• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP

HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X

DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG

SKRIPSI SARJANA S.1

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

DEVI WULANDARI NIM. 10 221 007

Program Studi Tadris Matematika

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

(2)

Persetujuan Pembimbing

Hal : Pengantar Skripsi

Kepada Yth.

Setelah melalui proses bimbingan, arahan dan koreksian baik dari segi isi maupun teknik penulisan terhadap skripsi saudari:

Nama : Devi Wulandari

NIM : 10 221 007

Program : S1 Tadris Matematika

Judul Skripsi : Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA

„Aisyiyah 1 Palembang

Maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudari tersebut dapat diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

Demikianlah harapan kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.

Pembimbing I

Amilda, MA

NIP. 19770715 200604 2 003

Palembang , November 2014 Pembimbing II

Sujinal Arifin, M.Pd

(3)

Skripsi Berjudul:

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif

Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang

Yang ditulis oleh Devi Wulandari dengan NIM. 10 221 007

telah dimunaqasyahkan dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Pada tanggal, 26 November 2014

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd)

Palembang, 26 November 2014 Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Panitia Penguji Skripsi

Ketua

Agustiani Dumeva Putri, M.Si NIP. 19720812 200501 2 005

Sekretaris

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

(4)

Motto dan Persembahan

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari

sesuatu urusan),tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

(QS .94:6-7)

******

Puji Syukur kepada Allah, Ku Persembahkan Skripsi Ini Kepada:

Agamaku yaitu agama Islam

Kedua Orangtua yang selalu memberikan dukungan baik moril

maupun materiil, serta kasih sayang tiada batas sampai saat ini

Dosen-Dosenku (Bapak Sujinal Arifin, M.Pd, Ibu Amilda, MA, Ibu

Yuli Fitrianti, M.Pd, Ibu Riza Agustiani, M.Pd, Bapak Muhammad

Win Afgani, M.Pd, Dan Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Pd selaku

Ketua Prodi Tadris Matematika)

Kepala Sekolah SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang beserta staf-stafnya

Saudaraku-saudariku (Rika Deprianti, A,Md, Tri Oktarina, Eko

Apriadi, dan Dina Mardalena)

Sahabat-sahabatku; Dhana Prafitri, S.Pd, Siti Khodijah Muslimah,

S.Pd, beserta teman-teman Tadris Matematika angkatan 2010,

semoga persaudaraan kita terjalin terus.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:

Nama : Devi Wulandari

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandar Jaya, 17 Desember 1992

Program Studi : Tadris Matematika

NIM : 10 221 007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Seluruh data, informasi, interpretasi serta pernyataan dalam pembahasan dan kesimpulan yang disajjikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbernya adalah merupakan hasil pengamatan, penelitian, pengolahan, serta pemikiran saya dengan pengarahan dari para pembimbing yang ditetapkan.

2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik, baik di IAIN Raden Fatah maupun perguruan tinggi lainnya.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidakbenaran dalam pernyataan tersebut di atas, maka saya bersedia menerima sangsi akademis berupa pembatalan gelar yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.

Palembang, 26 November 2014 Yang membuat pernyataan,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Rabbul Izzati yang

memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah

Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang” ini sebagai syarat akademik dalam menyelesaikan proses perkuliahan pada

Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dan

hambatan-hambatan, namun berkat inayah Allah SWT, serta bantuan dari

berbagai pihak segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi, sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. H. Aflatun Muchtar, MA. selaku Rektor IAIN Raden Fatah Palembang.

2. Bapak Dr. Kasinyo Harto, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

3. Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Tadris Matematika.

4. Ibu Amilda, MA. selaku Pembimbing I

5. Bapak Sujinal Arifin, M.Pd. selaku Pembimbing II.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

7. Ibu Nurmawati, MM, selaku Kepala Sekolah SMA „Aisyiyah 1 Palembang

(7)

9. Ayahanda Jamil Sopian , Ibunda Tante Helmi, S.Pd, dan saudara-saudariku yang telah memberikan nasehat, dukungan dan motivasinya. 10.Keluarga Besarku (Keluarga besar Daharip dan Hanum, serta Keluarga

Besar Sopian dan Nurhayati)

11.Sahabatku Dhana Prafitri, S.Pd dan Siti Khodijah Muslimah, S.Pd yang selalu memberikan support dan semangat

12.Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2010 di Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.

13.Guru-guru dan dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya tanpa mengenal lelah.

14.Almamaterku.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan, karenanya Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya

membangun agar dapat digunakan demi perbaikan Skripsi ini nantinya. Penulis

juga berharap agar Skripsi ini akan memberikan banyak manfaat bagi yang

membacanya.

Palembang, 26 November 2014 Penulis

(8)

ABSTRACT

This study aimed to determine : ( 1 ) The effect of the application of cooperative learning model of snowball throwing toward student learning outcomes in the affective domain toward the learning of mathematics at the class X of „Aisyiyah 1 Palembang, ( 2 ) The relationship between student learning outcomes in the affective domain of learning outcomes students with the cognitive domain after the cooperative learning model of snowball throwing in was applied class X of ' Aisyiyah 1 high school Palembang . Data collection rechniques used are questionnaires, and test. A questionnaires used to see what variables to be measured, while the post test is used to see student learning outcomes, whether the test is relevant or not to the affective domain. To test the validity of the research instrument prior to the validators that have been designated. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of the questionnaires on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 81.8 snowball throwing categorized as “Good”. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of tests on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 74.3 snowball throwing % categorized as “Good”. And from outcomes correlation between questionnaires outcomes and test outcomes collected was positive, where rh = 0.98 > rt = 0.325. thus cooperative learning model snowball throwing can improve student learning outcomes in the affective domain.

