PERTUMBUHAN JUMLAH DAUN TANAMAN SAMBILOTO
(Andrographis paniculata. Ness) HASIL PEMBERIAN PUPUK DAN INTENSITAS
CAHAYA MATAHARI YANG BERBEDA
Nurhayu Malik
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari Email : amharkdi@yahoo.co.id
ABSTRACT
This study aims to evaluate the effect of fertilization and different light intensity on growth of leaf number plant (Andrographis paniculata Ness). The study was conducted using Completely Randomized Design (CRD) with factorial 3 x 3. The main factor is fertilization treatment which consist of three levels : NPK (Urea 1.2 grams / plant, TSP 2.4 g / plant and KCl 0.6 g / plant), animal manure (1.2 kg / plant) and without fertilization. The second factor is the different light intensity which consist of three levels: full light intensity, half-shade and full shade. For Each treatment combination 3 replicates were used. Growth number of leaves was observed 1 and 2 months after application of fertilizer and light intensity. Data were analyzed using the Analysis Of Variance (ANOVA). The results obtained showed that bitter plant leaf number differently to fertilization and different light intensity on plant growth. Aplplication of manure combined with light intensity of 100% gave higher number of leaves.
PENDAHULUAN
Pemupukan mempunyai pengaruh
pada kesuburan tanah. Secara umum
dapat dikatakan bahwa kesuburan tanah
ditentukan oleh banyaknya dan bahan
organik, koloid tanah dan macam serta
banyaknya ion yang dapat dibebaskan
sehingga tersedia bagi tanaman.
Produktifitas tanaman tidak dapat
dipisahkan dari kesuburan tanah. Agar
ion-ion yang terikat pada partikel tanah
menjadi bebas dan tersedia bagi
tanaman, maka beberapa jenis kation
harus dibebaskan terlebih dahulu dari
ikatan absorbsinya dan ini dapat dilakukan
dengan pemberian suatu atau beberapa
macam pupuk, sehingga tanaman dapat
menghasilkan produksi yang meningkat
dengan mutu tanaman yang baik
(Marshcner, 1986).
Kemajuan ilmu dalam bidang
nutrisi dan pemupukan tanaman telah
menimbulkan revolusi dalam bidang
produksi tanaman budidaya dan tanaman
lainnya, kurang lebih 50 % dari tingginya
produktivitas hasil tanaman termasuk
perbaikan kualitas dan nilai nutrisinya
dapat dikatakan sebagai sumbangan dari
pupuk komersial (Gardner, et al, 1991). Tanaman telah lama dikenal dalam
memproduksi beragam senyawa kimia,
yang dikenal dengan metabolit sekunder.
Dimasa lampau metabolit sekunder
dianggap merupakan senyawa yang tidak
mempunyai fungsi yang jelas bagi
tanaman produsennya. Namun
belakangan diketahui bahwa metabolit
sekunder adalah senyawa yang sangat
penting bagi produsennya, dilain pihak
tidak dapat disangkal lagi bahwa metabolit
sekunder sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Metabolit sekunder
banyak dimanfaatkan dibidang industri
makanan dan minuman, industri pertanian
dan dalam bidang farmakologis serta
kedokteran.
Saat ini banyak digalakkan
penggunaan barang dan jasa yang
bersifat alami (back to nature), termasuk
penggunaan obat bagi kesehatan
(Soemantri, 1993 dalam Peni., dkk., 2004). Hal tersebut sangat dirasakan baik
dinegara maju maupun negara sedang
berkembang. Diperkirakan 80 % dari
penduduk dunia menggantungkan
pengobatannya terutama pada obat
tradisional (Hardiana, 2006).
Sambiloto (Andrographis
paniculata. Ness), merupakan salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat
Indonesia, China dan India sebagai
tanaman obat tradisional, dengan
memanfaatkan daun dan batangnya.
