• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Mediasi Kepuasan Kerja atas Pengaruh Lingkungan terhadap Intention to Quit dan Efeknya pada Kualitas Pelayanan Kesehatan (Studi atas Para Medis yang Bertugas pada Puskesmas di Kabupaten Klungkun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Mediasi Kepuasan Kerja atas Pengaruh Lingkungan terhadap Intention to Quit dan Efeknya pada Kualitas Pelayanan Kesehatan (Studi atas Para Medis yang Bertugas pada Puskesmas di Kabupaten Klungkun."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

iii

IDENTITAS PENELITI

Judul : Peran Kepuasan Kerja Dalam Memediasi Pengaruh Lingkungan Terhadap Intention to Quit dan Kualitas Pelayanan Kesehatan (Studi atas Para Medis yang Bertugas pada Puskesmas di Kabupaten

c. Jabatan Fungsional : Guru Besar d. Jurusan : Manajemen 4 Drs. Supriyadi, M.S Psikologi

Industri

Psikologi 10 Jam/minggu

1. Obyek Penelitian : Kualitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas 2. Masa Pelaksanaan Penelitian : 6 (enam) bulan

3. Anggaran sesuai kontrak : Rp. 40.000.000,-

4. Lokasi Penelitian : Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali 5. Hasil yang ditargetkan :

(4)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah peneliti memanjatkan puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya penelitian ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada peneliti untuk dapat melakukan Penelitian Hibah Unggulan Udayana Tahun 2015. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE. MS sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada peneliti untuk melakukan penelitian Unggulan Udayana. Tidak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengambian Kepada Masyarakat (LPPM) yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng, atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk melakukan penelitian Unggulan Udayana.

Pada kesempatan ini peneliiti juga mengucapkan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data dilapangan sehingga laporan dapat disusun dengan baik dan lancar.

Denpasar, Oktober 2015

(5)

v

ABSTRAK

Lingkungan dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan intention to quit serta kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung. Demikian juga kepuasan kerja dan intention to quit di perkirakan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung.

Ada peran mediasi dari kepuasan kerja pada pengaruh lingkungan terhadap intention to quit dan kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung. Berdasarkan skor dari masing-masing indikator dari dimensi lingkungan, kepuasan kerja, intention to quit serta kualitas pelayanan kesehatan tersebut akan terungkap pengaruh langsung dan tidak langsung dari lingkungan terhadap kualitas pelayanan kesehatan melalui kepuasan kerja. Penelitian ini mengunakan responden sebanyak 78 orang, yang semuanya merupakan tenaga para medis yang bertugas di puskesmas di Kabupaten Klungkung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Metode Analisis data yang digunakan adalah Analisis SEM-PLS (Partial Least Square).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Variabel lingkungan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to quit. Variabel lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Variabel Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to quit. Variabel kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan Variabel Intention to quit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan.

Disarankan untuk meningkatkan kondisi lingkungan para medis hendaknya jaringan sosial (aktivitas sosial perlu diaktifkan dan pergaulan antar para medis perlu di tingkatkan). Untuk meningkatkan kepuasan kerja para medis hendaknya aspek ektrinsik kepuasan para medis (gaji/jasa pelayanan perlu diperhatikan/ditingkatkan dan kondisi kerja perlu diperbaiki). Untuk menurunkan intention to quit para medis hendaknya keinginan pindah dari tempat kerja (keyakinan untuk segera pindah tempat kerja, keinginan untuk tidak bekerja lagi dan pertimbangan untuk pindah ke tempat lain) dapat di atasi dengan meningkatkan keinginan untuk tetap bekerja di tempat kerja sekarang. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan para medis hendaknya kejujuran/credibility (kejujuran dan mau memberikan keterangan secara jelas dan kepercayaan dalam melaksanakan tugas) perlu diperhatikan dan ditingkatkan.

(6)

vi

ABSTRCT

Environment can influence job satisfaction and intention to quit as well as the quality of health services at Community Health Centres in Klungkung regency. Likewise, job satisfaction and intention to quit in the estimate will determine the quality of health services at Community Health Centres in Klungkung regency.

There is a mediation role of job satisfaction on environmental influences on intention to quit and quality of health services at Community Health Centres in Klungkung regency. Based on the scores from each indicator of the dimension of the environment, job satisfaction, intention to quit as well as the quality of health care will be revealed direct and indirect influence of the environment on the quality of health care through job satisfaction. This study using respondents were 78 people, all of which are the medical personnel who served in health centers in Klungkung. Data collected by using a questionnaire. Data analysis method used is the analysis of SEM-PLS (Partial Least Square).

The results showed that the environment variable is positive and significant impact on job satisfaction. Environment variables and significant negative effect on the intention to quit. Environment variable positive and significant impact on the quality of health services. Job satisfaction variable significant negative effect on the intention to quit. Job satisfaction variables positive and significant impact on the quality of health services and variable Intention to quit and no significant negative effect on the quality of health services.

It is suggested to improve the medical environment should be a social network (social activity needs to be switched on and interaction between the medical needs to be improved). To improve the medical job satisfaction should be the satisfaction of the medical aspects of extrinsic (salary / services need to be considered / improved and working conditions need to be improved). To lower intention to quit the medical should desire to move from the workplace (the confidence to quickly change jobs, the desire not to work again and considerations to move elsewhere) could be solved by increasing the desire to keep work at work now. To improve the quality of the medical health services should be honesty / credibility (honesty and providing information in a clear and confidence in performing the task) need to be considered and improved.

(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …... i

HALAMAN PENGESAHAN …... ii

IDENTITAS PENELITI ………. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. iv

ABSTRAK …... v

ABSTRACT ………... vi

DAFTAR ISI …... vii

DAFTAR TABEL …... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN …... xi

BAB I PENDAHULUAN …... 1

1.1. Latar Belakang …... 1

1.2. Pokok Masalah …... 6

1.3. Tujuan Penelitian. …... 7

1.4. Urgensi Penelitian. …... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……... 8

2.1. Kualitas Pelayanan Kesehatan ..………….………. 8

2.1.1. Definisi kualitas pelayanan ………..……. 8

2.1.2. Dimensi dan indikator pelayanan……….. 13

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan …… 15

2.2 Lingkungan ……….………... 16

2.2.1 Definisi lingkungan …..………..….. 16

2.2.2 Dimensi dan indikator lingkungan……….…... 19

2.2.3 Pengaruh lingkungan terhadap kepusan kerja, intention to quitdan kualitas pelayanan ……….………..… 21

2.3 Kepuasan ……….………... 22

2.3.1 Pengertian kepuasan kerja..….…….………... 22

2.3.2 Dimensi kepuasan kerja ……….………...… 23

2.3.3. Pengaruh kepuasan kerja terhadap intense keluar …….….. 24

2.4 Keinginan Berpindah Kerja (Intention to Quit)…….……….. 27

2.4.1 Pengertian keinginan berpindah kerja ……….. 27

2.4.2. Dimensi keinginan berpindah kerja ….………..………….. 28

2.4.3. Pengaruh keinginan berpindah kerja terhadap kualitas pelayanan ………..………… 31

2.5. Road Map Penelitian ………... 31

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……….. 36

3.1. Kerangka Berpikir dan Konseptual ………. 36

3.2. Hipotesis Penelitian ………. 38

3.2.1. Pengaruh lingkungan terhadap kepuasan kerja…….… 38

3.2.2. Pengaruh lingkungan terhadap intention to quit……… 38

3.2.3. Pengaruh lingkungan terhadap kualitas pelayanan kesehatan………... 39

(8)

