PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X
DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG
SKRIPSI SARJANA S.1
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
DEVI WULANDARI NIM. 10 221 007
Program Studi Tadris Matematika
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
Persetujuan Pembimbing
Hal : Pengantar Skripsi
Kepada Yth.
Setelah melalui proses bimbingan, arahan dan koreksian baik dari segi isi maupun teknik penulisan terhadap skripsi saudari:
Nama : Devi Wulandari
NIM : 10 221 007
Program : S1 Tadris Matematika
Judul Skripsi : Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA
„Aisyiyah 1 Palembang
Maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudari tersebut dapat diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.
Demikianlah harapan kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
Pembimbing I
Amilda, MA
NIP. 19770715 200604 2 003
Palembang , November 2014 Pembimbing II
Sujinal Arifin, M.Pd
Skripsi Berjudul:
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif
Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang
Yang ditulis oleh Devi Wulandari dengan NIM. 10 221 007
telah dimunaqasyahkan dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Pada tanggal, 26 November 2014
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd)
Palembang, 26 November 2014 Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Panitia Penguji Skripsi
Ketua
Agustiani Dumeva Putri, M.Si NIP. 19720812 200501 2 005
Sekretaris
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Motto dan Persembahan
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan),tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
(QS .94:6-7)
******
Puji Syukur kepada Allah, Ku Persembahkan Skripsi Ini Kepada:
Agamaku yaitu agama Islam
Kedua Orangtua yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materiil, serta kasih sayang tiada batas sampai saat ini
Dosen-Dosenku (Bapak Sujinal Arifin, M.Pd, Ibu Amilda, MA, Ibu
Yuli Fitrianti, M.Pd, Ibu Riza Agustiani, M.Pd, Bapak Muhammad
Win Afgani, M.Pd, Dan Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Pd selaku
Ketua Prodi Tadris Matematika)
Kepala Sekolah SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang beserta staf-stafnya
Saudaraku-saudariku (Rika Deprianti, A,Md, Tri Oktarina, Eko
Apriadi, dan Dina Mardalena)
Sahabat-sahabatku; Dhana Prafitri, S.Pd, Siti Khodijah Muslimah,
S.Pd, beserta teman-teman Tadris Matematika angkatan 2010,
semoga persaudaraan kita terjalin terus.
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama : Devi Wulandari
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandar Jaya, 17 Desember 1992
Program Studi : Tadris Matematika
NIM : 10 221 007
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. Seluruh data, informasi, interpretasi serta pernyataan dalam pembahasan dan kesimpulan yang disajjikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbernya adalah merupakan hasil pengamatan, penelitian, pengolahan, serta pemikiran saya dengan pengarahan dari para pembimbing yang ditetapkan.
2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik, baik di IAIN Raden Fatah maupun perguruan tinggi lainnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidakbenaran dalam pernyataan tersebut di atas, maka saya bersedia menerima sangsi akademis berupa pembatalan gelar yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.
Palembang, 26 November 2014 Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Rabbul Izzati yang
memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah
Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang” ini sebagai syarat akademik dalam menyelesaikan proses perkuliahan pada
Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dan
hambatan-hambatan, namun berkat inayah Allah SWT, serta bantuan dari
berbagai pihak segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi, sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. H. Aflatun Muchtar, MA. selaku Rektor IAIN Raden Fatah Palembang.
2. Bapak Dr. Kasinyo Harto, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.
3. Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Tadris Matematika.
4. Ibu Amilda, MA. selaku Pembimbing I
5. Bapak Sujinal Arifin, M.Pd. selaku Pembimbing II.
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.
7. Ibu Nurmawati, MM, selaku Kepala Sekolah SMA „Aisyiyah 1 Palembang
9. Ayahanda Jamil Sopian , Ibunda Tante Helmi, S.Pd, dan saudara-saudariku yang telah memberikan nasehat, dukungan dan motivasinya. 10.Keluarga Besarku (Keluarga besar Daharip dan Hanum, serta Keluarga
Besar Sopian dan Nurhayati)
11.Sahabatku Dhana Prafitri, S.Pd dan Siti Khodijah Muslimah, S.Pd yang selalu memberikan support dan semangat
12.Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2010 di Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.
13.Guru-guru dan dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya tanpa mengenal lelah.
14.Almamaterku.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan, karenanya Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun agar dapat digunakan demi perbaikan Skripsi ini nantinya. Penulis
juga berharap agar Skripsi ini akan memberikan banyak manfaat bagi yang
membacanya.
Palembang, 26 November 2014 Penulis
ABSTRACT
This study aimed to determine : ( 1 ) The effect of the application of cooperative learning model of snowball throwing toward student learning outcomes in the affective domain toward the learning of mathematics at the class X of „Aisyiyah 1 Palembang, ( 2 ) The relationship between student learning outcomes in the affective domain of learning outcomes students with the cognitive domain after the cooperative learning model of snowball throwing in was applied class X of ' Aisyiyah 1 high school Palembang . Data collection rechniques used are questionnaires, and test. A questionnaires used to see what variables to be measured, while the post test is used to see student learning outcomes, whether the test is relevant or not to the affective domain. To test the validity of the research instrument prior to the validators that have been designated. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of the questionnaires on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 81.8 snowball throwing categorized as “Good”. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of tests on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 74.3 snowball throwing % categorized as “Good”. And from outcomes correlation between questionnaires outcomes and test outcomes collected was positive, where rh = 0.98 > rt = 0.325. thus cooperative learning model snowball throwing can improve student learning outcomes in the affective domain.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil belajar siswa
dalam ranah afektif pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1
Palembang, (2) Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang.