Pemanenan sambiloto dilakukan terus
menerus tanpa ada upaya budidaya yang
tepat, sehingga akan mengancam
keberadaan plasma nuftah sambiloto,
karenanya perlu upaya pembudidayaan
tumbuhan sambiloto. Tumbuhan
sambiloto memiliki daya adaptasi tinggi
pada lingkungan tumbuhnya. Tumbuhan
ini terdapat di seluruh nusantara karena
dapat tumbuh dan berkembang biak pada
kelembaban yang dibutuhkan antara 70 -
90 % (Winarto, 2003 dalam Pujiasmanto, dkk., 2007).
Tumbuhan ini belum
dibudidayakan, oleh karenanya diperlukan
usaha budidaya yang terarah untuk
meningkatkan pertumbuhan dan
penyediaan tumbuhan sambiloto yang
mempunyai kadar metabolit sekunder
yang tinggi serta tersedia secara
kontinyu (Sudarsomo dan Mulyono, 1998
dalam Peni, 2004). Berbagai cara yang
umum dilakukan dengan pemilihan bibit
unggul, pemupukan dan perlindungan dari
serangan hama. Yusron, dkk, (2007)
menyatakan bahwa dalam menentukan
jenis dan banyaknya kebutuhan hara
yang dibutuhkan bagi tanaman ada dua
hal yang perlu diperhatikan yakni
karakteristik fisiologis tanaman dan
ekologis tanaman). Penelitian ini akan
mengkaji faktor pemupukan dan intensitas
cahaya terhadap pertumbuhan jumlah
daun tanaman obat sambiloto
(Andrographis paniculata. Ness).
Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah : apakah perbedaan
intensitas cahaya dan jenis pemupukan
yang berbeda (pupuk organik dan
anorganik) mempunyai pengaruh pada
pertumbuhan jumlah daun tanaman
sambiloto (Andrographis paniculata. Ness).
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah : polybag, penggaris,
pensil, dan paranet 60%. Sedangkan
bahan penelitian yang akan dipergunakan
dalam penelitian ini meliputi bahan tanam,
yaitu : benih tanaman Sambiloto
(Andrographis paniculata. Ness) dan pupuk yang dipergunakan adalah, pupuk
kandang, urea TSP dan KCl.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
pola faktorial, terdiri dari 2 faktor dengan
ulangan 3 Untuk faktor pertama pupuk (P)
terdiri 3 aras yakni :
1. Tanpa Pemupukan : P0
2. Pupuk kandang/organik : P1,
konsentrasi 1,2 kg /tanaman.
3. Pupuk kimiawi/anorganik : P2, Urea
1,2 gram/tanaman + TSP 2,4
gram/tanaman + KCl 0,6
gram/tanaman.
Faktor kedua adalah Intensitas
cahaya matahari (I) terdiri dari 3 aras
yakni :
1. Tanpa naungan Io intensitas cahaya
penuh
2. Setengah naungan I1 intensitas
cahaya dengan paranet 60 %
3. Naungan penuh I2 intensitas cahaya
0 % naungan pohon durian
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan
dalam penelitian ini, meliputi : (1)
persiapan media tanam, tanah sebagai
dibersihkan dan dimasukkan kedalam
polybag sebanyak 10 kg/polybag
persiapan benih berupa biji sambiloto
varietas tawamangun yang
dikecambahkan selama 1 bulan; (2)
penanaman, biji sambiloto ditanam
dengan cara membenamkan ke dalam
tanah dengan kedalaman 2/3 polybag,
selanjutnya dilakukan penyiraman dua
hari sekali, pemupukan dilakukan pada
saat tanaman umur 1 bulan dari masa
pembibitan, tepatnya pada hari awal
penanaman bibit.