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil belajar siswa

dalam ranah afektif pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1

Palembang, (2) Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang.

Subjek dalam penelitian ini adalah kelas X.IIS1 dan X.IIS2 di SMA „Aisyiyah 1 Palembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dan tes. Angket digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang akan diukur, sedangkan tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, apakah tes tersebut relevan atau tidak dengan ranah afektif. Untuk menguji kevaliditasan instrument penelitian terlebih dahulu peneliti mengkonsultasikannya kepada tiga validator yang telah ditunjuk. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil angket pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 81.8 dikategorikan “Baik”. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil tes pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 74.3 dikategorikan “Baik”, dilihat dari interpretasi hasil belajar. Dan dari hasil korelasi antara data hasil angket dan data hasil tes didapatkan korelasi yang positif , dimana rh = 0.98 > rt = 0.325. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam Undang-undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan Negara. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah

berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya pendidikan

matematika, baik melalui peningkatan guru matematika melalui

penataran-penataran, maupun peningkatan prestasi belajar dalam kurikulum 2013

terhadap ranah afektif pada mata pelajaran matematika. Sehingga dalam

implementasinya tidak hanya hasil belajar kognitif yang menjadi acuan

penilaian, hasil belajar dalam ranah afektif pun sudah menjadi tuntutan

penilaian proses pembelajaran.

Proses belajar mengajar tidak terlepas dari faktor-faktor yang

signifikan, sehingga harus adanya pengendalian, baik itu masalah intern

maupun ekstern, serta adanya kesulitan belajar dalam setiap individu

masing-masing. Terutama pada mata pelajaran matematika, dimana matematika dalam

pandangan siswa adalah salah satu mata pelajaran yang sangat menakutkan

(11)

Adapun faktor kesulitan belajar itu secara garis besar terdiri atas dua

macam (Wahab, 2008:135-136), yaitu : (1) faktor intern siswa yakni hal-hal

atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, (2) faktor

ekstern siswa yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa.

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kurang mampu psiko-fisik siswa,

yaitu yang bersifat kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotor

(ranah karsa). Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi

lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa yang meliputi

lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

Tujuan belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan

siswa melalui penilaian proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran yang

berkualitas sangat tergantung pada sikap peserta didik dan kreatifitas pendidik.

Proses pembelajaran tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling

berkaitan satu dengan lainnya. Interaksi antara guru dan peserta didik pada saat

proses belajar mengajar memegang peran penting dalam mencapai tujuan yang

diinginkan.

Dijelaskan dalam firman Allah bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam

merupakan contoh tujuan yang bersifat intermediair (tujuan antara) atau

sementara, karena hanya mengandung beberapa aspek nilai Islami yang

dirumuskan. Untuk mencapai tujuan umum pendidikan Islam diperlukan

idealitas yang mengintegrasikan seluruh nilai yang komprehensif di mana

seorang muslim paripurna lahir dan batin tergambar dalam kepribadiannya.

Untuk merumuskan tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam

(12)

Allah dan sabda-sabda Nabi SAW yang menjadi idealitas ajaran Islam yang

diwujudkan sebagai pola kepribadian muslim yang hakiki sesuai tuntutan cita

Islami. Dimana di dalam surat Al-Mujaadillah dijelaskan bahwa :

عِ يَ رْ يَ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberiilmu pengetahuan beberapa derajat, dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah : 11).

Dari hasil pengamatan pada bulan oktober 2013 pada saat PPLK II,

pengajaran matematika di SMA „Aisyiyah 1 Palembang di temukan beberapa kelemahan pada siswa kelas X dalam pembelajaran matematika antara lain: (1)

keaktifan siswa kelas X dalam mengikuti pembelajaran masih belum tampak,

(2) siswa jarang mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering memberi

kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami,

(3) keaktifan dalam mengerjakan tugas-tugas pada proses pembelajaran yang

masih kurang, (4) serta kurangnya partisipasi siswa selama proses

pembelajaran, dan sikap yang kurang respon terhadap materi pelajaran

matematika.

Dari hasil wawancara dengan guru SMA „Aisyiyah 1 Palembang pada bulan Oktober 2013, selain dari faktor siswa di atas, peranan guru juga sangat

(13)

konvensional dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengarkan, meniru

pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara guru menyelesaikan soal, serta

murid bertindak pasif (Ruseffensi, 2005:17). Pola penyampaian yang masih

menggunakan metode konvensional ini kurang efisien dan efektif jika

diterapkan pada tingkat SMA sehingga dalam pemahamannya siswa

mengalami kesulitan dalam memahami materi, siswa masih sedikit bingung

penggunaan sifat-sifat pangkat bulat positif dalam pemecahan masalah dan

sikap (ranah afektif) terhadap pembelajaran juga kurang diperhatikan.

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan

timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya

reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang

dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri

individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai

baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian

mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang

yang berhubungan dengan pandangan tentang baik-buruk, layak dan tidak

layak suatu objek, namun implementasinya masing kurang. Hal ini disebabkan

perancangan pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak mudah seperti

pembelajaran kognitif dan psikomotorik. Satuan pendidikan harus merancang

kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat

dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan

(14)

karena itu perlu dikembangkan acuan perangkat penilaian ranah afektif serta

penafsiran hasil pengukurannya.