Subjek dalam penelitian ini adalah kelas X.IIS1 dan X.IIS2 di SMA „Aisyiyah 1 Palembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dan tes. Angket digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang akan diukur, sedangkan tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, apakah tes tersebut relevan atau tidak dengan ranah afektif. Untuk menguji kevaliditasan instrument penelitian terlebih dahulu peneliti mengkonsultasikannya kepada tiga validator yang telah ditunjuk. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil angket pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 81.8 dikategorikan “Baik”. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil tes pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 74.3 dikategorikan “Baik”, dilihat dari interpretasi hasil belajar. Dan dari hasil korelasi antara data hasil angket dan data hasil tes didapatkan korelasi yang positif , dimana rh = 0.98 > rt = 0.325. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam Undang-undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah
berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya pendidikan
matematika, baik melalui peningkatan guru matematika melalui
penataran-penataran, maupun peningkatan prestasi belajar dalam kurikulum 2013
terhadap ranah afektif pada mata pelajaran matematika. Sehingga dalam
implementasinya tidak hanya hasil belajar kognitif yang menjadi acuan
penilaian, hasil belajar dalam ranah afektif pun sudah menjadi tuntutan
penilaian proses pembelajaran.
Proses belajar mengajar tidak terlepas dari faktor-faktor yang
signifikan, sehingga harus adanya pengendalian, baik itu masalah intern
maupun ekstern, serta adanya kesulitan belajar dalam setiap individu
masing-masing. Terutama pada mata pelajaran matematika, dimana matematika dalam
pandangan siswa adalah salah satu mata pelajaran yang sangat menakutkan
Adapun faktor kesulitan belajar itu secara garis besar terdiri atas dua
macam (Wahab, 2008:135-136), yaitu : (1) faktor intern siswa yakni hal-hal
atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, (2) faktor
ekstern siswa yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kurang mampu psiko-fisik siswa,
yaitu yang bersifat kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotor
(ranah karsa). Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa yang meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Tujuan belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan
siswa melalui penilaian proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran yang
berkualitas sangat tergantung pada sikap peserta didik dan kreatifitas pendidik.
Proses pembelajaran tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling
berkaitan satu dengan lainnya. Interaksi antara guru dan peserta didik pada saat
proses belajar mengajar memegang peran penting dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.
Dijelaskan dalam firman Allah bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam
merupakan contoh tujuan yang bersifat intermediair (tujuan antara) atau
sementara, karena hanya mengandung beberapa aspek nilai Islami yang
dirumuskan. Untuk mencapai tujuan umum pendidikan Islam diperlukan
idealitas yang mengintegrasikan seluruh nilai yang komprehensif di mana
seorang muslim paripurna lahir dan batin tergambar dalam kepribadiannya.
Untuk merumuskan tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam
Allah dan sabda-sabda Nabi SAW yang menjadi idealitas ajaran Islam yang
diwujudkan sebagai pola kepribadian muslim yang hakiki sesuai tuntutan cita
Islami. Dimana di dalam surat Al-Mujaadillah dijelaskan bahwa :
عِ يَ رْ يَ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberiilmu pengetahuan beberapa derajat, dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah : 11).
Dari hasil pengamatan pada bulan oktober 2013 pada saat PPLK II,
pengajaran matematika di SMA „Aisyiyah 1 Palembang di temukan beberapa kelemahan pada siswa kelas X dalam pembelajaran matematika antara lain: (1)
keaktifan siswa kelas X dalam mengikuti pembelajaran masih belum tampak,
(2) siswa jarang mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami,
(3) keaktifan dalam mengerjakan tugas-tugas pada proses pembelajaran yang
masih kurang, (4) serta kurangnya partisipasi siswa selama proses
pembelajaran, dan sikap yang kurang respon terhadap materi pelajaran
matematika.
Dari hasil wawancara dengan guru SMA „Aisyiyah 1 Palembang pada bulan Oktober 2013, selain dari faktor siswa di atas, peranan guru juga sangat
konvensional dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengarkan, meniru
pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara guru menyelesaikan soal, serta
murid bertindak pasif (Ruseffensi, 2005:17). Pola penyampaian yang masih
menggunakan metode konvensional ini kurang efisien dan efektif jika
diterapkan pada tingkat SMA sehingga dalam pemahamannya siswa
mengalami kesulitan dalam memahami materi, siswa masih sedikit bingung
penggunaan sifat-sifat pangkat bulat positif dalam pemecahan masalah dan
sikap (ranah afektif) terhadap pembelajaran juga kurang diperhatikan.
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan
timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya
reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang
dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri
individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai
baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian
mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang
yang berhubungan dengan pandangan tentang baik-buruk, layak dan tidak
layak suatu objek, namun implementasinya masing kurang. Hal ini disebabkan
perancangan pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak mudah seperti
pembelajaran kognitif dan psikomotorik. Satuan pendidikan harus merancang
kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat
dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan
karena itu perlu dikembangkan acuan perangkat penilaian ranah afektif serta
penafsiran hasil pengukurannya.
