• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter I Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian emiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima PunggaPungga Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter I Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian emiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima PunggaPungga Kabupaten Dairi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi Arabika dan 30% berasal dari spesies kopi Robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Kecamatan Silima Pungga-pungga dengan ibukota Parongil, merupakan satu dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi, secara geografis terletak pada bagian Barat Laut dari Sidikalang pada ketinggian 400 – 800 meter diatas permukaan laut dengan suhu udara bekisar 26C - 32C. Luas wilayah 8.340 ha dimana sebahagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang

dengan tingkat kemiringan tanah bervariasi antara 0-25 (SKPD Kec. Silima Pungga-pungga, 2010).

(2)

hingga Rp. 2.500 per kilogram. Hal ini diakibatkan gagal panennya kopi di Negara penghasil kopi terbesar yaitu di Brazilia (Sinaga, 2009).

Enam puluh lima persen produksi kopi Robusta Indonesia masih merupakan kopi dengan mutu rendah, rendahnya mutu produksi kopi Robusta tersebut terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen, dan pasca panen yang belum maksimal (Soeseno,2003); akibatnya harga kopi Robusta menjadi sangat rendah sehingga membuat pendapatan yang diperoleh petani tidak sesuai dengan biaya (cost) yang dibutuhkan untuk pengelolaan kopi tersebut. Hal ini mengakibatkan petani mengalami penurunan dalam mengeluarkan biaya (cost) untuk memelihara dan mengembangkan kopi Robusta. Seperti di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, terjadi juga penurunan luas lahan perkebunan kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dari 1.565 ha pada tahun 2008 (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2009) menjadi 1.215 ha pada tahun 2012 (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013). Tingkat produktivitas kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga juga masih rendah yaitu sebesar 610,46 kg/ha/tahun. Produksi ini masih jauh dari potensi produksi kopi Robusta yang dapat mencapai 2,30 - 4,0 ton/ha/tahun (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013).

(3)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga.

Kegunaan Penelitian

- Untuk mengetahui hubungan ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga. - Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi Robusta

Kopi Robusta adalah spesies kopi utama yang dibudidayakan, berasal dari Afrika dan hingga saat ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam di Indonesia. Di pilihnya kopi Robusta sebagai jenis kopi yang paling banyak di budidayakan di Indonesia selain karena ketahanan terhadap penyakit karat daun (Hemelia vastatrix) yaitu mudah dalam pembudidayaan di bandingkan dengan Arabika. Hal ini yang menyebabkan pembudidayaannya dapat dikatakan lebih mudah dibandingkan dengan Arabika, yaitu karena kopi Robusta dapat di tanam di dataran rendah. Hal ini juga didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang lebih banyak terdapat dataran rendah dibanding dengan dataran tinggi

(Dirjen Perkebunan, 2006).

Sistematika kopi Robusta adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

(5)

Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian) Genus : Coffea

Spesies : Coffea robusta Lindl. (Rahardjo, 2012).

Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Robusta

Akar

Kopi Robusta mempunyai sistem perakaran tunggang dengan rambut-rambut

akar yang menyebar luas. Kopi Robusta yang berasal dari stek biasanya memiliki 2-3 akar tunggang semu. Bibit kopi yang berasal dari kultur jaringan dengan teknik emrio genesis juga memiliki akar tunggang seperti pada biji. Kopi Robusta tergolong memiliki sifat perakaran dangkal, sebagian besar akarnya terletak di dekat permukaan tanah (0-30 cm).

