• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PANNMED VOL 9 NO 3 Januari April 2015 final pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " JURNAL PANNMED VOL 9 NO 3 Januari April 2015 final pdf"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH

PANNMED

(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

VOL. 9, NO. 3, JANUARI – APRIL 2015

TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER)

Penanggung Jawab:

Dra. Ida Nurhayati, M.Kes.

Redaktur:

Drg. Herlinawati, M.Kes.

Penyunting Editor:

Soep, SKp., M.Kes. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si, Apt

Desain Grafis & Fotografer:

Rina Doriana, SKM, M.Kes Julia Hasanah

Sekretariat:

Yusrawati Hasibuan, SKM, M.Kes. Elizawarda, SKM., M.Kes. Dina Indarsita, SST, M.Kes.

Alamat Redaksi:

Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: 061-8368633

Fax: 061-8368644

DAFTAR ISI Editorial

Pengaruh Ketebalan Pasir dalam Saringan Pasir dan Arang Kayu Terhadap Penurunan Kadar Besi (FE), Kekeruhan dan Warna Air Sumur Gali oleh Suprapto, TH.Teddy Bambang S, Mustar Rusli.……...195-201

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien TB Paru di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan oleh Soep...202-205

Pengaruh Latihan (ROM) Pasif Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 oleh Zainuddin Harahap...206-209

Uji Efek Antibakteri Ekstrak Daun Teh (Camellia

sinensis L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Escherichia coli oleh Amriani, Lanny Permata

Sari...210-214

Pengaruh KB Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Peningkatan Berat Badan Ibu di Klinik Bersalin Sahara Padangsidimpuan Tahun 2014 oleh Rosmawaty Harahap...215-221

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja di SMK Negeri 1 Kutalimbaru oleh Jujuren br Sitepu...222-225 P

Pengetahuan dan Dukungan Suami Berhubungan dengan Tindakan Pemeriksaan IVA pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Sunggal Kanan Tahun 2014 oleh Dewi Meliasari...226-230

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesehatan Fisik Lansia di Dusun III Desa Hutarao Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2014 oleh Efendi Sianturi...231-237

(2)

Erosi Gigi pada Anak Usia Remaja di SMP Raksana Medan oleh Ameta Primasari, Uta Juliani...245-249

Komunikasi Terapeutik pada Pasien Pre Oparatif Efektif Menurunkan Tingkat Kecemasan Pasien oleh Irwan Batubara...………...250-252

Pengaruh Penambahan Minyak Atsiri Jahe Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas oleh Mangoloi Sinurat, Togar Manalu, Suryani M.Florence Situmeang...…...…253-256

Pengetahuan PUS yang Baik Tentang Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) Tidak Berhubungan dengan Tindakan Penggunaan AKDR di Desa Cinta Damai Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang oleh Masrah...……257-262

Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Penyuluhan Menggunakan Media Flip Chart dan Boneka Animasi pada Anak Kelas V SD Negeri 105307 Sukaraya Pancur Batu Tahun 2014 oleh Asnita Bungaria Simaremare, Rosdiana T Simaremare...263-267

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Cakupan Pemeriksaan Kehamilan di Klinik Suryani Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 oleh Ida Nurhayati, Elizawarda...268-271

Tingkat Pengetahuan Anak Tentang Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut Terhadap Ohi-S dan Terjadinya Karies pada Siswa/i Kelas IV SDN 101740 Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2014 oleh Sri Junita Nainggolan...272-276

Hubungan Perilaku Pasien dalam Perawatan Diabetes Melitus dengan Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Melitus di Ruang Rindu A1 dan A2 RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015 oleh Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti...277-281

Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Bidan Tentang Penularan HIV/AIDS pada Proses Persalinan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan oleh Suswati...……282-287

Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kepatuhani Orangtua yang Mempunyai Anak dengan Leukemia dalam Menjalani Terapi Kemoterapi di RB4 RSUP H.A.Malik Medan Tahun 2014 oleh Tiurlan Mariasima Doloksaribu, Risma Dumiri Manurung...288-291

(3)

Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas dalam Terhadap Nyeri Menstruasi pada Siswi SMA 3 Kota Padangsidimpuan Tahun 2014 oleh Ratni Siregar,

Ramlan Nasution, Elly Indrani

Harahap...297-301

Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136

(4)

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.

Jurnal PANNMED Edisi Januari – April 2015 Vol. 9 No. 3 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 21 Judul Penelitian.

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit

2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini.

Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama.

(5)

PENGARUH KETEBALAN PASIR DALAM SARINGAN PASIR DAN

ARANG KAYU TERHADAP PENURUNAN KADAR BESI (FE),

KEKERUHAN DAN WARNA AIR SUMUR GALI

Suprapto, TH.Teddy Bambang S, Mustar Rusli

Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Medan

` Abstrak

Air minum yang mengandung besi (Fe) cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Menurut Permenkes RI Nomor :416 / Menkes/Per/IX/1990 yang memenuhi syarat kadar maksimum yang diperbolehkan untuk zat besi (Fe) pada air bersih : 1,0 mg/l, kekeruhan : 25 NTU dan warna : 50

TCU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ketebalan pasir dalam saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe),kekeruhan dan warna air sumur gali. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan pre and postes control design. Sampel air sumur gali diambil dari Kelurahan Aur Medan Maimun sebanyak 100 liter. Pretest kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna sampel air sumur gali yaitu 1,20 mg/l,18,13 NTU dan 33,80 TCU . Postest yaitu hasil pengukuran kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna sampel air setelah air dialirkan sebanyak 3 liter pada saringan pasir dan arang kayu (pasir Ø : 0,5 - 0,7mm dan arang kayu Ø : 0,5 mm – 1,0 cm).Ketebalan pasir pertama 40 cm dan kedua 50 cm). Kontrol menggunakan media saringan pasir- kerikil,tebal pasir 60 cm. Replikasi dilakukan sebanyak 8 (delapan) kali. Alat pengukuran kadar besi

(Fe), kekeruhan dan warna digunakan Spectrofotometer DR 2800. Analisa data dilakukan dari univariat, bivariat. Uji kenormalan dengan Kolongorov test, setelah data normal dilakukan uji t-test

dan Anovadengan tingkat kepercayaan (α = 0,05). Diperoleh ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm, 50

cm dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna air sumur gali (p-value= 0,000 < α =0,05), ketebalan pasir 50 cm dalam media saringan pasir

dapat menurunkan kadar besi (Fe) sebesar 92,82%. Masyarakat di kota Medan yang memiliki sumur gali yang airnya mengandung kadar besi (Fe) > 1,0 mg/l dapat menggunakan media saringan pasir dan arang kayu dengan ketebalan pasir 50 cm. Petugas Puskesmas dapat mensosialisasikan kepada masyarakat tentang media saringan pasir dan arang kayu dapat menurunkan kadar besi air sumur gali dengan ketebalan pasir 50 cm

Kata Kunci :Ketebalan pasir, saringan,(Fe),kekeruhan,warna

Latar belakang masalah

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan, tanpa air yang tersedia yang cukup dan memenuhi syarat kehidupan di dunia tak dapat berlangsung.

Kebutuhan air yang pertama bagi terselenggaranya kesehatan yang baik adalah tersedianya air bersih yang memadai dari segi kuantitas dan kualitasnya yaitu memenuhi syarat fisik, kimia,mikrobiologik dan radioaktif. Menurut Permenkes RI Nomor :416 / Menkes/Per/IX/1990 yang memenuhi syarat fisik yaitu tidak berbau, jumlah zat padat terlarut (TDS) :1500 mg/l, kekeruhan : 25 NTU, tidak berasa, warna : 50 TCU. Syarat kimia yaitu tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya (beracun) dan atau melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti zat besi (Fe) : 1,0 mg/l.

