• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Perlindungan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II Tinjauan Pustaka A. Konsep Perlindungan Hukum"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

27

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Konsep Perlindungan Hukum

Menurut Harjono, perlindungan hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal protection, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut rechtsbescherming, yang berarti bahwa perlindungan hukum sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum untuk ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, dengan menjadikan kepentingan-kepentingan yang perlu dilindungi tersebut sebagai sebuah hak hukum.29

Menurut Setiono perlindungan hukum merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan

29Harjono. 2008. Konstitusi sebagai Rumah Bangsa. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Hal, 357.

(2)

28

aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman bagi manusia untuk menikmati martabatnya.30 Prinsip hukum di Indonesia berlandaskan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah Negara. Prinsip perlindungan hukum bertumpu pada adanya hak asasi manusia yang membuat adanya pembatasan pada hak dan kewajiban baik masyarakat maupun pemerintah.31 Selain itu yang mendasari harus adanya perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah adalah prinsip Negara hukum, hal ini berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia menjadi tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari Negara hukum. 32

Menurut Philipus M. Hadjon, prinsip perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta

30 Setiono. 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum). Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Surakarta. Hal, 3.

31 Yassir Arafat. 2015. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum yang Seimbang. Jurnal Rechtens. Universitas Islam Jember. Vol IV. No. 2.

Edisi 2 Desember 2015. Hal, 34

32 Ibid.,

(3)

29

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya, yang artinya hukum memberikan perlindungan terhadap hak dari seseorang terhadap sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.33 perlindungan hukum bagi masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu:34

a. prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, prinsip ini bersumber dan bertumpu pada konsep mengenai pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia, dan hal ini mengarah pada pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Konsep

33 Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya. Penanganan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara. Surabaya. PT Bina Ilmu. Hal, 25.

34 Ibid., Hal, 19

(4)

30

mengenai prinsip hukum didasarkan pada Pancasila.

b. selanjutnya prinsip hukum terbentuk karena berupaya melindungi masyarakat dari pemerintah. Perlindungan hukum merupakan upaya Negara dalam melindungi masyarakat sebagai subjek hukum dari tindakan sewenang- wenang oleh penguasa terhadap kepentingan tertentu yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

B. Teori Hukum sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat

Law as a tool social engineering merupakan teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai sosial dalam masyarakat. Hukum sendiri memiliki peranan penting dalam suatu masyarakat yaitu untuk tercapainya

(5)

31

sebuah keadilan yang berguna untuk kebaikan masyarakat, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, serta tujuan lainnya, namun hal ini terkadang tidak berjalan sesuai dengan tujuan adanya hukum, dimana penguasa Negara menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan masyarakat agar dapat mengarahkan sesuai dengan keinginan penguasa. Konsep yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yaitu mengenai konsep hukum yang menjadi alat untuk merubah masyarakat atau bisa disebut dengan rekayasa sosial, hal ini digolongkan berdasarkan kepentingan sosial dan apa yang membuat suatu hukum berkembang. 35 kerangka dasar yang digunakan oleh Roscoe Pound adalah memperhatikan kepentingan sosial yang lebih luas. Roscoe Pound mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi hukum yang ada di dalam masyarakat.

35Johanes Ibrahim kosasi, Kumpulan kertas kerja panelis, Universitas Kristen Maranatha

(6)

32

Kenyataan hukum adalah kemauan public, sehingga hukum tidak hanya bagaimana hukum ditulis dalam buku melainkan juga menunjukan kompromi antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat demi terciptanya kepastian hukum dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat terhadap pembentukan hukum dan orientasi hukum.36

Dalam sistem hukum yang maju dengan pembuatan dan perkembangan hukum didesain secara profesional dan logis, tidak disangsikan lagi bahwa produk hukum dapat mempengaruhi, bahkan mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat.37 Sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa komponen yang dapat menjadi alat kontrol sosial, yakni merupakan alat untuk mengontrol perilaku masyarakat.

Salah satunya adalah hukum. Alat kontrol sosial lainnya selain hukum adalah agama, moralitas, adat kebiasaan,

36 Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana Prennamdeia Group, 2013), hal 248.

37 Munir Fuady, Sosiologi Hukum Kontemporer “Interaksi Hukum, Kekuasaan, dan Masyarakat”, (Jakarta: Kencana, 2011), hal 61.

