbatasan Sumber Daya Manusia.

3. Penataan kawasan KPHP melalui pola HP3M yang sikronisasi

4. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait birokrasi dan posisi serta peran KPHP Kerinci dalam pemerintah daerah dan pengelolaan tingkat tapak.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan perbandingan dan kajian. Analisis penelitian terdahulu ini disusun dengan tujuan untuk memaparkan hasil-hasil penelitian yang terkait dengan topik penelitian dalam penelitian skripsi ini. Selain itu setiap fenomena sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat merupakan suatu gejala multidimensi sehingga dapat dikaji lebih dari satu kali dengan berbagai sudut pandang keilmuan baik dilakukan oleh orang yang sama maupun orang yang berbeda. Penelitian tentang hutan kemasyarakatan telah banyak diteliti oleh peneliti-peneliti lokal maupun mancanegara terkhusus kegiatan perhutanan sosial sejak perhutanan sosial ini diterapkan di Indonesia. Penelitian tentang hutan kemasyarakatan telah dikaji dengan berbagai pendekatan keilmuan seperti kehutanan, pertanian, ekonomi, hukum, sosial maupun budaya dengan berbagai sudut pandang, teori dan metode penelitian.

(26)

13 Menurut penelitian Kiki Ayudanti (2017) dengan judul Analisis Efektivitas Hutan Kemasyarakatan dalam meningkatkan Pendapatan dan Tingkat Konsumsi Masyarakat Menurut Perspektif Ekonomi Islam. Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Efektivitas hutan kemasyarakatan berdasarkan 5 indikator efektivitas kebijakan dari hutan kemasyarakatan sudah berjalan efektif sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan No. 88 Tahun 2014. Keberadaan hutan kemasyarakatan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pengelolaa Hutan Kemasyarakatan. Tingkat konsumsi masyarakat pengelola hutan 61,04% merasa terpenuhi. Sedangkan 38,96% diantaranya merasa belum terpenuhi dikarenakan pendapatan diperoleh dari penggarapan lahan hutan kemasyarakatan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari hari. Persamaan pada penelitian ini terdapat pada tujuan yaitu untuk mengetahui efektivitas di wilayah hutan kemasyarakatan dan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian yang menitik beratkan pada efektivitas terhadap pandangan ekonomi islam dan rencana penelitian peneliti disertakan dengan metode kuantitatif.

Menurut penelitian M. Imam Arifandy dan Martua Sihaloho (2015) dengan judul Efektivitas pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sebagai Resolusi Konflik Sumber Daya Hutan. Hutan kemasyarakatan berbasis wisata alam (HKm- WA) merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Kabupaten Bangka Tengah. Dalam penerapannya, efektivitas program ini relatif berbeda antara suatu kelompok Hutan Kemasyarakatan dengan kelompok lainnya.

Perbedaan tingkat efektivitas ini diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh sebab itu, identifikasi terhadap faktor-faktor tersebut perlu dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dan upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan HKm-WA di Kabupaten Bangka Tengah.

Metode yang digunakan adalah struktural equation modelling dan analisis kualitatif. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan Simple Random Sampling. Unit analisis tersebut dipilih karena dalam setiap pelaksanaannya, program PHBM hanya memperbolehkan anggota LMDH saja yang dapat mengikuti program PHBM. Keanggotaan LMDH Rimba Mulya terdiri

(27)

14 dari semua penduduk yang bertempat tinggal di Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo yang terdaftar sebagai anggota dengan ditandai kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) LMDH Sumber Makmur. Jumlah sampel yang akan dijadikan responden berjumlah 40 individu anggota LMDH Rimba Mulya, Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo yang tersebar di 7 Kelompok Tani Hutan (KTH). Pemilihan sampel dengan menggunakan bantuan piranti lunak Microsoft Excel 2010 dengan menggunakan rumus =Randbeetween. Persamaan pada penelitian ini adalah sama sama melibatkan masyarakat dalam perhutanan sosial dan pengelolaan hutan.

Sedangkan perbedaan penelitian ini terdapat pada fokus penelitian ini menitik beratkan pada resolusi konflik yang terjadi dengan efektivitas PHBM sebagai resolusi konflik sedangkan penelitian peneliti menitik beratkan pada efektivitas program kerja di hutan kemasyarakatan.

