• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Radio Siaran Swasta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Industri Radio Siaran Swasta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Industri Radio Siaran Swasta Di Ambang Babak Ketiga 2002

Dinamika politik selalu mampu menyuguhkan perubahan. Peta politik Indonesia yang bergeser drastis tiga tahun lalu, telah pula mengubah konstelasi industri radio siaran swasta. Perubahan itu selanjutnya menggiring industri radio siaran swasta memasuki ambang babak ketiga di dalam kehidupannya. Babak pertama –jika bisa dikatakan begitu– adalah ketika radio amatir muncul sebagai cikal bakal radio-radio siaran swasta pada pertengahan tahun 1960-an. Pembenahan yang kemudian dilakukan pemerintah sekitar awal tahun 1970-an, mendorong radio siaran swasta memasuki babak kedua. Ditandai dengan keluarnya ketentuan yang mengharuskan radio siaran swasta dikelola lembaga berbadan hukum. Di babak kedua inilah, kendati terjadi pasang surut, radio siaran swasta menjelma sebagai mesin bisnis. Pernah mencapai kejayaan ketika banyak dimanfaatkan sebagai medium iklan. Lalu surut lagi tatkala sebagian besar iklan mulai tersedot stasiun televisi swasta yang muncul di awal tahun 1990-an.

Apakah saat ini industri siaran radio swasta nasional sudah bisa dikatakan berada di ambang babak ketiga? Memperhatikan fenomena yang berkembang akhir-akhir ini, dengan dampaknya di masa mendatang, maka mungkin ada benarnya, industri siaran radio tengah berada di ambang babak ketiga perjalanannya. Indikasi pertama, terjadi pergeseran fungsi radio siaran swasta dari sekadar media hiburan, menjadi media informasi. Banyak stasiun radio mengubah format menjadi radio news. Diperkirakan untuk mempertinggi mutu produk siaran, beberapa diantaranya

kemudian menjalin kerjasama pemberitaan dengan radio-radio luar negeri sekaliber BBC, VOA ataupun Hivelsurf Netherland. Indikasi kedua, adanya upaya

mempertegas eksistensi radio siaran swasta melalui Rancangan Undang Undang Penyiaran baru, pengganti Undang Undang No.24 Tahun 1997. Pemberlakukan Undang Undang Penyiaran baru kelak, semakin mendorong terjadinya peningkatan profesionalitas pengelolaan radio siaran swasta.

Ada tanggapan serius para pengelola radio siaran swasta untuk menjawab tantangan perkembangan manajemen bisnis dan teknologi. Dengan tanggapan yang tepat disertai kemampuan mengadaptasinya, akan menguatkan posisi radio siaran swasta dalam bisnis penyiaran. Apabila indikasi-indikasi tersebut berkembang dan mampu diwujudkan sepenuhnya, maka hal itu berarti industri radio siaran swasta nasional telah berada di babak ketiga dalam kehidupannya. Barangkali di babak itu posisi industri radio siaran lebih kuat dan lebih profesional dalam arung pecaturan bisnis media penyiaran nasional. Lalu apa yang sebenarnya tengah terjadi saat ini? Tiga tulisan berikut akan mencoba memotret kondisi yang tumbuh di dalam tiga tahun terakhir. Masa tiga tahun menjadi ukuran, sama seperti kita mencoba memahami perubahan situasi setelah gerakan reformasi berlangsung.

Peluang Menumbuhkan Bisnis Radio

Bagi beberapa stasiun radio, krisis ekonomi membawa hikmah tersendiri. Tanpa berpromosi, iklan yang dicari datang sendiri. Hal itu karena ulah pengiklan yang bersikap taktis dalam belanja media, ketika dihadapkan pada tipisnya anggaran. Hani Soemadipradja, Direktur Masima Radio Network melihat fenomena itu. “Pengiklan memahami, mengenali dan juga merasakan efektivitas radio, kemudian banyak yang lari ke radio,” katanya. Menurut perkiraannya, kue iklan radio telah kembali mendekati jumlah belanja iklan radio di tahun 1997. “Jadi sudah kembali ke kondisi sebelum krisis,” tambahnya.