viii

3.2.5. Pengaruh kepuasan terhadap kualitas pelayanan

kesehatan………... 40

3.2.6. Pengaruh intention to quit terhadap kualitas Pelayanan Kesehatan ………..……… 40

BAB IV METODE PENELITIAN …... 41

4.1. Lokasi dan Obyek Penelitian …... 41

4.2. Identifikasi Variabel …... 41

4.3. Definidi Operasional Variabel …... 41

4.4. Jenis dan Sumber Data …... 45

4.4.1. Jenis data... 45

4.4.2. Sumber data... 45

4.5. Populasi dan Sampel Penelitian …... 45

4.6. Metode Pengumpulan Data …... 47

4.7. Instrumen dan Skala Pengukuran …... 47

4.8. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 47

4.8.1. Uji validitas instrumen... 47

4.8.2. Uji reliabilitas instrumen... 49

4.9. Teknik Analisis Data …... 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53

5.1. Hasil Penelitian…... 53

5.1.1. Gambaran umum lokasi penelitian... 53

5.1.2. Karakteristik demografi responden... 56

5.1.3. Deskripsi variabel penelitian... 57

5.1.4. Analisis data…... 64

5.1.5. Pengujian hipotesis ... 70

5.2. Pembahasan…... 73

5.2.1. Pengaruh lingkungan terhadap kepuasan kerja para medis... 73

5.2.2. Pengaruh lingkungan terhadap intention to quit para medis... 73

5.2.3. Pengaruh lingkungan terhadap kualitas pelayanan kesehatan…... 74

5.2.4. Pengaruh kepuasan kerja terhadap intention to quit Para medis ………... 74

5.2.5. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan kesehatan ... 75

5.2.6. Pengaruh intention to quit terhadap kualitas pelayanan kesehatan ... 75

5.2. Implikasi Penelitian ... 76

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 77

6.1. Simpulan…... 77

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ………. 79

(9)

ix

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Hal

1.1 Keluhan Masyarakat Pengguna Jasa Puskesmas di Kabupaten

Klungkung……….

2 1.2 Hasil Wawancara Terahdap Beberapa Tenaga Medis di Kabupaten

Klungkung ... 3

2.1 Road Map Penelitian ………. 32

4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Tenaga Para Medis Per Kecamatan di Kabupaten Klungkung, Tahun 2015 …… … ………. 46

4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ……….. 48

4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian………... 50

5.1 Karakteristik Responden ……… 56

5.2 Persepsi Responden Terhadap Variabel Lingkungan (X1)……… 58

5.3 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kepuasan Kerja (Y1)…….…… 60

5.4 Persepsi Responden Terhadap Variabel Intention to Quit (Y2)………… 61

5.5 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kualitas Pelayanan Kesehatan (Y3)……….……… 63 5.6 Outer Model/Loading ……… 65

5.7 Discriminant Validity………... 66

5.8 Composite Reliability ……… 67

5.9 Nilai R-Squares………. 68

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

No Nama Gambar Hal

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran Hal

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk menciptakan dan mempertahankan kesehatan masyaraakat. Untuk itu diperlukan tenaga kesehatan yang bermutu dan merata, baik jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan Puskesmas dalam menjalankan program adalah sumber daya manusia. Faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan antara lain ; lingkungan, kepuasan dan intention to quit (keinginan pindah) dari para medis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Sulastomo, 2003).

Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai pemberi pelayanan publik haruslah memperhatikan dan memaksimumkan sistem pelayanan publik karena ada fakta pelayanan kesehatan kepada masyarakat (kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat) menunjukkan banyak penurunan. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat juga dirasakan perlu berubah, karena tantangan ke depan, customer yang berubah, krisis ekonomi, otonomi daerah, globalisasi dan industri pariwisata (Asih, 2004). Peningkatan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan masyarakat (kualitas pelayanan oleh para medis) harus dilaksanakan melalui pembangunan sumber daya manusia, yakni ; melalui perbaikan atau pemantapan lingkungan kerja, kepuasan kerja dan memperhatikan intention to quit dari para medis dalam memberikan pelayanan.

Menurut Muninjaya (2004), tanda-tanda, menurunnya suplai pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas (termasuk pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat), dapat dijelaskan dengan banyaknya permasalahan-permasalahan dalam pelayanan kesehatan

(13)

seperti ; mal praktek, medical error, pemakaian obat- obatan yang tidak rasional khususnya penggunaan obat-obatan antibiotika sehingga menyebabkan efek sampingan obat dan biaya pengobatan akan meningkat tajam. Perilaku petugas kesehatan (para medis) banyak yang kurang profesional, kurang ramah, tidak

responsive terhadap keluhan masyarakat, sehingga kualitas pelayanannya dianggap kurang oleh masyarakat.

Masalah kesehatan yang dihadapi oleh Kabupaten Klungkung adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi yaitu 12,5 per 1000 kelahiran, angka kematian ibu melahirkan yaitu 115,70 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian balita 12,10 per 100.000 kelahiran hidup, serta tingginya jumlah balita yang mengalami kurang gizi yaitu 25 orang pada tahun 2012. Juga adanya kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, belum memadainya jumlah penyebaran dan komposisi tenaga kesehatan.

Kualitas pelayanan dapat dilihat dari keluhan masyarakat pengguna jasa layanan Puskesmas. Jasa pelayanan ini dapat diterima dan dirasakan oleh masyarakat di dalam dan diluar gedung. Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 20 pasien yang datang ke Puskesmas didapatkan data keluhan seperti Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Keluhan Masyarakat Pengguna Jasa Puskesmas di Kabupaten Klungkung

No Alasan Jumlah Prosentase

1 Tenaga Medik/Para Medik, tidak ada 5 25,00

2 Peralatan dan obat-obatan kurang 6 30,00

3 Pelayanan lambat 5 25,00

4 Lain-lain 4 20,00

Total 20 100,00

(14)

Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, juga menghadapi turnover pegawai. Bila dilihat dari jumlah tenaga para medis yang pindah kerja ke kabupaten lain, terlihat angka yang kecil, akan tetapi turnover itu terjadi setiap tahun. Berdasarkan wawancara terhadap 15 tenaga para medis yang tersebar pada puskesmas di Kabupaten Klungkung terhadap keinginan untuk pindah dan didapatkan fakta seperti pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Hasil Wawancara Terhadap Beberapa Tenaga Para Medis di Kabupaten Klungkung