Menurut penelitian Yopita Sari, Gunggung Senoaji, dan Hery Suhartoyo (2019) dengan judul Efektivitas Program Perhutanan Sosial dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan di Desa Tanjung Alam Kabupaten Kapahiang Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) dalam menjaga kelestarian kawasan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan hutan. Penelitian menggunakan metode observasi untuk mengetahui jenis tanaman, stratifikasi tajuk dan pola tanam, wawancara dan analisis good services ratio (GSR) untuk karakteristik sosial ekonomi masyarakat, untuk laju perubahan tutupan lahan menggunakan analisis spasial (Sistem Informasi Geografis). Hasil penelitian menunjukan bahwa Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Tanjung Alam Kabupaten Kepahiang berjalan efektif dalam hal melestarikan kawasan hutan, hal ini d itunjukan dengan perubahan kondisi tutupan lahannya. Pada tahun 2000 kebun campuran 121,530 ha dan lahan pertanian 43,470 ha, pada tahun 2010 terlihat bahwa terjadi peningkatan penutupan lahan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penggunaan lahan untuk lahan pertanian cenderung berkurang yaitu 18,056 Ha, dan kebun campuran meningkat menjadi 146,944 Ha. Lahan didominasi oleh kebun campuran dimana pohon-pohonnya rapat dengan kanopi menutupi areal. Persamaan penelitian ini terdapat pada fokus penelitian sama

(28)

15 sama membahas efektivitas dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan dalam program perhutanan sosial. Sedangkan perbedaan penelitian peneliti hanya tertuju pada efektivitas dan program kerja saja sedangkan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tutupan lahan dan struktur vegetasi sehingga harus menggunakan alat dan bahan tambahan seperti Archgis dan sampel tanah.

Menurut penelitian Ilhalya Putri Yuni (2021) dengan judul Pengetahuan Petani Pelak dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan petani pelak dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan petani di Hutan Kemasyarakatan Tamiai. Dalam praktek pengelolaannya HKm Desa Tamiai menerapkan sistem Pelak yang istilah umumnya adalah agroforestri. Masyarakat Kerinci sudah lama melakukan praktek ini , untuk bercocok tanam. Pelak yang dikembangkan diharapkan mampu memberi manfaat kepada masyarakat terkhusus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persamaan pada penelitian ini adalah terletak pada lokasi yang sama sama bertempat di HKm Tamiai. Namun untuk perbedaannya terletak pada topik penelitian yang berfokus pada pengetahuan petani pelak terhadap pengelolaan HKm, sedangkan peneliti berfokus pada analisis efektivitas terhadap program kerja di HKm.

Menurut penelitian Desna Mariza (2018) dengan judul Peran Stakeholder dalam Pembentukan Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi peran pihak terkait (stakeholder) dalam pembentukan wilayah HKm, menganalisis kepentingan serta pengaruh stakeholder, dan merumuskan peranan stakeholder dalam pembentukan HKm. Pembentukan HKm tidak bisa dilaksanakan oleh satu organisasi atau institusi saja namun dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pembentukan HKm. Persamaan pada penelitian ini adalah lokasi yang sama di HKm Tamiai, sedangkan perbedaannya terletak pada topik penelitian yang berfokus pada peran stakeholder sedangkan peneliti mengangkat topik analisis terhadap program kerja di HKm.

(29)

16 2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran UPTD KPHP

Kerinci Unit I

Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako

Ragam kegiatan HKm Efektivitas kegiatan HKm

Analisis Tingkat Efektivitas Program

Kerja di Hutan Kemasyarakatan

Ranah Sako

(30)

17

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama ±2 bulan, dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2022. Lokasi penelitian di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Ranah Sako Desa Tamiai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci di wilayah binaan KPHP Unit I Kerinci.

Gambar 2. Peta Lokasi HKm Desa Tamiai 3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini difokuskan kepada Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako dan Anggota Kelompok Tani Hutan Ranah Sako.

3.3 Alat Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat dokumentasi berupa kamera dan alat perekam, serta kuisioner.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber, seperti

dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini serta sumber sumber yang berkaitan serta relevan.