Karena, relevansinya dari penelitian-penelitian sebelumnya ranah

afektif belum menjadi acuan, yang menjadi penilaian hanya ranah

psikomotorik dan kognitif. Padahal keberhasilan dalam ranah afektif harus

relevan atau berkesinambungan dengan ranah psikomotorik dan kognitif, serta

dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah ranah afektif juga sangat

perlu mendapatkan perhatian. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang

menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau

instrumen yang baik.

Ranah afektif peserta didik sangat berpengaruh terhadap ranah kognitif

dan psikomotorik, sehingga jika kita sebagai pendidik mengetahui ranah afektif

peserta didik dengan tepat, maka kita dapat menerapkan strategi pembelajaran

yang tepat juga kepada siswa yang salah satunya bertujuan untuk

meningkatkan nilai peserta didik. Kunandar (2013:100), menyatakan bahwa

dalam kurikulum 2013 sikap dibagi menjadi dua, yakni sikap spiritual dan

sikap sosial. Bahkan kompetensi sikap masuk menjadi kompetensi inti, yakni

kompetensi inti 1 (KI 1) untuk sikap spiritual dan kompetensi inti 2 (KI 2)

untuk sikap sosial.

Menurut Kunandar (2013:101), jika sikap itu diajarkan, sesungguhnya

guru sedang mengajarkan pengetahuan tentang sikap, seperti pengertian

kejujuran dan kedisplinan, tetapi bukan membentuk dan merealisasikan sikap

jujur dan disiplin dalam tindakan nyata sehari-hari peserta didik. Oleh karena

(15)

didik dalam kehidupan sehari-hari, maka pencapaian kompetensi sikap tersebut

harus dinilai oleh guru secara berkesinambungan dengan menggunakan

instrumen tertentu.

Pemerintah selalu berusaha untuk mewujudkan keberhasilan belajar

siswa dengan menggunakan model-model yang tepat, serta adanya perbaikan

kurikulum-kurikulum seperti sekarang. Ada 14 jenis model pembelajaran

kooperatif yaitu : mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir berpasangan

berempat (think pair square), berkirim salam dan soal, kepala bernomor,

kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu, keliling kelompok, kancing

gemerincing, keliling kelas, lingkaran kecil, lingkaran besar, tari bambu,

bercerita berpasangan dan jigsaw (Lie, 2002:54).

Dari jenis-jenis model pembelajaran tersebut, peneliti tertarik untuk

mencoba menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan

mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran dan tentunya dapat

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Sehingga tercapai keberhasilan siswa

terutama dalam ranah afektif. Berupa pembelajaran yang menyenangkan yaitu

pembelajaran cooperatif learning, salah satu alternatifnya adalah model

pembelajaran snowball throwing . Model cooperative learning snowball

throwing ini mempunyai manfaat, diantaranya pengembangan kualitas diri

siswa terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama, dan belajar

dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk

mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif

(16)

Model pembelajaran snowball throwing yaitu model pembelajaran yang

menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola

kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama anggota kelompok

(Aqib, 2013:48). Dengan adanya model snowball throwing ini, akan

berdampak pada ranah afektif siswa dalam pembelajaran di kelas, serta adanya

perhatian dalam materi yang akan disampaikan. Model ini mempunyai

kelebihan dari model-model pembelajaran lain, sehingga siswa lebih memiliki

fokus dan perhatian yang akan berdampak positif terhadap sikap peserta didik

di kelas.

Dapat disimpulkan bahwa relevansi model pembelajaran snowball

throwing dengan ranah afektif (sikap) secara signifikan, merupakan salah satu

model pembelajaran yang secara kooperatif membentuk kerjasama, keaktifan,

serta adanya reaksi terhadap hasil belajar siswa terutama dalam ranah afektif,

yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan siswa. Karena tidak hanya dalam

ranah kognitif, tetapi ranah afektif juga harus diterapkan dalam pembelajaran

kooperatif secara realistis.

Dari penelitian-penelitian terdahulu, banyak yang sudah menggunakan

model pembelajaran snowball throwing, tetapi penilaiannya hanya terhadap

ranah kognitif peserta didik saja yang dilihat. Padahal, dari manfaat model

pembelajaran snowball throwing itu sendiri salah satu manfaatnya adanya

pengembangan kualitas diri siswa terutama pada aspek afektif dapat dilakukan

secara bersama-sama, sehingga model ini sangat efisien untuk melihat ranah

(17)

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud untuk

mengadakan penelitian berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam

Ranah Afektif pada Pembelajaran Matematika Kelas X di SMA „Aisyiyah

1 Palembang.”

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah :

1. Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif

pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1

palembang.

2. Apakah ada hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif

dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan

model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di

SMA „Aisyiyah 1 Palembang

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:

1. Pengaruh penerapan model pembelajaran tipe snowball throwing

terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran

(18)

2. Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil

belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model

pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA

„Aisyiyah 1 Palembang

D.Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Siswa, sebagai pengalaman belajar yang baru sehingga

diharapkan dapat meningkatkan ranah afektif siswa, menumbuhkan

kebersamaan di antara sesama dan dalam jangka panjang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan untuk dapat menjadikan

model pembelajaran snowball throwing sebagai salah satu alternatif

yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai masukan atau informasi dan bahan

pertimbangan untuk memilih model pembelajaran snowball throwing

sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang menciptakan

pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran.

