• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesenjangan Distribusi Aset dan Krisis Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kesenjangan Distribusi Aset dan Krisis Indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Krisis Indonesia: Konsekwensi Kesenjangan Distribusi Aset

Komentar Atas Buku Andrinof Chaniago, Universitas Negeri Padang, 2002.

Oleh

Syafruddin Karimi,Ph.D

Menarik juga mengikuti bagaimana Chaniago (2001) cenderung menyerang ekonom Indonesia sebagai tidak mampu mencari penyebab krisis Indonesia dan menyebut mereka berada dalam kebingungan mencari penjelasan. Setelah menyorot beberapa penjelasan beberapa ekonom tentang krisis ekonomi Indonesia, mulai dari Montes hingga Corden, akhirnya Chaniago sampai kepada inti kesimpulannya sendiri kepada dua yang disebutnya hal mendasar yang menjadi penyebab krisis. Pertama adalah sikap sikap hiper-pragmatis dari elit politik yang berkuasa dan berpengaruh dalam kebijakan ekonomi sejak akhir 1980-an. Kedua adalah Presiden Suharto bersama kroni-kroni yang mempengaruhi keputusan bisnis. Dia juga berpendapat bahwa krisis Indonesia bukanlah krisis moneter atau krisis ekonomi, tetapi krisis kegagalan pembangunan. Chaniago (2001) menyatakan bahwa Orde Baru meninggalkan tujuh bentuk kesenjangan. Chanigo tampaknya percaya bahwa penyebab krisis Indonesia adalah kesenjangan kekuatan ekonomi dan kekuatan politik yang saling berhimpitan. Namun dia tidak mampu menjelaskan hubungan langsung antara kesenjangan tersebut terhadap krisis. Walaupun dia percaya bahwa krisis Indonesia berbeda dengan krisis di Thailand dan Korea, tetapi dia juga menyebut bahwa krisis Indonesia sebagai bagian dari krisis Asia. Kalau kita menyatakan bahwa krisis Indonesia adalah bagian dari krisis Asia, apakah itu muncul bukan karena contagion effects yang dilansir pertama kali oleh banyak ekonom Indonesia? Perekonomian Indonesia yang sudah sangat terbuka, terbuka pula terhadap semua bentuk dampak ekonomi, termasuk dampak krisis dari negara lain. Keterbukaan ekonomi bagi Indonesia juga mencerminkan ketergantungan. Ketergantungan hampir dalam semua hal, sebutlah pasar, teknologi, hutang dan intelektualitas. Orang Indonesia cenderung lebih percaya kepada orang asing dibanding kepada dirinya sendiri. Ketika terjadi krisis mata uang rupiah, pengambil kebijakan Indonesia tidak mampu merdeka mencari solusi solusi yang mencerminkan dia sebagai bangsa merdeka. Mereka cenderung mencari jawaban kepada badan badan internasional dan pengamat asing yang belum tentu memiliki jawaban riil terhadap persoalan riil domestik yang mendominasi krisis.

(2)

Sensus Ekonomi 1996, peta kekuatan ekonomi kita masih menunjukkan kurang dari 5% pelaku ekonomi memiliki lebih dari 95% aset ekonomi bangsa. Sementara lebih dari 95% pelaku ekonomi memiliki aset kurang dari 5%. Sayangnya, distribusi aset dan distribusi pendapatan hingga hari ini masih belum menjadi indikator kinerja kebijakan ekonomi makro. Padahal perbaikan distribusi aset dan distribusi pendapatan adalah ciri utama keadilan dan demokratisasi ekonomi yang menjadi mesin sistem ekonomi kerakyatan.