(31)

18 2. Wawancara, yaitu interview untuk mendapatkan data primer yang dilakukan dengan terarah dimana informan atau responden dipandu diskusi oleh peneliti terkait dengan topik penelitian.

3. Survey, merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada responden.

3.5 Jenis dan Sumber Data 3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung di lapangan dengan melalui wawancara yang dibantu kuesioner dan observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga terkait yang relevan dengan penelitian ini yaitu keadaan geografis wilayah penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan hasil wawancara dari masyarakat terkait. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan instansi terkait penelitian, dan bisa juga didapatkan dari bentuk dokumen dan pdf yang disebar luaskan dan di publikasikan di internet.

(32)

19 Adapun jenis data sekunder yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 1. Data Sekunder

No. Jenis data Sumber data 1. 1. Peraturan perundang undangan Studi Pustaka terkait

terkait masalah perhutanan sosial dan hutan kemasyarakatan

2. 2. Sejarah wilayah hutan produksi KPHP Kerinci KPHP Kerinci

3. 3. Sejarah terbentuknya KPHP Kerinci kawasan HKm Tamiai

4. 4. Kondisi umum KPHP Kerinci, dinas

lokasi penelitian PMD, Kantor Kepala (kondisi sosial dan ekonomi) Desa, Camat, dll.

5. 5. Program kerja di KPHP Kerinci 6. Hutan kemasyarakatan

Desa Tamiai

7. 6. Data penunjang lainnya Instansi terkait

3.6 Metode Penentuan Responden

Moleong (2010) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. peneliti mendeskripsikan subjek penelitian sebagai pelaku yang merupakan sasaran pengamatan atau informan pada suatu penelitian yang diadakan oleh peneliti. Penentuan responden pada penelitian ini adalah metode sensus dengan pertimbangan bahwa informan adalah pelaku, baik individu maupun instansi terkait yang ikut serta dalam pengelolaan. Dalam hal ini, responden harus cepat dan tepat dalam memberikan informasi yang diperlukan berdasarkan fokus dan tujuan penelitian. Data yang diambil terkait dengan fakta fakta yang terjadi terkait dengan efektivitas program kerja hutan kemasyarakatan di Desa Tamiai. Apabila jumlah responden kurang

(33)

20 dari 100, maka sampel dipilih semuanya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Sedangkan apabila jumlah responden lebih dari 100 maka sampel diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. (Arikunto, 2012)

Berdasarkan kebutuhan sumber data dalam penelitian ini, peneliti memilih responden antara lain :

Tabel 2. Kategori Responden

No. Kategori Jumlah 1. Anggota KTH Ranah Sako 40 orang Sumber : SK no. 2825/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018

Populasi di dalam penelitian ini merupakan seluruh masyarakat Desa Tamiai yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Ranah Sako dan ikut serta dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan serta tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Selain itu, untuk melengkapi data penelitian peneliti juga mewawancarai pendamping dan penyuluh Perhutanan Sosial sebagai key informan.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan yaitu gabungan antara analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif merujuk kepada rumusan masalah pertama yaitu menjelaskan terkait dengan program kerja di hutan kemasyarakatan ranah sako dan analisis data kuantitatif merujuk pada rumusan masalah kedua yaitu mengukur efektivitas program kerja di hutan kemasyarakatan. Uraian data dan gambaran informasi yang diperoleh dari hasil wawancara merupakan bagian dari data kualitatif berguna untuk memperkuat hasil dari data kuantitatif berupa kuisioner.

Penggunaan metode analisis pada data ini adalah untuk mengukur pendapat, sikap serta persepsi dari seseorang terhadap suatu fenomena sosial.. Item item instrument yang disusun dari indikator dan dijadikan titik tolak yang dapat berupa pernyataan dan pertanyaan. Pengukuran item isntrumen dapat diukur menggunakan gradasi dari sangat setuju sampai tidak setuju. (Sugiyono, 2017).

(34)

21 3.7.1 Analisis Program Kerja

Analisis Program Kerja dapat diukur dari Rencana Kerja Tahunan (RKT) Hutan Kemasyarakatan dan pernyataan yang diberikan responden dari hasil wawancara dan observasi lapangan. Beberapa pernyataan responden kemudian disesuaikan dengan fakta lapangan dan ulas secara rinci terkait topik topik yang merujuk pada program kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako. Jenis program kerja pada rumusan masalah merujuk pada keingin tahuan terhadap apa saja program kerja di hutan kemasyarakatan. Sehingga untuk program kerja sendiri bisa dijabarkan dan dideskripsikan pada bagian hasil dan pembahasan.