4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan penelitian terhadap

pembelajaran matematika di sekolah, dan sebagai pengalaman dalam

meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif pembelajaran

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Perubahan

ini meliputi perubahan sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto,

1995:2). Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua

situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses

yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai

pengalaman.

Belajar itu sendiri mempunyai banyak pengertian dan cakupannya, baik

dalam pendidikan, kehidupan maupun lingkungan sosial. Salah satunya belajar

dalam segi pendidikan yang juga terdiri dari beberapa bidang mata pelajaran,

yaitu salah satunya mata pelajaran matematika. Semua itu berlangsung dalam

proses belajar mengajar yang biasa disebut dengan KBM (kegiatan belajar

mengajar).

Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah “Suatu proses perubahan

tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah

laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan,

apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.

Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian belajar, maka dapat

(20)

dan sengaja, yang dirancang untuk mendapatkan suatu pengetahuan dan

pengalaman yang dapat mengubah sikap dan tingkah laku seseorang, sehingga

dapat mengembangkan dirinya ke arah kemajuan yang lebih baik.

Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah

satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan

tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya

perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.

Kunandar (2010:287) mengatakan pembelajaran adalah proses interaksi

antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku

ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi

proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Pembelajaran pada hakikatnya juga merupakan suatu proses interaksi

antara guru dan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap

muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai

media pembelajaran.

Dalam konteks pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika

sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak, dan

memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru

tetap harus berperan secara optimal untuk membentuk sikap siswa di kelas

(21)

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik maupun lingkungan,

untuk membentuk sikap peserta didik di kelas dengan tujuan yang telah

ditetapkan agar dapat belajar dengan baik.

B.Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Hanafiah (2012:41) mengatakan bahwa model pembelajaran

merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan

perilaku peserta didik secara adaftif maupun generatif. Model pembelajaran

sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style), dan

gaya mengajar (teaching style), yang keduanya disingkat menjadi SOLAT

(Style of Learning and Teaching).

Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:51), model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan

kelas.

Sanjaya (2012:241), mengatakan bahwa model pembelajaran

kelompok adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa

dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran

(22)

kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif/SPK (cooperative

learning). SPK merupakan strategi pembelajaran kelompok yang

akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk

digunakan.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan

dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan

prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam

pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru

kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya.

Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif dari pada

pembelajaran oleh guru (Rusman, 2013:204).

Slavin (dalam Sanjaya, 2012:242), mengemukakan dua alasan

menggunakan kooperatif. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan

bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,

menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat

meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat

merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan

masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan

(23)

enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).

Maka dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif yaitu suatu model pembelajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan

berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling

bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Etin (2007:6) belajar dalam kelompok kecil dengan

prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar,

baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa. Selain

dapat mencapai hasil belajar akademik, teknik pembelajaran ini juga dapat

membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikap sesuai

dengan kehidupan nyata dimasyarakat sehingga dengan bekerjasama dalam

kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan

belajar.

Kemudian Michael (dalam Etin, 2007:5) menyatakan bahwa

cooperative learning is more effective in creasing motive and performance student.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa teknik pembelajaran ini mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai

permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat

bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan

(24)

3. Pokok Pemikiran dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut (Lie, 2005:4) pendidik perlu menyusun dan melaksanakan

kegiatan berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :

a. Pengetahuan yang ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.

Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa

membentuk makan dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses

belajar dan menyimpangnya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat

diproses dan dikembangkan lebih lanjut (Piaget, 1952 dan 1960: Freire,

1970).

b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah kegiatan

yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.

Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara

pasif.

c. Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan

siswa. Kegiatan belajar-mengajar harus lebih menekankan pada proses

dari pada hasil. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori

prestasi belajar seperti dalam penilaian ranking dan hasil-hasil tes.

4. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas

empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian,

(25)

a. Penjelasan materi

Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian

pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan

utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi

pelajaran.

b. Belajar dalam kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang

pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada

kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk secara heterogen.

c. Penilaian

Penilaian bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis

dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual

nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes

kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.

d. Pengakuan tim

Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang

dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian

diberikan penghargaan atau hadiah.

C.Model Pembelajaran Snowball Throwing

1. Pengertian Snowball Throwing

Model snowball throwing merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tersebut mengandung

(26)

throwing artinya melempar. Snowball throwing dapat diartikan sebagai

model pembelajaran yang menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang

digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran

diantara sesama anggota kelompok (Aqib, 2013:48).

Maka berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan snowball throwing yaitu model pembelajaran

yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai

upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang

disampaikan oleh guru.

Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing menurut

Hanafiah (2012:49) sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing

ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya

masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru

kepada teman-temannya

d. Kemudian masing-masing kelompok diberikan satu lembar kertas

origami, yang telah berisi soal yang telah disiapkan oleh guru

e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan

dilempar dari peserta didik ke peserta didik yang lain selama ±2 menit

f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang

(27)

g. Guru memberikan kesimpulan. Pada langkah ini peneliti membimbing

siswa dalam membuat kesimpulan (peneliti sebagai fasilitator siswa)

h. Evaluasi. Pada langkah ini peneliti memberikan evaluasi pada saat

perwakilan kelompok menuliskan soal dan jawaban di papan tulis dan

melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan secara lisan

i. Penutup. Pada langkah ini peneliti memberikan reward kepada kelompok

dan siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Kelebihan dengan model pembelajaran snowball throwing adalah

sebagai berikut:

a. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan

bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan

pengetahuan

b. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi

pelajaran yang dipelajari

c. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan

pertanyaan kepada teman lain maupun guru

d. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya

dengan baik

e. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang

sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut

f. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman

(28)

g. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan

pemecahan suatu masalah

h. Siswa akan memahami makna tanggungjawab (ketika terbentuknya

kelompok dalam menjawab soal dan pertanggungjawaban mengenai

penyelesaian tugas dalam kelompok)

i. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku,

sosial budaya, bakat dan intelegensi

j. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya

Adapun kekurangan model pembelajaran snowball throwing adalah

sebagai berikut:

a. Sangat bergantung pada kemampuan siswa lain dalam memahami materi

sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit

b. Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu

menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga

diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi

pelajaran

c. Tidak adanya kuis individu, tapi tidak menutup kemungkinan untuk guru

menambahkan pemberian kuis individu

Tetapi kelemahan dalam penggunaan metode ini dapat tertutupi dengan cara:

a. Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan

secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya

b. Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan

(29)

c. Guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa

diatasi

d. Memisahkan grup anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam

kelompok yang berbeda

e. Tidak menutup kemungkinan untuk guru memberikan kuis individu

D.Hakikat Hasil Belajar Siswa

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Tardif (dalam

Muhibbinsyah, 2000:141) hasil belajar adalah penilaian untuk

menggambarkan prestasi yang dicapai seseorang siswa sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai,

dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar

mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu

serta perubahan-perubahan pada dirinya.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2010:22). Hasil peristiwa belajar

dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembuktian tingkah laku

seseorang. Selanjutnya, menurut Slameto (dalam Emarita, 2001)

menyatakan : “Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

(30)

Soemantri (2001:1) mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu

indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami

proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu

alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru.

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau

patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan

memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang

diukur dengan perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap atau

keterampilan, sehingga terjadinya peningkatan dan pengembangan kearah

yang lebih baik dari sebelumnya.

Kingsley (dalam Sudjana, 2001:22) membagi tiga macam hasil

belajar, yaitu : (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan

pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi

dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka

studi dicapai melalui tiga kategori ranah, antara lain kognitif, afektif, dan

psikomotorik.

a. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

b. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

kemampuan, yaitu menerima, menjawab reaksi, menilai, organisasi dan

(31)

c. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Dari ketiga ranah tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti

menggunakan ranah afektif terhadap siswa SMA. Sikap (afektif) erat

kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Dimana nilai tersebut

adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya

tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris (Sanjaya,

2012:274).

Menurut Syah (2010:145) secara garis besar faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:

1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa;

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di

sekitar siswa;

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan

faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.

2. Hasil Belajar dalam Ranah Afektif

Penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan guru yang

(32)

atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran. Data

yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dijaring dan

dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan

kompetensi atau indikator yang akan dinilai. Dari proses ini, diperoleh

potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah

standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dirumuskan dalam

kurikulum secara akurat dan objektif (Kunandar, 2013:65).

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor

dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki

sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata

pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang

optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak

tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan

ranah afektif peserta didik. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar

yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan

pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan

karakteristik afektif peserta didik (Sanjaya, 2012:).

Tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik harus dinilai atau

diukur dengan instrument atau alat ukur yang tepat dan akurat. Tepat artinya

instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk menilai hasil belajar peserta

didik sesuai dengan apa yang mau diukur atau dinilai, yakni sesuai dengan

karakteristik materi atau tuntutan kompetensi tertentu (Rusman: 2013).

Dalam melakukan penilaian hasil belajar, harus mengacu pada

(33)

dasar dan strukutur kurikulum untuk setiap jenjang dari dasar sampai

menengah. Oleh karena itu, guru harus merinci setiap KD dari kompetensi

inti menjadi indikator pencapaian kompetensi sikap yang nantinya akan

dinilai oleh guru dalam bentuk perilaku peserta didik sehari-hari. Pendidik

melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, angket, serta tes

untuk melihat relevansinya terhadap hasil belajar ranah afektif.

E. Hakikat Ranah Afektif/Sikap Siswa

1. Pengertian sikap

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait

dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap

juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki

oleh seseorang. Sikap mengacu pada perbuatan atau perilaku seseorang,

tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan

seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat

dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan

(Kunandar, 2013:99).

Sikap merupakan kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk

bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu (Djaali,

2008:114). Menurut Sanjaya (2012:276) sikap adalah kecendrungan

seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang

yang dianggapnya baik atau tidak baik.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

(34)

pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu itu. Menurut

pemikiran skema triadik kerangka pemikiran sikap terdiri atas komponen

kognitif, afektif, dan konatif (Azwar, 2012:5).

Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang

mengenai objek yang dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya terhadap

objek tersebut. Komponen afektif yaitu perasaan yang dimiliki oleh

seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Menurut Kunandar

(2013:99), komponen konatif adalah kecendrungan untuk berperilaku atau

berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.