Adanya indikasi kue iklan di radio mulai mengembang kembali, dibenarkan Agus Sudrajat, Managing Director Mediacom Indonesia. “Saya kira memang ada kenaikan dari perolehan iklan tahun lalu, sekitar 20 sampai 30 persen,” katanya. Agus

(2)

cukup gencar beriklan di radio, antara lain Nasiku,” katanya. Ini juga yang ikut

mendorong kue iklan di radio diperkirakan bakal naik tahun ini. Selain itu, bagaimana pun radio memiliki pelanggan iklan tetap seperti produk obat-obatan.

Namun karena jumlah radio banyak dan standarnya tidak sama, maka pertumbuhan belanja iklan di radio tidak bisa dirasakan oleh lebih banyak stasiun radio. Hal itulah yang juga dilihat Andi Odang, General Manager Radio Smart FM. Menurut

perhitungannya, jumlah belanja iklan radio tahun ini akan mengalami kenaikan. Sayangnya rezeki kenaikan itu diduga belum bisa terdistribusi merata. “Peningkatan hanya dirasakan radio-radio tertentu yang posisinya sudah semakin jelas dan kuat,” katanya. Di samping iklan yang mulai mengalir kembali, boleh dibilang saat ini ada peluang bagus yang dapat dimanfaatkan industri radio siaran untuk meningkatkan kinerjanya. Pertama, peluang mengubah format siaran dari radio hiburan menjadi radio berita. Sejak tiga tahun lalu dengan Undang Undang No. 24 tahun 1997, radio siaran sudah bisa menyiarkan berita, yang selama puluhan tahun dilarang.

Masalahnya memang, tidak mudah mengubah format dan menjadi radio berita. Terutama karena harus menyiapkan terlebih dahulu sumber daya manusianya. Padahal memperoleh jurnalis radio tidaklah mudah. Kesulitan itu lalu disiasati dengan memanfaatkan pemasok berita. Maka tumbuhlah kemudian bisnis baru di industri radio siaran, yaitu pemasok berita. Salah satunya adalah Kantor Berita 68H. Pilihan menjadi radio berita, memang belum dapat dipastikan mampu menopang sukses bisnis. Akan tetapi iklim kerja sebuah radio berita, cenderung menumbuhkan suasana kerja profesional. Suasana kerja inilah yang diharapkan kelak dapat mendorong sebuah radio beroperasi secara lebih profesional. Tidak bisa lagi sebuah radio hidup dengan sekadar asal siaran.

Di samping itu, saat ini terbuka peluang melakukan kerjasama dengan radio-radio luar negeri, seperti yang sudah dilakukan oleh banyak stasiun radio. Tawaran kerjasama itu menurut seorang pengelola radio, cukup banyak. Tentu saja tawaran itu bisa dipakai untuk menaikkan mutu isi siaran, terutama program berita. Selain itu, kerjasama ini bisa sekaligus dimanfaatkan untuk melakukan pertukaran pengalaman, dan pengetahuan bidang manajemen atau programming. Peluang lain yang tetap terbuka adalah memanfaatkan kerjasama dalam sebuah networking. Pilihannya tidak terbatas pada urusan pemasaran iklan atau pengelolaan operasional, namun bisa juga keduanya. Berikutnya tinggal menunggu lahirnya UU penyiaran baru. Kehadiran UU itu, diharapkan mampu menggerakkan bisnis radio ke arah yang lebih profesional sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran.