3.7.2 Analisis Efektivitas

Analisis data ini dilakukan dengan cara responden memberikan penilaian terhadap masing-masing pernyataan yang telah diberikan oleh peneliti melalui kuisioner. Berdasarkan penilaian tersebut akan diberi skor mulai dari 1, 2, dan 3.

Kemudian skor tesebut dijumlahkan per masing-masing poin pernyataan, sehingga nantinya akan diketahui tingkat efektivitas program kerja di hutan kemasyarakatan Desa Tamiai Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci dan merupakan wilayah binaan UPTD KPHP Unit I Kerinci. Adapun skala tingkat efektivitas dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3. Skala Tingkat Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan

Kategori Kode Skor

Iya YA 3

Sedang SDG 2

Tidak TDK 1

Penilaian dilakukan dengan membandingkan jumlah skor jawaban yang diperoleh dengan nilai skor tertinggi kemudian dikalikan dengan 100% maka akan dihasilkan persentase yang diharapakan (Sugiyono, 2017).

𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑘𝑜𝑟 =jumlah skor yang didapat

Jumlah skor tertinggi x 100%

Setelah menunjukkan jumlah jawaban yang telah dipersentasekan maka untuk mengukur tingkat efektivitasnya dapat dilihat pada Tabel berikut :

(35)

22 Tabel 4. Skor Persentase Efektivitas Program Kerja di Hutan Kemasyarakatan

Kriteria Penilaian Skor Persentase

Efektif 66,67% - 100%

Cukup Efektif 33,34% - 66,66%

Tidak Efektif 0% - 33,33%

Sumber : Sugiyono, 2017.

Pernyataan dapat berupa skor yang mana skor bisa dijumlahkan untuk mengetahui efektivitas program kerja di Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako Desa Tamiai.

3.8 Validitas Data

Pada penelitian ini validitas atau keabsahan data diuji dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi sumber data. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, studi litertur dan observasi yang dilakukan terhadap informan (Sugiyono, 2017).

Langkah-langkah dalam triangulasi sumber yang dilakukan meliputi : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara.

2. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berlainan.

(36)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas

Secara administratif Kabupaten Kerinci terletak pada wilayah provinsi Jambi. Secara umum, wilayah Kabupaten Kerinci berbatasan dengan Kabupaten Merangin dan Kabupaten Solok Sumatera Barat dengan secara geografis berada pada koordinat 01º40’4” - 2º26’54” LS dan 101º08 - 101º40’. Kabupaten Kerinci memiliki dataran tinggi dengan kisaran tinggi sekitar 600-3085 Mdpl dengan topografi datar, bergelombang dan berbukit. Kabupaten Kerinci juga memiliki curah hujan sekitar 1.475- 2.356 mm per tahun dengan suhu udara mencapai 18- 26º C, kelembaban udara yaitu 82-89%.

Setelah pemekaran wilayah Kota Sungai Penuh, wilayah Kabupaten Kerinci menjadi 329.896 Ha. Dengan 16 Kecamatan tersebar secara administratif yang terdiri dari Kecamatan Gunung Tujuh, Kecamatan Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kecamatan Gunung Kerinci, Kecamatan Batang Merangin, Kecamatan Bukit Kerman, Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Keliling Danau, Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Sitinjau Laut, Kecamatan Siulak, Kecamatan Siulak Mukai, Kecamatan Air Hangat, Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Depati VII, dan Kecamatan Air Hangat Timur.

Adapun batas batas wilayah Kabupaten Kerinci yaitu sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin Provinsi Jambi c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Merangin

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

(37)

24 (Sumber : KPHP Kerinci Unit I)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian HKm Ranah Sako 4.1.2 Topografi Kabupaten Kerinci

Kabupaten Kerinci termasuk daerah yang memiliki topografi berbukit dan bergunung dengan luasan sekitar ±81,22%. Wilayah Kabupaten Kerinci terletak di atas ketinggian 1000 Mdpl yakni berkisar anatara 500-1000 Mdpl seluas 72.295 Ha (17,20%) sedangkan seluas 6.636 Ha berada pada ketinggian 500 Mdpl (1,5850 Ha terdapat di Batang Merangin) yang dimana pada ketinggian 500-3805 Mdpl merupakan bagian Bukit Barisan.