Karena, relevansinya dari penelitian-penelitian sebelumnya ranah
afektif belum menjadi acuan, yang menjadi penilaian hanya ranah
psikomotorik dan kognitif. Padahal keberhasilan dalam ranah afektif harus
relevan atau berkesinambungan dengan ranah psikomotorik dan kognitif, serta
dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah ranah afektif juga sangat
perlu mendapatkan perhatian. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang
menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau
instrumen yang baik.
Ranah afektif peserta didik sangat berpengaruh terhadap ranah kognitif
dan psikomotorik, sehingga jika kita sebagai pendidik mengetahui ranah afektif
peserta didik dengan tepat, maka kita dapat menerapkan strategi pembelajaran
yang tepat juga kepada siswa yang salah satunya bertujuan untuk
meningkatkan nilai peserta didik. Kunandar (2013:100), menyatakan bahwa
dalam kurikulum 2013 sikap dibagi menjadi dua, yakni sikap spiritual dan
sikap sosial. Bahkan kompetensi sikap masuk menjadi kompetensi inti, yakni
kompetensi inti 1 (KI 1) untuk sikap spiritual dan kompetensi inti 2 (KI 2)
untuk sikap sosial.
Menurut Kunandar (2013:101), jika sikap itu diajarkan, sesungguhnya
guru sedang mengajarkan pengetahuan tentang sikap, seperti pengertian
kejujuran dan kedisplinan, tetapi bukan membentuk dan merealisasikan sikap
jujur dan disiplin dalam tindakan nyata sehari-hari peserta didik. Oleh karena
didik dalam kehidupan sehari-hari, maka pencapaian kompetensi sikap tersebut
harus dinilai oleh guru secara berkesinambungan dengan menggunakan
instrumen tertentu.
Pemerintah selalu berusaha untuk mewujudkan keberhasilan belajar
siswa dengan menggunakan model-model yang tepat, serta adanya perbaikan
kurikulum-kurikulum seperti sekarang. Ada 14 jenis model pembelajaran
kooperatif yaitu : mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir berpasangan
berempat (think pair square), berkirim salam dan soal, kepala bernomor,
kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu, keliling kelompok, kancing
gemerincing, keliling kelas, lingkaran kecil, lingkaran besar, tari bambu,
bercerita berpasangan dan jigsaw (Lie, 2002:54).
Dari jenis-jenis model pembelajaran tersebut, peneliti tertarik untuk
mencoba menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan
mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran dan tentunya dapat
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Sehingga tercapai keberhasilan siswa
terutama dalam ranah afektif. Berupa pembelajaran yang menyenangkan yaitu
pembelajaran cooperatif learning, salah satu alternatifnya adalah model
pembelajaran snowball throwing . Model cooperative learning snowball
throwing ini mempunyai manfaat, diantaranya pengembangan kualitas diri
siswa terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama, dan belajar
dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk
mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif
Model pembelajaran snowball throwing yaitu model pembelajaran yang
menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola
kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama anggota kelompok
(Aqib, 2013:48). Dengan adanya model snowball throwing ini, akan
berdampak pada ranah afektif siswa dalam pembelajaran di kelas, serta adanya
perhatian dalam materi yang akan disampaikan. Model ini mempunyai
kelebihan dari model-model pembelajaran lain, sehingga siswa lebih memiliki
fokus dan perhatian yang akan berdampak positif terhadap sikap peserta didik
di kelas.
Dapat disimpulkan bahwa relevansi model pembelajaran snowball
throwing dengan ranah afektif (sikap) secara signifikan, merupakan salah satu
model pembelajaran yang secara kooperatif membentuk kerjasama, keaktifan,
serta adanya reaksi terhadap hasil belajar siswa terutama dalam ranah afektif,
yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan siswa. Karena tidak hanya dalam
ranah kognitif, tetapi ranah afektif juga harus diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif secara realistis.
Dari penelitian-penelitian terdahulu, banyak yang sudah menggunakan
model pembelajaran snowball throwing, tetapi penilaiannya hanya terhadap
ranah kognitif peserta didik saja yang dilihat. Padahal, dari manfaat model
pembelajaran snowball throwing itu sendiri salah satu manfaatnya adanya
pengembangan kualitas diri siswa terutama pada aspek afektif dapat dilakukan
secara bersama-sama, sehingga model ini sangat efisien untuk melihat ranah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud untuk
mengadakan penelitian berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam
Ranah Afektif pada Pembelajaran Matematika Kelas X di SMA „Aisyiyah
1 Palembang.”
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif
pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1
palembang.
2. Apakah ada hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif
dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan
model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di
SMA „Aisyiyah 1 Palembang
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:
1. Pengaruh penerapan model pembelajaran tipe snowball throwing
terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran
2. Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil
belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA
„Aisyiyah 1 Palembang
D.Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Siswa, sebagai pengalaman belajar yang baru sehingga
diharapkan dapat meningkatkan ranah afektif siswa, menumbuhkan
kebersamaan di antara sesama dan dalam jangka panjang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan untuk dapat menjadikan
model pembelajaran snowball throwing sebagai salah satu alternatif
yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai masukan atau informasi dan bahan
pertimbangan untuk memilih model pembelajaran snowball throwing
sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang menciptakan
pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran.