No Alasan Jumlah Prosentase

1 Tidak berniat pindah 3 20,00

2 Berniat pindah tetapi belum ada, tenaga para medis pengganti

5 33,33

3 Berniat pindah tapi belum dapat kepastian dari kabupaten tujuan

4 26,67

4 Berniat pindah tetapi masa kerja belum mencukupi

3 20,00

Total 15 100,00

Sumber : Hasil wawancara

(15)

Dimensi lingkungan yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat, antara lain; kebijakan pemerintah terhadap organisasi kesehatan (Bonser et al., 1999). Dalam hal ini dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap organisasi publik yang bergerak dalam bidang kesehatan, serta pelayanan kepada masyarakat dalam bidang kesehatan oleh organisasi publik dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Pengkajian peranan Pemerintah terhadap eksistensi organisasi publik dilakukan oleh George and Jay (2002). Kualitas pelayanan organisasi publik dapat ditingkatkan melalui perbaikan lingkungan sekitar, dengan cara; memperbaiki lingkungan fisiknya, lingkungan non fisiknya dan kondisi sosialnya. Ini berarti lingkungan berpengaruh tidak langsung terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas. Mubasyir (2005), menyatakan bahwa masalah dasar yang menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia itu belum baik adalah pemerataan di sektor kesehatan belum mencapai hasil yang maksimal.

Pada organisasi yang berbasis pada pelayanan kesehatan, maka sumber daya manusia memegang peranan penting. Simamora (2006) mengungkapkan bahwa sumber daya manusia adalah faktor yang menunjukkan keunggulan kompetitif. Pengelolaan sumber daya manusia mempengaruhi sikap pegawai. George dan Alex (2011) menyatakan bahwa pegawai yang memiliki sikap positif cendrung memiliki tingkat absensi dan tingkat pengunduran diri (turnover) yang rendah.

(16)

Turnover pada umumnya didahului oleh keinginan dari pegawai yang bersangkutan untuk keluar dari pekerjaannya (intention to quit). Keinginan untuk keluar ini merupakan hal yang penting dalam menjelaskan keluarnya seorang pegawai dari satu organisasi (Chen, 2005). Nadira dan Tanova (2010) mendefinisikan, intention to quit sebagai suatu kemungkinan dimasa yang akan datang, dimana seorang pegawai akan memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya untuk mencari pekerjaan yang baru. Intention to quit mempunyai pengaruh yang kuat terhadap turnover perawat sehingga dapat menurunkan kualitas pelayanan dan meningkatkan biaya perawatan pasien (Tzeng, 2002). Menurut Chen (2005) umur tidak berpengaruh terhadap keinginan untuk berpindah dari pegawai, tetapi jenis kelamin dan status perkawinan mempengaruhi keinginan pegawai untuk berpindah dari pekerjaan.

Ada beberapa variabel yang mempengaruhi intention to quit. Setiawan dan Zain (2009) menyatakan bahwa lingkungan (Role conflict, kepuasan kerja, komitmen organisasi) berpengaruh signifikan terhadap intensi keluar. Bonenberger et. al. (2014) menyatakan lingkungan (motivasi) berpengaruh terhadap niat berpindah kerja (intention to quit).

Selain lingkungan, variabel lain yang menyebabkan keinginan seseorang pegawai untuk pindah kerja adalah kepuasan kerja. Bonenberger et. al. (2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap niat berpindah kerja. Gamage (2013) juga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan untuk keluar (intention to leave). Dwipasari (2006) menjelaskan bahwa keinginan untuk keluar meninggalkan organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Tzeng (2002) menemukan ada hubungan kausal yang signifikan antara niat keluar dan kepuasan kerja. Coomber et. al. (2007) juga menyatakan bahwa ketidak puasan perawat di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor stress dan gaya kepemimpinan akan mempengaruhi intention to quit.

(17)

Kivimaki et. al. (2007) menyatakan bahwa keinginan yang besar untuk pindah akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap performa karyawan itu di tempat kerja, seperti misalnya : sering lambat, sering tidak masuk dan bekerja tidak sepenuh hati. Bila hal tersebut terjadi pada organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti Puskesmas maka akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para medis.

Berdasarkan identifikasi dan uraian tersebut maka kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung belum maksimal. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ; lingkungan, kepuasan kerja dan

intension to quit para medis. Kepuasan kerja dan intension to quit para medis dipengaruhi oleh lingkungan serta intension to quit dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan kerja. Sedangkan kualitas pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan. Demikian juga kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan melalui kepuasan kerja serta kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat juga dipengaruhi secara tidak langsung oleh lingkungan melalui intension to quit. Dengan demikian perlu dilakukan studi tentang “Peran Kepuasan Kerja Dalam Memedisi, Pengaruh Lingkungan terhadap Intension to Quit dan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung”. Hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Klungkung.

1.2 Pokok Masalah

Berdasarkan uraian tersebut dapat diuraikan pokok masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap kepuasan kerja para medis ? 2) Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap intention to quit para medis ? 3) Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ? 4) Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap intention to quit para

(18)

5) Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan kesehatan ?

6) Bagaimanakah pengaruh intention to quit terhadap kualitas pelayanan kesehatan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk menganalisis pengaruh lingkungan terhadap kepuasan kerja para medis ?

2) Untuk menganalisis pengaruh lingkungan terhadap intention to quit para medis ?

3) Untuk menganalisis pengaruh lingkungan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ?

4) Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap intention to quit para medis ?

5) Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan kesehatan ?

6) Untuk menganalisis pengaruh intention to quit terhadap kualitas pelayanan kesehatan ?

1.4 Urgensi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi khazanah ilmu pengetahuan manajemen khususnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan; kondisi dan kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Klungkung. Bagi pimpinan dan tenaga para medis Puskesmas, agar mampu memperkuat kualitas lingkungan, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Pelayanan Kesehatan

2.1.1. Definisi kualitas pelayanan

Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, pengertian pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan hakekat pelayanan adalah sebagai berikut.

1) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dibidang pelayanan umum.

2) Mendorong upaya mengefektifkan system dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.

3) Mendorong tumbuhnya aktivitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

Pelayanan umum dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Dalam Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 dinyatakan bahwa pelayanan umum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut.

1) Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

2) Pengaturan sikap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.

(20)

3) Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

4) Pelayanan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang bersangkutan, berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Albrecht dalam Riduwan (2004) mendefinisikan pelayanan sebagai “A total organization approach that make quality of service as perceived by the

costumer, the number one driving force for the operation of the business”.

Artinya suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa, sebagai kekuatan penggerak utama dalam pengoperasian bisnis. Sedangkan Sedarmayanti (2001) mengutarakan tentang sejumlah kriteria yang menjadi cirri pelayanan atau jasa sekaligus membedakan dari barang, yaitu sebagai berikut.

1) Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible out-put)

2) Pelayanan merupakan output variable atau tidak standar

3) Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat diasumsikan dalam produksi.

4) Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan.

5) Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan

6) Ketrampilan personel diserahkan atau diberikan secara langsung kepada pelanggan. 7) Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.

8) Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan.

9) Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya. 10)Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan. 11)Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif

(21)

Mencermati arti penting pada pelayanan umum, tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Berbagai karakteristik pelayanan yang harus dimiliki oleh perusahaan pemberi pelayanan, yang dikemukakan oleh Nisjar (1997) yaitu sebagai berikut. 1) Prosedur pelayanan harus mudah dimengeti dan mudah dilaksanakan, sehingga

terhindar dari prosedur birokratik yang sangat berlebihan, berbelit-belit (time consuming).

2) Pelayanan diberikan secara jelas dan pasti, sehingga ada suatu kejelasan dan kepastian bagi pelanggannya dalam menerima pelayanan tersebut.

3) Pemberian pelayanan senantiasa diusahakan agar pelayanan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

4) Memberikan pelayanan senantiasa sesuai dengan kecepatan waktu yang sudah ditentukan.

5) Pelanggan setiap saat dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan pelayanan secara terbuka.

6) Dalam berbagai kegiatan pelayanan baik teknis maupun administrasi, pelanggan

selalu diperlakukan dengan “Custo er is ki g a d custo er is always right”.

Thoha dalam Riduwan (2004) memberikan pengertian tentang pelayanan kesehatan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan kepentingan umum merupakan suatu bentuk kepentingan yang menyangkut orang banyak atau masyarakat, tidak bertentangan dengan norma atau aturan, dimana kepentingan tersebut bersumber pada kebutuhan orang banyak atau masyarakat.

(22)

sasaran pembangunan. Keputusan Menpan ini, memuat depalan sendi pelayanan yang harus dapat dilaksanakan oleh instansi atau satuan kerja dalam suatu departemen yang berfungsi sebagai unit pelayanan umum. Adapun delapan sendi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kesederhanaan, berarti bahwa tata cara atau prosedur pelayanan umum dapat ditetapkan secara lancar, cepat tidak berbelit-belit mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2) Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: (1) Prosedur atau tata kerja pelayanan umum.

(2) Persyarakat pelayanan umum.

(3) Unit kerja dan pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum.

(4) Rincian biaya atau tariff pelayanan umum dan tata cara pembayaarannya. (5) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum

(6) Hak dan kewajiban, baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan atau kelengkapan sebagai alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum.

(7) Pejabat yang meneriman keluhan masyarakat.

3) Keamanan, dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.

4) Keterbukaan, dalam arti prosedur atau tata cata, persyaratan, satuan kerja atau pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya atau tarif dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum, wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.

(23)

6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan memerhatikan: (i) nilai barang dan atau jasa pelayanan umum dan tidak menuntut biaya yang tinggi diluar kewajaran, (ii) kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum dan (iii) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Keadilan yang merata, dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil.

8) Tepat waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselenggarakan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.

Pelayanan pada dasarnya dapat diukur, oleh karena itu standar dapat ditetapkan baik dalam waktu yang diperlukan maupun hasilnya. Dengan adanya standar ukuran, maka manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pelayanan. Kelancaran pelayanan, tergantung pada sistem, prosedur dan metode yang memadai, pengorganisasian tugas pelayanan yang tuntas, pendapatan pegawai yang cukup untuk kebutuhan hidup minimal, kemampuan atau ketrampilan pegawai dan sasaran kerja yang memadai.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka pelayanan yang secara umum diharapkan oleh masyarakat, diantaranya terdiri dari: (i) mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan, (ii) mendapatkan pelayanan yang wajar, (iii) mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih, dan (iv) mendapat perlakuan yang jujur dan terus terang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan umum akan dapat dilaksanakan dengan baik dan memuaskan apabila dapat didukung oleh beberapa faktor antara lain; kesadaran pimpinan, pelaksanaan tugas pegawai yang mantap, adanya aturan yang memadai, organisasi dengan mekanisme system yang dinamis, pendapatan pegawai yang cukup (kepuasan kerja), kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tugas, tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk tugas pelayanan.

(24)

untuk pemakai, (iii) perbaikan atau penyempurnaan berkelanjutan, (iv) bebas dari kerusakan atau cacat, (v) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal setiap saat, (vi) melakukan segala sesuatu secara benar sejak awal dan (vii) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

2.1.2. Dimensi dan indikator pelayanan

Untuk dapat menyiapkan suatu pelayanan yang berkualitas yang sesuai dengan harapan perlu berdasarkan pada ciri sistem kualiats yang dimiliki atau karakteristik tertentu. Masyarakat pelanggan akan selalu betitik tolak kepada pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pelanggan.

Berkaitan dengan kualitas pelayanan, Fitzsimmons dalam Riduwan (2004) menyampaikan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauhmana kualitas pelayanan tersebut dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu sebagai berikut.

1) Reliabilty, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen atau pelanggan.

2) Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membentuk konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

3) Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, kepercayaan diri dari pemberian layanan, serta respek terhadap konsumen.

4) Empathy, kemampuan member layanan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

5) Tangibles, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

Zethaml (1990) menyatakan bahwa tolok ukur kualitas pelayanan dapat diukur oleh sepuluh dimensi sebagai berikut.

1) Tangibles, terdiri dari fasilitas fisik, peralatan, personol dan komunikasi.

2) Reliability, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.

(25)

4) Competence, tuntutan dimilikinya pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aaparatur dalam memberikan pelayanan.

5) Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan hubungan kontak atau hubungan pribadi.

6) Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.

7) Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.

8) Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9) Communications, kemauan member pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirai pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10)Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggaan.

Untuk menyiapkan suatu kualitas pelayanan yang sesuai dengan apa yang diharapkan, perlu adanya dasar untuk sistem kualitas yang memiliki cirri atau karakteristik tertentu. Garpersz dalam Riduwan (2004) menyebutkan beberapa dasar system kualitas modern yang dicirikan oleh lima karakteristik sebagai berikut.

1) Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan

2) Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus. 3) Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang

terhadap tanggung jawab spesifikasi untuk kualitas.

4) Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi kepada tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

5) Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup.

(26)

pelanggan. Menyiapkan kualitas pelayanan sebaik mungkin, perlu dilakukan untuk dapat menghasilkan kinerja secara optimal, sehingga kualitas pelayanan dapat meningkat. Hal yang penting untuk dilakukan adalah kemampuan untuk membentuk layanan yang dijanjikan secara tepat dan memiliki rasa tanggung jawa terhadap mutu pelayanan serta perhatian pada pelangan. Disamping untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang didasarkan pada sistem kualitas memiliki cirri atau karakteristik tertentu, antara lain dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh karena itu organisasi harus memperhatikan semua elemen-elemen penting dalam penerapan atau pencapaian kualitas pelayanan. Menurut Nahavandi dalam Ariani (2003) dinyatakan bahwa pencapaian total kualitas pelayanan memerlukan delapan elemen sebagai berikut.

1) Fokus pada pelanggan, yaitu memberikan kepuasan kepada pasien sesuai dengan harapan.

2) Komitmen jangka panjang, yaitu agar seluruh karyawan/pegawai juga mau melaksanakan hal yang sama dengan terlibat secara penuh dalam proses yang ada. 3) Kepemimpinan dan dukungan manajemen puncak, yaitu memberi dukungan

tenaga, pikiran, perencanan strategis, gaya serta perbaikan secara berkesinambungan.