Dilihat dari ketinggian wilayah menunjukkan pengembangan wilayah di Kabupaten Kerinci yaitu pada wilayah terbangun dan dijadikan sebagai wilayah perkotaan dan pemukiman dengan ketinggian wilayah sekitar 100-500 Mdpl.

Sementara untuk luasan >1000 dpl merupakan Kawasan hutan milik Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

4.1.3 Topografi Desa Tamiai

Desa Tamiai termasuk ke dalam Kecamatan Batang Merangin wilayah Kerinci Provinsi Jambi. Beberapa desa berdampingan dengan Desa Tamiai antara lain Desa Pematang Lingkung, Desa Batang Merangin, dan Desa Muara Emat.

Kondisi geografis Desa Tamiai yaitu berkisar antara 101º36’0” - 101º48’0” Bujur

(38)

25 Timur dan 2º1’0” - 2º12’0” Lintang Selatan. Desa Tamiai memiliki luasan sekitar

±34.80,68 Ha dan memiliki ketinggian 700 -1780 mdpl, Desa Tamiai juga memiliki ketinggian yang beragam mulai dari yang tertinggi sampai terendah dan memiliki suhu rata rata 20-26ºC. jarak tempuh menuju desa tamiai dari pusat perkotaan adalah 1 jam 30 menit menggunakan kendaraan bermotor dan memiliki akses jalan yang cukup baik. Adapun perbatasan Desa Tamiai yaitu Sebalah Utara Taman Nasional Kerinci Seblat sebelah Selatan Desa Pasar Tamiai, sebelah Barat Desa Pematang Lingkung dan sebelah Timur Desa Pasar Tamiai.

4.1.4 Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju Desa Tamiai bisa digunakan dua jalur untuk sampai di lokasi penelitian. Jarak yang ditempuh menghabiskan waktu sekitar ± 2 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari pusat Kota Sungai Penuh atau kantor UPTD KPHP Unit I Kerinci apabila menempuh jalur Desa Debai, sedangkan menghabiskan waktu ± 90 menit dengan menempuh jalur Desa Pulau Sangkar dan Desa Pidung. Aksesibilitas untuk menuju lokasi HKm sendiri melalui jalan darat sehingga bisa menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Namun, akan lebih baik jika menggunakan spesifikasi kendaraan yang cocok dalam perbukitan mengingat jalan masih tanah dan akan becek apabila terjadinya hujan sehingga bisa mempersulit dalam aksesibilitas. Waktu tempuh dari pemukiman masyarakat ke lokasi HKm adalah ±30 menit.

Gambar 4. Aksesibilitas Jalan Menuju Area HKm

(39)

26 4.1.5 Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai

Secara umum Desa Tamiai terdiri dari 532 Ha Hutan Kemasyarakatan dari seluruh Hutan Kemasyarakatan yang dikelola oleh kelompok tani. Diantaranya adalah 195 Ha Bukit Sebetung, 168 Ha Bukit Tengah, 100 Ha Ranah sako dan 69 Ha Bukit Lumut. (RPHJP KPHP Kerinci). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan hak izin Kelola kepada Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako dengan SK.2825/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018 khusus untuk Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako yang menjadi topik pada penelitian ini.

Adapun kepengurusan Hutan Kemasyarakatan Ranah Sako adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Nama Pengurus Kelompok Tani Hutan Ranah Sako No. Nama Jabatan