Selanjutnya masing-masing diatur
pada lokasi penanaman dengan jarak
yang telah ditentukan; (3) pemeliharaan,
penyiraman air dilakukan secara rutin
untuk menjaga kelembaban, dilakukan
dengan memperhatikan kapasitas lapang
tanah, melalui inkubasi tanah yang akan
digunakan selama enam jam selanjutnya
di timbang kadar airnya, sebagai ukuran
jumlah air yang akan diberikan pada
penyiraman berikutnya; (4) pemupukan,
pemupukan dengan 100 kg urea + 200 kg
TSP + 50 kg KCl setiap hektar dan 10 ton
pupuk kandang atau 1,2 gram/tanaman +
2,4 gram/tanaman + 0,6 gram/tanaman
dan 12 gr pupuk kandang/tanaman; (5)
jarak tanam, jarak tanam tanaman
sambiloto pada lokasi penelitian adalah 30
cm x 40 cm, jarak tanam ini digunakan
untuk pengaturan penempatan
masing-masing tanaman yang berada dalam
polybag; (6) panen, panen dilakukan 3
tahap untuk melihat perbedaan
kandungan senyawa metabolit sekunder
pada umur tanaman yang berbeda, yakni :
panen I, pada umur 1 bulan dan panen II,
pada umur 2 bulan, dan parameter
pertumbuhan yang diamati meliputi
pengukuran panjang tanaman.
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah jumlah daun. Jumlah
daun yang dihitung adalah semua daun
yang telah membuka sempurna pada
umur tanaman 1 bulan, 2 bulan dan 3
bulan.
Analisis Data
Hasil pengukuran tinggi pertumbuhan
tanaman sambiloto (Andrographis
paniculata. Ness) selanjutnya diuji statistik dengan Analysis of Variance
(ANOVA). Apabila terdapat beda nyata
dilanjutkan dengan uji beda nyata
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun berfungsi sebagai organ
utama dalam fotosintesis pada tumbuhan
tingkat tinggi, untuk itu jumlah daun
merupakan bagian yang menjadi
parameter pertumbuhan dalam penelitian
ini. Jumlah awal daun yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 6 helai.
Berikut tabel rerata jumlah daun tanaman
sambiloto pada panen 1 (umur 1 bulan)
aplikasi pemupukan dan intensitas cahaya
matahari yang berbeda.
Tabel 1. Rerata Jumlah Daun Tanaman Sambiloto Panen 1 dan 2 setelah Aplikasi Pemupukan
dan Intensitas Cahaya
Matahari yang Berbeda.
Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, baik dalam baris
Sumber : Data Primer Penelitian
Gambar 1. Grafik Pengaruh Pemupukan dan Intensitas Cahaya yang Berbeda pada Jumlah Daun Tanaman Sambiloto
Keterangan :
I0 : Intensitas Cahaya Penuh
P0 : Tanpa Pemupukan
I1 : Intensitas Cahaya Setengah Naungan P1 : Pupuk Kandang
I2 : Intensitas Cahaya Naungan Penuh P2 : Pupuk NPK
Tabel 1 dan Gambar 1
menunjukkan bahwa pertumbuhan atau
peningkatan jumlah daun dipengaruhi
ketersedian unsur mineral tanah.
Perlakuan tanpa pemupukan pada panen
1 (umur 1 bulan) menunjukkan jumlah
daun yang lebih banyak. Hal ini, karena
hasil analisis sifat kimia fisik tanah pada
lokasi penelitian merupakan jenis tanah
yang subur dalam pengklasifikasian
tanah. Manitto (1992) Pada pemupukan
pupuk kandang, untuk tahap awal
pemupukan masih terjadi persaingan
pemanfaatan unsur yang tersedia oleh
jasad renik yang berada di lingkungan
perakaran, namun hal ini berlangsung
relatif singkat dan unsur hara menjadi
tersedia.
Pada panen ke 2 (umur 2 bulan)
diperoleh bahwa perlakuan pupuk
kandang berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan pertumbuhan jumlah daun
tanaman sambiloto. Penggunaan pupuk
kandang dalam waktu 2 bulan didukung
intensitas cahaya matahari yang lebih
tinggi merupakan faktor yang dapat
menyebabkan pupuk kandang dapat
mengalami dekomposisi sempurna, unsur
hara yang dibutuhkan tanaman dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan
tersedia dan mudah diserap oleh tanaman 0
Ketersediaan unsur hara dari
pemberian pupuk kandang diduga dapat
menyebabkan terdorongnya atau
terpacunya sel diujung batang untuk
segera mengadakan pembelahan dan
pembesaran sel terutama di daerah
meristematis. Hakim (2006) bahwa untuk
bahan organik yang telah mengalami
dekomposisi sempurna, ketersediaan
unsur-unsur haranya lebih mudah diserap
oleh akar tanaman. Bonner & galston
(1951) dalam Parman (2007), menyatakan
pembelahan antiklinal dan periklinal dan
pembesaran sel meristematis meskipun
kecepatannya tidak sama dapat terjadi
denganpemberian pupuk organik.