Berdasarkan Riskesdas (2013) pada saat ini prosentase rumah tangga di Indonesia yang memenuhi akses terhadap sumber air minum 66,8%, pada umumnya pemakaian air per-orang/hari rumah tangga 50-99,9 liter

(28,3%) dan 100-300 liter (40%). Pada tahun 2010 di Indonesia 27,9% rumah tangga masih menggunakan sumur gali. Pada sumur gali sering terdapat kadar besi

(Fe) yang tinggi. Hal ini akan dapat menimbulkan masalah dan kerugian pada manusia.

Air minum yang mengandung besi (Fe) cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus, rusaknya organ-organ penting seperti : pankreas, otot jantung dan ginjal. Sering kali kematian disebabkan kerusakan dinding usus ini. Kadar besi (Fe) yang lebih dari 1,0 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l air akan berbau seperti telur busuk, sangat tidak diinginkan oleh keperluan rumah tangga karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselen dan alat-alat lainnya (Slamet Juli Sumirat, 2004).

(6)

Penyakit (BTKLPP) Medan salah satu sampel air sumur gali kepala keluarga di Jalan Trikora Gang Bersatu Kecamatam Medan Denai kualitas airnya mengandung kadar besi (Fe) tertinggi sebesar : 3,0 mg/l, dengan suhu : 24,5 ºC dan pH : 7,5 Pada umumnya masyarakat disana belum mendapatkan air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Medan (Nainggolan Laris, 2013). Upaya untuk menurunkan kadar besi (Fe),

kekeruhan dan warna air sumur galiini, salah satu cara dapat dilakukan dengan menggunakan saringan pasir lambat (Slow sand filter) (BPPT,1999). Saringan pasir lambat adalah saringan yang menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil, namun mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi. Proses filtrasi yang terjadi pada saringan pasir lambat, terjadi dengan memisahkan air dari kandungan kontaminan berupa partikel tersuspensi dan koloid, serta bakteri, dengan cara melewatkan air pada suatu media berpori. Pada prinsipnya material ini dapat berupa material apa saja, seperti lapisan granular pasir, batu yang dihancurkan, antrachite, kaca, sisa arang,dll. Pada prakteknya di lapangan, media berpori yang paling sering digunakan adalah pasir, karena pasir mudah ditemui dalam jumlah banyak, biaya yang murah, dan hasil pengolahan yang diberikan juga sangat memuaskan.

Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna pada air sumur gali?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna pada air sumur gali.

Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm , 50 cm terhadap penurunan kadar besi ( Fe) pada air sumur gali.

2. Untuk mengetahui pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm , 50 cm terhadap penurunan kadar kekeruhan pada air sumur gali.

3. Untuk mengetahui pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm , 50 cm terhadap penurunan kadar warna pada air sumur gali.

Hipotesa

1. Ada pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm dan 50 cm terhadap penurunan kadar besi ( Fe) pada air sumur gali.

2. Ada pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm dan 50 cm terhadap penurunan kadar kekeruhan pada air sumur gali.

3. Ada pengaruh ketebalan pasir dalam media saringan pasir dan arang kayu setinggi 40 cm dan 50 cm terhadap penurunan kadar warna pada air sumur gali.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian di laksanakan di ruang Laboratorium Poltekkes Kemenkes RI Medan Jl.Jamin Ginting Km 13,5 Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan bulan Mei – Agustus 2014.

Desain Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu mengetahui pengaruh ketebalan saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna pada air sumur gali.

Desain penelitian ini menggunakan rancangan pre and postes control design. Replikasi yang dilakukan sebanyak 8 (delapan ) kali,berdasarkan rumus ( t -1)( r -1) ≥ 15 ( Hannafiah,2003 )

Instrumen penelitian

a. Meteran

b. Spectrofotometer DR 2800.

Populasi dan Sampel.

1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh air sumur gali yang mengandung kadar besi (Fe) yang tinggi ( > 1,0 mg/l ).

2. Sampel adalah sebahagian dari populasi yaitu diambil satu sumur gali yang hasil pemeriksaan kadar besi

(Fe) airnya : 1,30 mg/l berlokasi di Jalan Brigjen Katamso dalam Kelurahan Aur Medan Maimun.. 3. Teknik Pengambilan sampel.

Cara pemilihan sampel ialah dengan teknik purposive sampling, yaitu proses penarikan yang didasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri yaitu :

a. Air sumur gali yang memiliki kadar Fe : > 1,0 mg/l

b. Air sumur gali keruh dan berwarna kuning. c. Air sumur gali berlokasi di Jalan Brigjen

Katamso dalam kelurahan Aur kota Medan. d. Pengambilan sampel air sumur gali dilakukan

pada pagi hari pukul 09.00 - 0.00 Wib.

Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar besi (Fe), kekeruhandan warna sebelum dan sesudah perlakuan.

(7)

Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari hasil pemeriksaan

kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna air sumur gali sebelum dan sesudah penyaringan dengan menggunakan alat

Spectrofotometer DR 2800 baik terhadap kelompok perlakuan dan kontrol, kemudian ditabulasi, disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Analisa Data.

Analisa data dilakukan dengan cara :

a. Univariat :yaitu data yang telah diolah ditabulasi dengan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti. Prosentase penurunan dari masing-masing variabel dihitung dengan rumus : a/b x 100 %.

Keterangan : a = Penurunan kadar variabel setelah perlakuan

b = kadar awal variabel sebelum perlakuan. b. Bivariat : data univariat di buat cross tabel antara

ketebalan saringan pasir dan arang kayu dengan penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna air sumur gali sebelum perlakuan, kontrol dan sesudah perlakuan.

Uji kenormalan terlebih dahulu dilakukan dengan

test Kosmogorov, setelah data yang diperoleh normal selanjutnya untuk melihat pengaruh ketebalan saringan pasir dan arang kayu dengan penurunan kadar besi (Fe),

kekeruhan dan warna air sumur gali dilakukan Uji t-test dependent.

Untuk melihat perbedaan ketebalan saringan pasir dan arang kayu terhadap penurunan kadar besi (Fe), kekeruhan dan warna air sumur gali dilakukan uji Anova

(Analisis of variance) apakah secara bermakna

berpengaruh dengan tingkat level significancyatau pada α

= 0,05. Selanjutnya untuk melihat perbedaan dari masing-masing variabel dilanjutkan dengan menggunakan uji

“Tuckey-test”. Analisis data penelitian dengan menggunakan bantuan komputerisasi.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel air di Laboratorium Kementerian Kesehatan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan sebelum dan setelah penyaringan didapatkan hasil sebagai berikut :

Analisis Univariat.

1. Kadar zat besi (Fe), kekeruhan dan warna

Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata kadar besi (Fe), air sumur gali sebelum melalui saringan pasir dan arang kayu pada kontrol, ketebalan pasir 40 cm dan 50 cm sebesar 1,20 mg/l dengan SD = 0,0000; rata-rata penurunan kadar besi (Fe) sesudah perlakuan pada kontrol adalah 1,112 mg/l (92,70%) dengan SD = 0,00463 , pada ketebalan pasir 50 cm adalah 1,113 mg/l (92,82 %) dengan SD = 0,00518 dan pada ketebalan pasir 40 cm adalah 1,05 mg/l (89,06 %) dengan SD = 0,0991.

Selanjutnya rata-rata kekeruhan air sumur gali sebelum perlakuan adalah sebesar 18,13 NTU , SD = 0,0000; dan rata-rata penurunan kekeruhan setelah perlakuan pada kontrol sebesar 12,00 NTU (66,19%) dengan SD = 0,02900; pada ketebalan pasir 50 cm sebesar 4,63 NTU (25,53%) dengan SD = 0,02295, serta ketebalan pasir 40 cm sebesar 5,29 NTU (29,22 %) dengan SD = 0,01188.