1. Saprijon Ketua Umum 2. Pirdaus Sekretaris Umum 3. Ennita Bendahara Umum

4. Eko Fransandi Ketua KUPS Usaha Kopi 5. Ade Apputra Ketua KUPS Usaha Madu Sumber : Data primer diolah, 2022

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, aspek pengembangan Hutan Kemasyarakatan dalam masyarakat pada umumnya mengikuti aturan aturan yang sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang sudah ditetapkan oleh KPHP yang berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 09 Tahun 2021 tentang pengelolaan Perhutanan Sosial. (RPHJP KPHP Kerinci). Berdasarkan aspek pengawasan, peran pemerintah dalam mengawasi masyarakat dengan melakukan pemantauan dan monitoring dalam sistem pengelolaan masyarakat. Kegiatan pengawasan dilakukan langsung oleh pihak KPHP terhadap kegiatan kegiatan yang berlangsung di HKm. Selain kegiatan pengawasan, pihak KPHP juga melakukan kegiatan pemberian pengetahuan kepada masyarakat dalam mengembangkan kegiatan kegiatan yang sedang berlangsung di lapangan. Seperti pengembangan model penanaman agroforestri, kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mulai dari pembibitan, penanaman, serta pemeliharaan. Kegiatan pemberian pengetahuan dilakukan sesuai dengan

(40)

27 pengalaman sebelumnya. Masyarakat mengikuti tata cara pengelolaan yang diarahkan oleh pihak KPHP merujuk kepada Rencana Kerja Tahunan yang disertai aturan aturan di dalamnya. Bagi masyarakat yang melanggar aturan tersebut, diberikanlah sanksi yang tegas dan sudah disepakati oleh berbagai pihak termasuk masyarakat anggota pengelola. Apabila pelanggaran berat terjadi maka dapat diberikan sanksi yang tegas yakni berupa kesalahan masyarakat sendiri dalam mengambil lahan milik orang lain atau masyarakat bukan anggota HKm, sanksi juga diberikan kepada pelanggaran berupa mengambil hasil perkebunan milik orang lain maka akan diberi sanksi yang tegas dalam mengembangkan HKm ini. Pemerintah akan menindak tegas kepada pelanggaran yang terjadi tanpa ada tingkatan. Sanksi yang diberikan akan sama Ketika masyarakat mengalami pelanggaran diluar yang sudah ditetapkan maka akan melibatkan pihak kepolisian dalam menangani kasus ini.

4.1.6 Potensi Hutan

Potensi pohon kehutanan yang ada di Desa Tamiai masih terbilang asri.

Masyarakat disana hampir tidak pernah melakukan penebangan pohon kecuali dengan izin. Salah satu penyebabnya adalah sudah didirikannya PLTA di Desa Tamiai, sehingga dengan dorongan dari pemerintah masyarakat meyakini bahwa pohon adalah sumber air dan memeliharanya dengan baik. Untuk itu masyarakat mengelola hutan dengan sebaik mungkin serta melakukan kegiatan RHL pada lahan kritis dengan pengadaan bibit, baik itu pembelian sendiri secara pribadi maupun dari bantuan pemerintah.

Masyarakat melakukan penanaman berbasis agroforestri yang memadukan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian diantaranya adalah jahe (Zingiber officinale), cabai (Capsium frutescens), tomat (Solanum lycopercum), durian (Durio zibethinus), terong (Solanum melongena), alpukat (Persea Americana) dan kopi (Coffea sp) sebagai tanaman pertanian, dan tanaman kehutanan surian (Toona ciliata), kayu manis (Cinnamomum burmanii), dan Kayu pacat (Harpullia arborea) yang merupakan komoditas unggulan Kerinci dan sedang dijalankan di hutan kemasyarakatan Desa Tamiai Kerinci. Selain hasil hutan kayu pada wilayah Hutan Kemasyaratan Desa Tamiai juga ditemukan hasil hutan bukan kayu seperti jernang dan rotan termasuk madu. Selain itu juga ditemukan beberapa jenis satwa

(41)

28 baik itu yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi di kawasan Hutan Kemasyarakatan Desa Tamiai termasuk Ranah Sako diantaranya adalah Babi Hutan (Sus scrofa), Musang (Paradoksurus hermaphrodihus), Berang-berang (Tragulus sp.) Jelarang (Ratufora bicolor), Tikus (Rattus sp), dan Simpai (Presbytus melalophos). (RPHJP KPHP Kerinci).