(7)

33

pendidikan, kesenian, pers, keteladanan pemimpin, dan lain-lain. Karena hukum merupakan alat kontrol sosial, maka lembaga-lembaga hukum dengan sendirinya juga merupakan lembaga (agency) kontrol sosial. 38 control yang diperlukan untuk mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial, hukum sebagai alat untuk mengontrol masyarakat, hal ini merupakan fungsi utama dari Negara dan bekerja melalui penerapan suatu hukum dilaksanakan. Namun menurut pound hukum saja tidak cukup, dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama juga menjadi hal penting dalam berfungsinya suatu hukum.

Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik beratkan hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of social engineering”

(Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat).Untuk dapat memenuhi peranannya Roscoe Pound lalu membuat penggolongan

38 Ibid, hal 62

(8)

34

atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum itu sendiri, yaitu sebagai berikut:39

1. Kepentingan Umum (Public Interest)

a. Kepentingan negara sebagai Badan Hukum

b. Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.

2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest) a. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban b. Perlindungan lembaga-lembaga sosial c. Pencegahan kemerosotan akhlak d. Pencegahan pelanggaran hak e. Kesejahteraan sosial.

3. Kepentingan Pribadi (Private Interest) a. Kepentingan individu

b. Kepentingan keluarga c. Kepentingan hak milik.

Klasifikasi diatas dapat ditarik 2 (dua) hal,40 yang pertama pound mengikuti garis pemikiran yang berasal dari Von Jhering dan Jeremy Bentham, yaitu berupa pendekatan terhadap hukum sebagai jalan kearah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Penggolongan kepentingan tersebut melanjutkan pa yang telah dilakukan

39 Andro Meda, “Sosiologi Hukum (Aliran Sociological jurisprudence)” diakses di

http://akhyar13.blogspot.com/2014/05/sosiologi-hukum-aliran- sociological_8330.html pada 31 Juli 2021

40 Hutagalung, Thoga, Hukum dan Keadilan dalam pemahaman filsafat pancasila dan undang-undang 1945 disertasi, Bandung: Universitas Padjadjaran, Hal 130

(9)

35

oleh Von Jhering. Lalu yang kedua membantu menjelaskan premis-premis hukum sehingga membuat pembentuk undang-undang, hakim, pengacara, dan pengajar hukum menyadari akan prinsip dan nilai dalam tiap persoalan khusus, yang artinya hal ini membantu menghubungkan prinsip hukum dengan praktiknya.

Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social engineering and social control) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat.

Keadilan adalah lambang usaha penyesuaian yang harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan.

Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara.41 Roscoe

41 Andro Meda, “Sosiologi Hukum (Aliran Sociological jurisprudence)” diakses di

http://akhyar13.blogspot.com/2014/05/sosiologi-hukum-aliran- sociological_8330.html pada 31 Juli 2021

(10)

36

Pound beranggapan bahwa hukum memiliki sifat mekanisme sehingga disebut “tool”.42 Itulah sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah “sarana” daripada alat. Disamping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia konsepsi tersebut dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop43 dan policy oriented dari Lasswell dan Mc Dougall.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya, seperti telah dikemukakan dimuka, di Indonesia yang paling menonjol

42 Sidharta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke- Indonesiaan,(Jakarta: CV Utomo, 2006), hal. 415.

43 Ibid.,Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan

masyarakat”/”law as a tool of social engeneering” atau “sarana pembangunan” dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat”

didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan.

(11)

37

adalah perundang-undangan, yurisprudensi juga berperan namun tidak seberapa. Agar supaya dalam pelaksanaan perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran Sociological Jurisprudence yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat.44 Sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat dilaksanakan dan akan mendapat tantangan- tantangan. Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti merubah sikap mental masyarakat tradisional ke arah modern, misalnya larangan penggunaan koteka di Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan sebagainya. 45

Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang ditujukan untuk mengubah

44 Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal 74.