Pupuk kandang dapat
memperbaiki kondisi K dalam tanah
berperan penting dalam fungsi fisiologis
tertentu pada akar. Unsur K yang tidak
cukup dapat menyebabkan sistem
translokasi menjadi lemah, organisasi sel
menjadi tidak baik dan menyebabkan
hilangnya permeabilitas sel. Kegunaan
pupuk kandang juga dapat memperbaiki
sifat fisik tanah yakni dalam
granulasi/pembutiran tanah, menjaga
keseimbangan pori mikro dan makro
tanah, memperbaiki aerasi dan drainasi,
serta menambah ketersediaan unsur hara
yang dibutuhkan tanaman sehingga
mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman (Dewick, 2002). Dijelaskan pula
oleh Gardner et al. (1991) bahwa pemberian kompos juga dapat menambah
ketersediaan unsur hara.
Dubetz dan Bole (1975)
menjelaskan bahwa pupuk kandang
mengandung unsur hara yang lengkap
yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhannya. Di samping
mengandung unsur makro seperti
Nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K),
pupuk kandang pun mengandung unsur
mikro seperti kalsium (Ca), magnesium
(Mg) dan sulfur (S). Unsur fosfor (P)
dalam kandang sebagian besar berasal
dari kotoran padat sedangkan nitrogen (N)
dan kalium (K) berasal dari kotoran cair.
Lambers (1988) bahwa pupuk kandang
juga memiliki daya ikat ion yang tinggi
dan dapat memperbaiki struktur tanah.
Parman (2007) melaporkan bahwa
pertumbuhan jumlah daun dan produksi
kentang (Solanum tuberosum L)
mengalami peningkatan setelah
pemberian pupuk organik dari 196 helai
menjadi 344 helai daun. Pemberian
pupuk organik mempercepat sintesis
asam amino dan protein sehingga
mempercepat pertumbuhan tanaman.
Taiz dan zeiger (1998),
menjelaskan fospor (P) merupakan
senyawa penting dalam sel-sel tanaman.
Gula fosfat untuk respirasi dan fotosintesis
dan fosfolipid sebagai membran sel dalam
tanaman, fosfor juga komponen
nukleotida yang digunakan untuk
metabolisme energi dan komponen DNA
dan RNA dalam sel tanaman. Pada saat
pertumbuhan daun menunjukkan terjadi
penambahan isi sel, sel terus membelah
jaringan dan organ. Dengan demikian P
tersedia mempengaruhi perkembangan
tanaman.
Tabel 1 dan Gambar 1
menunjukkan bahwa intensitas cahaya
matahari mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun
tanaman sambiloto. Jumlah daun
terbanyak ditunjukkan pada tanaman
sambiloto yang ditempatkan pada kondisi
tanpa naungan dengan intensitas cahaya
1500 lux dibandingkan tanaman sambiloto
yang ditempatkan pada lokasi setengah
naungan (paranet 60 %) dengan
intensitas cahaya 400 lux dan naungan
penuh (100%) dengan intensitas cahaya
180 lux. Hal ini, karena cahaya
merupakan faktor lingkungan yang
mempengaruhi proses fotosintesis.
Bidwell (1974) bahwa cahaya diperlukan
untuk mengaktifkan enzim- enzim yang
berperan dalam sintesis klorofil, yang
memberi efek pada pertumbuhan dan
perkembangan yang baik. Intensitas
cahaya yang tinggi dapat merangsang
sintesis hormon auksin. Heddy (1993)
dalam Widiastuti dkk, (2004), menyatakan bahwa auksin merupakan zat pengatur
tumbuh yang berfungsi merangsang
pembentukan tunas-tunas baru, dengan
demikian jumlah daun dapat bertambah.