Kemudian dilihat dari kadar warna air sumur gali sebelum melalui saringan pasir dan arang kayu rata-ratanya 33,80 TCU dengan SD = 0,000, setelah perlakuan rata-rata penurunan warna air sumur gali pada kontrol 11,10 TCU (32,84%), dengan SD = 0,1598; ketebalan pasir 50 cm = 9,69 TCU (28,67%) dengan SD = 0,01927; dan ketebalan pasir 40 cm sebesar 6,13 TCU (18,13 %) dengan SD = 0,05303. Dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Prosentase penurunan kadar Fe, kekeruhan dan warna air sumur gali sebelum dan sesudah melalui media saringan pasir dan arang kayu

No. Var.

Mean Sebelum

Perlakuan

Rata-Rata penurunan setelah perlakuan

Kontrol % SD 50 cm % SD 40cm % SD

1. Besi (Fe) 1,20

( mg/l )

1,112 92,70 0,00463 1,113 92,82 0,00518 1,05 89,06 0,00991

2.

Kekeru-han

18,13 (NTU)

12,00 66,19 0,02900 4,63 25,53 0,02295 5,29 29,22 0,01188

3. Warna 33,80

(TCU)

11,10 32,84 0,01598 9,69 28,67 0,01927 6,13 18,13 0,05303

(8)

Analisis Bivariat

2. Pengaruh ketebalan pasir dalam saringan pasir dan arang kayu pada sampel air sumur gali dengan penurunan

kadar Fe.

Tabel 2. Hasil uji beda rata-rata uji t-Test dependent kadar Fe,kekeruhan dan warna air sumur gali berdasarkan ketebalan pasir pada saringan pasir dan arang kayu

Ketebalan Pasir

Rata-rata

kadar Fe

sebelum perlakuan

Rata-rata

kadar Fe

sesudah perlakuan

t Df P 95% Confidence

Interval of the DifFerence

Lower Upper

Kontrol

1,20

0,0875 679,749

7

0,000 1,10863 1,11637

40 cm 0,1313 305,024 0,000 1,06046 1,07704

50 cm 0,0863 608,669 0,000 1,10942 1,11808

3. Pengaruh ketebalan pasir dalam saringan pasir dan arang kayu pada sampel air sumur gali dengan penurunan

kadar kekeruhan.

Tabel 3. Hasil uji beda rata-rata uji t-Test Dependent Kadar kekeruhan berdasarkan ketebalan pasir pada saringan pasir dan arang kayu

Ketebalan Pasir

Mean sebelum perlakuan

Mean sesudah perlakuan

t df p

value

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Kontrol

18,13

6,1288 1170,456

7

0,000 11,97700 12,02550

40 cm 12,8438 1258,848 0,000 5,27632 5,29618

50 cm 13,5013 570,416 0,000 4,60956 4,64794

Berikut penjelasan dari tabel di atas, hasil uji t-Test Dependent pada tabel 2 diatas terlihat bahwa ada pengaruh ketebalan pasir baik pada kontrol (60 cm) dengan confidence level (α = 5%) dapat diketahui t = 679,749, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan

interval confidence ( 1,10863-1,11637) yang berarti ada pengaruh perbedaan penurunan kadar Fe air sumur gali

pada kontrol setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Pada ketebalan pasir 40 cm diketahui t = 305,024, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan

interval confidence (1,06046-1,07704) yang berarti ada pengaruh perbedaan penurunan kadar Fe air sumur gali setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Demikian juga pada ketebalan pasir 50 cm diketahui t = 608,669, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 (p < α = 0,05) dengan

interval confidence (1,10942-1,11088) yang berarti ada pengaruh perbedaan penurunan kadar Fe air sumur gali setelah melalui saringan pasir dan arang kayu.

Dari hasil uji t-Test Dependent pada tabel 3 diatas terlihat bahwa ada pengaruh ketebalan pasir baik pada kontrol (60 cm) dengan confidence level (α = 5%) dapat diketahui t = 1170,456, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan interval confidence ( 11,97700-12,02550) yang berarti ada pengaruh ketebalan pasir pada kontrol terhadap perbedaan penurunan kadar kekeruhan air sumur gali pada kontrol setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Pada ketebalan pasir 40 cm diketahui t = 1258,848, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan interval confidence ( 5,27632-5,29618) yang berarti ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm terhadap perbedaan penurunan kadar kekeruhan air sumur gali setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Demikian juga pada ketebalan pasir 50 cm diketahui t = 570,416, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan interval confidence

(9)

4. Pengaruh ketebalan pasir dalam saringan pasir dan arang kayu pada sampel air sumur gali dengan penurunan

kadar warna.

Tabel 4. Hasil uji beda rata-rata uji t-Test Dependent kadar warna air sumur gali berdasarkan ketebalan pasir pada saringan pasir dan arang kayu

Ketebalan

0,000 11,08289 11,10961

40 cm 27,6688 327,000 0,000 6,08691 6,17559

50 cm 24,1100 1422,103 0,000 9,67389 9,70611

Dari hasil uji t-Test Dependent pada tabel 4 diatas terlihat bahwa ada pengaruh ketebalan pasir baik pada kontrol (60 cm) dengan confidence level (α = 5%) dapat diketahui t = 1964,026, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 (p < α = 0,05) dengan interval confidence

(11,08289-11,10961) yang berarti ada pengaruh ketebalan pasir pada kontrol terhadap perbedaan penurunan kadar warnaair sumur gali pada kontrol setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Pada ketebalan pasir 40 cm diketahui t = 327,000, df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 (p < α = 0,05) dengan interval confidence (6,08691-6,17559) yang berarti ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm terhadap perbedaan penurunan kadar warna air sumur gali setelah melalui saringan pasir dan arang kayu. Demikian juga pada ketebalan pasir 50 cm diketahui t = 1422,103 df = 7, dan nilai Probabilitas = 0,000 ( p < α = 0,05 ) dengan

interval confidence (9,67389-9,70611) yang berarti ada pengaruh ketebalan pasir 50 cm terhadap perbedaan penurunan kadar warna air sumur gali setelah melalui saringan pasir dan arang kayu

Uji perbedaan pengaruh ketebalan pasir

1. Uji beda penurunan kadar besi ( Fe )

Tabel 5. Penurunan kadar besi (Fe) air sumur gali pada perlakuan Terhadap masing-masing ketebalan pasir dengan probabilitas yaitu 0,000, karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh ketebalan pasir pada kontrol (60 cm), 40 cm dan 50 cm sebelum dan sesudah perlakuan terhadap penurunan kadar besi (Fe) air sumur gali pada saringan pasir dan arang kayu.

Untuk melihat uji beda, selanjutnya pada tabel 6 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut :

Tabel 6. Uji beda ketebalan pasir terhadap penurunan memiliki beda nyata penurunan kadar besi (Fe) air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%-CI

(-0,0510—0,0365), dengan ketebalan pasir (50 cm) tidak memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,724 > α = 0,05,

pada 95%-CI (-0,0060-0,0085).

Perbedaan ketebalan pasir (40 cm) dengan Kontrol (60 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar besi (Fe) air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada

(10)

2. Uji beda penurunan kadar kekeruhan

Tabel 7. Penurunan kadar kekeruhan air sumur gali pada perlakuan Terhadap masing-masing ketebalan pasir

F-hitung pada uji Anova diatas adalah 264763,46 dengan probabilitas yaitu 0,000, karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh ketebalan pasir pada kontrol (60 cm), 40 cm dan 50 cm sebelum dan sesudah perlakuan terhadap penurunan kadar kekeruhan air sumur gali pada saringan pasir dan arang kayu.