Tajuk (Cabang dan Daun)

Kopi Robusta mempunyai dua macam cabang yaitu : cabang ortotrof (tumbuh ke atas, vertical) yang dapat menghasilkan cabang plagiotrof, dan cabang plagiotrof (tumbuh ke samping, horizontal). Cabang plagiotrof primer (tumbuh pada batang pokok) hanya tumbuh sekali, jadi kalau sudah mati tidak pernah tumbuh cabang primer baru di tempat yang sama, Cabang plagiotrof primer dapat menghasilkan cabang plagiotrof sekunder. Di ketiak daun terdapat seri mata tunas, satu seri biasanya terdiri atas 3-5 mata tunas, dan tiap mata tunas dapat menghasilkan 3-5 primordia bunga. Mata tunas dapat berkembang menjadi bunga atau menjadi cabang tergantung kondisi lingkungan. Daun-daun baru kopi Robusta terbentuk dalam waktu antara 3-4 minggu sekali.

(6)

Bunga kopi tumbuh dari tunas mata seri yang terdapat di ketiak daun. Dalam perkembangannya bunga kopi mengalami fase dormansi (berupa lilin hijau) dan fase aktif (berupa lilin putih, pemekaran bunga, dan terjadinya penyerbukan serta pembuahan). Fase dormansi biasanya terjadi pada saat tanaman mengalami cekaman (stress) air, dan fase ini akan segera berakhir setelah turun hujan atau ada pengairan. Kopi Robusta bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai dini (waktu fajar) hari sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh angin dan serangga. Terjadinya hujan pada pagi hari pada saat bunga mekar akan sangat mengganggu terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan.

Buah

Kopi Robusta mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak memerlukan waktu antara 6-9 bulan, tergantung faktor genetik dan lingkungan tumbuh tanaman.

Kopi Robusta memiliki daging buah (pulp) yang lebih kecil dan sedikit berair serta kulit tanduknya juga kurang tebal jika dibanding dengan kopi Arabika.

Biji

Kopi Robusta memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji tidak normal pada kopi Robusta ada beberapa macam, yaitu : biji bulat (round bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle bean), dan biji kosong (empty bean).

(7)

dari buah kopi yang memiliki tiga ruas biji. Biji segitiga memiliki satu keping biji dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak memiliki keping biji. Jadi di dalam kulit tanduk tidak ada isinya (Mawardi, dkk, 2008).

Deskripsi Morfologi Kopi Robusta

Beberapa sifat penting kopi Robusta :  Resisten terhadap penyakit HV

 Tumbuh baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl tetapi masih toleran terhadap

ketinggian <400 m dpl dengan suhu sekitar 21 – 24 C.

 Mengkehendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3 – 4 bulan

berturut-turut dan mendaat hujan kiriman 3 – 4 kali.  Produksi lebih tinggi dari kopi Arabika.

 Kualitas buah lebih rendah dari kopi Arabika, tetapi lebih tinggi dari kopi

Liberika.

 Rendemen sekitar 22%.

(Najiyati dan Danarti, 2004).

(8)

Tabel. Syarat tumbuh kopi Robusta

Kriteria Syarat Tumbuh

Garis lintang 0° - 10° LS sampai 0° - 5° LU

Tinggi tempat 400-800 m dpl

Suhu udara rata-rata 30°C - 33°C

Curah hujan 2000 - 3000 mm / thn

Jumlah bulan kering (curah hujan < 60 mm / bln)

1 – 3 bulan/thn

pH 5,5 – 6,5

Bahan organic Min 2%

Kedalaman tanah efektif > 100 cm

Kemiringan tanah < 25%

Sumber : Dirjen Perkebunan, 2006

Klasifikasi Tanah

(9)

dimulai dari yang bersifat umum hingga yang khusus yaitu: Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub Group, Famili dan Seri (Darmawijaya, 1975).

Ultisol

Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).

Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat

(10)

Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik, dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa rendah yang diukur dengan kejenuhan basa pH 7 < 50 % pada kedalaman 125 cm dibawah atas horizon argilik/kandik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2006).

Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang belum basah (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah basah, dan masih banyak menyerupai sifat bahn induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau non pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, yang berdrainase buruk hanyadapat dipergunakan untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).

Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat tergantung dari tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya solumnya tebal, sedangkan pada daerah berlereng curam solummya tipis. Pada tanah berlereng cocok bagi tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

(11)

sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun lapisan bawah.

Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di semua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara umum disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi (Damanik, dkk, 2010).

Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab. Rezim kelembaban tanah sebagian besar udik, dan rezim suhu sebagian besar

isoterm atau isomesik. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah. Tanah ini memiliki epipedon umbrik ataupun ochrik dan sebagian besar memiliki

horison bawah penciri kambik. Sub ordo ini sebagian besar ditumbuhi hutan cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk perladangan berpindah (Soil Survey Staff, 1975).

(12)

hingga kedalaman 1 meter, (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc) pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 meter dan (3) tidak memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).

Andisol

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak densik,

litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik (Soil Survey Staff , 2010).

Suatu tanah memiliki sifat andik bila : 1) mengandung bahan organik < 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan memenuhi satu atau kedua syarat berikut, 2) memenuhi semua syarat berikut a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi air 33 kPa yaitu < 0.90 g/cm3, b) retensi fosfat > 85 %, dan c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 2.0 %, atau 3) memenuhi syarat berikut

: a) mengandung > 30 % fraksi tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm, b) retensi fosfat > 25 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium

(13)

Penamaan tanah Andisol memiliki sejarah yang panjang. Pada tahun 1947, Ando soil merupakan nama dari bahasa Jepang dari kata Anshokudo yang berarti gelap (An), warna (Shoku) dan tanah (Do). Banyak nama yang diberikan kepada tanah ini. Diantaranya Trumao Soils (Amerika Selatan), Andosol, Tanah Debu Hitam, Tanah Pegunungan (Indonesia), Kuroboku, Black Volcanic Soils, Kurotsuchi, Andosols, Humic Allophane Soils, atau brown Forest Soils (jepang), Brown Loam Soils (New Zaland), Talpetate Soils (Nikaragua), Andept atau Hydrol Humic Latosols (USA) (Mukhlis, dkk, 2011).

Pada tahun 1964, Dudal melihat banyak perbedaan dan persamaan penamaan Andosol. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka sejak tahun itulah tanah ini resmi digunakan dengan nama Andosol. Nama Andosol pun kian kuat karena juga dipakai dalam peta tanah dunia FAO-Unesco. Namun dalam Soil Taksonomi 1979, digunakan nama Andept sebagai sub ordo Inseptisol. Tahun 1978, Smith mengusulkan Andept sebagai satu ordo baru, yaitu Andisol. Nama ini resmi digunakan dalam Soil Taksonomi 1990 hingga sekarang

(Mukhlis, dkk, 2011).

Andisol terbentuk dari debu volkanik. Debu vulkanik kaya dengan mineral liat amorf atau alofan yang mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Tan, 1998).

(14)

dan Negara bagian kepulauan Selatan-Barat Pasifik. Di Indonesia, luas penyebaran Andisol 3,4 % luas daratan Indonesia yang diperkirakan seluas 6.491.000 ha. Andisol paling banyak tersebar di Sumatera Utara dengan luas area 1.875.000 ha, Jawa Timur 0,73 juta Ha, Jawa Barat 0,50 juta Ha, Jawa Tengah 0,45 juta Ha, dan Maluku 0,32 juta Ha (Munir, 1996).

Tanah Andisol banyak tersebar di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan berbagai jenis vegetasi. Andisol tersebar di wilayah dataran tinggi sekitar 700 m dpl atau lebih. Umumnya digunakan untuk pertanian pangan lahan kering seperti jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, umbi-umbian. Untuk tanaman hortikultura sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis dan kacangkacangan sedangkan untuk budidaya bunga-bungaan serta tanaman perkebunan seperti kopi dan teh (Subagyo, dkk, 2000).