4) Pemberdayaan seluruh personil dan kerja tim, yaitu mendorong partisipasi seluruh karyawan untuk mencapai sasaran kualitas, termasuk perbaikan pelayanan dan penyelesaian masalah.

5) Komunikasi efektif, yaitu dengan mengadakan hubungan komunikasi baik secara formal maupun informal dan komunikasi vertikal maupun horizontal.

(27)

7) Komitmen terhadap perbaikan, yaitu membantu kesadaran untuk mengadakan perbaikan melalui pendidikan dan pelatihan.

8) Mendukung pemberian penghargaan, yaitu penghargaan yang bukan hanya berupa gaji, melainkan penghargaan yang berupa pujian, dukungan saran maupun kritik membangun.

Ariani (2003), menyatakan bahwa manajemen harus menyediakan sumber daya yang cukup dan tepat untuk menerapkan sistem kualitas. Untuk memacu motivasi, pengembangan, komunikasi dan performance persinol, manajer harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Memilih personil berdasarkan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi jabatan 2) Memberikan lingkungan kerja yang mendukung kesempurnaan dan hubungan kerja

baik.

3) Merealisasikan kemampuan setiap anggota secara konsisten, metode kerja yang kreatif dan kesempatan untuk berpartisipasi seluas mungkin.

4) Menjamin bahwa tugas-tugas dapat terlaksana dengan baik, tujuan dapat dimengerti termasuk bagaimana mereka mempengaruhi kualitas.

5) Melibatkan semua personil dalam menciptakan kualitas jasa bagi pelanggan. 6) Menyusun kegiatan terencana untuk memperbaiki kualitas personil.

7) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memotivasi personil untuk menyediakan kualitas pelayanan

8) Menerapkan perencanan karir dan pengembangan personil.

2.2. Lingkungan

2.2.1 Definisi lingkungan

(28)

aktivitas perusahaan. Dalam hal ini dimensi lingkungan bisnis terdiri dari aspek; ekonomi, budaya, politik, hukum dan teknologi (Hodgetts and Luthans, 2000).

Suwarsono (1998) menyatakan bahwa analisis lingkungan dimaksudkan untuk mencoba mengidentifikasi peluang (opportunities) yang perlu, dengan segera mendapatkan perhatian eksekutif, dan disaat yang sama diarahkan untuk mengetahui ancaman (threats) yang perlu mendapatkan antisipasi. Juga dinyatakan bahwa analisis lingkungan terdiri dari dua komponen pokok yaitu; analisis lingkungan makro dan lingkungan industri (competitive environment). Lingkungan makro terdiri dari: lingkungan ekonomi, teknologi, politik, pemerintah, hukum, sosial budaya dan kependudukan. Lingkungan makro ini memiliki pengaruh yang langsung terhadap prospek perusahaan, akan tetapi disaat yang sama juga memiliki pengaruh tidak langsung melalui lingkungan insdustri. Sedangkan dalam lingkungan industri akan lebih memperhatikan pada jenis struktur pasar (market structures), perilaku perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Struktur pasar menggambarkan persaingan riil yang dihadapi perusahaan dalam meraih laba potensial yang mungkin dapat dicapai.

Mangkuprawira (2006) menyatakan bahwa lingkungan (lingkungan usaha) yaitu lingkungan kemasyarakatan dan lingkungan tugas. Lingkungan kemasyarakatan meliputi kecenderungan beragam dan tekanan-tekanan umum yang tidak ada hubungannya dengan perusahaan, tetapi dapat memiliki pengaruh secara tidak langsung pada perusahaan. Lingkungan tugas meliputi kecenderungan-kecenderungan yang berpengaruh langsung terhadap perusahaan, misalnya: pasar kerja, pasar pelanggan atau klien, pengguna lain dan persaingan. Didalam lingkungan kemasyarakatan kita merujuk pada empat tekanan yang sifatnya umum, yaitu tekanan ekonomi, tekanan teknologi, tekanan politik dan hukum, tekanan sosial budaya dan demografi. Tekanan-tekanan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi keberhasilan sebuah perusahaan melalui efek pada lingkungan tugas sepanjang waktu.

(29)

mempengaruhi aktivitas dalam suatu lembaga organisasi atau perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan tersebut tidak hanya dalam perusahaan (internal), namun juga dari luar (eksternal). Oleh karena itu, lingkungan diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu : (1) lingkungan internal yaitu segala sesuatu di dalam orgnisasi/perusahaan yang akan mempengaruhi organisasi/perusahaan tersebut, (2) lingkungan eksternal segala sesuatu di luar batas-batas organisasi/perusahaan yang mungkin mempengaruhi organisasi/ perusahaan.

Lingkungan Internal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : tenaga kerja (man), modal (money), material/bahan baku (material), peralatan/perlengkapan produksi (machine) dan metode (methods). Lingkungan internal ini biasanya digunakan untuk menentukan strength (kekuatan) perusahaan, dan juga mengetahui wea kness (kelemahan) perusahaan.

Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua, yaitu : (1) lingkungan mikro, di mana perusahaan dapat melakukan aksi-reaksi terhadap faktor-faktor penentu

opportunty (peluang pasar) dan juga threat (ancaman dari luar). Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan mikro adalah : pemerintah, pemegang saham (shareholders), kreditor, pesaing, publik, perantara, pemasok dan konsumen; (2) lingkungan makro, dimana perusahaan hanya dapat merespon lingkungan di luar perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan makro adalah : lingkungan ekonomi,lingkungan teknologi, lingkungan politik-hukum (pemerintahan), lingkungan sosial kultur, lingkungan global, lingkungan bisnis, teknologi dan informasi (Miller and Dess, 1996).

(30)

2.2.2 Dimensi dan indikator lingkungan

Sekalipun ada hubungan yang sangat erat antara tempat kerja dengan masyarakat, namun tingkat keeratan hubungan itu tidak sama antara satu tempat kerja dengan tempat kerja lainnya (Williams and Tse, 1995). Hubungan kerja dengan lingkungan itu berwujud interaksi antara tempat kerja dengan ; masyarakat lokal, kelompok aktivis sosial, media, rekanan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Berkaitan dengan keberadaan seseorang dengan lingkungan tugas/kerja, seorang pegawai tidak dapat hidup sendiri dalam menjalankan tugasnya, namun ada keterkaitan dengan pihak luar, Lingkungan kerja bagi seorang pegawai adalah lingkungan makro dan mikro. Yang termasuk dalam lingkungan makro, adalah lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan kebijakan Pemerintah. Sedangkan lingkungan mikro adalah lingkungan keluarga inti dan keluarga besar pegawai itu sendiri.

Lingkungan keluarga inti, berupa persepsi keluarga inti (ayah, ibu dan saudara kandung) terhadap profesi seseorang serta dukungan keluarga inti terhadap seseorang yang memilih untuk menjadi seorang pegawai tertentu. Sedangkan lingkungan keluarga besar, adalah persepsi dan dukungan keluarga besar (klan, marga sub suku) terhadap persepsi seseorang dalam pekerjaannya.