Selain hal tersebut, kondisi tanpa
naungan dengan intensitas cahaya
matahari 100 % dengan suhu lapangan 32 o
C membuat tanaman mengembangkan
adaptasi morfologis dan fisiologis dengan
memperbanyak jumlah daun, untuk
mengimbangi proses transmisi dan
penyerapan energi cahay pada daun.
Widiastuti dkk (2004) menunjukkan
bahwa peningkatan intensitas cahaya
matahari dari 55 % sampai 100 % pada
tanaman krisan meningkatkan rerata
jumlah daun berturut-turut 39, 19 dan
46,20 helai. Goldsworthy dkk, (1984),
bahwa pertumbuhan dan perkembangan
daun yang berasal dari meristem apikal
merupakan satu-satunya proses dalam
tanaman yang tidak banyak dikendalikan
hormon. Kondisi lingkungan dalam suatu
periode cekaman dapat mengakibatkan
kenaikan dalam jumlah daun di dalam
kuncup apikal. Walaupun perluasan dan
pemanjangan daun berikutnya
dikendalikan hormon terutama sitokinin,
jumlah daun juga dipengaruhi kondisi
tanah, seperti ketersediaan air dan
nitrogen (N) yang termineralisasi.
Hasil penelitian yang dilakukan
Muhuria dkk, (2006) menunjukkan bahwa
tanaman kedelai yang diuji, memberikan
respon terhadap keadaan intensitas
cahaya yang rendah (naungan 50 %)
dengan cara mengurangi jumlah daun
dan berat kering daun, hal ini merupakan
mekanisme penangkapan dan
penggunaan cahaya yang lebih efisien,
juga untuk memelihara keseimbangan
penggunaan fotosintat. Daun kedelai
yang menerima intensitas 50 %
mengalami peningkatan klorofil yang
ditunjukkan dengan warna daun yang
lebih hijau dibanding perlakuan lainnya.
menjelaskan adaptasi terhadap kondisi
naungan besar dapat dicapai apabila
tanaman memiliki mekanisme
penangkapan dan penggunaan cahaya
secara efisien, mekanisme tersebut dapat
melalui penghindaran dengan cara
meningkatkan efisiensi penangkapan
cahaya dan toleran dengan cara
menurunkan titik kompensasi cahaya dan
laju respirasi. Respon yang berbeda
terhadap intensitas cahaya yang rendah
ditunjukkan hasil penelitian oleh Zubaidi
dkk, (2008), pertumbuhan relatif jumlah
daun yang lebih besar pada intensitas
cahaya 50% dengan nilai 1,062/hari,
dibandingkan jumlah daun tanpa naungan
dengan nilai terendah 0,163%/hari,
pertumbuhan bibit gaharu baik jika
ternaungi dengan intensitas cahaya 50%.
Fitter dan Hay (1992) menyatakan
bahwa jumlah dan luas daun menjadi
penentu utama kecepatan pertumbuhan,
daun-daun dengan jumlah luas daun yang
lebih besar mempunyai pertumbuhan
yang besar pula. Selanjutnya,
Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa
morfologi jenis tanaman memberikan
respon terhadap intensitas cahaya juga
terhadap naungan. Naungan memberi
efek yang nyata terhadap luas daun dan
jumlah daun. Tanaman yang tumbuh
dengan intensitas cahaya 0 % akan
mengakibatkan pengaruh yang
berlawanan, yaitu suhu rendah
,kelembaban tinggi, evaporasi dan
transpirasi yang rendah, tanaman cukup
mengambil air, tetapi proses fotosintesis
tidak dapat berlangsung tanpa cahaya.