Untuk melihat uji beda, selanjutnya pada tabel 8 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Uji beda ketebalan pasir terhadap penurunan kadar kekeruhan air sumur gali dalam saringan pasir dan arang kayu

Terlihat pada tabel 8 uji beda ketebalan pasir pada Kontrol (60 cm) dengan ketebalan pasir (40 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar kekeruhan air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%-CI

(-6,7383 - (-6,6917), dengan ketebalan pasir (50 cm) juga memiliki beda nyata dengan nilai pvalue = 0,000 > α = 0,05,

pada 95%-CI (-7,3989 – (-7,3492).Perbedaan ketebalan pasir (40 cm) dengan Kontrol (60 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar kekeruhan air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%-CI (6,6917-6,7383).

Ketebalan pasir (40 cm) dengan ketebalan pasir (50 cm) juga memiliki beda nyata penurunan kadar kekeruhan dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%CI (

-0,6848 - (- 0,6342).

Perbedaan ketebalan pasir (50 cm) dengan Kontrol (60 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar kekeruhan air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α =

0,05, pada 95%-CI (7,3492 - 7,3958). Ketebalan pasir (50 cm) dengan ketebalan pasir (40 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar kekeruhan dengan nilai pvalue = 0,000 < α

= 0,05, pada 95%-CI (0,6342 - 0,6808).

3. Uji beda penurunan kadar warna

Tabel 9. Penurunan kadar warna air sumur gali pada perlakuan Terhadap masing-masing ketebalan pasir

F-hitung pada uji Anova diatas adalah 45699,565 dengan probabilitas yaitu 0,000, karena α = 0,05, maka ada perbedaan pengaruh ketebalan pasir pada kontrol (60 cm), 40 cm dan 50 cm sebelum dan sesudah perlakuan terhadap penurunan kadar warna air sumur gali pada saringan pasir dan arang kayu.

Untuk melihat uji beda selanjutnya, pada tabel 10 dapat dilihat lebih jelas seperti pada hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Uji beda ketebalan pasir terhadap penurunan kadar warna air sumur gali dalam saringan pasir dan arang kayu memiliki beda nyata penurunan kadar warna air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%-CI

(-5,0002 - (-4,9298), dengan ketebalan pasir (50 cm) juga memiliki beda nyata penurunan kadar warna dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada 95%-CI (-1,4415 –

(-1,3710).

Perbedaan ketebalan pasir (40 cm) dengan Kontrol (60 cm) memiliki beda nyata penurunan kadar warna air sumur gali dengan nilai pvalue = 0,000 < α = 0,05, pada

(11)

Kesimpulan

1. Ketebalan pasir 40 cm dan 50 cm dalam media saringan pasir dan arang kayu dapat menurunkan kadar besi (Fe) yaitu 89,06 % dan 92,82 %.

2. Ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm, 50 cm dalam media saringan pasir dan arang kayu (p-value = 0,000 < α

= 0,05)terhadap penurunan kadar besi (Fe) air sumur gali.

3. Ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm, 50 cm dalam media saringan pasir dan arang kayu (p-value = 0,000 < α

= 0,05)terhadap penurunan kadar kekeruhan air sumur gali.

4. Ada pengaruh ketebalan pasir 40 cm, 50 cm dalam media saringan pasir dan arang kayu (p-value = 0,000 < α

= 0,05)terhadap penurunan kadar warna air sumur gali.

Saran

1. Masyarakat di daerah kota Medan yang memiliki sumur gali apabila airnya mengandung kadar besi (Fe)

tidak memenuhi syarat kesehatan (> 1,0 mg/l), agar air sumur gali memenuhi syarat kesehatan dapat menggunakan saringan pasir dan arang kayu dengan ketebalan pasir minimal ≥ 50 cm.

2. Petugas Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota Medan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengatasi air sumur gali yang mengandung kadar besi (Fe) dengan menggunakan media saringan pasir dan arang kayu dengan ketebalan pasir minimal 50 cm.

3. Penelitian selanjutnya perlu melakukan uji coba untuk menurunkan kekeruhan dan warna air sumur gali agar sesuai dengan standar kualitas air minum perlu penambahan ketebalan pasir ≥ 70 cm dalam media saringan pasir dan arang kayu.

Daftar Pustaka

Aimyaya, 2013; Saringan pasir arang, http://nanosmart

filter.com, diakses tanggal 17 Nopember 2013. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 1999;

Kesehatan Masyarakat dan Teknologi

Peningkatan Kualitas air, Direktorat

TeknologiLingkungan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, Jakarta.

Boyd, C.E, 1988; Water Quality in warm water Fish

Ponds, Fourth Printing, Auburn University

Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. Chandar Budiman, 2006; Pengantar Kesehatan

Lingkungan, Penerbit buku Kedokteran EGC.

Depkes RI ;1990; Permenkes RI, No: 416/

Menkes/SK/XI/1990 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih, Jakarta.

---;2010; Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyediaan Air Bersih, Jakarta

Effendi, H, 2003; Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan

Sumber daya Lingkungan Perairan,

Kanisius, Yogyakarta.

Hannafiah Kemas Ali, 2003; Rancangan Percobaan

Teori & Aplikasi, cetakan 8, PT.Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Herman, Hermawan; 2006; Pengaruh ketebalan saringan pasir lambat model IOS-SF terhadap penurunan Total Coli-form dan Coli-tinja sebagai dampak penurunan kekeruhan pada air kolam sebagai air bersih, Thesis, Undip,

Semarang.

Huisman (1974); Slow Sand Filter, University of Technology, Netherlands.

Kusnaedi, 2006; Mengolah air gambut dan Air Kotor

untuk minum, Penebar, Swadaya, Jakarta.

---, 1998; Pengolahan air, Bagian Peneribitan PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moore, J.W, 1991; Inorganic Contaminants of Surface

Water, Springer-Verlag New York.

M.Ridwan Saifudin dan Dwi Astuti,2005; Kombinasi

media filter untuk menurunkan kadar besi (Fe), Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi,

Vol.6 No.1 Tahun 2005 : 49 - 64.

Meilita, T, 2007; Arang Aktif (Pengenalan dan proses pembuatannya), http://library.usu.ac.id/Arang Aktif, diakses tanggal 8 Nopember 2013.

Nusa, Idaman Said, 1999; Kesehatan Masyarakat dan

Teknologi Kualitas Air , Peneribit Direktorat

Teknologi Lingkungan,Deputi Bidang TIEML,BPPT, Jakarta.

Safira Astari, Rofiq Iqbal; Realibility of SlowSand Filter

for Water Treatment; Prodi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB-Bandung.

Satrio, Wibowo, Teknik Penjernihan Air,

http://aimyaya.com/id, diakses tanggal 8 Nopember 2013.

Slamet Juli Sumirat, 2004; Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sugandi,E.Sugiarto,1994; Rancangan Percobaan Teori

dan Analisis, Andi Offset, Yogyakarta.

Suyono, 1993; Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. V.Darsono dan Teguh Sutomo, 2002; Pengaruh diameter

dan ketebalan pasir dalam Saringan pasir lambat terhadap penurunan kadar (Fe), Jurnal

(12)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN

PASIEN TB PARU DI RA 3 RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Soep

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Penyakit TBC sudah di kenal sejak dahulu kala. Penyakit ini di sebabkan oleh kuman /bakteri

mycobacterium tuberculosis.Kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru, seperti kelejar

bening,kulit,usus/saluran pencernaan, selaput otak dan sebagainya. Kecemasan adalah respon atau pengalaman yang menyakitkan yang dialami oleh seseorang terhadap berbagai alat-alat dalam yang tunduk dibawah jaringan syaraf bebas, seperti jaringan jantung, alat pernafasan, kelenjar-kelenjar peluh, dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan. Sedangkan faktor eksternal berupa ancaman tarhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri. Pengumpulan data di lakukan dengan mengunakan kuisioner. Hasil peneltian ini menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasian TB paru di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan berdasarkan usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang ada di RA 3 dengan sampel 37 orang. pembahasan hasil penelitin bahwa responden yang menunjukkan kecenderungan memilik tingkat kecemasan, pasien yang berusia 46-50 tahun memiliki tingkat kecemasan sebanyak (35,1%). Responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecemasan sebanyak (56,8%). Responden yang berpendidikan SMA yang memiliki tingkat kecemasan sebanyak (35,1%).

