• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISIKO OPERASIONAL BANK negara ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RISIKO OPERASIONAL BANK negara ISLAM"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Resume:

BAB 6

RISIKO OPERASIONAL BANK ISLAM

Oleh : Fithrah Kamaliyah

NIM : 2113043300011

Risiko operasional terkait dengan kegiatan bisnis sehari-hari bank. Biasanya terjadi akibat faktor manusia, proses internal, sistem, teknologi, kontrol kepatuhan terhadap aturan, maupun faktor eksternal lainnya seperti bencana alam, kerusuhan, perang dan sebagainya.

Jika digambarkan dalam suatu siklus, risiko operasional-lah yang menjadi starting point

sekaligus menjadi destination point dalam siklus risiko tersebut. Keberhasilah suatu manajemen bank dalam mengelola risiko operasional memberi dampak positif terhadap naiknya kualitas dan stabilitas earning yang diperoleh dan tentu akan mampu menguatkan daya saing serta daya tahan yang dimiliki oleh bank.

A. Pentingnya Kesadaran akan Adanya Risiko

Kesadaran terhadap risiko operasional bisa dimulai dengan melihat potensi faktor penentunya. Faktor ini bisa berasal dari suatu yang terlihat sepele hingga suatu yang memang sudah terlihat membahayakan dari awalnya. Bank Islam sangat rentan terekspos risiko operasional. Masih terbatasnya sumber daya insane yang belum terlalu mumpuni secara kualitas maupun kuantitas, dukungan sistem informasi dan teknologi serta core banking system yang belum memadai dapat menjadi pemicu terjadinya risiko operasional.

B. Definisi dan Cakupan Risiko Operasional Bank Islam

Basel II mendefinisikan risiko operasional sebagai “risk of loss resulting from inadequate or failed internal process, people or system, or from external events”. Sementara itu, IFSB mendefinisikan risiko operasional yang dihadapi bank Islam lebih dari sekedar risiko manusi, risiko sistem dan proses internal, serta risiko karena kejadian eksternal. Namun juga mencakup risiko kepatuhan atas ketentuan syari’ah dan risiko fidusia.

1. Risiko Manusia

(2)

Kelalaian ini dapat diperbaiki dengan pelatihan, peningkatan kontrol internal, maupun pendokumentasian kesalahan yang pernah dilakukan. Buku dokumentasi kesalahan ini dikenal dengan “buku dosa yang paling sering dilakukan”. Hal yang berat adalah apabila kesalahan ini yang disengaja/pelanggaran, seperti pencurian, penggelapan dana, pelporan keuangan yang sengaja dimanipulasi, insider trading, dan sebagainya. Terjadi atau tidaknya risiko ini sangat ditentukan oleh kuat atau lemahnya sistem pengendalian internal yang ada.

Risiko manusia juga mungkin disebabkan oleh risiko personalia,yaitu buruknya sistem manajemen sumber daya manusia pada suatu institusi, seperti buruknya sistem rekrutmen, kurang menariknya remunerasi, terbatasnya pelatihan dan pengembangan yang diberikan kepada para karyawan, dan sebagainya. Melalui proses rekrutmen yang dibuar secara tailor-made

dengan budaya bank Islam tersebut dapat diterapkan ketika menyeleksi karyawan baru. Tidak hanya melakukan seleksi dengan tes kemampuan kognitif, namun juga psikotes, diskusi kelompok, studi kasus, wawancara, dan tes pemahaman mengenai Islam.

2. Risiko Teknologi

Minimnya investasi teknologi pada bank Islam menimbulkan akibat yang cukup miris. Masyarakat cenderung memiliki perspektif bahwa teknologi bank Islam masih terbelakang dibanding bank konvensional. Untuk itu, sudah semestinya bank Islam mengagendakan untuk berinvestasi pada teknologi dan diperlukan pula hali-ahli IT yang kompeten.

3. Risiko Kepatuhan

Risiko ini bisa disebabkan karena ketidakpatuhan bank Islam terhadap aturan yang berlaku, aturan syariah maupun regulasi yang berlaku dimana bank Islam beroperasi. Bank Islam juga perlu mematuhi peraturan tidak tertulis, seperti norma yang biasa berlaku pada masyarakat selama tidak bertentangan dengan hukum syariah.