Lawless

Namun tampaknya memang tidak mudah untuk bisa merebut peluang-peluang itu dengan segera. Masalahnya antara lain karena kondisi bisnis radio siaran saat ini tengah berada dalam masa transisi. Bahkan seperti yang dilihat oleh Wolly Baktiono, dari Radio SCFM Surabaya, kondisi bisnis radio secara umum masih belum menentu. Lantaran masih adanya dua kepentingan yang saling tarik ulur. Pertama, keinginan kalangan radio menjadikan radio sebagai pers merdeka. Kedua, masih ada keinginan pemerintah, terutama di daerah, untuk menguasai pers. “Kami merasakan kekuatan itu masih ada,” katanya. Melalui peraturan daerah, pemerintah di daerah masih dapat melakukan kontrol terhadap pelaksanaan siaran radio. Padahal Wolly percaya, pers termasuk Padahal Wolly percaya, pers termasuk radio adalah bagian dari

masyarakat. “Dan pers harus bisa mengatur dirinya dan tidak diatur pemerintah,” paparnya.

Hal senada diungkapkan oleh Eroll Jonathan, pengelola Radio Suara Surabaya. “Masih ada upaya untuk menghambat kebebasan, kontrol dan pengawasan,” katanya merujuk ke UU Penyiaran yang dianggap tidak akomodatif. Di samping itu UU

(3)

Sedangkan Cahaya Dwi Rembulan dengan bahasa lain, menyebut situasi sekarang sebagai kondisi lawless –tanpa aturan, khususnya dalam bidang penyiaran. “Padahal di bidang penyiaran, kalau kita lihat televisi dan radio terus bertambah,” katanya sambil menekankan perlunya untuk segera mengundangkan Undang-Undang Penyiaran baru. “Nggak bisa kita terus begini tanpa aturan pasti,” lanjut Direktur Utama Radio MS Tri ini.

Tidak adanya peraturan yang jelas, telah membuat izin radio baru menjadi persoalan. Di awal tahun lalu, sempat timbul kekhawatiran ketika permintaan pendirian radio baru terus meningkat jumlahnya. Dirjen RTF Departemen Penerangan ketika itu bahkan kemudian memberi izin kepada 20 stasiun radio baru. Pemberian izin radio baru tersebut sempat mengundang protes PRSSNI, sebab diberikan tanpa melalui rekomendasinya. Tapi Dirjen RTF waktu itu merasa telah mengeluarkan keputusan sesuai Keputusan Menpen baru yang tidak mengatur lagi soal rekomendasi PRSSNI.

Seorang pengurus PRSSNI menolak anggapan protes itu lebih karena alasan dihapuskannya hak membuat rekomendasi. “Mestinya pemberian izin radio baru dihentikan dulu sampai keluar undang-undang baru, sebab kalau izin tersebut dikeluarkan sekarang, dasarnya hukumnya belum ada,” katanya. Pemberian izin operasional radio baru, menurut mereka jadi keprihatinan karena akan berpengaruh pada soal pemakaian frekuensi yang jumlahnya terbatas. Belum lagi soal tingkat kejenuhan stasiun radio di suatu daerah, misalnya, jelas malah membuat siaran radio menjadi tidak maksimal. Tentang hal ini, Yousrul Raffle, Ketua Pengda PRSSNI Jawa Barat malah telah menyusun suatu peta siar di wilayahnya. Peta itulah yang dikenal dengan Area Dominant of Influence (ADI). "Di Jabar sendiri kini ada 29 ADI," tuturnya. Melalui ADI inilah, bakal diketahui di daerah siar mana sesungguhnya masih terbuka ruang untuk mendirikan stasiun radio anyar. "Apalagi, kehadiran sebuah stasiun radio mesti didukung oleh sumber daya ekonomi setempat," imbuhnya.

Sampai di sini, ukuran bagi pendirian sebuah stasiun radio, memang bukan cuma masalah keterbatasan frekuensi. Sekali pun, soal frekuensi merupakan pintu masuk bagi setiap calon investor radio. Tak heran bila Zainal Suryokusumo, seorang praktisi radio pun selalu menegaskan keterbatasan frekuensi ini. "Pemakaian frekuensi harus benar-benar diatur," katanya. Undang-undang No. 24 Tahun 1997, memang

menyebutkan perlunya dibentuk lembaga yang mengatur soal pemakaian frekuensi. Baik oleh pemegang izin lama maupun pendatang baru. Namun lembaga dimaksud belum juga terbentuk karena nasib undang-undangnya sendiri tidak jelas.