Kata Kunci :Tingkat Kecemasan

PENDAHULUAN

Penyakit TBC sudah di kenal sejak dahulu kala. Penyakit ini di sebabkan oleh kuman /bakteri

mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru, seperti kelejar bening, kulit, usus/ saluran pencernaan, selaput otak dan sebagainya.

Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya 150 ribuan orang meninggal akibat tuberculosis (TBC). Artinya, setiap hari ada sekitar 300 orang yang meninggal akibat TBC di Negara kita. Diperkirakan jumlah penderita di Indonesia sekitar 10% dari jumlah penderita TBC didunia. Worl Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TBC control 2005 menyatakan terdapat 22 negara dikatagorikan sebagai hing-burden countries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TBC di dunia. (WHO 2004).

Berdasarkan survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2007 prevalansia angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 /1000 penduduk berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Berdasarakan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, TBC menduduki rangking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4 dari total kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem parnafasan. Hasil survei prevalensi tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110/100.000 penduduk.

Bila seseorang menderita TBC, ada satu hal yang penting yang harus diperhatikan dan di lakukan, yaitu

keteraturan minum obat TBC sampai dinyatakan sembuh. Pada umumnya, pengobatan panyakit TBC akan selesai dalam jangka waktu 6 bulan, yaitu 2 bulan pertama setiap hari (tahap intensif) di lanjutkan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan tahap lanjut. Hal ini yang secara ekonomi berhubungan dengan pendapatan keluarga, terlebih kepada keluarga yang pendapatannya rendah. Dimana dalam pengobatan TBC ini menimbulkan dampak bahwa banyak penderita TBC yang merasa bosan karena pengobatan yang lama dan pengobatan yang dirasakan mahal. Selain itu keadaan ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan pendidikan. Dimana apabila faktor tersebut cukup baik maka akan mengurangi beban fisiologis dan pisikis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor eksternal berupa ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri.

Diperkirakan Bahwa dari populasi orang dewasa di Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa, sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. (http://kesehatan.kompasiana.com)

(13)

bagi keberadaan individu. Kecemasan di komunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri.

Dilihat dari faktor sosial budaya khususnya dari segi pekerjaan. Dimana pada umumnya penderita yang bekerja mudah mengalami kecemasan karena mempunyai kesibukan, sehingga dapat memudahkan menimbulkan keluhan-keluhan dari gejala TBC. Dan mereka akan takut kehilangan pekerjaan akibat penyakit yang mereka derita. Selain itu juga takut atau cemas berinteraksi dengan orang lain. Disamping faktor ekonomi dan sosial budaya, penyebab kecemasan dapat dilihat yang penting dalam timbul kecemasannya.

Di samping itu juga pola hidup dapat mempengaruhi kecemasan pada penderita TBC. Pola kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol sangat jelas berhubungan dengan penyakit TBC. Namun dalam pengobatan TBC, salah satu unsur yang penting adalah merobah pola hidup dengan memodifikasi pola hidup seperti perbaikan nurisi, olahraga dan menghilangkan stres dan kecemasan yang timbul.

Tidak hanya itu, penderita TBC merasa cemas dan was-was tentang kepercayaan masyarakat setempat. Kepercayaan-kepercayaan lokal mengenai tuberculosis dan penyebab pasti berlainan di berbagai Negara, berbagai daerah, berbagai kebudayaan, dan bahkan pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang tinggal di dalam daerah yang sama. Agama, kasta, suku,, atau tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pendapat masyarakat. Di beberapa daerah ada masyarakat yang percaya bahwa TBC di sebabkan oleh roh jahat yang memasuki pasien. Meskipun ada pasien yang mengetahui bahwa TBC marupakan panyakti yang menular, tetapi ada yang berpendapat bahwa orang tertentu dapat kena penyakit itu karena di santet. Di daerah kabanyakan orang biasa mangira bahwa orang dapat terkena TBC dari potongan kayu yang dipakai untuk membersihkan gigi. Di tempat lain gejala tersebut sering barkaitan dengan dosa, akibat perzinahan (Sulianti 2007)

Tuberkulosis sebagian besar menyerang usia produktif antara 15 dan 45 tahun sehingga selain meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, penyakit ini juga menurunkan produktivitas masyarakat. Peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS juga berkorelasi dengan peningkatan kasus tuberkulosis ini. Data menunjukkan, 3 persen dari kasus baru tuberkulosis terjadi pada pasien dengan HIV positif. Padahal, beberapa daerah memiliki insiden HIV tinggi, seperti di Papua, Kalimantan Barat, Bali, Sumatera Utara, dan Jakarta.

Gambaran tuberkulosis pada HIV kadang-kadang tidak khas, terutama bila HIV-nya sudah lanjut, sehingga mungkin tidak terdiagnosis dan berdampak pada keterlambatan pengobatan. Selain itu, pemberian obat anti-TB bersamaan dengan pemberian obat antivirus (ARV) untuk menangani HIV-nya bisa meningkatkan efek samping. Itu sebabnya mengapa kematian pasien HIV lebih cepat karena infeksi tuberkulosis. (kompas 2011).

Data penderita penyakit TBC yang di peroleh dari RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011-2012 menunjukan bahwa penderita TBC ada sebanyak 372 orang dan semua pasien TBC tersebut di rawat di rawat di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

Kepedulian masyarakat terhadap penanggulangan dan pemberantasan penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia, hingga saat ini masih sangat rendah. Padahal korban meninggal akibat TBC di Indonesia jumlahnya sangat fantastis, sekitar 175.000 per tahun atau sekitar 500 orang perharinya.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriktif dengan desain ―Cross Sectional‖ yaitu suatu metode yang merupakan pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) yang bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien TB paru di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan 2013. Penelitian ini di lakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013. Waktu penelitian ini akan di lakukan pada bulan Februari-Juli Tahun 2013. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penderita TBC sebanyak 372 orang yang di rawat di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Tahun 2011-2012. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 372 orang. Cara untuk memperoleh sampel minimal menurut Arikunto (2006) adalah bila populasi lebih dari 100 maka

pengambilan sampel sekitar 10-15% dan 20-25% dari total popolasi, dimana popolasi berjumlah 372 orang, dan peneliti mengambil 10% dari total populasi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu kuisoner yang berisikan pertanyaannya sesuai dengan variable yang diteliti. Sedangkan data lain (data sekunder) di peroleh dari RSUP Haji Adam Malik Medan. Data di kumpulkan dengan menggunakan kuisoner yang dalam penelitian ini merupakan data primer. Sebelum responden mengisi kuisoner, responden di minta kesediannya untuk menyatakan persetujuan menjadi responden dalam penelitian ini, yang dilampirkan bersama dengan kuisoner oleh keluarga maupun peneliti dan peneliti menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti responden. Setelah itu semua pertanyaan dijawab, peneliti mengumpulkan kembali lembar jawaban responden, dan mengucapkan terima kasih atas kesediannya menjadi respondent.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

(14)

orang (2,7%), SMP sebanyak 5 orang (13,5%), SMA sebanyak 13 orang (35,15), AKADEMI sebanyak 11 orang (29,7%), dan responden dengan pendidikan S1 sebanyak 7 orang (18,9%).