Dari penjelasan tentang sikap di atas dapat dikemukakan bahwa

penilaian kompetensi sikap adalah penilaian yang dilakukan guru untuk

mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang

meliputi aspek menerima atau memerhatikan, menilai atau menghargai,

mengorganisasi atau mengelola, dan berkarakter.

2. Ruang Lingkup Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif)

Kunandar (2013:105), dalam ranah sikap itu terdapat lima jenjang

proses berpikir, yakni : (1) menerima atau memperhatikan (receiving atau

attending), (2) merespons atau menanggapi (responding), (3) menilai atau

menghargai (valuing), (4) mengorganisasi atau mengelola (organization),

(5) berkarakter (characterization).

1. Kemampuan Menerima

Kemampuan menerima adalah kepekaan seseorang dalam

(35)

dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Kemampuan

menrima juga dapat diartikan kemampuan menerima fenomena (gejala

atau sesuatu hal yang dapat disaksikan dengan panca indera) dan

stimulus (rangsangan) atau kemampuan menunjukkan perhatian yang

terkontrol dan terseleksi.

Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada

fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik

mengarahkan peserta didik terhadap kesenangan yang dapat ditunjukkan

dengan hal yang menyangkut belajar, seperti senang mengerjakan

soal-soal, senang membaca, menulis, dan sebagainya. Contoh hasil belajar

afektif jenjang menerima adalah peserta didik menyadari bahwa disiplin

wajib belajar ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan

jauh-jauh.

2. Kemampuan Merespon

Kemampuan merespon adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena

tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang

ini setingkat lebih tinggi dari jenjang kemampuan menerima.

Kemampuan merespon juga dapat diartikan kemampuan menunjukkan

perhatian yang aktif, kemampuan melakukan sesuatu, dan kemampuan

menanggapi sesuatu. Responding merupakan partisipasi aktif peserta

didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.

Dalam kegiatan belajar, hal itu dapat ditunjukkan antara lain

(36)

pendapat, menaati aturan, menunjukkan empati, dan melakukan

introspeksi. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang menanggapi adalah

peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau

menggali lebih dalam lagi tentang konsep disiplin.

3. Kemampuan Menilai

Kemampuan menilai adalah kemampuan memberikan nilai atau

penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila

kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau

penyesalan. Kemampuan menilai juga dapat diartikan menunjukkan

konsistensi perilaku yang mengandung nilai, mempunyai motivasi untuk

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, menunjukkan komitmen terhadap

suatu nilai.

Dalam kegiatan belajar dapat ditunjukkan melalui : rajin, tepat

waktu, disiplin, mandiri, objektif dalam melihat dan memecahkan

masalah. Menilai merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi

daripada kemampuan merespon. Contoh hasil belajar afektif jenjang

valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik

untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakat.

4. Kemampuan Mengatur atau Mengorganisasi

Kemampuan mengatur atau mengorganisasi adalah kemampuan

mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih

universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Kemampuan

mengorganisasi dalam arti mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke

(37)

nilai yang dominan dan diterima. Contoh hasil belajar afektif jenjang ini

adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin.

5. Kemampuan Berkarakter

Kemampuan berkarakter merupakan kemampuan memadukan

semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi

pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam hal ini telah tertanam tinggi

secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.

Serta kemampuan karakteristik juga dapat diartikan padu padan dari

semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seorang individu untuk

mempengaruhi kepribadian dan tingkah lakunya.

Dari kelima jenjang proses berpikir di atas dapat disimpulkan

bahwa ranah afektif merupakan suatu penilaian yang memiliki jenjang,

dimana setiap jenjang tersebut terdiri dari beberapa aspek dan penilaian

peserta didik itu sendiri terhadap proses pembelajaran. Dimana dalam

jenjang yang terakhir yaitu karakteristik, semua aspek penilaian peserta

didik telah mencakup keempat aspek diantaranya, memperhatikan,

merespon, menilai, dan mengorganisasi atau mengelola.

Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses

pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut :

1. Sikap terhadap materi pelajaran, peserta didik harus memiliki sikap positif

terhadap materi pelajaran.

2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik yang tidak memiliki sikap

(38)

3. Sikap terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang menarik,

nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta

didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

4. Sikap berkaitan dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu berhubungan

dengan materi pelajaran.

5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang

relevan dengan mata pelajaran.

3. Kelebihan dan Kelemahan Penilaian Kompetensi Sikap

Kelebihan dari penilaian kompetensi sikap adalah :

a. Dapat dilakukan bersamaan dengan proses belajar-mengajar

b. Dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui hasil kerja

peserta didik

c. Dapat mengetahui faktor penyebab berhasil tidaknya proses

pembelajaran peserta didik

d. Mengajak peserta didik bersikap jujur

e. Mengajak peserta didik menjalankan tugasnya tepat waktu

f. Sikap peserta didik terhadap pelajaran dapat diketahui

g. Dapat mengetahui faktor-faktor keterbatasan peserta didik

h. Dapat melihat karakter peserta didik sehingga kendala yang muncul

dapat diatasi

i. Termotivasi untuk terus berbenah diri karena kreativitas sangat dituntut

j. Dapat meredam egoisme individu setelah diberi tahu sikapnya

(39)

l. Peserta didik bisa bekerja sama dan saling menghargai antarteman.