Dalam hal izin pemakaian frekuensi, Eroll mengusulkan agar dibentuk Kementerian Telekomunikasi, yang kelak mengatur masalah alokasi frekuensi. Namun fungsi pengawasan atas pemakaian frekuensi dilakukan oleh sebuah dewan penyiaran. “Dengan demikian pemerintah tetap tidak bisa melakukan intervensi terhadap

pemakaian frekuensi oleh radio-radio siaran swasta, tapi kontrol tetap bisa dilakukan oleh pihak yang independen,” paparnya.

Jika skenario seperti diusulkan oleh Eroll kelak terwujud –dan tampaknya pemikiran tersebut terakses di dalam draft inisiatif RUU Penyiaran yang mulai 4 September lalu dibahas di DPR– maka ketentuan itu harus sudah bisa diantisipasi sedini mungkin oleh para pengelola radio. Artinya, pemilik radio siaran harus mengoptimalkan pemakaian frekuensi berdasarkan izin yang dipegangnya. Sebab bila tidak optimal, berdasarkan hasil audit terhadap pemakaian izin frekuensi radio, logikanya izin tersebut bisa dicabut dan diberikan ke pihak yang lebih mampu.

Pada dasarnya, seperti dikatakan Andi Odang frekuensi tidak boleh dikuasakan pada seseorang secara absolut, karena itu merupakan milik masyarakat. Tapi nyatanya selama ini izin pemakaian frekuensi oleh sebuah radio tidak pernah dievaluasi. “Tidak pernah sebuah radio dievaluasi kontribusinya terhadap masyarakat sekitar,” katanya. Yang terjadi kemudian adalah, beberapa radio dijalankan apa adanya dan

(4)

terbatas, permintaan izin frekuensi naik terus.

“Saya setuju jika frekuensi radio yang tidak terpakai optimal dikembalikan hak pengelolaannya. Lebih baik diberikan kepada mereka yang berminat

mengembangkannya,” tanggap Agus Sudrajat tentang audit pemakaian frekuensi. Jadi sesungguhnya, bila izin frekuensi dikontrol, maka dengan sendirinya perbaikan kinerja stasiun radio bukan lagi semata-mata menjadi tuntutan bisnis, melainkan juga tuntutan hukum. Sebab supaya sebuah stasiun radio tidak tergusur dari orbitnya, maka pengelola radio perlu membenahi dan menangani bisnisnya dengan sungguh-sungguh. Pilihannya cuma itu. •

Pilih Jadi Radio Berita Atau Pakai Jaringan

Banyak cara bisa dipilih untuk meningkatkan kinerja bisnis radio siaran. Salah satunya dengan mengubah format radio menjadi radio berita. Sukses menjadi radio berita telah diperlihatkan antara lain oleh Radio Suara Surabaya, Trijaya dan

sebagainya. “Peristiwa reformasi kemarin membuktikan, radio dengan konsep

jurnalistiklah yang tetap eksis, dan hal ini menimbulkan kesadaran baru insan radio,” kata Eroll Jonathan, pengelola Radio Suara Surabaya.

Radio Suara Surabaya di tangan Eroll bahkan mampu membumikan konsep

jurnalistiknya, sehingga ia bisa berkembang sebagai radio berita dalam format tetap sebagai radio lokal. Mereka mampu menjadikan dirinya sebagai medium pertukaran informasi yang dilakukan oleh masyarakat Surabaya dan sekitarnya dalam berbagai kegiatan. Dengan kata lain, menjadi radio berita tidak melulu harus menyajikan berita politik nasional maupun lokal.