2. Analisis Bivariat

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

Responden Yang Memiliki Tingkat

Kecemasan Di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

No Usia Tingkat Kecemasan Jumlah

Ringan Sedang Berat Panik F % berdasarkan usia responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB paru diketahui mayoritas responden berusia 46-50 tahun memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 7 responden dari 13 responden (35,1%), diikuti usia 36-45 tahun mayoritas responden dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 6 responden dari 10 responden (27,0%), serta usia 26-35 tahun dan 50 tahun ke atas masing-masing memiliki tingkat kecemasan mayoritas 5 responden dari 7 responden (18,9%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis

Kelamin Responden Yang Memiliki Tingkat Kecemasan Di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB Paru mayoritas laki-laki memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 12 orang dari 21 responden (56,8%), dan minoritas perempuan dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 11 responden dari 16 orang (43,2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Responden Yang Memiliki

Tingkat Kecemasan Di RA 3 RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

No Tingkat berdasarkan tingkat pendidikan responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB paru mayoritas tingkat pendidikan SMA dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 8 responden dari 13 responden (35,1%) diikuti pendidikan Akademi dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 7 responden dari 11 orang (29,7%), pendidikan SMP dan S1 dengan tingkat kecemasan berat masing-masing 4 responden dari 5 (13,5%) dan 7 responden (18,9%), sedangkan responden dengan pendidikan SD hanya 1 (2,7%) responden dan memiliki tingkat kecemasan panik.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 37 responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB paru dari tabel 1 dapat diketahui bahwa berdasarkan usia responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB paru diketahui mayoritas responden berusia 46-50 tahun memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 7 responden dari 13 responden (35,1%).

Usia merupakan salah satu faktor internal yang berkontribusi terhadap timbulnya kecemasan pada orang tua, Bahkan ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah mengalami cemas daripada usia tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya (Kaplan & Sadock).

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB Paru mayoritas laki-laki memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 12 orang dari 21 responden (56,8%).

Laki-laki lebih cenderung mengalami kecemasan dibandingkan dengan perempuan, hal ini dikarenakan laki-laki dirasa lebih sensitif terhadap permasalahan, sehingga mekanisme koping laki-laki lebih kurang baik dibandingkan perempuan. Hal ini ditegaskan pada hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih menempati posisi tingkat kecemasan dibandingkan perempuan.

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan tingkat pendidikan responden yang memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit TB paru mayoritas tingkat pendidikan SMA dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 8 responden dari 13 responden (35,1%).

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan Status pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang menyebabkan orang tersebut mengalami stres dibanding dengan mereka yang status pendidikan dan status ekonomi yang tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(15)

bahwa dari 13 responden (35,1%) usia 46-50 tahun sebanyak 7 responden memiliki tingkat kecemasan berat, dari 16 responden (43,2%) dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 11 responden memiliki tingkat kecemasan berat, dan dari 13 responden (35,1%) dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 8 responden memiliki tingkat kecemasan berat.

Saran

Bagi keluarga yang memiliki pengetahuan cukup, diharapkan lebih meningkatkan pengetahuannya untuk mengurangi rasa cemas pasien. Bagi pendidikan keperawatan perlu ditingkatkan pengetahuan agar dapat mengukur tingkat kecemasan pasien, sehingga pasien lebih merasa tenang lagi. Bagi petugas kesehatan, diharapakan kepada petugas kesehatan supaya memberikan penyuluhan tentang cara mengurangi rasa cemas pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff dan Mukty, 2005, Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga, Surabaya.

Aditama, Tjandra Yoga, 2002, Tuberkulosis Paru, Diognosa, Terapi, Dan Masalahnya, ikatan dokter: Jakarta.

Arikunto, S, 2006, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi, Jakarta.

Crofton J, Horner N, 2002, Tuberkulosis Klinis, Cetakan I, Widya Medika: Jakarta

Danusantoso, Halim,2003, Ilmu Penyakit Paru,

Hipokrates: Jakarta.

Depkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,

Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Hawari D, 2001, Manajemen Stress, cemas dan depresi,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Hudoyo Ahmad, 2008, Tuberkulosis Mudah Diobati,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Notoatmojo Soekidjo, 2002, Metode Penelitian Kesehatan, Rinenka Cipat: Jakarta.

Nursalam, 2003, Konsep Dan Penerapan Metedologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika : Jakarta

Suliswati,dkk, 2005,Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC: Jakarta.

Suliwati, Taufan, 2004, Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menajdi Masalah, Jakarta.

(16)

PENGARUH LATIHAN (ROM) PASIF TERHADAP KEKUATAN OTOT

EKSTREMITAS PADA PASIEN STROKE DI RUANG RA4 RSUP H. ADAM

MALIK MEDAN TAHUN 2014

Zainuddin Harahap

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan

Abstrak

Stroke merupakan syndrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan aliran darah otak non-traumatik. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan one group pretest dan posttest. Penelitian dilakukan pada Ruang Rindu A4 RSUP Haji Adam Malik Medan, yang dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 sampai dengan Mei 2014 dengan populasi 87 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu yang berjumlah 12 responden. Hasil penelitian diketahui bahwa kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragik sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif memiliki tingkat kekuatan otot yang sangat kecil, kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragik sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif, terjadi perbaikan atau peningkatan. Adanya pengaruh yang signifikan antara sebelum dilakukan latihan Range of Motion

(ROM) pasif, terjadi perbaikan atau peningkatan dan adanya pengaruh yang signifikan antara sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan setelah tujuh hari pemberian latihan Range Of Motion

(ROM) pasif. Hal ini perlu ditingkatkan dengan memberikan latihan lebih lama minimal 4 minggu. Setelah itu, perlu diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke.

Kata Kunci :Kekuatan otot ekstremitas, stroke

PENDAHULUAN

Stroke merupakan syndrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan aliran darah otak non-traumatik (Arief, 2000). Stroke adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada kecacatan, kematian, dan ekonomi keluarga, akibat dari adanya disfungsi motorik dan sensorik (Subianto, 2012)

Pasien dengan stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu) (Irfan, 2010 Santoso & Ali, 2013).

Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan di Indonesia sekitar 56,5%. Stroke pada orang dewasa akan berdampak menurunnya produktivitas dan menjadi beban

berat bagi keluarga, sehingga penderita stroke diharuskan mampu untuk beradaptasi dengan kondisi akibat stroke (Sutrisno, 2007 Murtaqib, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2001 ada 20,5 juta jiwa di dunia terkena stroke. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga, dimana setiap tahun dilaporkan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 di antaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa serangan stroke berulang (Sutrisno, 2007). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa kematian akibat stroke meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Wayan, 2012).

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroksi) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun diperkirakan terkena stroke. Survey ASEAN

Neurological Association (ASNA) penelitian di 28

(17)

profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Rasyid, 2011). Prevalensi Stroke tertinggi ada di Kabupaten Nias Selatan yaitu 9,6% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,4% (Riskerdas 2007, Depkes 2008).