45 Ibid.,

(12)

38

perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.46 Salah satu masalah yang dihadapi di dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai soft development yaitu dimana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif.47 Gejala- gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Faktor-faktor itulah yang harus diidentifikasikan, karena suatu kelemahan yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan- tujuan tersebut. kalau hukum merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hukum

46 Soekanto Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), hal. 135.

47 Ibid.,

(13)

39

sebagai sarana saja tetapi pengetahuan yang mantap tentang sifat-sifat hukum juga perlu diketahui untuk agar tahu batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana untuk mengubah ataupun mengatur perilaku warga masyarakat. Sebab sarana yang ada, membatasi pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana yang tepat untuk dipergunakan.

Di Indonesia konsep ini diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yang dimana beliau menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak cukup berperan sebagai alat melainkan sebagai sarana pembaharuan masyarakat.48 Dengan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, konsepsi “law as a tool of social engineering”

yang merupakan inti pemikiran dari aliran pragmatic legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia. Menurut pendapat Mochtar

48 Firman Muntaco, hukum sebagai alat rekayasa sosial dalam praktek berhukum di Indonesia,

(14)

40

Kusumaatmadja49, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya, alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan paham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.

Dalam praktek pemerintahan di Indonesia konsep law as tool of social engineering diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa, hukum di Indonesia tidak cukup berperan sebagai alat, melainkan juga sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa: “Pendayagunaan hukum sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat

49 Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan.

(Bandung: Binacipta, 2006), hal 9.

(15)

41

menuju skenario kebijakan pemerintah (eksekutif) amatlah terasa diperlukan oleh negara-negara berkembang, jauh melebihi kebutuhan negara-negara industri maju yang telah mapan, karena negara-negara maju telah memiliki mekanisme hukum yang telah “jalan” untuk mengakomodasi perubahan-perubahan di dalam masyarakat, sedangkan negara-negara berkembang tidaklah demikian”. Berdasarkan pendapat di atas lebih memperjelas pendirian Mochtar yang hendak menyatakan bahwa, mekanisme hukum di negara-negara berkembang belum semapan di negara-negara maju. Oleh karena itu hukum diperlukan untuk merekayasa perilaku/sikap tindak masyarakat agar dapat mendukung pembangunan ekonomi dan sosial yang akan terus membawa masyarakat Indonesia untuk ikut ambil bagian. Selain itu, penggunaan hukum sebagai alat rekayasa sosial oleh Mochtar juga dimaksudkan agar perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat dikontrol agar dapat berjalan

(16)

42

dengan tertib dan teratur. Sekilas nampak pendapat Mochtar di atas cocok dengan kebutuhan pembangunan hukum di Indonesia, karena bagi bangsa yang belum lama merdeka, strategi untuk dapat menangkap dan mengakomodasi perubahan nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat dalam rangka mengembangkan skenario bagi kebijakan pemerintah yang tertuang dalam bentuk berbagai peraturan perundang-undangan merupakan kebutuhan yang nyata. Namun, setelah demikian banyak peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka pembangunan sosial ekonomi dengan mendasarkan diri pada konsep law as tool of social engineering, ternyata pembangunan sosial ekonomi yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk mengubah perilaku masyarakat di bidang sosial maupun ekonomi tidak berhasil mewujudkan tujuan nasional, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

(17)

43

C. Teori Asas-asas Hukum Kontrak

Perjanjian sendiri memiliki 4 unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan KUHPerdata Pasal 1320, Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 (empat) syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang

Syarat sah nya suatu perjanjian adalah 4 hal diatas, namun jika salah satunya tidak terpenuhi tidak semata- mata membatalkan perjanjian, ada yang disebut dengan syarat objektif dan subjektif, dimana jika unsur subjektif tidak terpenuhi perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan tidak semata-mata perjanjian tersebut batal, sedangkan saat perjanjian yang tidak terpenuhi adalah syarat objektif maka perjanjian tersebut dianggap sejak awal tidak ada. Syarat subjektif dari perjanjian antara lain adalah adanya

(18)

44

kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dan kecakapan orang perorangan yang terikat di dalam sebuah perjanjian, jika kedua hal ini tidak terpenuhi maka tidak semata-mata perjanjian tersebut dibatalkan, akan tetapi perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan syarat objektif yaitu kontrak harus dibuat karena suatu pokok persoalan tertentu; dan objek di dalam perjanjian merupakan suatu sebab yang tidak terlarang.

Sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini mengenai perjanjian, biasanya perjanjian dibuat dengan sistem terbuka dengan kata lain perjanjian dibuat bebas sesuai dengan kesepakatan pihak yang berada di dalam perjanjian tersebut. Sesuai dengan yang telah diatur didalam KUHPerdata Pasal 1338 yang berbunyi semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena

(19)

45

alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam perjanjian biasanya berisi mengenai hak dan kewajiban dari pihak yang terikat didalam perjanjian, hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian, pertanggungjawaban dari pihak jika terjadi force majeur.

Dalam perjanjian ada 5 asas hukum kontrak, yaitu:50

1. asas kebebasan berkontrak, berasal dari KUHPerdata Pasal 1338 dimana menjelaskan adanya kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat, mengadakan perjajian dengan siapapun, dalam menentukan isi perjanjian dan pelaksanaan dan persyaratannya, sera menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

2. asas konsensualisme, menjelaskan mengenai perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan kesepakatan kedua belah pihak.

3. asas kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda), merupakan asas yang berhubungan dengan akibat dari dibuatnya sebuah perjanjian. Asas ini artinya adalah perjanjian yang dibuat merupakan undang-

50 M. Muhtarom, Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak, SUHUF, Vol. 26, No. 1, Mei 2014, Hal 48-56

(20)

46

undang bagi pihak yang terikat di dalam perjanjian tersebut, sehingga pihak ketiga harus menghormati kontrak/perjanjian yang telah dibuat oleh pihak dalam kontrak.

4. asas itikad baik (Good Faith), Sesuai dengan KUHPerdata Pasal 1338, yang dimana menjelaskan bahwa sebuah perjanjian harus dibuat dan dilaksanakan dengan itikad baik, sehingga hal ini menjelaskan bahwa setiap pihak yang terikat kontrak dengan itikad baik.

5. asas kepribadian (Personality), perjanjian yang dibuat hanya untuk kepentingan perseorangan saja, yang dimaksud adalah perjanjian hanya dapat dibuat untuk dirinya sendiri.

Asas-asas hukum perikatan selain daripada yang telah disebutkan diatas, yaitu:51

1. Asas kepercayaan, setiap orang yang mengadakan/membuat perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka dikemudian hari.

2. Asas persamaan hukum, bahwa setiap subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama di depan hukum.

3. Asas keseimbangan, merupakan asas yang menghendaki setiap pihak dalam perjanjian, memenuhi dan melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang diperjanjikan.

4. Asas kepastian hukum, menjelaskan bahwa perjanjian mengandung kepastian hukum,

51 Ibid.,

(21)

47

yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

5. Asas moralitas, merupakan perbuatan sukarela (moral) dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

6. Asas kepatutan, berkaitan dengan ketentuan mengenai isis perjanjian yang harus sesuai dengan kepatutan yang didasarkan pada sifat perjanjian.

7. Asas kebiasaan, yaitu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur akan tetapi juga meliputi hal-hal yang menurut hukum kebiasaan lazim diikuti.

8. Asas perlindungan, menjelaskan mengenai bahwa setiap pihak yang berada di dalam perjanjian harus dilindungi oleh hukum, baik debitur maupun kreditur. Namun debitur perlu mendapat perlindungan dikarenakan pihak debitur berada pada posisi yang lemah.

Dari beberapa asas yang telah dijelaskan sebelumnya kontrak memiliki satu asas yang perlu ada didalam sebuah kontrak yaitu asas keadilan. Asas keadilan merupakan suatu asas hukum yang bertujuan agar para pihak dalam kontrak atau perjanjian saat membuat hak dan kewajiban tetap memperhatikan kepentingan dari masing- masing pihak. Asas ini merupakan asas yang terkait dengan syarat sah nya perjanjian yang tertera dalam KUHPerdata

(22)

48

yang menjelaskan sahnya perjanjian harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dapat digaris bawahi bahwa perjanjian yang dilakukan dengan kesepakatan dapat dibatalkan jika kesepakatan yang didapatkan saat melakukan perjanjian didapatkan dengan adanya paksaan dari salah satu pihak (bukan kemauan dari kedua belah pihak), kekhilafan maupun adanya penipuan. Dalam asas keadilan para pihak yang terikat dengan kontrak dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan dalam memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan dalam kontrak.52 Asas ini bertujuan agar sebuah perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak memberatkan salah satu pihak dan tidak ada paksaan dari pihak pihak yang bersangkutan untuk membentuk sebuah perikatan, tidak ada tipu daya dari salah satu pihak untuk mengikatkan diri dalam sebuah kontrak yang dapat mengakibatkan sebuah perjanjian dapat dibatalkan.