Korelasi Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Robusta

(15)

memiliki masalah terhadap kadar garam total, karena apabila kadar garam total yang semakin tinggi justru dapat berbahaya bagi tanah (pemadatan tanah) dan tanaman (plasmolisis). Kadar kalium (K) yang tinggi, berarti tidak diperlukan pemupukan dengan menggunakan pupuk yang mengandung unsur K (misalnya pupuk KCl). Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil kopi adalah bahan oranik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, Urea, dan SP-36.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi iklim sekitarnya. Tanaman kopi Robusta akan tumbuh baik dengan ketinggian tempat 400-800 m dpl, Suhu udara rata‐rata 30-33 oC. Tempat yang semakin tinggi tentunya mempunyai suhu yang lebih rendah atau lebih dingin. Pada kondisi dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup. Hal ini akan mempengaruhi terhadap produksi akhir yang dihasilkan. Dengan banyaknya jumlah bunga yang dihasilkan maka produksi kopi akan semakin banyak. Hasil penelitian Karim (1993) menunjukkan, ketinggian tempat di atas permukaan laut dan lereng ber-pengaruh sangat nyata, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produksi. Besarnya pengaruh langsung tersebut adalah 36,85% dan 40,45%, sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung adalah 0,10% dan 5,77%.

(16)

menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan aliran menjadi empat kali lebih besar, akibatnya maka besar /berat benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda. Hal ini akan mengangkut bahan organik maupun serasah yang ada di permukaan tanah yang diperlukan oleh tanaman kopi. Sementara bahan organik turut serta dalam menyumbang unsur hara tanaman kopi. Hal ini tentunya akan mengurangi produksi kopi (Kustantini, 2014).

Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan analisis hubungan antara satu atau lebih variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel respon. Analisis regresi terbagi menjadi regresi linear dan non linear. Disebut regresi linear apabila antara variabel bebas dan variabel respon berhubungan secara linear sedangkan pada regresi non linear maka antara variabel bebas dengan variabel respon berhubungan secara nonlinear. Untuk regresi linear secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu regresi sederhana dan berganda. Regresi sederhana terjadi apabila dalam model regresi hanya memuat satu variabel bebas sedangkan pada regresi berganda memuat paling sedikit dua variabel bebas (Pramesti, 2009).

Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Besarnya R Square berkisar antara 0-1 yang berarti semakin kecil besarnya R Square, maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya jika R Square semakin mendekati 1, maka hubungan kedua variabel semakin kuat (Sarwono, 2012).

(17)

b2, b3 merupakan parameter regresi dan X merupakan variabel bebas (Pramesti, 2009).

Jika hasil tabel dari suatu data menunjukkan semua koefisien regresi bernilai positif, maka pengaruh X1 dan X2 mempunyai kecendrungan positif terhadap Y. Dapat diperhatikan pula bahwa > Sig.X1 maka pengaruh

Gambar

Tabel. Syarat tumbuh kopi Robusta

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu

Baja ringan memiliki beberapa fenomena keruntuhan diantaranya, terjadi kerutan atau tekuk yang diamati pada batang tekan berlangsung secara tiba1tiba dan sangat berbahaya

Komitmen awal GCC +4 untuk melawan ISIS sejak pertemuan 11 September 2014 di Jeddah ditandai dengan sebuah kesepakatan yang berisi antara lain: menuntut pemerintahan

Pada skenario Embrio I, TBBR akan fokus menjual BBR jadi yang paling banyak dibutuhkan oleh pengrajin baik jenis maupun kualitasnya dimana BBR tersebut dibeli dalam bentuk bahan

Nada yang menimbulkan efek ketakutan, kekejaman, dan ketidakmanusiawian yang dilakukan oleh pemberontak dengan memusnahkan seluruh orang Eropa adalah salah satu bentuk yang

a. Lingkungan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Lingkungan kerja mempengaruhi 11,7% perubahan motivasi kerja karyawan.

Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan (digunakan metode survey atau kualitatif) dan untuk menguji keefektifan produk

Penelitian ini menghasilkan data statistik jumlah bangunan sebanyak 139 bangunan dengan persentase bangunan utama 0%, bangunan pengatur 13%, Bangunan Pelengkap 37%, Saluran