Memang seperti dikatakan oleh Bambang G. Parindra, General Manager Radio Pro2 FM, tidak semua masyarakat berpolitik, dan yang berpolitik pun jumlahnya sedikit. Jika sebuah radio memilih format berita politik, maka itu berarti ia telah memilih segmen pendengar yang sempit. Itu sebabnya bagi Pro2 FM, menjadi radio berita juga berarti harus menyajikan informasi bisnis, tanpa meninggalkan hiburan yang masih memakan porsi siaran sekitar 50 persen.

Namun harus diakui, sumber daya manusia yang ada sekarang dan dimanfaatkan oleh kebanyakan radio siaran swasta, kurang mendukung stasiun radio mengubah formatnya menjadi radio berita dengan mudah. Jurnalisme radio menuntut

kemampuan wartawan yang sedikit memiliki kelebihan khas dibanding jurnalis koran atau majalah.

Sifat pemberitaan radio yang seketika, langsung mengudarakan tentang suatu peristiwa, dan sesaat pula diterima pendengar, menuntut tampilnya wartawan radio yang harus siap dengan informasi akurat. Akurasi informasi itu, harus bisa

diperolehnya dalam rentang waktu yang relatif pendek. Jurnalisme radio memang tidak mengenal dan harus menghindari ralat. “Reporternya harus mampu bekerja dalam rentang menit dan detik,” kata Layla S. Mirza dari Radio Mara Bandung.

Menyadari perlunya tersedia SDM berkualitas di radio, termasuk untuk radio berita, sejak lama PRSSNI melakukan berbagai pelatihan jurnalistik radio. Tujuannya, tentu saja untuk menggeber kemampuan SDM radio dalam memproduksi berita. Lantaran seperti ditengarai Yousrul Raffle, Ketua Pengda PRSSNI Jabar, banyak radio di daerah tak siap mengkreasi siaran berita sendiri. Alhasil, salah satu pilihannya adalah melakukan sindikasi dengan pemasok program berita –semacam kantor berita radio– yang kini telah muncul di sini.

Di Jakarta, pemasok dimaksud antara lain adalah Kantor Berita 68H. Sejauh ini sekitar 111 stasiun radio telah mengakses berita yang dihimpun KBR 68H. “Radio pengakses mempunyai kewajiban untuk meliput di daerah masing-masing,

(5)

masing-masing radio masih diperhitungkan gratis. Berita disiarkan oleh KBR 68H sebanyak 8 kali dalam sehari. Hampir serupa, di Jawa Barat, pola sinergi

pemberitaan macam ini juga sudah mulai terajut. "Distribusi informasinya juga bakal menggunakan sistem intranet dan internet," tutur Yousrul.

Sesungguhnya pola kerjasama pemberitaan telah pula dilakukan beberapa radio dengan surat kabar maupun televisi, karena keterikatan mereka di dalam sebuah grup usaha. Pro 2 FM misalnya, bekerjasama dengan Anteve, El Shinta dengan Indosiar, dan Radio Pelita Kasih dengan koran Suara Pembaruan. Jadi telah banyak contoh, bagaimana memanfaatkan pola kerjasama seperti itu untuk bisa mengawali pembentukan radio berita.

Memanfaatkan Networking

Alternatif lain untuk bisa menjaga eksistensi bisnis sebuah stasiun radio, adalah dengan memanfatkan networking. Melalui jaringan kerjasama ini, bisa ditangani mulai urusan program acara, penjualan iklan sampai manajemen operasional. “Saat ini banyak konsep radio network” kata Rusmin Kusen Direktur CPP. Ia sendiri melalui CPP menawarkan konsep network dalam pengertian menciptakan sinergi diantara sekitar 40 radio anggotanya, dalam hal menangani penjualan space iklan, promosi dan soal teknik hingga SDM.