52 May Shinta Retnowati dkk, Jurnal Iqtishaduna: Economic Doctrine, Vol. 4, No. 2 Desember 2021

(23)

49

D. Konsep Transaksi Derivatif

Sistem perdagangan alternatif merupakan sistem perdagangan yang berkaitan dengan jual beli Kontrak Derivatif selain Kontrak Berjangka dan Kontrak Derivatif Syariah, yang dilakukan di luar Bursa Berjangka, secara bilateral dengan penarikan Margin yang didaftarkan ke Lembaga Kliring Berjangka.53 Sedangkan menurut Robert W. Kolb and James A. Overdahl, dalam bukunya yang berjudul “Financial Derivatives” menjelaskan bahwa derivatif merupakan suatu kontrak yang sebagian besar nilainya berasal dari asset kurs acuan atau indeks sebagai acuan awal (Underlying). Menurut ahli bursa berjangka John C. Hull dalam bukunya yang berjudul “Option, Futures and Other Derivatives” menjelaskan derivatif adalah instrumen keuangan yang nilainya tergantung pada atau berasal dari nilai-nilai variabel dari kontrak lain atau

53 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Sistem Perdagangan Alternatif Pasal 1 Angka 3

(24)

50

lebih tepatnya dari mana kontrak derivatif itu berasal (Underlying). Sedangkan menurut ahli Prof Andrew M.

Chisholm dalam bukunya “Derivatives Demystified, A Step by Step Guide to Forward Future, Swap and Options”

menjelaskan derivatif merupakan aset yang nilainya diperoleh dari nilai, dari beberapa aset lainnya, yang dikenal sebagai subjek yang mendasari (Underlying).54

Pendukung terlaksananya perdagangan berjangka antara lain:

a. Unsur pengawas, perdagangan berjangka ini diawasi oleh BAPPEBTI yang kedudukannya berada dibawah menteri perdagangan namun dibentuk oleh undang- undang

b. Unsur penyelenggara

i. Bursa berjangka, berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan fasilitas, menyelenggarakan dan mengawasi kegiatan transaksi di pasar berjangka.

54 https://bappebti.go.id/artikel/detail/1035, diakses pada 4/22/2022 pukul 12:55

(25)

51

Bursa berjangka merupakan self regulatory organization (SRO)55 , sehingga memiliki wewenang untuk membuat aturan dalam organisasinya. Penegakan peraturan sangat penting dalam rangka mewujudkan kepercayaan nasabah terhadap pasar. Di Indonesia bursa berjangka yang tumbuh adalah Bursa Berjangka Jakarta (BBJ)

ii. Lembaga kliring berjangka, berfungsi sebagai penjaminan performance atau dipenuhinya kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka. Karena hal ini lembaga kliring harus memiliki keuangan yang kuat. Lembaga kliring merupakan badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/ atau sarana untuk

55 Berdasarkan Pasal 16 huruf (c) UU No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

(26)

52

pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa berjangka.56

c. Unsur pelaku

i. Pialang berjangka (Broker), merupakan perantara jual beli kontrak berjangka untuk dan atas perintah/ amanat dari pihak ketiga (nasabah) dan berhak menarik uang jaminan (margin) atas setiap transaksi sesuai dengan peraturan.57

ii. Pialang anggota kliring, memiliki hak menjamin pelaksanaan transaksi.58

iii. Pedagang berjangka. Merupakan anggota bursa berjangka yang hanya berhak melakukan transaksi kontrak berjangka di bursa berjangka untuk rekening diri sendiri dan/atau kelompok usahanya.59

56 Indonesia, Undang-undang Tentang Perdagangan Berjangka, UU No. 32 Tahun 1997, LN No. 93 tahun 1997, TLN No.3720, Pasal 1 angka (7). Selanjutnya disebut dengan UU Perdagangan Berjangka

57Ibid., Pasal 1 angka (13)

58Allysthia M. Renti D., Loc.Cit.,

59 Ibid.,

(27)

53

4. Unsur penunjang, yang dimana dilaksanakan oleh perbankan untuk menunjang pelaksanaan perdagangan berjangka. 60

5. Unsur pengguna, Hedger, menggunakan transaksi kontrak berjangka untuk melindungi nilai financial dari komoditi terhadap risiko perubahan harga pasar di pasar fisik atau pasar spot. Hedger terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

- Hedger pembeli/ buying hedge/ long hedge,untuk melindungi nilainya, ia membeli kontrak berjangka saat ini dengan posisi long(beli/buy). Tujuannya untuk menjaga kestabilan dan keimunitasan pasokan atau persediaan.