Lingkungan sosial adalah persepsi dan dukungan lingkungan sosial di mana seseorang itu berinteraksi sosial, terhadap profesi mereka. Dinyatakan oleh Yuyus dan Kartib (2011) pada umumnya masyarakat tradisional, tidak merestui ciri-ciri seseorang, seperti; suka menonjol, ambisius dan individualis.

Lingkungan budaya, adalah nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dimana seseorang itu hidup (eksis) dalam menjalankan tugasnya/usahanya. Yuyus dan Kartib (2011) menyatakan, kalau kita teropong sejenak tata budaya tradisional Indonesia, akan tampak jelas bahwa nilai-nilai utama kehidupan ditujukan untuk hal sakral dan yang berhubungan dengan kekuasaan serta seakan menganaktirikan nilai-nilai profan, termasuk dunia kesehatan, usaha dan perdagangan.

(31)

merumuskan masalah publik, merumuskan dan mengagendakan suatu kebijakan , menganalisis kebijakan, membuat keputusan terhadap suatu kebijakan, mengimplementasikan dan memonitoring kebijakan, serta mengevaluasi suatu kebijakan apakah telah mencapai hasil sebagaimana desainnya, serta mengkaji dampak dan efektivitas pelaksanaan kebijakan itu, Hessel (2004).

Sistem kebijakan adalah tatanan kelembagaan yang berperan atau merupakan “wahana” dalam penyelenggaraan sebagian atau keseluruhan “proses kebijakan” (formulasi, implementasi, pengendalian, dan akuntabilitas kinerja kebijakan) yang mengakomodasikan kegiatan teknis (technical process) maupun sosiopolitis (sociopolitical prosess) serta saling hubungan atau interaksi antara empat faktor dinamik (1) lingkungan kebijakan, (2) pembuat dan pelaksana kebijakan, (3) kebijakan itu sendiri, dan (4) kelompok sasaran kebijakan, William N. (2000).

Keempat faktor dinamik yang merupakan unsur dari sistem kebijakan dan berperan dalam proses kebijakan di atas, masing-masing dirumuskan sebagai berikut : (1) lingkungan kebijakan (policy environment) adalah keadaan yang melatarbelakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya “issues” kebijakan

(policy issues), yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan dan oleh sesuatu kebijakan; (2) pembuat dan pelaksana kebijakan (policy maker and implement) adalah orang atau sekelompok orang atau organisasi yang mempunyai “peran tertentu” dalam proses kebijakan, sebab mereka berada dalam posisi menentukan ataupun mempengaruhi baik dalam pembuatan kebijakan ataupun dalam tahap lainnya, seperti pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian atas hasil atau kinerja yang dicapai dalam perkembangan pelaksanaan kebijakan; (3) kebijakan itu sendiri (policy contents), yaitu keputusan atas sejumlah pilihan yang kurang lebih berhubungan satu sama lainnya yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu; dan (4) kelompok sasaran kebijakan (target groups), yaitu orang atau sekelompok orang atau organisasi – organisasi dalam masyarakat yang perilaku dan atau keadaannya ingin dipengaruhi oleh kebijakan bersangkutan, Mustopadidjaja (2001).

(32)

mendukung dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Dengan demikian implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat dikaji dari elemen instrumen dan efek yang dirasakan oleh pegawai Pusat Kesehatan Masyarakat (organisasi publik) yang terlibat langsung dalam operasional kebijakan publik tersebut dan yang merasakan dampak dari kebijakan publik tersebut.

2.2.3. Pengaruh lingkungan terhadap kepusan kerja, intention to quit dan kualitas pelayanan

Beberapa hasil penelitian yang menyatakan lingkungan berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah; Mei (2013) menyatakan bahwa lingkungan (iklim organisasi) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Ahmed (2010) mengatakan lingkungn (faktor-faktor motivasi) berpengaruh signifikan terhadap kepusan kerja. Dalam Borzago (2006) dinyatakan bahwa faktor intrinsik dan sikap terhadap hubungan kerja (lingkungan) berpengaruh kuat terhadap kepuasan. Duserick et. al. (2006) menyatakan Work emvironment (lingkungan kerja) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Mertadiani (2006) menyatakan bahwa lingkungan (karakteristik individu, jenis pekerjaan, organisasi) berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Demikian juga Ayana (2004) menyebutkan bahwa lingkungan (psikologis, sosial, fisik, imbalan) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan imbalan memiliki pengaruh yang dominan terhadap kepuasan kerja.

(33)

Beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan adalah; Mertadiani (2006) menyatakan lingkungan (karakteristik individu, jenis pekerjaan, organisasi) berpengaruh langsung terhadap kinerja (kualitas pelayanan). Wijaya (2005) menyebutkan lingkungan (karakteristik individu, jenis pekerjaan dan lingkungan kerja) berpengaruh signifikan terhadap kinerja (kualitas pelayanan hotel). Demikian juga Lagas (2005) menyatakan kepemimpinan (lingkungan organisasi) berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan.

2.3. Kepuasan

2.3.1 Pengertian kepuasan kerja

Nair (2007) menyatakan, kepuasan kerja merupakan dimensi organisasi yang sering diteliti dan telah ditemukan berpengaruh terhadap sikap kerja dan perilaku kerja. Kepuasan kerja telah ditemukan dan mempengaruhi perilaku kerja seperti organizational citizenship beha vior, absensi, dan turnover dan kinerja (Ostroff, 1992).

Ada begitu banyak definisi kepuasan kerja. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai “keadaan emosi yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penelitian dari pekerjaan atau pengalaman kerja” (Locke, 2004; Turner dan Brown, 2004). Sedangkan Topper (2008) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum para pekerja yang didasari oleh pendekatan mereka terhadap upah, kondisi kerja, control, promosi yang berkaitan dengan pekerjaan, hubungan social dalam bekerja, pengakuan dari bakat beberapa variabel yang sama seperti; kataristik pribadi dan hubungan kelompok terpisah dari kehidupan kerja.

Kepuasan kerja juga didefinisikan sebagai bagaimana perasaan seseorang tentang pekerjaan mereka dan aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka (Specto, 1997 dan Tuzun, 2009). Sebagaimana disebutkan Locke (1969) dalam Tuzun (2009), kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan yang dirasakan seseorang antara apa yang mereka inginkan dari pekerjaannya dan apa yang mereka rasakan dari apa yang ditawarkan.

(34)

negatif yang dibuat oleh orang-orang tentang pekerjaan mereka atau situasi kerja (Tuzun, 2009).

2.3.2 Dimensi kepuasan kerja

Ada tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Sedangkan ketidak puasan kerja adalah fungsi gabungan dari banyak variabel. Seseorang mungkin akan puas dengan satu atau lebih aspek pekerjaannya tetapi pada saat yang sama mungkin tidak senang dengan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Milton (1981) dalam Leila (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan kondisi emosional positif atau menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan berdasarkan pengalamannya. Lebih jauh lagi, Milton (1981) mengatakan, reaksi afektif karyawan terhadap pekerjaannya tergantung kepada taraf pemenuhan kebutuhan –kebutuhan fisik dan psikologis pekerja tersebut oleh pekerjaannya. Kesenjangan antara yang diterima pekerja dari pekerjaannya dengan yang diharapkan menjadi dasar bagi munculnya kepuasan atau ketidak puasan.