4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan penelitian terhadap
pembelajaran matematika di sekolah, dan sebagai pengalaman dalam
meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif pembelajaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Perubahan
ini meliputi perubahan sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto,
1995:2). Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses
yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai
pengalaman.
Belajar itu sendiri mempunyai banyak pengertian dan cakupannya, baik
dalam pendidikan, kehidupan maupun lingkungan sosial. Salah satunya belajar
dalam segi pendidikan yang juga terdiri dari beberapa bidang mata pelajaran,
yaitu salah satunya mata pelajaran matematika. Semua itu berlangsung dalam
proses belajar mengajar yang biasa disebut dengan KBM (kegiatan belajar
mengajar).
Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah “Suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah
laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan,
apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.
Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian belajar, maka dapat
dan sengaja, yang dirancang untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan
pengalaman yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku seseorang, sehingga
dapat mengembangkan dirinya ke arah kemajuan yang lebih baik.
Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah
satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya
perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
Kunandar (2010:287) mengatakan pembelajaran adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku
ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Pembelajaran pada hakikatnya juga merupakan suatu proses interaksi
antara guru dan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap
muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai
media pembelajaran.
Dalam konteks pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika
sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak, dan
memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru
tetap harus berperan secara optimal untuk membentuk sikap siswa di kelas
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik maupun lingkungan,
untuk membentuk sikap peserta didik di kelas dengan tujuan yang telah
ditetapkan agar dapat belajar dengan baik.
B.Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Hanafiah (2012:41) mengatakan bahwa model pembelajaran
merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan
perilaku peserta didik secara adaftif maupun generatif. Model pembelajaran
sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style), dan
gaya mengajar (teaching style), yang keduanya disingkat menjadi SOLAT
(Style of Learning and Teaching).
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:51), model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas.
Sanjaya (2012:241), mengatakan bahwa model pembelajaran
kelompok adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa
dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif/SPK (cooperative
learning). SPK merupakan strategi pembelajaran kelompok yang
akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk
digunakan.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan
dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam
pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru
kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya.
Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif dari pada
pembelajaran oleh guru (Rusman, 2013:204).
Slavin (dalam Sanjaya, 2012:242), mengemukakan dua alasan
menggunakan kooperatif. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat
merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan
masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).
Maka dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif yaitu suatu model pembelajaran dimana siswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Etin (2007:6) belajar dalam kelompok kecil dengan
prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar,
baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa. Selain
dapat mencapai hasil belajar akademik, teknik pembelajaran ini juga dapat
membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikap sesuai
dengan kehidupan nyata dimasyarakat sehingga dengan bekerjasama dalam
kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan
belajar.
Kemudian Michael (dalam Etin, 2007:5) menyatakan bahwa
“cooperative learning is more effective in creasing motive and performance student.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa teknik pembelajaran ini mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat
bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan
3. Pokok Pemikiran dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut (Lie, 2005:4) pendidik perlu menyusun dan melaksanakan
kegiatan berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :
a. Pengetahuan yang ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa
membentuk makan dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses
belajar dan menyimpangnya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat
diproses dan dikembangkan lebih lanjut (Piaget, 1952 dan 1960: Freire,
1970).
b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah kegiatan
yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.
Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara
pasif.
c. Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan
siswa. Kegiatan belajar-mengajar harus lebih menekankan pada proses
dari pada hasil. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori
prestasi belajar seperti dalam penilaian ranking dan hasil-hasil tes.
4. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas
empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian,
a. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian
pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi
pelajaran.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang
pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk secara heterogen.
c. Penilaian
Penilaian bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis
dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual
nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes
kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.
d. Pengakuan tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang
dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian
diberikan penghargaan atau hadiah.
C.Model Pembelajaran Snowball Throwing
1. Pengertian Snowball Throwing
Model snowball throwing merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tersebut mengandung
throwing artinya melempar. Snowball throwing dapat diartikan sebagai
model pembelajaran yang menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang
digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran
diantara sesama anggota kelompok (Aqib, 2013:48).
Maka berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan snowball throwing yaitu model pembelajaran
yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai
upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.
Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing menurut
Hanafiah (2012:49) sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya
masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru
kepada teman-temannya
d. Kemudian masing-masing kelompok diberikan satu lembar kertas
origami, yang telah berisi soal yang telah disiapkan oleh guru
e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari peserta didik ke peserta didik yang lain selama ±2 menit
f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang
g. Guru memberikan kesimpulan. Pada langkah ini peneliti membimbing
siswa dalam membuat kesimpulan (peneliti sebagai fasilitator siswa)
h. Evaluasi. Pada langkah ini peneliti memberikan evaluasi pada saat
perwakilan kelompok menuliskan soal dan jawaban di papan tulis dan
melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan secara lisan
i. Penutup. Pada langkah ini peneliti memberikan reward kepada kelompok
dan siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing
Kelebihan dengan model pembelajaran snowball throwing adalah
sebagai berikut:
a. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan
bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan
pengetahuan
b. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi
pelajaran yang dipelajari
c. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan
pertanyaan kepada teman lain maupun guru
d. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya
dengan baik
e. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang
sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut
f. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman
g. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan
pemecahan suatu masalah
h. Siswa akan memahami makna tanggungjawab (ketika terbentuknya
kelompok dalam menjawab soal dan pertanggungjawaban mengenai
penyelesaian tugas dalam kelompok)
i. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku,
sosial budaya, bakat dan intelegensi
j. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya
Adapun kekurangan model pembelajaran snowball throwing adalah
sebagai berikut:
a. Sangat bergantung pada kemampuan siswa lain dalam memahami materi
sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit
b. Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu
menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga
diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi
pelajaran
c. Tidak adanya kuis individu, tapi tidak menutup kemungkinan untuk guru
menambahkan pemberian kuis individu
Tetapi kelemahan dalam penggunaan metode ini dapat tertutupi dengan cara:
a. Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan
secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya
b. Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan
c. Guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa
diatasi
d. Memisahkan grup anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam
kelompok yang berbeda
e. Tidak menutup kemungkinan untuk guru memberikan kuis individu
D.Hakikat Hasil Belajar Siswa
1. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Tardif (dalam
Muhibbinsyah, 2000:141) hasil belajar adalah penilaian untuk
menggambarkan prestasi yang dicapai seseorang siswa sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai,
dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar
mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu
serta perubahan-perubahan pada dirinya.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2010:22). Hasil peristiwa belajar
dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembuktian tingkah laku
seseorang. Selanjutnya, menurut Slameto (dalam Emarita, 2001)
menyatakan : “Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
Soemantri (2001:1) mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu
indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami
proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu
alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau
patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan
memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang
diukur dengan perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap atau
keterampilan, sehingga terjadinya peningkatan dan pengembangan kearah
yang lebih baik dari sebelumnya.
Kingsley (dalam Sudjana, 2001:22) membagi tiga macam hasil
belajar, yaitu : (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan
pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka
studi dicapai melalui tiga kategori ranah, antara lain kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan, yaitu menerima, menjawab reaksi, menilai, organisasi dan
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Dari ketiga ranah tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan ranah afektif terhadap siswa SMA. Sikap (afektif) erat
kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Dimana nilai tersebut
adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya
tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris (Sanjaya,
2012:274).
Menurut Syah (2010:145) secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa;
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa;
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan
faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
2. Hasil Belajar dalam Ranah Afektif
Penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan guru yang
atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran. Data
yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dijaring dan
dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan
kompetensi atau indikator yang akan dinilai. Dari proses ini, diperoleh
potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam
kurikulum secara akurat dan objektif (Kunandar, 2013:65).
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor
dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki
sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata
pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang
optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak
tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan
ranah afektif peserta didik. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar
yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan
pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan
karakteristik afektif peserta didik (Sanjaya, 2012:).
Tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik harus dinilai atau
diukur dengan instrument atau alat ukur yang tepat dan akurat. Tepat artinya
instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk menilai hasil belajar peserta
didik sesuai dengan apa yang mau diukur atau dinilai, yakni sesuai dengan
karakteristik materi atau tuntutan kompetensi tertentu (Rusman: 2013).
Dalam melakukan penilaian hasil belajar, harus mengacu pada
dasar dan strukutur kurikulum untuk setiap jenjang dari dasar sampai
menengah. Oleh karena itu, guru harus merinci setiap KD dari kompetensi
inti menjadi indikator pencapaian kompetensi sikap yang nantinya akan
dinilai oleh guru dalam bentuk perilaku peserta didik sehari-hari. Pendidik
melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, angket, serta tes
untuk melihat relevansinya terhadap hasil belajar ranah afektif.
E. Hakikat Ranah Afektif/Sikap Siswa
1. Pengertian sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait
dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap
juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
oleh seseorang. Sikap mengacu pada perbuatan atau perilaku seseorang,
tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan
seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat
dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan
(Kunandar, 2013:99).
Sikap merupakan kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk
bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu (Djaali,
2008:114). Menurut Sanjaya (2012:276) sikap adalah kecendrungan
seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang
yang dianggapnya baik atau tidak baik.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu itu. Menurut
pemikiran skema triadik kerangka pemikiran sikap terdiri atas komponen
kognitif, afektif, dan konatif (Azwar, 2012:5).
Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang
mengenai objek yang dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya terhadap
objek tersebut. Komponen afektif yaitu perasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Menurut Kunandar
(2013:99), komponen konatif adalah kecendrungan untuk berperilaku atau
berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Dari penjelasan tentang sikap di atas dapat dikemukakan bahwa
penilaian kompetensi sikap adalah penilaian yang dilakukan guru untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang
meliputi aspek menerima atau memerhatikan, menilai atau menghargai,
mengorganisasi atau mengelola, dan berkarakter.
2. Ruang Lingkup Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif)
Kunandar (2013:105), dalam ranah sikap itu terdapat lima jenjang
proses berpikir, yakni : (1) menerima atau memperhatikan (receiving atau
attending), (2) merespons atau menanggapi (responding), (3) menilai atau
menghargai (valuing), (4) mengorganisasi atau mengelola (organization),
(5) berkarakter (characterization).
1. Kemampuan Menerima
Kemampuan menerima adalah kepekaan seseorang dalam
dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Kemampuan
menrima juga dapat diartikan kemampuan menerima fenomena (gejala
atau sesuatu hal yang dapat disaksikan dengan panca indera) dan
stimulus (rangsangan) atau kemampuan menunjukkan perhatian yang
terkontrol dan terseleksi.
Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada
fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik terhadap kesenangan yang dapat ditunjukkan
dengan hal yang menyangkut belajar, seperti senang mengerjakan
soal-soal, senang membaca, menulis, dan sebagainya. Contoh hasil belajar
afektif jenjang menerima adalah peserta didik menyadari bahwa disiplin
wajib belajar ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan
jauh-jauh.
2. Kemampuan Merespon
Kemampuan merespon adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena
tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang
ini setingkat lebih tinggi dari jenjang kemampuan menerima.
Kemampuan merespon juga dapat diartikan kemampuan menunjukkan
perhatian yang aktif, kemampuan melakukan sesuatu, dan kemampuan
menanggapi sesuatu. Responding merupakan partisipasi aktif peserta
didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Dalam kegiatan belajar, hal itu dapat ditunjukkan antara lain
pendapat, menaati aturan, menunjukkan empati, dan melakukan
introspeksi. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang menanggapi adalah
peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau
menggali lebih dalam lagi tentang konsep disiplin.
3. Kemampuan Menilai
Kemampuan menilai adalah kemampuan memberikan nilai atau
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Kemampuan menilai juga dapat diartikan menunjukkan
konsistensi perilaku yang mengandung nilai, mempunyai motivasi untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, menunjukkan komitmen terhadap
suatu nilai.
Dalam kegiatan belajar dapat ditunjukkan melalui : rajin, tepat
waktu, disiplin, mandiri, objektif dalam melihat dan memecahkan
masalah. Menilai merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi
daripada kemampuan merespon. Contoh hasil belajar afektif jenjang
valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik
untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakat.
4. Kemampuan Mengatur atau Mengorganisasi
Kemampuan mengatur atau mengorganisasi adalah kemampuan
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih
universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Kemampuan
mengorganisasi dalam arti mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke
nilai yang dominan dan diterima. Contoh hasil belajar afektif jenjang ini
adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin.
5. Kemampuan Berkarakter
Kemampuan berkarakter merupakan kemampuan memadukan
semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam hal ini telah tertanam tinggi
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.
Serta kemampuan karakteristik juga dapat diartikan padu padan dari
semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seorang individu untuk
mempengaruhi kepribadian dan tingkah lakunya.
Dari kelima jenjang proses berpikir di atas dapat disimpulkan
bahwa ranah afektif merupakan suatu penilaian yang memiliki jenjang,
dimana setiap jenjang tersebut terdiri dari beberapa aspek dan penilaian
peserta didik itu sendiri terhadap proses pembelajaran. Dimana dalam
jenjang yang terakhir yaitu karakteristik, semua aspek penilaian peserta
didik telah mencakup keempat aspek diantaranya, memperhatikan,
merespon, menilai, dan mengorganisasi atau mengelola.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap materi pelajaran, peserta didik harus memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran.
2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik yang tidak memiliki sikap
3. Sikap terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang menarik,
nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta
didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
4. Sikap berkaitan dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu berhubungan
dengan materi pelajaran.
5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang
relevan dengan mata pelajaran.
3. Kelebihan dan Kelemahan Penilaian Kompetensi Sikap
Kelebihan dari penilaian kompetensi sikap adalah :
a. Dapat dilakukan bersamaan dengan proses belajar-mengajar
b. Dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui hasil kerja
peserta didik
c. Dapat mengetahui faktor penyebab berhasil tidaknya proses
pembelajaran peserta didik
d. Mengajak peserta didik bersikap jujur
e. Mengajak peserta didik menjalankan tugasnya tepat waktu
f. Sikap peserta didik terhadap pelajaran dapat diketahui
g. Dapat mengetahui faktor-faktor keterbatasan peserta didik
h. Dapat melihat karakter peserta didik sehingga kendala yang muncul
dapat diatasi
i. Termotivasi untuk terus berbenah diri karena kreativitas sangat dituntut
j. Dapat meredam egoisme individu setelah diberi tahu sikapnya
l. Peserta didik bisa bekerja sama dan saling menghargai antarteman.
Adapun kelemahan dari penilaian sikap, yaitu :
a. Sulit dilakukan pengamatan karena peserta didik yang begitu banyak
b. Membutuhkan alat penilaian yang tepat
c. Memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama
d. Menuntut profesionalisme guru karena mengamati peserta didik yang
bervariasi
e. Penilaiannya subjektif
f. Kurang dapat dijadikan acuan karena sikap peserta didik dapat
berubah-ubah
g. Terlalu banyak format yang melelahkan guru, perlu persiapan yang
lengkap
h. Sikap peserta didik yang kurang terbuka menyulitkan penilaian
i. Jawaban peserta didik sulit diuji kejujurannya
j. Guru lebih memantau peserta didik yang aktif saja, yang kurang aktif
kurang terpantau.
Ada beberapa usaha yang dilakukan peneliti untuk mengatasi
kelemahan dari penilaian sikap di atas, diantaranya :
a. Dengan dibantu oleh beberapa observer/pengamat terhadap instrumen
yang diberikan
b. Dengan observasi dapat melihat hal yang nyata, dengan angket dapat
melihat hal yang tidak nyata
c. Karena adanya observer, maka pengamatan bisa dilakukan dengan baik
d. Dilakukan beberapa kali pengamatan dengan instrumen yang tepat
e. Dilakukan persiapan yang matang, dengan menyiapkan instrumen dan
model pembelajaran yang tepat
Maka, dari beberapa penjelasan tentang ranah afektif atau ranah sikap
di atas dapat disimpulkan bahwa komponen sikap berhubungan dengan
penilaian terhadap suatu objek, kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu
objek, serta kecendrungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara
tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Karena sikap itu sendiri
dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.