- Hedger Penjual/selling hedge/hedge short, untuk melindungi komoditinya, ia menjual kontrak berjangka saat ini dengan posisi short(jual/short).

Tujuannya untuk melindungi diri dari kemungkinan

60 Ibid.,

(28)

54

penurunan harga komoditi yang akan dihasilkan atau dimilikinya, seperti hasil panen.61

6. Spekulator, memiliki peran penting dalam suatu bursa, karena spekulan bisa meningkatkan likuiditas pasar dengan bertindak sebagai perantara antara penjual yang ingin mendapatkan harga setinggi tingginya dan pembeli yang ingin mendapatkan harga serendah mungkin.

Selain hal diatas, berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka dan Komoditi, sistem perdagangan alternatif didukung dengan adanya badan pengawas yang melakukan pengawasan, mengatur dan mengembangkan hal yang terjadi didalam sistem perdagangan alternatif, dalam sistem perdagangan sendiri membutuhkan peserta perdagangan alternatif atau yang dapat kita kenal dengan pialang berjangka yang dimana pialang berjangka ini harus menjadi anggota kliring, pialang berjangka ini berfungsi untuk melakukan

61 Johanes Arifin Wijaya, “Bursa Berjangka”, Loc.Cit.,

(29)

55

perdagangan jual beli kontrak derivatif, dalam SPA pun dapat berjalan dengan baik jika ada nasabah dimana nasabah merupakan pihak yang melakukan transaksi, yang dananya dikelola oleh pialang berjangka berjangka . SPA sendiri membutuhkan pengendali, trading rules, dan perjanjian. Pengendali sendiri berperan secara faktual maupun yuridis dalam menetapkan kebijakan ataupun keputusan yang dilaksanakan oleh penyelenggara SPA, trading rules merupakan tata cara transaksi di SPA, sedangkan perjanjian merupakan hal yang mengatur hubungan antara nasabah dan penyelenggara (perusahaan pialang).

Saat ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan suatu transaksi dengan trading rules yang dimana hal ini disebabkan oleh kesalahan penyelenggara SPA maka penyelenggara SPA wajib mengembalikan ke keadaan semula atas satu transaksi yang salah tersebut.

penyelenggara SPA wajib mempergunakan mekanisme

(30)

56

penyelesaian perselisihan yang disediakan di bursa berjangka apabila terdapat aduan dari nasabah terkait temuan pelanggaran/ dugaan pelanggaran trading rules.

Selain itu penyelenggara SPA wajib bekerja sama untuk memberikan informasi termasuk rekam jejak yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perselisihan.

SPA dapat berjalan dengan adanya nasabah yang memiliki perjanjian dengan pialang berjangka (penyelenggara perdagangan), artinya segala jenis aturan yang mengikat selama nasabah bertransaksi di dalam perdagangan alternatif diatur di dalam perjanjian tersebut, dari cara bertransaksi, apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan baik oleh pialang berjangka maupun nasabah dari pialang berjangka dan tentu saja ada aturan mengenai perlindungan nasabah terhadap segala risiko yang terjadi di dalam perdagangan alternatif, apa yang dapat dilakukan oleh nasabah jika pialang berjangka

(31)

57

melakukan wanprestasi yang dimana hal tersebut dapat merugikan nasabah dan sebaliknya.

Pada dasarnya Bursa Berjangka memberikan tempat pelaporan terkait sistem perdagangan alternatif.