Penderita stroke yang mengalami kelemahan otot dan tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat dapat menimbulkan komplikasi, salah satunyaadalah kontraktur. Kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi, gangguan aktivitas sehari-hari dan cacat yang tidak dapat disembuhkan (Asmadi, 2008). Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi daripada angka kematian, perbandingan antara cacat dankematian adalah 4:1. Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI, stroke menempati urutan pertama dalam hal penyebab kecacatan fisik (Persi, 2001 Murtaqib, 2013). Meskipun upaya pencengahan telah dilakukan namun insiden dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebasar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Pasien stroke yang mengalami keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri. Keterbatasan ini dapat identifikasi pada klien yang pada salah satu ekstremitas mempunyai keterbatasan gerakan atau klien yang mengalami imobilisasi seluruhnya. Latihan rentang gerak dapat aktif (klien menggerakkan semua sendinya dengan rentang gerak tanpa bantuan), pasif (klien tidak dapat menggerakkan dengan mandiri dan perawat menggerakkan setiap sendi dengan rentang gerak). Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi (Potter & Perry, 2006). Banyak efek samping yang menyertai stroke, misalnya depresi. Pasien cenderung berubah jadi murung, putus asa, sedih, dan kecewa. Mereka merasa tidak punya harapan hidup lagi karena sejumlah keterbatasan yang dimiliki. Jika kesedihan itu terus berlanjut, dan tidak diisi dengan menjalani rehabilitasi, kondisi pasien akan semakin buruk. Ia bisa menyendiri di kamar dan melakukan bunuh diri. Selain itu, tingkat kecacatan bakal menjadi parah. Organ-organ yang lumpuh bertambah banyak. Organ yang semula masih bisa diperbaiki menjadi lumpuh dan tak dapat dinormalkan kembali, khususnya anggota gerak. Jika tidak dijaga, akan menyebabkan atrofi otot-otot anggota gerak. Hal ini perlu diperhatikan.

Jenis penelitian dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak serta mencegah otot yang tidak digunakan secara berlebihan, atrofi, kontraktur sendi. Pemberian terapi latihan ini sangat bermanfaat, sehingga dianjurkan untuk mengapilikasinya pada pasien stroke (Kwakkel, 2004). Pemberian terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka semakin besar kemungkinan pengembalian fungsi, juga komplikasi akibat

imobilisasi dapat dicegah dan kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. (Bethesda,2008).

Salah satu rehabilitasi tersebut adalah latihan rentang gerak atau Range Of Motion (ROM). Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kekuatan otot dalam pemberian latihan Range Of Motion (ROM), beberapa diantaranya adalah usia, jenis kelamin, dan frekuensi serangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Vica Melsa Rahmi di RSUP H Adam Malik Medan 2012, terdapat peningkatan kekuatan otot yang dilakukan pada 10 pasien dengan rata-rata peningkatan otot meningkat antara intervensi (0,30) dan sesudah intervensi (1,80) dan dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan Maria Astrid di Rumah Sakit Saint Carolus Jakarta Tahun 2011, terdapat peningkatan kekuatan otot meningkat antara antara intervensi (2,93) dan sesudah intervensi (4,2) (Rahmi, 2012). Rehabilitasi penderita stroke yang digunakan adalah gerakan pasif denggan menggerakkan sendi-sendi pasien untuk mencegah terjadinya atrofi otot gerak.

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) misalnya, rehabilitasi yang tepat bisa menurunkan persentase angka kematian akibat stroke dari 40% menjadi 25%, bahkan di Unit Pelayanan Khusus Stroke Soeparjdo Roestam unit swadana RSCM bisa ditekan hingga 13 persen (Sutrisno, 2007).

Penderita stroke harus dimobilisasi sedini mungkin ketika kondisi klinis neurologis dan hemodinamik penderita sudah mulai stabil. Mobilisasi dilakukan secara rutin dan terus menerus untuk mencegah terjadinya komplikasi stroke, terutama kontraktur. Latihan ROM merupakan salah satubentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada penderita stroke. Latihan ini adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi penderita dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada penderita stroke paska perawatan di rumah sakit, sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanis mekoping penderita. Lewis (2007) mengemukakan bahwa sebaiknya latihan pada penderita stroke dilakukan 2 kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi, semakin dini proses rehabilitasi di mulai, maka kemungkinan penderita mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil. Penelitian menunjukan bahwa latihan ROM dapat meningkatkan fleksibilitas danrentang gerak sendi. Latihan ROM dilakukan selama 1 minggu dan 2 minggu, 1 hari 2 kali yaitu pagi dan sore selama 10-15 menit, maka memiliki kesempatanuntuk mengalami penyembuhan dengan baik (Murtaqib, 2013).

(18)

inap Tahun 2011 berjumlah 421 orang, pada Tahun 2012 berjumlah 448, dan pada Tahun 2013 berjumlah 474 orang. Setelah dilakukan observasi pada 6 pasien tingkat kekuatan otot pasien tersebut menurun dan kemampuan mereka beraktivitas rendah.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh latihan ROM pasif terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di ruang RA4 RSUP H Adam Malik Medan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan one group pretest dan posttest. Lokasi penelitian di Ruang Rindu A4 RSUP Haji Adam Malik Medan, dan dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Mei 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap Stroke Non Hemoragik di Ruang RA4 mulai bulan Oktober sampai Desember berjumlah 87 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara accidental

sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

dengan kebetulan bertemu (Alimul, 2009). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 12 responden.

Data diperoleh melalui data primer atau data langsung yang diperoleh saat penelitian, selain itu peneliti juga menggunakan data sekunder yang didapat dari sumber-sumber yang ada diruang rawat inap medical record RSUP Haji Adam Malik Medan. Data kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa univariat untuk mengetahui hasil distribusi dan persentase dari setiap variabel dan bivariat untuk melihat pengaruh antar variabel bebas (latihan ROM pasif) dengan variabel terikat (kekuatan otot), maka uji yang digunakan adalah uji t dependen yang sering disebut paired t-test, dengan tingkat keprcayaan 95%, bila nilai ρ< 0,05, maka Ho ditolak dan jika ρ>0,05, maka Ha diterima.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Univariat

Dari hasil observasi terhadap responden dengan pengaruh latihan (ROM) pasif terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di Ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 berdasarkan jenis

kelamin sebanyak 8 responden (67) laki-laki, 4 responden

(33%) perempuan. Berdasarkan usia responden dengan usia 45-65 tahun sebanyak 6 responden (50%) sedangkan responden dengan usia <45 dan >65 tahun masing-masing sebanyak 3 responden (25%), dan usia 45-65 tahun 6 responden (50%). Berdasrkan pekerjaan, responden bekerja sebagai IRT sebanyak 4 responden (33%), buruh/petani 1 responden (8%), wiraswasta 5 responden (42%) dan PNS 2 responden (17%). Berdasarkan suku responden dengan suku Aceh sebanyak 2 responden (17%), suku Batak 5 responden (41%), suku Jawa 2 responden (16%) dan suku Karo 3 responden (25%). Berdasarkan frekuensi serangan responden dengan serangan pertama sebanyak 8 responden (66%), serangan

kedua 4 responden (34%). Berdasarkan lama perawatan responden dengan lama perawatan 2 minggu sebanyak 8 responden (66%), 3 minggu 4 responden (33%).

Berdasarkan tingkat kekuatan otot sebelum

dilakukan latihan Range of Motion (ROM) pasif,

responden dengan tingkat kekuatan otot 1 sebanyak 8 responden (67%) dan tingkat kekuatan otot 2 sebanyak 4 responden (33%). Berdasarkan tingkat kekuatan otot

sesudah dilakukan latihan Range of Motion (ROM)

pasif, responden dengan tingkat kekuatan otot 1 sebanyak

2 responden (17%), tingkat kekuatan otot 2 sebanyak 3 responden (25%) dan tingkat kekuatan otot 3 sebanyak 7 responden (58%).