Adapun kelemahan dari penilaian sikap, yaitu :

a. Sulit dilakukan pengamatan karena peserta didik yang begitu banyak

b. Membutuhkan alat penilaian yang tepat

c. Memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama

d. Menuntut profesionalisme guru karena mengamati peserta didik yang

bervariasi

e. Penilaiannya subjektif

f. Kurang dapat dijadikan acuan karena sikap peserta didik dapat

berubah-ubah

g. Terlalu banyak format yang melelahkan guru, perlu persiapan yang

lengkap

h. Sikap peserta didik yang kurang terbuka menyulitkan penilaian

i. Jawaban peserta didik sulit diuji kejujurannya

j. Guru lebih memantau peserta didik yang aktif saja, yang kurang aktif

kurang terpantau.

Ada beberapa usaha yang dilakukan peneliti untuk mengatasi

kelemahan dari penilaian sikap di atas, diantaranya :

a. Dengan dibantu oleh beberapa observer/pengamat terhadap instrumen

yang diberikan

b. Dengan observasi dapat melihat hal yang nyata, dengan angket dapat

melihat hal yang tidak nyata

c. Karena adanya observer, maka pengamatan bisa dilakukan dengan baik

(40)

d. Dilakukan beberapa kali pengamatan dengan instrumen yang tepat

e. Dilakukan persiapan yang matang, dengan menyiapkan instrumen dan

model pembelajaran yang tepat

Maka, dari beberapa penjelasan tentang ranah afektif atau ranah sikap

di atas dapat disimpulkan bahwa komponen sikap berhubungan dengan

penilaian terhadap suatu objek, kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu

objek, serta kecendrungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara

tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Karena sikap itu sendiri

dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.

F. Keterkaitan antara model pembelajaran snowball throwing dengan ranah

afektif peserta didik

Model pembelajaran snowball throwing adalah model pembelajaran

yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan

menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

Snowball throwing merupakan salah satu modifikasi dari tekhnik

bertanya yang lebih menitik beratkan pada kemampuan merumuskan

pertanyaan yang dikemas dalam bentuk yang lebih menarik dalam bentuk

permainan yaitu saling melemparkan bola salju yang berisi pertanyaan kepada

sesama teman. Model pembelajaran dengan model ini membutuhkan

kemampuan yang sangat sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap siswa

dalam mengemukakan pernyataan yang sesuai dengan materi yang dipelajari.

Snowball throwing adalah model yang digunakan untuk memperdalam satu

(41)

sampai delapan orang yang memiliki kemampuan merumuskan pertanyaan

yang ditulis dalam sebuah kertas yang dibentuk menyerupai bola. Kemudian,

kertas itu dilemparkan kepada kelompok lain untuk ditanggapi dengan

menjawab pertanyaan yang ditulis dalam kertas tersebut.

Dengan adanya model snowball throwing ini, akan berdampak pada

hasil belajar siswa dalam ranah afektif dalam pembelajaran di kelas, serta

adanya perhatian dalam materi yang akan disampaikan. Model ini mempunyai

kelebihan dari model-model pembelajaran lain, sehingga siswa lebih memiliki

fokus dan perhatian yang akan berdampak positif terhadap sikap peserta didik

di kelas.

G.Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing

Langkah-langkah pembelajaran snowball throwing adalah sebagai

berikut :

Tabel. 1

Langkah-langkah Pembelajaran Snowball Throwing

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 anggota. Dan memanggil ketua kelompok.

Siswa membuat kelompok sendiri dan menentukan ketua kelompoknya. Ketua kelompok menghadap kepada guru dan anggota kelompok berada ditempat.

Menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari

Ketua kelompok menjelaskan materi yang telah disampaikan oleh guru kepada anggota kelompoknya.

Memberikan lembar pada masing-masing siswa yang sudah berisi pertanyaan berbentuk sebuah bola (bola salju) dari materi yang sudah dijelaskan. Dan memberikan intruksi tentang cara penggunaanya.

(42)

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Guru sebagai fasilitator dan evaluator

yaitu memberikan kesimpulan terhadap

apa yang disampaikan

Siswa menyimpulkan materi yang telah dijelaskanbersama-sama guru.

H.Kajian Materi Bentuk Pangkat

1. Pangkat Bulat Positif

Bilangan berpangkat terdiri dari dua bagian , yaitu bilangan pokok

(basis), dan pangkat (eksponen). Misalkan pada bilangan berpangkat 27,

a n disebut bentuk perpangakatan a disebut bilangan pokok

n disebut bilangan pangkat (eksponen)

Sifat-sifat bilangan berpangkat dengan pangkat bulat positif

(43)

Contoh soal :

1. Dengan cara menuliskan dalam bentuk faktor-faktornya, tunjukkan

bahwa 56 54 = 5

2

Penyelesaian :

56 54 =

5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5 5 𝑥 5 𝑥 5 𝑥 5

= 56-4

= 52

2. Sederhanakan bentuk berikut : 2a3 x 5a5

Penyelesaian :

2a3 x 5a5 = 2 x 5 x a3 x a5

= 10a3+5

= 10a8

2. Pangkat Bulat Negatif dan Nol

Definisi :

Jika a bilangan real dan a ≠ 0 maka a0 = 1

Bilangan berpangkat dengan pangkat bulat negatif dapat didefinisikan sebagai

berikut :

Jika a ∈ R dan a ≠ 0, dan n bilangan bulat positif maka maka 𝑎−𝑛 = 1

𝑎𝑛 atau 𝑎𝑛

= 1

𝑎−𝑛 . Sifat-sifat bilangan berpangkat bilangan bulat positif juga berlaku

(44)

Contoh soal :

1. Nyatakanlah bilangan-bilangan berikut dalam pangkat positif

a. 2-3 b. 2a-4

2. Nyatkanlah bilangan berikut dalam pangkat positif dan sederhankanlah :

5-3 x 5-4

Bilangan berpangkat dengan pangkat pecahan dapat dituliskan

dalam notasi 𝑎𝑚𝑛, dengan m dan n bilangan bulat, a bilangan real,

bilangan berpangkat dengan pangkat pecahan.