Sejak tahun 1987 hingga tahun 1990 telah terjadi peningkatan ketimpangan di dalam distribusi pendapatan, baik dari sisi pengeluaran per kapita maupun dari sisi pendapatan per kapita. Keadaan ini berlanjut hingga sekarang, baik secara nasional maupun antar daerah di Indonesia. Daerah daerah yang bergolak seperti Aceh, Riau dan Papua menurut data distribusi pendapatan mengalami peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan yang cukup tajam. Timor Timur yang telah memisahkan diri dari Republik Indonesia, sejak tahun 1987 mengalami kenaikan ketimpangan di dalam distribusi pendapatan.

Perkembangan ketimpangan distribusi pendapatan juga terjadi pada rumah tangga pertanian yang dominan menjadi sumber penghidupan orang Indonesia. Selama 1983-1993 memang telah terjadi perbaikan pendapatan rumah tangga di sektor peratanian. Begitu juga telah makin banyak dari rumah tangga pertanian yang bekerja di luar sektor pertanian seperti di sektor industri, perdagangan dan jasa-jasa. Namun selama 1983-1993, ketimpangan distribusi pendapatan di dalam rumah tangga telah meningkat cukup besar. Koefisien Gini pendapatan rumah tangga pertanian meningkat dari 0,43 pada tahun 1983 menjadi 0,65 pada tahun 1993.

Peningkatan ketimpangan di dalam distribusi pendapatan dan kemiskinan sebelum krisis seakan tidak berhubungan sama sekali. Sebelum krisis tingkat kemiskinan menurun secara sistematis, sementara ketimpangan distribusi pendapatan terus pula memburuk hingga menimbulkan krisis. Logikanya penurunan jumlah penduduk miskin mesti terjadi bersamaan dengan menurunnya tingkat ketimpangan. Pemerintahan orde baru mampu menghasilkan kesan seolah-olah kemiskinan berkurang. Pada hal kalau diperiksa melalui indikator distribusi pendapatan, kemiskinan terus saja mengalami kenaikan. Pada tahun 1998, di tengah krisis, tingkat kemiskinan memperlihatkan wajah yang sebenarnya. Ketimpangan distribusi pendapatan yang meningkat diiringi pula oleh kenaikan jumlah penduduk miskin.

(3)

Keadilan ekonomi harus ditegakkan sebagai landasan pembangunan yang stabil dan berkelanjutan. Kita tidak dapat memimpikan pertumbuhan ekonomi yang stabil kalau kita tidak memperhatikan apakah sumber pertumbuhan merata dimiliki anggota masyarakat atau tidak. Kita juga tidak dapat mengharapkan pertumbuhan akan terus menerus berlangsung bila pertumbuhan itu tidak melibatkan anggota masyarakat secara merata.

Ketimpangan distribusi penguasaan aset antar anggota masyarakat merupakan penyebab ketidakadilan ekonomi. Ada kelompok masyarakat memiliki kelebihan penguasaan aset produktif. Pada saat yang sama terdapat pula anggota masyarakat yang tidak menguasai aset produktif sama sekali. Perbedaan penguasaan aset produktif merupakan penyebab disparitas pendapatan antar golongan masyarakat. Aset produktif adalah mesin kegiatan produktif yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Bila distribusi aset produktif tidak merata, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan merata. Sumber pertumbuhan yang tidak merata tidak mampu menjadi kekuatan ekonomi yang berbasis kuat untuk menjaga keberlanjutan.

Pembangunan ekonomi yang ditegakkan atas basis yang lemah akan mudah rontok akibat kejutan eksternal. Biarpun pertumbuhan ekonomi pernah melaju sangat tinggi, tetapi karena basisnya lemah, kejutan eksternal akan memporakporandakan pertumbuhan itu menjadi krisis. Krisis yang kita alami sekarang ini adalah produk dari kebijakan masa lalu yang tidak mampu dengan tegas mendudukkan persoalan redistribusi aset yang menciptakan pemberdayaan bagi mayoritas rakyat Indonesia. Seringkali, redistribusi aset hanya menjadi jargon yang ditampilkan berulang-ulang sebagai komoditas politik untuk menarik dukungan dan cenderung menipu rakyat. Akibatnya jurang kaya miskin terus berlanjut dan terus menjadi sumber konflik horizontal dan vertikal sehingga stabilitas menjadi semakin mahal.