F. Keterkaitan antara model pembelajaran snowball throwing dengan ranah
afektif peserta didik
Model pembelajaran snowball throwing adalah model pembelajaran
yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan
menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.
Snowball throwing merupakan salah satu modifikasi dari tekhnik
bertanya yang lebih menitik beratkan pada kemampuan merumuskan
pertanyaan yang dikemas dalam bentuk yang lebih menarik dalam bentuk
permainan yaitu saling melemparkan bola salju yang berisi pertanyaan kepada
sesama teman. Model pembelajaran dengan model ini membutuhkan
kemampuan yang sangat sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap siswa
dalam mengemukakan pernyataan yang sesuai dengan materi yang dipelajari.
Snowball throwing adalah model yang digunakan untuk memperdalam satu
sampai delapan orang yang memiliki kemampuan merumuskan pertanyaan
yang ditulis dalam sebuah kertas yang dibentuk menyerupai bola. Kemudian,
kertas itu dilemparkan kepada kelompok lain untuk ditanggapi dengan
menjawab pertanyaan yang ditulis dalam kertas tersebut.
Dengan adanya model snowball throwing ini, akan berdampak pada
hasil belajar siswa dalam ranah afektif dalam pembelajaran di kelas, serta
adanya perhatian dalam materi yang akan disampaikan. Model ini mempunyai
kelebihan dari model-model pembelajaran lain, sehingga siswa lebih memiliki
fokus dan perhatian yang akan berdampak positif terhadap sikap peserta didik
di kelas.
G.Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing
Langkah-langkah pembelajaran snowball throwing adalah sebagai
berikut :
Tabel. 1
Langkah-langkah Pembelajaran Snowball Throwing
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 anggota. Dan memanggil ketua kelompok.
Siswa membuat kelompok sendiri dan menentukan ketua kelompoknya. Ketua kelompok menghadap kepada guru dan anggota kelompok berada ditempat.
Menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari
Ketua kelompok menjelaskan materi yang telah disampaikan oleh guru kepada anggota kelompoknya.
Memberikan lembar pada masing-masing siswa yang sudah berisi pertanyaan berbentuk sebuah bola (bola salju) dari materi yang sudah dijelaskan. Dan memberikan intruksi tentang cara penggunaanya.
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Guru sebagai fasilitator dan evaluator
yaitu memberikan kesimpulan terhadap
apa yang disampaikan
Siswa menyimpulkan materi yang telah dijelaskanbersama-sama guru.
H.Kajian Materi Bentuk Pangkat
1. Pangkat Bulat Positif
Bilangan berpangkat terdiri dari dua bagian , yaitu bilangan pokok
(basis), dan pangkat (eksponen). Misalkan pada bilangan berpangkat 27,
a n disebut bentuk perpangakatan a disebut bilangan pokok
n disebut bilangan pangkat (eksponen)
Sifat-sifat bilangan berpangkat dengan pangkat bulat positif
Contoh soal :
1. Dengan cara menuliskan dalam bentuk faktor-faktornya, tunjukkan
bahwa 56 54 = 5
2
Penyelesaian :
56 54 =
5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5
= 56-4
= 52
2. Sederhanakan bentuk berikut : 2a3 x 5a5
Penyelesaian :
2a3 x 5a5 = 2 x 5 x a3 x a5
= 10a3+5
= 10a8
2. Pangkat Bulat Negatif dan Nol
Definisi :
Jika a bilangan real dan a ≠ 0 maka a0 = 1
Bilangan berpangkat dengan pangkat bulat negatif dapat didefinisikan sebagai
berikut :
Jika a ∈ R dan a ≠ 0, dan n bilangan bulat positif maka maka 𝑎−𝑛 = 1
𝑎𝑛 atau 𝑎𝑛
= 1
𝑎−𝑛 . Sifat-sifat bilangan berpangkat bilangan bulat positif juga berlaku
Contoh soal :
1. Nyatakanlah bilangan-bilangan berikut dalam pangkat positif
a. 2-3 b. 2a-4
2. Nyatkanlah bilangan berikut dalam pangkat positif dan sederhankanlah :
5-3 x 5-4
Bilangan berpangkat dengan pangkat pecahan dapat dituliskan
dalam notasi 𝑎𝑚𝑛, dengan m dan n bilangan bulat, a bilangan real,
bilangan berpangkat dengan pangkat pecahan.
Sifat-sifat bilangan berpangkat dengan pangkat bulat negatif
A.Pangkat Pecahan 𝒂𝒏𝟏
Berdasarkan proses penarikan akar, akar pangkat n dari suatu
bilangan a dapat didefinisikan sebagai berikut :
Definisi : akar pangkat bilangan
“Misalkan n bilangan bulat positif, a dan b bilangan-bilangan real sehingga berlaku hubungan bn= a disebut akar pangkat n dari a”. bn = a ⟹ b = 𝒏 𝒂
Kaidah atau aturan teknis perhitungan 𝒏 𝒂 adalah sebagai berikut :
1. Jika a > 0 maka 𝒏 𝒂≥ 0
2. (a) jika a< 0 dan n ganjil, maka 𝒏 𝒂 < 0
(b) jika a< 0 dan n genap, maka 𝒏 𝒂 bukan bilangan real
Contoh soal :
Tentukan akar-akar pangkat bilangan berikut :
a. 9
b. −4
Penyelesaian :
𝑎. 9 = 3 2 = 3
𝑏. −4 bukan bilangan real karena tidak ada bilangan real manapun apabila
dipangkatkan 2 atau dikuadratkan hasilnya sama dengan 4.