Menurut Rusmin, yang kini dilakukan KBR 68H pada prinsipnya juga sebuah networking radio. “Dia punya berita, lalu disiarkan melalui satelit dan diterima oleh radio-radio yang menjadi anggotanya, kemudian masing-masing menyiarkan,” katanya. Pola seperti itu bisa berkembang untuk paket siaran musik, hiburan dan sebagainya. Radio yang ingin membenahi diri tinggal pilih, lebih suka program yang mana agar sesuai dengan format radionya.

Sebenarnya kurang lebih seperti itulah yang dilakukan Masima Radio Network. Menurut Hani, banyak manfaat bisa diambil oleh sebuah radio yang bekerjasama dengan pihaknya. Banyak jasa ditawarkan dalam kerjasama itu, “Termasuk kalau mereka membutuhkan hardware dan software untuk kebutuhan radionya,” jelas Hani. Dan yang biasanya banyak dimanfaatkan dari sebuah networking radio adalah kerjasama penjualan space iklan.

Dalam bentuk lain, Radio Suara Surabaya juga menempuh cara networking. “Kami lebih memilih networking dalam hal tukar menukar informasi, karena dalam

networking seperti itu ada kesejajaran,” jelas Eroll. Pertukaran informasi dilakukan dengan Radio Mara di Bandung dan MS Tri Jakarta. Dengan kedua radio itu, Suara Surabaya menilai ada kesetaraan, sebab membidik kelas pendengar yang sama, yaitu kelas A dan B. “Networking dalam kesejajaran, itu yang saya kira paling baik,” lanjutnya. Berarti, banyak cara dapat dilakukan untuk membenahi sebuah stasiun radio, yang berarti pula mengoptimalkan hak pengelolaan frekuensi. Pilihan harus ditentukan, sebelum masyarakat menggugat hak kedaulatan atas frekuensi yang selama ini dikelola dan dimanfaatkan stasiun-stasiun radio tanpa pernah

dipertanyakan. •

Kerjasama Dengan Radio Asing, Buat Apa?

Dulu sangat mengasyikkan, ketika bisa menangkap siaran BBC, VOA, ABC ataupun radio-radio luar negeri lainnya. Terutama pada jam siaran berita. Karena selalu ada informasi lain. Informasi berbeda mengenai suatu peristiwa terutama yang ada bau politiknya. Biasanya berita di radio-radio manca itu cenderung lebih dipercaya. Itulah yang terjadi di zaman Orde Baru. Kasus Tanjung Priok, Pembajakan Garuda “Woyla”, dan sebagainya, tidak bisa dipahami lebih utuh, dalam kehidupan pers yang

(6)

Sementara itu, radio swasta pun tidak bisa diharapkan, karena perannya disudutkan untuk sekadar menjadi media hiburan. Tidaklah heran jika kemudian masyarakat termotivasi untuk melacak frekuensi radio-radio luar negeri, dan mendengarkan siaran beritanya dalam bahasa Inggris atau Indonesia. Sekarang situasinya sudah jauh berubah. Pers telah menemukan kemerdekaannya kembali. Bebas menulis dan memberitakan hasil investigasi jurnalistik apa adanya. Heboh isu perselingkuhan presiden pun misalnya, dengan santai dipublikasikan. Kebebasan ini telah

mendorong beberapa stasiun radio swasta memutar haluan. Mereka bergerak membangun positioning- barunya sebagai radio berita. Beberapa stasiun radio kini menerjunkan para reporternya meliput peristiwa apa pun. Lalu melaporkan secara langsung, apa pun yang dilihat dan didengar tentang suatu peristiwa yang sedang diliputnya. Pertanyaan kini, buat apa radio siaran swasta bekerjasama dengan radio luar negeri dan me-relay siaran beritanya? Bukankah berita yang mereka suguhkan relatif sudah sama dengan yang diwartakan pers dalam negeri?