Paradigma baru pembangunan terus mendendangkan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Dendang tetap akan tinggal dendang sebagai permainan oportunis politik yang mengeksploitasi rakyat sebagai alat transportasi menuju kekuasaan. Setelah mencapai kekuasaan, mereka kembali sepakat melindungi statusquo kepentingan bisnis dan politik kalangan monopoli modal. Redistribusi aset dilihat sebagai ancaman bagi konglomerasi dan statusquo. Padahal, redistribusi aset adalah kunci untuk menggerakkan pembangunan dengan paradigma baru yang meletakkan rakyat sebagai subjek, bukan sebagai objek politik. Strategi pembangunan yang meletakkan redistribusi aset sebagai instrumen kebijakan akan menghasilkan stabilitas pemerintahan. Karena redistribusi aset akan memungkinkan setiap warga negara memiliki aset produktif guna menjamin kehidupannya. Redistribusi aset adalah jalan menuju demokrasi dan keadilan ekonomi yang akan membuka akses setiap warga negara terhadap pasar. Kebijakan redistribusi aset mestinya masuk ke dalam agenda pembangunan ekonomi nasional dengan komitmen politik yang tegas dan jelas.

(4)

Redistribusi aset dapat menghasilkan stabilitas secara internal dan endogenous damai, demokratis dan manusiawi, tanpa tekanan dan paksaan dari luar. Stabilitas yang dihasilkan di dalam suasana damai dan demokratis akan mendorong investasi yang diperlukan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif ini tidak akan ada pertentangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Secara teoritis dan empiris pengalaman negara negara industri baru memperlihatkan bahwa pemerataan dapat menjadi penggerak pertumbuhan kegiatan ekonomi. Hal ini telah jauh hari dinyatakan oleh Bung Hatta sebagai perintis pemikiran ekonomi kerakyatan (Hatta, 1946; Hatta, 1976). Pemegang Nobel ekonomi, Gunnar Myrdal juga telah jauh hari menyatakan bahwa pemerataan mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan (Myrdal, 1974). Hasil penelitian ekonomi yang masih tergolong baru juga memberikan pembenaran terhadap pandangan yang menyatakan bahwa redistribusi aset dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi (Persson & Tabellini, 1994).

Ketimpangan penguasaan aset produktif tercermin dalam konsentrasi kekuatan pasar yang merupakan sumber ketimpangan distribusi pendapatan. Baik distribusi penguasaan aset, distribusi pendapatan maupun konsentrasi kekuatan pasar sama sama merupakan variabel strategis, politis, dan ekonomis yang hampir tidak pernah menjadi sasaran koreksi kebijakan publik dalam arti substansi. Karena tidak pernah memberikan koreksi terhadap ketiga variabel itu, Indonesia menjadi labil terhadap krisis, dan sulit ke luar dari krisis. Korea Selatan dan Thailand adalah contoh perekonomian yang memiliki distribusi aset lebih merata dibanding Indonesia terbukti lebih cepat ke luar dari krisis dan kembali pulih kegiatan ekonominya.

Keadilan ekonomi sangat diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Keadilan distributif akan menciptakan stabilitas untuk melakukan investasi. Kecemburuan sosial ekonomi akan berkurang dengan berjalannya keadilan di dalam distribusi aset. Makin berkurang jumlah orang yang bakal menjadi objek eksploitasi orang lain bila distribusi aset makin merata. Pertumbuhan ekonomi akan ke luar dari situasi di mana implementasi keadilan distributif berlangsung. Kita tidak perlu lagi mempertentangkan antara pertumbuhan dan pemerataan bila kita telah memiliki komitmen untuk membuat sumber pertumbuhan menjadi makin merata kepemilikannya di dalam masyarakat. Paradigmanya bukan lagi mengharapkan pemerataan bisa ke luar dari pertumbuhan, tetapi pemerataan harus diciptakan untuk menghasilkan pertumbuhan. Kebijakan pemerataan sumber pertumbuhan ekonomi membuat masyarakat makin produktif, karena setiap orang akan memiliki aset non-buruh yang makin besar. Distorsi ekonomi tidak akan terjadi karena orang miskin tidak mendapat subsidi yang mempengaruhi harga, tetapi aset yang membuat mereka makin produktif.