Hasil pengukurun responden berdasarkan tingkat kekuatan otot ekstremitas atas pada responden 1,3,9 sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) Pasif tingkat kekuatan ototnya masing-masing nilai 1 sesudah dilakukan latihan masing-masing meningkat menjadi nilai 3. Pada responden 2,7,12 sebelum dilakukan latihan Range

Of Motion (ROM) Pasif tingkat kekuatan ototnya

masing-masing nilai 1 sesudah dilakukan latihan masing-masing-masing-masing meningkat menjadi nilai 2. Pada responden 4,6,8,10 sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) Pasif tingkat kekuatan ototnya masing-masing nilai 2 sesudah dilakukan latihan masing-masing meningkat menjadi nilai 3. Sedangkan responden 5 dan 11 sebelum dan sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) Pasif nilainya masih tetap 1, tidak mengalami peningkatan.

2. Bivariat

Dari hasil penelitian, sebelum dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien stroke non hemoragik, kekuatan otot ekstremitas atas responden menunjukkan nilai kekuatan otot yang kecil dengan nilai 1-2. Namun setelah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada seluruh responden, terjadi peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas yang didominasi dengan nilai kekuatan otot 3.

Pembahasan

Dari hasil penelitian ini peneliti menemukan bahwa ρ = 0,068, berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yang

artinya ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragik. Hasil penelitian ini sesuai dengan Astrid (2011), yang menyatakan ada pengaruh latihan Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot.

Selain itu, karakteristik demografi responden sangat mempengaruhi peningkatan kekuatan otot. Kekuatan otot sebelum dilakukan latihan Range Of Motion

(19)

hormon testosterone yang merupakan anabolic steroid. Pada penelitian ini kekuatan otot pada laki-laki dari 1 menjadi 3 (66,7%). Pada wanita kekuatan otot 2 menjadi kekuatan otot 3 (33,3%). Pada peningkatan kekuatan otot untuk suku terbanyak adalah suku batak dari kekuatan otot 1 menjadi kekuatan otot 3 (41,7%). Hal ini dikarenakan suka batak lebih temperamen dari suku-suku lainnya, sehingga mempercepat peningkatan kekuatan otot. Peningkatan kekuatan otot sangat dipengaruhi frekuensi serangan. Frekuensi serangan pertama terjadi peningkatan kekuatan otot antara kekuatan otot 1 menjadi kekuatan otot 3 (66,7%).

Peningkatan kekuatan otot sangat berpengaruh bila banyak beraktivitas. Dari penelitian ini peningkatan kekuatan otot terjadi pada wiraswasta karena wiraswasta lebih banyak beraktivitas. Peningkatan kekuatan otot dari antara 1 menjadi kekuatan otot 3 (33,3%)

Menurut pendapat Smeltzer & Bare (2002), bahwa regulitas dalam latihan bagi pasien stroke merupakan hal yang paling penting karena perbaikan kekuatan otot dan pemeliharaan rentang gerak dapat dicapai hanya melalui latihan harian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragik sebelum dilakukan latihan Range

Of Motion (ROM) pasif memiliki tingkat kekuatan otot

yang sangat kecil. Kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragik sesudah dilakukan latihan

Range Of Motion (ROM) pasif, terjadi perbaikan atau peningkatan. Adanya pengaruh yang signifikan antara sebelum dilakukan latihan Range of Motion (ROM) pasif, terjadi perbaikan atau peningkatan. Adanya pengaruh yang signifikan antara sebelum dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan setelah tujuh hari pemberian latihan Range Of Motion (ROM) pasif.

Disarankan bagi perawat untuk memberikan latihan Range Of Motion (ROM) pasif kepada pasien stroke yang mengalami kelemahan otot secara teratur dalam bentuk latihan dua kali sehari selama 15-30 menit dengan pengulangan empat kali setiap gerakan. Karena terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pasien. Kepada Instalansi Rumah Sakit perlu memasukkan latihan Range Of Motion (ROM) pasif kedalam prosedur tetap dalam perawatan pasien stroke, karena latihan Range Of Motion (ROM) pasif. Terbukti meningkatkan kekuatan otot pasien. Dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan waktu pemberian latihan lebih lama minimal 4 minggu. Setelah itu, perlu diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data.Salemba Medika: Jakarta. Al Diwanto, Masde. 2009. Tips Mencegah Stroke,

Hipertensi dan SeranganJantung. Paradigma

Indonesia: Yogyakarta.

Astrid Maria. 2011. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuataan Otot, Luas Gerak

Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke.

Bethesda. 2008. Terapai Latihan. Available from: www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/312 12/7/cover.pdf

Bustan M. N. 2007. Epidimiologi: Penyakit Tidak Menular, cetakan 2,Rhineka Cipta: Jakarta

Depkes. 2010. Kekuataan Otot.Available from: www.depkes.go.id

Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. EGC:Jakarta

Lumbantobing. S. M. 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. FKUI: Jakarta.

Mulyatsih Enny & Ahmad A. 2010. Stoke Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah. FKUI: Jakarta

Muttaqin, 2008. Asuhan keperawatan Klien Dengan

Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika:

Jakarta

Murtaqib, 2013. Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Dan Aktif Selama 1-2 Minggu Terhadap Perbedaan Peningkatan Rentang Gerak Sendi Pada Penderita Stroke Di Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember,

Universitas Jember

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta: Jakarta.

Potter, P. A & Perry, A. G. 2006. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. EGC: Jakarta.

Santoso & Ali, 2013. Perbedaan Efektivitas ROM Aktif Dengan ROM Aktif Asistif (Spherical Grip) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Non hemoragik DiKecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadyah Pekajangan Pekalongan

Shadine, Mahannad, 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke & Serangan Jantung. Keen Books: Jakarta

Simatupang D. 2011. Jurnal PANNMED, vol 6 no 2. USU press: Medan

Smeltzer, S. C. Dan Bare. B. G. 2002. Buku Ajaran

Keperawatan Medikal Bedah Brunner and

Suddarth, Edisi 8 vol 1. EGC: Jakarta

Smeltzer, S. C. Dan Bare. B. G. 2002. Buku Ajaran

Keperawatan Medikal Bedah Brunner and

Suddarth, Edisi 8 vol 3. EGC: Jakarta.

Subianto, Rendra 2012 Pengaruh Latihan ROM (Range Of Motion) Terhadap Mobilisasi Pada Pasien Stroke,

Universitas Muhamaddiyah Ponorogo

Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern. Andi Offset: Yogyakarta

Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke????. Gramedia Pustaka Umum: Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden di SMA Negeri I Kutalimbaru Bulan Oktober 2013 Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Tabel 3. Distribusi Tindakan Pemeriksaan IVA Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Sunggal
Tabel 1.  Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional  Keluarga  Lansia di Dusun III Desa Hutarao Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2014 Dukungan Informasional Frekuensi (n)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan BTA Metode Apusan  Langsung (Sewaktu, Pagi, Sewaktu)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan (1) penyebab terjadinya varians biaya bahan baku adalah kenaikan harga bahan bakar solar, peningkatan produksi batako, dan kesalahan penggunaan bahan

Kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dengan fokus penelitian pada sub penyalur atau pangkalan LPG 3 kg karena berdasarkan observasi yang dilakukan

Apabila suatu kata dasar yang diawali fonem konsonan mendapat awalan pi-, maka awalan pi- tersebut melekat begitu saja pada kata dasar.. Apabila awalan pi-

mendapatkan permintaan yang kuat dari pasar, dengan jumlah pesanan mencapai lebih dari US$ 579 juta atau oversubscribed lebih dari 8x yang berasal dari 52 investor.. Sebanyak

•Saya, wahai Bhante, akan menjalani kehidupan suci di bawah bimbingan Begawan, Begawan akan menyatakan kepada saya — ‘Dunia adalah kekal,’ atau ‘‘dunia adalah tidak

Sasaran ketiga yang diampu oleh Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya peternakan, dengan

Hal ini sama seperti orangtua yang memilih untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah berbasis islam yang umumnya memiliki harapan agar putra-putrinya kelak dapat menjadi