Buat Image

Saat ini beberapa radio di Jakarta bekerjasama dengan radio-radio luar negeri. Diantaranya dengan menyiarkan relay siaran beritanya. Radio Pelita Kasih (RPK) misalnya, menjalin kerjasama dengan Voice of America (VOA), Deutschwele Jerman, dan Hilversuf Nederland. Radio El Shinta bekerjasama dengan British Broadcasting Corporation (BBC). Delta FM dengan Radio Australia Siaran Indonesia (RASI). Di Manado, Smart FM juga menjalin kerjasama dengan BBC.

Menurut Yati Tulus, Stasiun Manager Radio Pelita Kasih, kerjasama dengan Deutschwele Jerman dan Hilversuf Nederland telah lama dilakukan. “Mereka yang proaktif menjalin kerjsama,” katanya. Sedangkan dengan VOA, lebih karena RPK sendiri ingin mendapatkan data langsung perkembangan bisnis valas di Wall Street. Ditambah baru-baru ini dengan siaran berbahasa Inggris, setiap hari pada jam 12.00 -13.00 WIB. “Itu untuk memenuhi segmen pendengar eksekutif yang berbahasa Inggris,” jelas Yati. Di samping dengan Hilversuf, RPK juga kerjasama dengan Radio Belanda. Diawali dengan siaran Euro 2000. Ternyata kerjasama itu lebih karena kuatnya hubungan personal pendiri RPK dengan Radio Belanda. “Jadi ada sejarah di balik itu semua,” Yati melanjutkan.

Latarbelakang historis juga mewarnai kerjasama Radio Delta dan RASI. “Prakarsanya dicetuskan Pak Nuim Hayat yang pernah jadi penyiar Delta dan sekarang di RASI. Jadi lebih karena alasan historis dan tidak ada unsur apa-apa,” ungkap Dodi Elza, Program Manager Radio Delta. Lagipula tidak ada perjanjian hitam di atas putih, kecuali karena kebijakan manajemen masing-masing. Kerjasama itu antara lain berbentuk paket siaran informasi 20 menit sore hari, dengan

memanfaatkan hubungan langsung lewat satelit. Ditambah program siaran pada hari Sabtu pagi.

Sedangkan Smart FM di Manado, menjalin kerjasama dengan BBC karena pertimbangan kualitas berita. “Kami melakukan kerjasama dengan BBC, karena kebetulan mereka punya acara siaran berita yang bagus,” ungkap Andi Odang, General Manager Smart FM. Lagipula program tersebut dianggap sesuai dengan kebutuhan pendengar Smart FM. Manfaat kerjasama itu menurut Yati, lebih jauh ke arah membangun image RPK, di samping memupuk relasi atau persahabatan diantara crew masing-masing. Baik RPK maupun Delta, tampaknya belum

memperoleh manfaat lebih jauh, terutama dalam meningkatkan jumlah pendengar dan berujung menggaet iklan. “Sebenarnya otomatis kalau image sudah terangkat, pemasang jadi melihat RPK. Tapi tujuan utama kerjasama ini sebenarnya karena kami ingin konsisten memberikan informasi,” Yati melanjutkan. Andi Odang pun membenarkan. Kerjasama dengan BBC belum secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan bisnis. Belum ada pengaruh signifikan terhadap perolehan iklan.

(7)

“Tergantung pada program yang dihasilkan. Kalau tidak cocok, pengiklan nggak akan tergerak beriklan di situ,” katanya. Jadi masih harus ditunggu bagaimana berita-berita kemasan luar negeri itu bisa menarik pendengar lebih banyak buat stasiun radio yang menyiarkannya. Namun Agus memandang positif kerjasama itu. Terutama karena bisa terjadi pertukaran pengalaman dan pengetahuan yang baik untuk

pengembangan manajemen maupun program. •

Lima Besar di Enam Kota

“Saya mah udah biasa nyetel Sonora, supaya bisa monitor daerah yang kena macet,” kata seorang supir taksi Kosti. Hari itu Jakarta memang gemuruh. Demonstrasi di mana-mana, sehingga dia harus tahu, di mana ruang yang masih kosong.