(5)

mempertahankan dominasi kekuasaan terhadap BUMN yang berada di daerah daerah, selama itu pula daerah akan merasa terus sebagai objek kekuasaan pemerintah pusat. (Selama itu pula konflik berbiaya mahal akan tetap sangat potensial). Akibatnya keberlanjutan aset BUMN akan terganggu. Rasa memiliki aset yang berada di daerah akan terganggu. Karena itu diperlukan kebijakan redistribusi sebelum setiap BUMN melalui privatisasi. Bila itu tidak dilakukan, daerah daerah akan terus tergantung kepada pusat. Akibatnya sentralisasi kebijakan ekonomi akan terus pula berkembang. Pengalaman Indonesia selama 3 dekade telah memberi pelajaran bahwa sentralisasi kebijakan ekonomi telah memandulkan inisiatif lokal untuk mencari solusi lokal.

Indonesia harus berusaha keras ke luar dari krisis ekonomi dengan menjalankan agenda reformasi sejalan dengan tuntutan pembangunan ekonomi kerakyatan. Demokrasi politik harus berhasil mereformasi struktur kekuatan ekonomi yang telah menciptakan ketergantungan bangsa pada utang luar negeri. Mengandalkan kekuatan asing melalui utang dan penanaman modal tanpa demokrasi ekonomi hanya akan memperlemah daya saing bangsa dalam jangka panjang. Pemasukan modal dalam jangka pendek tanpa pembangunan kekuatan ekonomi kerakyatan dengan basis yang luas hanya akan memperlemah daya saing bangsa dalam jangka panjang. Pendekatan itu tidak akan membangunan keunggulan komparatif bangsa di luar upah buruh murah dan pengurasan sumber daya alam.

Pemberlakuan sistem ekonomi kerakyatan haruslah mampu memberikan koreksi fundamental terhadap pembangunan ekonomi yang berorientasi kepentingan konglomerasi. Pembangunan yang tidak berbasiskan pada masyarakat secara luas tidaklah akan stabil dan berkelanjutan. Krisis adalah konsekwensi dari strategi pembangunan tanpa demokrasi ekonomi sehingga masyarakat luas tetap sebagai objek di bawah konsentrasi kekuatan pasar, ketimpangan distribusi penguasaan aset, dan distribusi pendapatan. Otonomi daerah adalah alat untuk mengaktualisasikan pembangunan ekonomi berbasis masyarakat melalui sistem ekonomi kerakyatan. Otonomi daerah hanya akan melahirkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan bila diikuti oleh kebijakan publik yang menjamin pasar berkeadilan, demokratis, dan ramah terhadap sektor ekonomi kerakyatan. Pelaksanaan otonomi telah memperlihatkan tanda tanda penyimpangan dari tujuan mulia pemberdayaan rakyat. Undang Undang No. 22 tahun 1999 tidak mewajibkan wakil rakyat memiliki akuntabilitas terhadap rakyat, tetapi menerima akuntabilitas dari pemerintah daerah. Peluang kolusi antara legislatif dan eksekutif sangat potensial berkembang tanpa tersedia aturan main legal untuk mengontrolnya. Kalau kecenderungan ini dibiarkan berkembang, pembangunan ekonomi kerakyatan akan tetap tinggal jargon politik karena dana publik akan terus menjadi mangsa kolusi antara legislatif dan eksekutif di daerah tanpa ruang legal formal yang disediakan bagi rakyat untuk mengontrol. Karena itu pembangunan ekonomi kerakyatan juga menghendaki revisi UU No. 22 tahun 1999 agar membuka ruang bagi rakyat di daerah mengontrol perilaku wakil rakyat.