4.1.7 Kondisi Sosial Ekonomi

Berdasarkan data yang diperoleh, mata pecaharian anggota kelompok Ranah Sako adalah petani. Tingkat perekonomian bahkan Pendidikan masih tergolong rendah. Terkhusus untuk anggota kelompok Ranah Sako sendiri Sebagian besar hanya tamatan SMA dan SMP. Beberapa diantaranya juga mengenyam Pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Sedikit diantaranya yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Masyarakat anggota kelompok hidupnya sangat bergantung pada lahan hutan kemasyarakatan yang mereka kelola mengingat masyarakat disana tergolong sebagai petani yang kekurangan lahan Sehingga mereka memanfaatkan lahan HKm untuk bercocok tanam disamping mengelola HKm itu sendiri. Adapun kegiatan pertanian masyarakat biasanya adalah perkebunan cabai, kopi, tomat, dan hasil tanaman pertanian lainnya dengan memadukan dengan potensi tanaman kehutanan di area HKm.

4.2 Karakteristik Responden

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai pengelolaan hutan kemasyarakatan Ranah Sako berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut : Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Sampel Persentase 1. Laki laki 32 80%

2. Perempuan 8 20%

Sumber : Data primer diolah, 2022

Pada hasil pengamatan yang didapatkan di lapangan bahwa anggota kelompok Tani Hutan Ranah Sako terhitung lebih dominan kepada anggota laki laki yang tercatat sebanyak 32 orang dengan persentase 80% dari perempuan yang tercatat sebanyak 8 orang dengan persentase 20%.

(42)

29 4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai tingkat umur responden masyarakat Kelompok Tani Hutan Ranah Sako adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No. Umur Sampel Persentase 1. >45 15 40%

2. 25-45 25 60%

3. <25 0 0%

Sumber : Data primer diolah, 2022

Pada Program kerja Hutan Kemasyarakatan ini menunjukkan responden dengan umur responden terbanyak dari umur 25-45 dengan persentase 60%, hal ini menunjukkan mayoritas responden Hutan Kemasyarakatan ini adalah umur 25- 45 sedangkan umur >45 hanya 40% maka dilihat dari data menujukkan responden yang berkategori dewasa yang pada umumnya mengikuti kegiatan Hutan Kemasyarakatan ini, sedangkan umur <10 tahun-24 tahun tidak ada yang artinya tidak ada anggota atau responden yang berkategori anak anak atau masih sekolah tergabung dalam kelompok. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa anggota Kelompok Tani Hutan Ranah Sako berdasarkan kategori umur dominan adalah umur 25-45 tahun dengan persentase 60%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif dan dari hal tersebut diharapkan bahwa kelompok bisa melakukan kegiatan dengan lebih produktif dan peningkatan kinerja agar lebih baik.

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai tingkat Pendidikan responden masyarakat Kelompok Tani Hutan Ranah Sako adalah sebagai berikut : Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Terakhir Sampel Persentase 1. Perguruan Tinggi 3 7,5%

2. SLTA 13 32,5%

3. SLTP 16 40%

4. SD/Sederajat 8 20%

Sumber : Data primer diolah, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Hasil Prakualifikasi Kajian Pola Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK SPDT) , Nomor : 3-4/PRKT.PQ/PAN/SET-KPDT/V/2012 tanggal 22 Mei 2012, dengan

2) Bidang Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (PkM) 3) Bidang Organisasi dan Kelembagaan dan Pencitraan Publik 4) Bidang Pemberdayaan Human Capital.. 5) Bidang Pengelolaan Aset

Memperhatikan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti proses pengadaan untuk Paket Pekerjaan Pembangunan Balai

o Kode Nama Matakuliah SKS Semester Wajib/Pilihan Prasyarat

Sehubungan telah memasuki tahap pembuktian kualifikasi terhadap dokumen penawaran paket pekerjaan Penyusunan Dokumen Perencanaan Plaza Terbuka Perkantoran Setu, maka

Dihadiri Oleh Direktur Utama/pimpinan Perusahaan/Kepala Cabang, atau penerima kuasa dari Direktur Utama /Pimpinan Perusahaan yang nama penerima kuasanya tercantum

Minat Studi Kimia AnorganikA. No Kode Nama Matakuliah

Buku Statistik Kepariwisataan Tahun 2013 ini memuat data kepariwisataan DIY seperti jumlah kunjungan wisata- wan, wisatawan yang menggunakan jasa akomodasi, asal wisatawan,