Kesamaan atau kesesuaian antara karyawan dan pekerja dianggap sebagai pediktor penting dari ketidak puasan kerja. Hasil Studi yang ada (Ahmad et. al, 2010) menunjukkan bahwa saat ini karyawan menempatkan nilai tertinggi pada faktor-faktor ekstrinsik seperti; gaji yang baik, lingkungan kerja yang sehat dan keamanan kerja.

(35)

cukup baik, dengan gaji yang mencukupi dan hubungan dengan atasan dan bawahan cukup baik.

Kepuasan kerja mengacu pada sikap individu terhadap berbagai aspek dari pekerjaan mereka serta pekerjaan pada umumnya. Konflik peran yang tinggi dan kejelasan peran yang rendah berkontribusi pada kepuasan kerja yang rendah, yang pada gilirannya, dapat menyebabkan absensi meningkat dan turnover

(Lawler dan Porter, 1967 dalam Rogers et. al, 1994).

Luthans (2006) menyebutkan lima dimensi pekerjaan untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting di mana karyawan memiliki respon afektif, yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan dan rekan kerja. Menurut Lutans, kepuasan kerja itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang diangap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi juga menjadi salah satu hal yang menimbulkan kepuasan kerja. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemenmemandang kontribusi mereka terhadap perusahaan, di samping kesempatan untuk maju dalam organisasi, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku serta tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara social.

Robbins (1999) dalam Batigun dan Sahin (2006), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap terhadap pekerjaannya secara umum. Berdasarkan literatur yangada Batigun dan Sahin (2006) mengembangkan suatu skala penilaian terkait dengan fakor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yang menempatkan kepuasan kerja sebagai anteseden dalam penelitian job stress. Mereka menyebutkan kepribadian type A dan kepuasan kerja adalah anteseden dari job stress.

2.3.3 Pengaruh kepuasan kerja tehadap intensi kelur

(36)

(exit), merupakan perilaku yang ditujukan utnuk meninggalkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri; (2) aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja; (3) kesetiaan (loyality), secara pasif tapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mepercaai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang benar; (4) pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidak hadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.

Dalam beberapa disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi, ekonomi dan manajemen ilmu pengetahuan, kepuasan kerja dan ketidakpuasan adalah subjek yang sering dipelajari dalam literature pekerjaan dan organisasi. Hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak ahli menganggap bahwa tren ketidakpuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku pasar tenaga kerja dan berakibat terhadap produktivitas, absen karyawan dan tingkat perputaran karyawan. Selain itu, kepusan atau ketidakpuasan kerja dianggap sebagai predictor yang kuat dari keseluruhan individual well-being (Diaz-Serrano dan Vieira (2005) dalam Ahmad et. al. 2010).

Multahada (2008) menyatakan, kepuasan kerja memiliki implikasi yang sangat penting untuk kesuksesan organisasi. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cendrung menjadi lebih efektif dari pada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. Karyawan yang tidak puas lebih besar kemingkinan tidak bekerja. Ketidak puasan kerja memastikan karyawan dapat menarik diri dari pekerjaan. Sebaliknya kepuasan kerja akan mendorong kehadrian. Kepuasan kerja yang tinggi belum tentu menghasilkan ketidakhadiran yang rendah tetapi kepuasan kerja yang rendah mungkin menyebabkan ketidakhadiran. Lutans (2006) menyatakan kepuasan kerja yang tinggi belum tentu menghasilkan ketidakhadiranyang rendah tetapi kepuasan kerja yang rendah mungkin menyebabkan ketidakhadiran.

(37)

kepuasan lebih rendah. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain dan jauh melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka. Karyawan yang lebih puas lebih bangga melebihi tugas mereka sehingga mereka mampu memberikan hal yang positif bagi organisasi. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan organisasi dalam bidang produktivitas.

Menurut As’ad (2004) dalam Multahada (2008) menyatakan organisasi yang ingin memperhitungkan tentang produktivitas kerja karyawan, maka masalah kepuasan kerja yang harus diperhitungkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang penting bagi organisai karena kepuasan kerja merupakan variabel yang melihat pada tingkah laku yang produktif dan bukan sebaliknya yaitu adanya ketidakhadiran karyawan, stress, pemberhentian dan perilaku negatif lainnya.

Beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat mempengaruhi intention to quit disampaikan oleh: Bonenberger et. al. (2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap niat berpindah kerja (turnover intention). Gamage (2013) menyatakan kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan untuk keluar (intention to leave). Ali (2010) menyatakan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap keinginan keluar (turnover). Foon et. al. (2010) menyebutkan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan turnover (keinginan berpindah kerja). Yahaya et. al. (2010) mengatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan keluar dan ketidak hadiran. Alam dan Mohammad (2010) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap intensi keluar. Demikianpula Lee et. al. (2009) menyebutkan kepuasan kerja berpengaruh dominan terhadap intensi keluar.

(38)

restoran. Lagas (2005) menyatakan bahwa motivasi (kepuasan) berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Sedangkan Kim et. al. (2005) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan restoran.

2.4. Keinginan Berpindah Kerja (Intention to Quit)

2.4.1 Pengertian keinginan berpindah kerja

Price (1977) dalam Andini (2006) mengembangkan model turnover

dimana ketiganya memprediksi hal yang sama terhadap bkeinginan seseorang keluar dari organisasi, yaitu evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini berkenaan dengan ketidakpuasan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain. Zeffance (1994) dalam Kurniasari (2004) mengartikan keinginan berpindah sebagai kecendrungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.

Keinginan berpindah kerja telah diakui sebagai predictor terbaik dari

turnover yang sebenarnya (Randhawa, 2007). Sedangkan Mobley et. al. 1979 dalam Randhawa (2007) mengemukakan bahwa perilaku keinginan untuk bertahan atau meninggalkan secara konsisten terkait dengan perilaku turnover. Wunder et. al. 1982, dalam model turnover mereka, juga mengukur keinginan berpindah kerja sebagai indikasi untuk turnover yang sebenarnya. Keinginan berpindah kerja adalah fenomena kompleks yang tergantung berbagai factor. Penelitian perilaku turnover karyawan menunjukkan bahwa umur, kepuasan kerja, kepemilikan, citra kerja, harapan bertemu , komitmen organisasi secara konsisten terkait dengan keinginan berpindah kerja dan turnover yang sebenarnya (Arnold dan Mahler, 2010).

(39)

adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi.