Sepengetahuannya, rata-rata temannya sesama supir taksi memang tune in Sonora. Kenyataan itu membuat laporan hasil survei ACNielsen Indonesia di Jakarta tentang peringkat radio bisa dimengerti. Hasil survei pendengar radio tahun 1999 itu

menempatkan Sonora unggul di Jakarta, Ardan di Bandung dan Wijaya di Surabaya. Berikutnya, Gajahmada unggul di Semarang, Geronimo di Yogyakarta dan

Citrabuana di Medan. Hasil survei Taylor Nelson Sofres setahun sebelumnya, menghasilkan data yang sama untuk Bandung dan Semarang, yaitu Ardan dan Gajahmada. Di kota lain, hasilnya berbeda terutama untuk posisi teratas. Sedangkan untuk posisi kedua sampai kelima, nyaris sama. Yang beda cuma urutannya.

(8)

Lima Besar Jumlah Pendengar Radio di Enam Kota

Versi Taylor Nelson Sofres (1998) dan ACNielsen Indonesia (1999)

Bandung

Radio ACNielsen Radio Sofres Ardan 556.000 Ardan 530.000 Dahlia 419.000 Dahlia 434.000

OZ 397.000 Garuda 403.000

Antassalam 392.000 Antassalam 387.000 Garuda 314.000 Rama 309.000

Semarang

Radio ACNielsen Radio Sofres Gajahmada 405.000 Gajahmada 348.000 Imelda 296.000 Imelda 269.000 Kis 265.000 Radiks 99 238.000 Radiks 99 202.000 Kis 211.000

RCT 200.000 RCT 208.000

Medan

Radio ACNielsen Radio Sofres Citra

Buana 371.000 Kiss 330.000 Rhodesa 342.000 Simphony 294.000 Kiss 319.000 Rhodesa 282.000 Simphony 291.000 Citra Buana 266.000 Kardopa 270.000 Kardopa 235.000

Surabaya

Radio ACNielsen Radio Sofres Wijaya 578.000 Merdeka 632.000 Suara Giri 450.000 MTB FM 546.000 Suara

Surabaya 385.000 Swara Giri 537.000 Suzana 382.000 Wijaya 515.000 Merdeka 332.000 Suzana 502.000

Jakarta Makasar

Radio ACNielsen Radio Sofres

Sonora 1.406.000 Telstar 701.000 Kayumanis 895.000 Al Ikhwan 240.000 Prambors 803.000 Gamasi 231.000

Muara 723.000 Bharata 189.000

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum situs ini dibuat, telah banyak situs-situs lain yang memberikan informasi dan menampilkan gambar tentang sepatu ini, diantaranya : www.adidas.com www.nike.com www.puma.com

Sukuk refer to financial instruments meant to refer to financial instruments meant to mobilize resources from the market based on the. mobilize resources from the

Pertama , seseorang yang hendak menikah dengan tujuan untuk berbuat zalim kepada istri atau sebaliknya, seperti ingin menyakiti, membalas dendam, memutuskan

Modifikasi struktur dari kurkumin ini dilakukan untuk meningkatkan usaha pemanfaatan dari senyawa ini untuk pengobatan, sehingga ditemukan suatu modifikasi yang

Hal ini disebabkan karena terlalu sering hamil dan menguras cadangan gizi tubuh ibu (Ariyani,2014).. Ibu hamil pada usia terlalu muda yaitu usia <20 tahun tidak atau

Penulisan di dalam buku sakuini sudah sesuai kaidah PUEBI karena isi buku saku menggunakan huruf kapital di awal kalimat, menggunakan tanda baca yang tepat, penggunaan huruf

Dengan ini diharapkan untuk dapat menunjukan dokumen asli kualifikasi atau rekaman yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang dan bukti pendukung Data Kualifikasi yang

kompetisi calon presiden di Tahun 2009, maka sudah wakfunya unfuk membangun komunikasi politik yang sehat dan kondirsif dalam rangka meraih dukungan melalui partisipasi