Tabel 1 dan Gambar 1
menunjukkan bahwa aplikasi P0N2, P1N2,
P2N2, pupuk tidak memberikan pengaruh
pada pertumbuhan apabila tanaman ada
pada kondisi naungan penuh. Pada
kondisi naungan penuh ini tanaman
memiliki ukuran daun relative kecil dengan
permukaan yang tipis. Hal ini merupakan
respon dari intensitas cahaya yang rendah
sehingga untuk memudahkan penyerapan
cahaya yang menembus tajuk daun durian
tanaman sambiloto, mengembangkan
adaptasi morfologis dan fisiologis pada
ketebalan dan ukuran daun. Bowen
(1991) bahwa temperatur yang rendah
dapat mempercepat pengubahan amilum
menjadi gula hasil fotosintesis dan juga
translokasi keakar juga terhambat. Faktor
ini diduga mempengaruhi pertumbuhan
apeks dan primordia daun yang sangat
memerlukan hasil asimilat sebagai subtrat
metabolisme yang menghasilkan ATP
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang
dilakukan tentang pertumbuhan jumlah
daun tanaman sambiloto hasil pemberian
pupuk dan intensitas cahaya matahari
yang berbeda diperoleh kesimpulan :
adanya perbedaan pertumbuhan jumlah
daun tanaman sambiloto terhadap
pemupukan dan intensitas cahaya
matahari yang berbeda. Pupuk kandang
menunjukkan pertumbuhan jumlah daun Product A Biosinthetic Approach, second edition John wilydson, LTP. England.
Dubetz, S. and J.B. Bole, 1975. Effect of
Nitrogen, Phosphorus and
Potassium
Fertilizer on Yield Components and Spesific gravity of Potatoes. Am Potato J. 52. 405.
Fitter, A.H. dan R.K.H. Hay, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yoyakarta.
Gardner, F., Pearce, B., dan Mitchell, R.,
1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya.
Penerjemah Susilo, H. University
Indonesia Press. Jakarta
Goldsworthy, P dan Fisher, N.M., 1992
Fisiologi Tanaman Budidaya
Tropik.
Kesuburan Tanah Masam
dengan Teknologi
Pengapuran Terpadu. Andalas University Press. Padang.
Lambers, H.F.S. 1988. Plant
Physiological Ecology. Springer-Verlay. New York
Manitto, P., 1992. Biosintesis Produk Alami. Ellis Harwood Limitted Publishers Chichester, New York.
Terjemahan Koensoemardiyah.
IKIP Semarang Press.
Semarang.
Marshcner, 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Institute of Plant Nutrition University of honenheir Federal Republic of Germany Press.
Muhuria, L, Tyas, K, Khumaida, N, Trikoesomaningtyas, Sopandie, 2006. Adaptasi tanaman kedelai
Terhadap Intensitas Cahaya
Rendah : Karakter Daun Untuk Efisiensi Penankapan Cahaya. Buletin Agronomi (34)(3) 133-140. IPB. Bogor.
Parman, S, 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi
Kentang ( Solanum tuberosum L)
, Universitas
Diponegoro.Semarang.
Peni, D.K., Solichatun, dan Anggarwulan, E., 2003. Pertumbuhan, Kadar Klorofil-
Karatenoid, Saponin, Aktifitas Nitrat
reduktase Anting-anting
(Acalypha indica L) pada Konsentrasi Asam Giberelat (GA3) yang Berbeda. Jurusan
Biologi FMIPA, Universitas
Negeri Surakarta, Solo.
http://www.scribd.com/doc/13098657.
Pujiasmanto, B., Moenandir,
Syamsulbahri, dan Kuswanto., 2007. Kajian Agroekologi dan
Morfologi Sambiloto
(Andrographis paniculata. Ness). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
http://www.unjournals.com/D/DO8O4.
Salisbury, F dan Ross, C., 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung. Taiz, L dan Zeiger E., 1998. Plant
Physiology. Sinauver Associates, Inc Publishers.
Sunderland Massachutts.
Widiastuti, L, Tohari, Sulistyaningsih, E,
2004. Pengaruh Intensitas
cahaya dan Kadar Daminosida
Terhadap Iklim Mikro dan
Yusron, M., Gusmaini dan Januwati, M., 2007. Pengaruh Pola Tanam Sambiloto-Jagung Serta Dosis
Pupuk Organik dan Alam
Terhadap Produksi dan Mutu
Sambiloto (Andrographis
paniculata. Ness). Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik. Bogor.
http://Perkebunan. Litbang.