2.4.2 Dimensi keinginan berpindah kerja

Menurut Mueller (2003) dalam Kurniasari (2004), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari turnover, yakni:

1. Variabel kontekstual

Menurut Eagly dan Chaiken (1993) dalam Kurniasari (2004) permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku, faktor yang penting dalam permasalahan mengenai

turnover adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternative-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan pekerjaan (perceived costs of job change). Dalam variable kontekstual ini tercakup didalamnya adalah:

a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (external alternatives)

Karena adanya kecendrungan karyawan untuk meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional (Arnold dan Mahler, 2010). Sementara itu dari sisi individu umumnya membentuk itensi untuk turnover berdasarkan impresi subyektif dari pasar tenaga kerja, dan umumnya individu-indiividu ini akan benar-benar melakukan perpindahan kerja, jika persepsi yang ia bentuk dengan kanyataan dan mereka merasa aman dengan pekerjaan yang baru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.

b. Alternatif-alternatif

(40)

Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bias dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi jika ia merasa behwa ia bias atau mempunyai kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.

c. Harga / nilai dari perubahan kerja (cost of job change)

Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-alternatif yang mendorong mereka keluar dari organisasi. Namun ada factor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni factor keterikatan (embeddedness.) Individu yang merasa terikat dengan organisasi cendrung untuk tetap bertahan di organisasi (Mitchell et. al. 2001).

Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapi oleh individu untuk berpindah/mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternative yang lebih baik di luar. Salah satu factor yang meningkatkan harga dari turnover

adalah asuransi kesehatan dan benefit-benebit yang didapat dari organisa si. (misalnya, pension dan bonus-bonus) Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen kontinuans (continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan bahwa turnover membutuhkan biaya (Mayer dan Allen, 1977 dalam Mueller, 2003).

2. Sikap kerja (work attitudes)

Model turnover pada umumnya menitik beratkan sikp karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya sebagai pemicu dari proses turnover. Hampir semua model proses turnover dimulai dengan premis yang menyatakan bahwa kepuasan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula (Hom dan Griffeth, 1995). Dimana yang tercakup sikap kerja diantaranya:

a. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover .

(41)

b. Komitmen organisasi

Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan. Beberapa teori menempatkan komitmen sebagai faktor kuat yang menghambat terjadinya turnover dibandingkan factor kepuasan.

3. Kejadian-kejadian kritis (critical events)

Menurut Beachs (1990) dalam Mueller (2003), menyatakan bahwa kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada atau pun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan disbanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis memberikan kejutan yang cukup kuat bagi system kognitif individu untuk menilai ulang ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata.Conto dari kejadian-kejadian kritis ini diantaraanya adalah; perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti; diabaikan dalam hal promosi, meneerima tawaran yang lebih menjanjikan, atau mendengan tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadian-kejadian tersebut bias meningkatkan atau menurunkan kecendrungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bias disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Hal-hal yang tercaku dalam kejadian-kejadian kriitis adalah :

a. Kejadian yang berulang (continuation events)

b. Kejadian yang bersifat netral (neutral events)

c. Kejadian yang tidak berulang (discontinuation events)

Kejadian-kejadian ini merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi (organizational withdra wal), yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan (work withdra wal) serta usaha mencari pekerjaan lain (search for alternatives) dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari pekerjaan.

(42)

bekerja akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari pekerjaan yang dihadapi. (2) Model kedua adalah mencari alternative pekerjaan baru (sea rch for alternatives). Perbedaan utama dari kedua model tersebut adalah jika pada model pertama individu melakukan penaliran sementara dari situasi kerja yang sedang dihadapi, sementara pada model yang kedua ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk meninggalkan tempat berkerja secara permanen.

Model turnover umumnya menyebut proses pencarian kerja sebagai variable antara (mediating variable) antara pemikiran untuk berhenti bekerja dan keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan (Hom dan Griffeth, 1995 dalam Mueller, 2003). Jika turnover adalah proses rasional, individu akan mencari banyak kesempatan alternatif sebanyak mungkin dan kemudian membandingkan masing-masing alternatif untuk mencari yang paling baik. Work withdra wal dan

search alternatives mencerminkan rencana individu untuk meninggalkan organisasi, baik secara temporer maupun secara permanen. Hubungan antara konteks (misalnya, esternal alternatives, internal alternatives dan perceived costs) dan turnover juga dimediasioleh perilaku penarikan diri.

2.4.3 Pengaruh keinginan berpindah kerja terhadap kualitas pelayanan

Beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa keinginan berpindah kerja mempengaruhi kualitas pelayanan disampaikan oleh: Ali (2014) menyatakan bahwa keinginan keluar berpengaruh signifikan terhadap kinerja/kualitas pelayanan organisasi. Kim et. al. (2005) menyebutkan bahwa keinginan keluar berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan restoran.

2.5. Road Map Penelitian

(43)

Tabel 2.1.

Yang dikaji Pendekatan Hasil Penelitian 1 Mei (2013) Impact of motivasi) berpengaruh signifikan terhadap terhadap kepuasan kerja

(44)

No Nama Penulis/

Tahun

Judul Variabel

Yang dikaji Pendekatan Hasil Penelitian 10 Setiawan

Lingkungn (Role conflict, kepuasan kerja,

komitmen organisasi) berpengaruh signifikan terhadap intense keluar

11 Raza (2007) Beberapa faktor yang mempengaruhi intention to leave of it professionals in Sri 17 Ali (2010) Job satisfaction and

(45)

No Nama Penulis/

Tahun

Judul Variabel

Yang dikaji Pendekatan Hasil Penelitian 19 Yahaya et. and inten to leave among Malaysian Nurses

The effect of stress and satisfaction on 25 Raza (2007) Beberapa faktor yang

(46)

No Nama Penulis/

Tahun

Judul Variabel

Gambar

Tabel 1.1.  Keluhan Masyarakat Pengguna Jasa Puskesmas di Kabupaten Klungkung
Tabel 1.2.
Tabel  2.1. Road Map Penelitian
Gambar 3.1.  Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian hama aphids dapat dikendalikan dengan kultur teknis yaitu menanam kedelai pada waktunya, mengolah tanah dengan baik, bersih, memenuhi syarat, tidak

Hal ini didukung dengan penelitian Yasir (2013) yang menunjukkan bahwa LKS berbasis strategi metakognitif yang valid, dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan

Kegiatan ini merupakan aksi kegiatan yang dilakukan peneliti bersama komunitas anggota PKK Pelaksanaan pelatihan tata boga ini didukung oleh peserta Kuliah Pengabdian Masyarakat

Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, menunjukkan bahwa adanya perbedaan aktivitas metakognisi yang dilakukan oleh subjek berkemampuan matematika tinggi,

Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas merupakan pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau

UJI ANTIPIRETIK PATCH EKSTRAK ETANOL BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) DENGAN ENHANCER SPAN-80 DAN MATRIKS HPMC TERHADAP TEMPERATUR TIKUS PUTIH.. FITRI ILLA KHOLI SOTUN

 Perhatian ekstra apa saya yang ibu/bapak berikan bagi para siswa untuk membantu mereka mempersiapkan ujian..  Apakah ibu/bapak memberi semangat atau menenangkan para siswa

Manfaat dari penelitian ini adalah (1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif bagi peningkatan pemahaman konsep tentang menyatakan lambang bilangan cacah