“Misalkan a bilangan real tidak nol dan n bilangan bulat positif, maka
pangkat pecahan 𝒂𝟏𝒏 sama dengan akar pangkat n dari bilangan a.
𝒂𝟏𝒏 = 𝒏 𝒂 , dengan catatan 𝒏 𝒂merupakan bilangan real”.
B.Pangkat pecahan 𝒂𝒎𝒏
Berdasarkan definisi pangkat pecahan 𝒂𝟏𝒏, selanjutnya akan
diperluas pada pangkat pecahan dalam bentukyang lebih umum 𝒂𝒎𝒏.
Untuk tujuan itu, simaklah pembahasan berikut ini.
𝑎𝑚𝑛 = 𝑎 1
𝑛
𝑚
, menggunakan sifat pangkat bulat positif
⟺𝑎𝑚𝑛 = 𝑎𝑛 𝑚 , menggunakan definisi pangkat pecahan 𝑎 1
𝑛 = 𝑛 𝑎
⟺ 𝑎𝑚𝑛 = 𝑛 𝑎𝑚 , menggunakan sifat perkalian bentuk akar
Dengan demikian, pangkat pecahan 𝒂𝒎𝒏 dapat didefinisikan sebagai berikut :
Definisi : pangkat pecahan 𝑎𝑚𝑛
“Misalkan a bilangan real tidak nol, m bilangan bulat dan n bilangan asli ≥ 2
, maka pangkat pecahan 𝑎𝑚𝑛 sama dengan akar pangkat n dari bilangan
am, ditulis 𝑎𝑚𝑛 = 𝑛 𝑎𝑚 dengan catatan 𝑛 𝑎𝑚 merupakan bilangan real”.
Contoh soal :
1. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bentuk 𝒏 𝒂𝒎
Penyelesaian :
2. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bilangan berpangkat
dengan bilangan pokok 2.
a. 5 16
I. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran
snowball throwing adalah sebagai berikut :
1. Safitri (2011) dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Snowball
Throwing untuk meningkatkan hasil belajar matematika,
menyimpulkan adanya peningkatan hasil evaluasi di akhir siklus. Dari
siklus I yang mencapai taraf ketuntasan klasikal 66,7% meningkat
menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil pengamatan kegiatan pembelajaran
siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II 87,5%. Dan hasil
observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran juga
siklus II. Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran Snowball
Throwing dapat meningkatkan hasil belajar.
2. Penelitian mengenai penerapan teknik Snowball Throwing juga pernah
diteliti oleh Rini, mahasiswi Universitas PGRI Palembang Tahun 2008
dengan judul “Penerapan teknik Snowball Throwing pada Pembelajaran Matematika di SMP N 30 Palembang”, menyatakan bahwa hasil belajar
siswa kelas VIII , SMP N 30 Palembang setelah diterapkan teknik
pembelajaran Snowball Throwing termasuk dalam kriteria baik. Rata-rata
hasil belajar siswa sebesar 77,68. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa selama proses berlangsung, siswa terlihat sangat semangat dalam
pembelajaran karena materi didapat melalui pengamatan langsung siswa
dan suasananya sangat menyenangkan.
3. Sholihin (2013), dengan judul Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Snowball Throwing dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas VIII SMPN Satap 4 Cijaku Kabupaten Lebak Tahun
Pelajaran 2011/2012 Pada Pokok Bahasan Operasi Aljabar,
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran
Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika siswa.
Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dianalisa bahwa Cooperatif
Learning tipe Snowball Throwing merupakan metode yang efektif dan efisien
untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terutama dalam ranah afektif.
Tabel. 2
Perbedaan Penelitian
Ket
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada pengaruh penerapan model
pembelajaran snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah
afektif pada pembelajaran matematika di kelas X SMA „Aisyiyah 1
Palembang.
Hipotesis Deskripsi :
Ha : Ada pengaruh penerapan model pembelajaran snowball throwing
terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran
Ho : Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran snowball throwing
terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran
matematika siswa SMA „Aisyiyah 1 Palembang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan
metode eksperimen. Sugiyono (2006:80), menyatakan bahwa metode
eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan.
B.Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk
menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang
mungkin timbul selama proses penelitian, hal ini penting karena desain
penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk
keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan
sebagai alat untuk mengontrol variabel yang berpengaruh dalam penelitian
(Sugiyono, 2010).
Adapun design penelitian yang digunakan peneliti yaitu true
eksperimental design dengan kategori Posttest-Only Control design (dengan
modifikasi Sugiyono, 2008:84), penelitian ini dimodifikasi karena kelompok
yang dipilih tidak dengan pemilihan random. Dimana dalam design ini terdapat
dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang
lain tidak diberi perlakuan. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok
eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok
kontrol. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah perbandingan hasil