Pelanggaran atas kepatuhan, khususnya terhadap ketentuan syariah, bisa membuat batalnya akad yang dilakukan bank Islam. Bila akad tersebut menghasilkan laba, maka laba itu tidak boleh diakui sebagai pendapatan. Untuk mencegah risiko tersebut dapat dibentukk divisi kepatuhan, Dewan Pengawas Syariah dan komite audit.

4. Risiko Fidusia

Risiko fidusia terkait dengan fungsi intermediasi bank Islam yang perannya adalah untuk menyalurkan dana berbasis akad bagi hasil. Risiko ini timbul saat bank Islam gagal memenuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dengan nasabah, karena ketidakpatuhan terhadap syariah maupun adanya salah kelola dana nasabah.

(3)

sebelum menyalurkan sebelum menyalurkan pembiayaan, dan penerapan kebijakan manajemen asset-liabilitas yang tepat.

5. Risiko Legal

Terjadi saat bank Islam atau karyawannya melakukan tindakan pelanggaran hukum dan mengakibatkan bank harus melakukan kewajiban sebagai sanksi atas tindak pelanggaran tersebut. Atau ketika bank Islam terlibat kasus hukum akibat salah menginterpretasi hukum dan regulasi. Terjadi ketika hukum dan regulasi disampaikan dalam bahasa yang terlalu umum dan multi-interpretatif. Selain itu, juga mungkin terjadi akibat perubahan undang-undang dan regulasi lainnya atau terjadi saat bank Islam melakukan inovasi produk yang belum memiliki paying hukum. Oleh karena itu, bank Islam sangat membutuhkan adanya ahli hukum seperti kondisi saat ini.

6. Risiko Reputasi

Risiko ini juga dikenal sebagai “headline risk” atau “Twitter risk” biasanya tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian pada bank yang bersangkutan, namun juga industri bank secara umum. Risiko ini juga dapat memicu meningkatnya risiko penarikan dana nasabah, modal pemegang saham, dan risiko likuiditas. Risiko ini dapat dimitigasi dengan melakukan supervisi yang teratur, standardisasi prosedur operasional perbankan syariah, evaluasi mandiri oleh tiap bank Islam.

C. Identifikasi Faktor Penentu Risiko Operasional

Secara umum risiko operasional dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu risiko operasional berdasarkan faktor penyebab terjadinya dan berdasarkan frekuensi serta dampak terjadinya.

Berdasarkan penyebab terjadinya, risiko operasional dapat disebabkan faktor internal dan eksternal. Contoh faktor internal: kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan, manipulasi laporan keuangan, pelanggaran aspek legal secara disengaja, kesalahan dalam sistem IT, inovasi produk yang tidak tepat, dan ketidakpatuhan terhadap syari’ah. Contoh faktor eksternal: sistem IT yang di-hack pihak yang tidak bertanggung jawab, perubahan regulasi, bencana alam, dan faktor lain yang berada di luar kuasa manajemen bank Islam.

(4)

internal yang bak disosialisasikan termasuk kepada nasabah private banking tersebut agar bertransaksi sesuai prosedur.

D. Pengukuran Risiko Operasional Bank Islam

Secara sederhana perhitungan risiko operasional bisa diukur dengan mengklasifikasikan risiko operasional yang bisa diekspektasi dan yang tidak bisa diekspektasikan. Kerugian atas risiko yang bisa diekspektasi pada umumnya sudah diantisipasi manajemen dengan memasukkannya pada pricing yang akan dikenakan pada klien. Perhitungan risiko operasional yang sulit dilakukan adalah pada risiko yang tidak dapat diekspektasikan. Jenis risiko ini tidak dapat dihitung dengan VAR biasa, namun dapat diminimalisasi dengan upaya preventif serta bekerja sama dengan isntitusi takaful. Lazimnya jenis risiko ini memiliki distribusi kerugian bentuk fat tail. Model yang dapat digunakan, misalnya extreme value theory (EVT).