Pelaporan transaksi dari sistem perdagangan alternatif berdasarkan jenis kontrak derivatif. Bursa berjangka yang memberikan tempat pelaporan sebelumnya harus memenuhi persyaratan:

a. Memiliki peraturan dan tata tertib penyelenggara SPA (Sistem Perdagangan Alternatif);

b. Menyusun spesifikasi Kontrak Derivatif selain Kontrak Berjangka dan Kontrak Derivatif Syariah yang akan diperdagangkan dalam SPA (Sistem Perdagangan Alternatif) dan mengajukan kontrak yang dimaksud kepada Kepala BAPPEBTI untuk memperoleh persetujuan;

c. Menggunakan sistem pengawasan elektronik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi;

d. Memiliki sarana penyelesaian perselisihan dalam SPA (Sistem Perdagangan Alternatif);

e. Memiliki struktur organisasi setingkat divisi yang menangani pengawasan (surveillance)

(32)

58

transaksi SPA (Sistem Perdagangan Alternatif);

f. Dalam hal Bursa Berjangka menerima pelaporan transaksi SPA (Sistem Perdagangan Alternatif) dari Anggota Bursa Berjangka lain, maka Bursa Berjangka yang juga menjadi Anggota Bursa Berjangka lain, maka Bursa Berjangka wajib memiliki kerjasama dengan Bursa Berjangka lain dimaksud dalam rangka pengawasan;

g. Memiliki struktur organisasi setingkat divisi yang menangani audit keuangan dan kepatuhan untuk melakukan audit kegiatan SPA (Sistem Perdagangan Alternatif); 62 Dalam peraturan perdagangan berjangka yang tidak boleh dilakukan di dalam perdagangan berjangka yaitu:63

1. Melakukan transaksi di dalam kontrak berjangka secara tidak wajar

2. Menyelesaikan 2 atau lebih amanat nasabah yang tidak sesuai dengan kontrak

3. Menawarkan keuntungan yang tidak wajar (membujuk) untuk melakukan transaksi

4. Semua pihak dilarang memiliki posisi terbuka lebih dari batas maksimal yang ditetapkan oleh BAPPEBTI

62 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Sistem Perdagangan Alternatif, BAB VI (Bursa Berjangka Sebagai Tempat Pelaporan dan Lembaga Kliring Berjangka Sebagai Tempat Pendaftaran Transaksi Sistem Perdagangan Alternatif) Pasal 25 Bursa Berjangka sebagai Tempat Pelaporan Transaksi Sistem Perdagangan Alternatif.

63 Undang-undang No. 10 Tahun 2011, Op.Cit., Pasal 57 ayat (2)

(33)

59

Dalam sebuah jurnal menjelaskan pada konsepnya perjanjian kontrak investasi mengikat trading serta menjelaskan perlindungan hukum terhadap investor yang mengalami kerugian, di dalam tulisanya ini dijelaskan jika transaksi yang dilakukan oleh broker pialang berjangka telah mendapatkan kuasa dari nasabah yang bersangkutan dikarenakan nasabah hanya ingin memperoleh keuntungan yang telah dijelaskan oleh broker sebelumnya. Pihak yang melaksanakan kuasa harus menerima kuasa secara tertulis dan ditunjuk langsung oleh investor (pemberi kuasa).

Referensi

Dokumen terkait

1) Pembiayaan berdasarkan perjanjian transaksi jual beli, yaitu fasilitas pembiayaan yang berlandaskan perjanjian atau akad jual beli antara bank dengan

Perjanjian lisensi lisan dan tertulis yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual hanya mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian

Pada saat bank syari’ah melakukan transaksi keuangan dengan nasabahnya, maka keduanya akan membuat suatu perjanjian atau akad yang bertujuan untuk mengikat

Kebebasan yang diberikan kepada para pihak yang menciptakan perjanjian-perjanjian khusus itu para pihak tidak terlepas dari aturan-aturan yang ada dalam KUHPerdata,

Suatu perjanjian yang disepakati antar bank syariah dengan nasabah dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku/modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang

Perdagangan elektronik (E-Commerce) sebenarnya juga merupakan perjanjian jual beli sebagaimana dimaksudkan oleh KUHPer Indonesia karena dalam proses Perdagangan elektronik

Dalam melakukan pekerjaan haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Kerja atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu dalam

Bagi jenis perjanjian seperti Kontrak Berjangka ini klausula yang dilarang adalah klausula yang dianggap memberatkan nasabah atau investor, mengandung klausula yang tidak adil, serta