(6)

pembangunan ekonomi secara nasional harus memberikan koreksi terhadap kekeliruan paradigma yang telah menimbulkan krisis nasional. Keseimbangan ekonomi pasca krisis yang dituju haruslah yang adil, stabil dan berkelanjutan, bukan keseimbangan ekonomi sebelum krisis di mana ekonomi kerakyatan dan daerah lebih banyak sebagai objek. Proteksi terhadap golongan ekonomi lapisan atas harus dihapuskan melalui perdagangan yang makin bebas. Pemberlakuan Undang Undang Pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat harus segera diimplementasikan agar setiap warga memiliki akses untuk memasuki dunia usaha secara berkeadilan.

Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia ke depan harus memiliki visi yang menjamin terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Keadilan adalah kunci kemakmuran. Keadilan dapat diukur sepanjang waktu dari perbaikan dalam distribusi aset dan distribusi pendapatan, pengurangan jumlah penduduk miskin, perbaikan akses mayoritas rakyat terhadap fasilitas sosial, pendidikan dan kesehatan, dan perbaikan akses mayoritas pelaku ekonomi terhadap lahan produktif, peluang pasar, kredit, dan teknologi. Sementara kemakmuran dapat diukur dari kinerja pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi. Kesadaran dan komitmen politik para wakil rakyat dan pemerintah sangat diperlukan untuk melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan yang benar benar berpihak kepada mayoritas pelaku ekonomi rakyat. Pemerintah pusat perlu mereformasikan diri menjadi pemerintahan nasional yang mampu mengintegrasikan kekuatan ekonomi nasional sehingga antar daerah yang memiliki keunggulan komparatif memiliki keterkaitan yang memperkuat basis perekonomian nasional. Keadilan ekonomi harus terjadi seiring dengan integrasi ekonomi. Bagi Indonesia, pembangunan ekonomi yang adil, stabil dan sustainable tidak akan terwujud tanpa kekuatan politik yang memiliki integritas melakukan redistribusi aset produktif dan mengintegrasikan kekuatan ekonomi yang tersebar di seluruh nusantara.

Referensi

Chaniago, A.A. (2001), Gagalnya Pembangnan, (Jakarta: LP3ES).

Hatta, Mohammad (1946), "Ekonomi Indonesia di Masa Datang," Pidato yang diucapkan sebagai Wakil Presiden dalam Konperensi Ekonomi di Yogyakarta.

Hatta, Mohammad (1976), "Bagi Kue Dulu, biarpun kecil," Prisma, 1, 42-45. Myrdal, Gunnar (1974), "Growth and Social Justice," World Development, 1,

119-120.

Referensi

Dokumen terkait

For the modeling of the walls, the adjacent ground points (or the lowest points in the walls points) are detected so that the points are in the neighborhood of

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan

Deis dan Groux (1992) dalam Nurul (2015) mengemukakan 4 hal yang memiliki hubungan dengan kualitas audit yaitu: (1) lama waktu auditor melakukan pemeriksaan terhadap suatu

Pada lahan sulfat m asam dalam budi day a padi saw ah sudah dikenalkan penyiapan lahan yang inovatif, yakni (I) tanpa olah tanah (TO T) m eng- gunakan herbisida, (2) olah tanah m

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

4) tinjauan tematik, peneliti mempelajari pokok-pokok atau tema-tema masalah yang telah diteliti peneliti sebelumnya, tetapi peneliti sebelumnya tersebut masih

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur, jam kerja dan jumlah tanggungan dalam keluarga terhadap pendapatan pengemudi becak wisata