Dalam basel II menetapkan bahwa bank harus mengalokasikan sebagian modalnya untuk berjaga-jaga atas munculnya risiko operasional. Sebelumnya Basel I masih memberi perhatian besar kepada risiko kredit dan menyatakan bahwa risiko operasional masih dapat dicakup dalam 8% CAR (Capital Adequacy Ratio) yang dipersyaratkan kepada bank. Lebih lanjut, Basel II merekomendasikan tiga metode pengukuran risiko operasional, yakni Basic Indicator Approach

(BIA), Standardised Approach (SA), dan Advanced Measurement Approach (AMA).

Dengan metode BIA, bank harus menyiapkan 15% dari rata-rata pendapatan brutonya selama tiga tahun terakhir untuk persiapan sekiranya risiko operasional benar-benar terjadi. Metode BIA banyak menuai kritik kerena terlalu menyimplifikasi dan terkesan “top-down". Metode ini tidak mengakomodasi faktor lain yang penting dipertimbangkan adalah keragaman aktivitas bisnis, ukuran dan pertumbuhan asset bank.

Sedangkan dalam metode SA, meski masih terkesan “top-down”, metode ini sudah memasukkan keragaman aktivitas bank. Modal operasional dihitung dengan rata-rata pendapatan bruto bank dari delapan aktivitasi utama bank selama tiga tahun terakhir dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan. Aktivitas-aktivitas tersebut mencakup corporate finance, trading and sales, retail banking, commercial banking, payment and settlement, agency services, asset management, dan retail brokerage. Adapun pembobotan akan ditetapkan oleh regulator berdasarkan perhitungan atas nilai rata-rata pendapatan bruto atas aktivitas-aktivitas tersebut pada industri perbankan. Metode SA pun menuai kritik karena berpotensi terlalu membebani bank dengan rasio kecukupan modal yang tinggi. Hal ini karena adanya kemungkinan double counting risiko atas delapan aktivitas bisnis tersebut, yaitu dikenakannya perhitungan atas risiko kredit, karena kerugian akibat gagal bayar, dan risiko operasional, karena penetapan pricing yang terlalu tinggi atas aktivitas-aktivitas bisnis tersebut.

(5)

selama perhitungan tersebut mendapat izin dari regulator di mana bank beroperasi. Bank yang menggunakan metode AMA, diharuskan menghitung risiko operasionalnya berdasarkan data kerugian internal akibat risiko tersebut minimal selama tiga tahun terakhir. Perhitungannya pun harus memperhatikan seluruh aktivitas yang dilakukan bank. Semua faktor tersebut diperhitungkan untuk menghitung kebutuhan modal minimum yang dipercayakan regulator atas risiko operasional bank yang bersangkutan.

Mengukur kerugian atas risiko yang terjadi dapat menggunakan judgement dan scenario analysis dalam memperhitungkan kerugian akibat risiko tersebut. IFSB (2005) menetapkan bahwa bank Islam dapat menghitung modal berdasarkan risiko operasional dengan menggunakan metode BIA atau SA sebagaimana ditetapkan dalam Basel II. Namun, kedua metode ini perlu disesuaikan sebelum digunakan oleh bank Islam. Akan lebih baik lagi bank Islam untuk menggunakan metode AMA dengan mendesain sendiri metode dan alat pengukuran risiko yang dihadapinya.

E. Membangun Sistem Manajemen Risiko Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menghadapi suatu masalah yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, apakah guru anda bersifat terbuka. Ya, selalu bersifat terbuka

Keuntungan seorang pedagang bertambah setiap bulan dengan jumlah yang sama Bila keuntungan pada bulan ke tiga adalah Rp105.000,00 dan keuntungan pada bulan ke enam adalah

Dilakukan studi pasar untuk katagori produk rotan aksesoris fesyen dan rumah, kedua katagori ini dipilih karena sesuai dengan keahlian pengrajin. Berdasarkan data statistik dari

Berdasarkan hasil temuan penelitian, dalam pelaksanaan Distance Learning memiliki beberapa masalah, antara lain: 1) listrik padam ketika mengakses program pembelajaran online,

(5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi. 38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa product (hasil) pelaksanaan kinerja kelompok tani penerima bantuan PUAP di daerah penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel Economic Value Added , Return On Assets , Debt to Equity Ratio dan Total Assets Turnover terhadap

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran MMP terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik ditinjau dari kreativitas peserta didik SMA