Sifat-sifat bilangan berpangkat dengan pangkat bulat negatif

(45)

A.Pangkat Pecahan 𝒂𝒏𝟏

Berdasarkan proses penarikan akar, akar pangkat n dari suatu

bilangan a dapat didefinisikan sebagai berikut :

Definisi : akar pangkat bilangan

“Misalkan n bilangan bulat positif, a dan b bilangan-bilangan real sehingga berlaku hubungan bn= a disebut akar pangkat n dari a”. bn = a b = 𝒏 𝒂

Kaidah atau aturan teknis perhitungan 𝒏 𝒂 adalah sebagai berikut :

1. Jika a > 0 maka 𝒏 𝒂≥ 0

2. (a) jika a< 0 dan n ganjil, maka 𝒏 𝒂 < 0

(b) jika a< 0 dan n genap, maka 𝒏 𝒂 bukan bilangan real

Contoh soal :

Tentukan akar-akar pangkat bilangan berikut :

a. 9

b. −4

Penyelesaian :

𝑎. 9 = 3 2 = 3

𝑏. −4 bukan bilangan real karena tidak ada bilangan real manapun apabila

dipangkatkan 2 atau dikuadratkan hasilnya sama dengan 4.

(46)

“Misalkan a bilangan real tidak nol dan n bilangan bulat positif, maka

pangkat pecahan 𝒂𝟏𝒏 sama dengan akar pangkat n dari bilangan a.

𝒂𝟏𝒏 = 𝒏 𝒂 , dengan catatan 𝒏 𝒂merupakan bilangan real”.

B.Pangkat pecahan 𝒂𝒎𝒏

Berdasarkan definisi pangkat pecahan 𝒂𝟏𝒏, selanjutnya akan

diperluas pada pangkat pecahan dalam bentukyang lebih umum 𝒂𝒎𝒏.

Untuk tujuan itu, simaklah pembahasan berikut ini.

𝑎𝑚𝑛 = 𝑎 1

𝑛

𝑚

, menggunakan sifat pangkat bulat positif

⟺𝑎𝑚𝑛 = 𝑎𝑛 𝑚 , menggunakan definisi pangkat pecahan 𝑎 1

𝑛 = 𝑛 𝑎

⟺ 𝑎𝑚𝑛 = 𝑛 𝑎𝑚 , menggunakan sifat perkalian bentuk akar

Dengan demikian, pangkat pecahan 𝒂𝒎𝒏 dapat didefinisikan sebagai berikut :

Definisi : pangkat pecahan 𝑎𝑚𝑛

“Misalkan a bilangan real tidak nol, m bilangan bulat dan n bilangan asli ≥ 2

, maka pangkat pecahan 𝑎𝑚𝑛 sama dengan akar pangkat n dari bilangan

am, ditulis 𝑎𝑚𝑛 = 𝑛 𝑎𝑚 dengan catatan 𝑛 𝑎𝑚 merupakan bilangan real”.

Contoh soal :

1. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bentuk 𝒏 𝒂𝒎

(47)

Penyelesaian :

2. Nyatakan bilangan-bilangan berikut dalam bilangan berpangkat

dengan bilangan pokok 2.

a. 5 16

I. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran

snowball throwing adalah sebagai berikut :

1. Safitri (2011) dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Snowball

Throwing untuk meningkatkan hasil belajar matematika,

menyimpulkan adanya peningkatan hasil evaluasi di akhir siklus. Dari

siklus I yang mencapai taraf ketuntasan klasikal 66,7% meningkat

menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil pengamatan kegiatan pembelajaran

siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II 87,5%. Dan hasil

observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran juga

(48)

siklus II. Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran Snowball

Throwing dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Penelitian mengenai penerapan teknik Snowball Throwing juga pernah

diteliti oleh Rini, mahasiswi Universitas PGRI Palembang Tahun 2008

dengan judul “Penerapan teknik Snowball Throwing pada Pembelajaran Matematika di SMP N 30 Palembang”, menyatakan bahwa hasil belajar

siswa kelas VIII , SMP N 30 Palembang setelah diterapkan teknik

pembelajaran Snowball Throwing termasuk dalam kriteria baik. Rata-rata

hasil belajar siswa sebesar 77,68. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa selama proses berlangsung, siswa terlihat sangat semangat dalam

pembelajaran karena materi didapat melalui pengamatan langsung siswa

dan suasananya sangat menyenangkan.

3. Sholihin (2013), dengan judul Pengaruh Penerapan Model

Pembelajaran Snowball Throwing dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa Kelas VIII SMPN Satap 4 Cijaku Kabupaten Lebak Tahun

Pelajaran 2011/2012 Pada Pokok Bahasan Operasi Aljabar,

menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran

Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika siswa.

Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dianalisa bahwa Cooperatif

Learning tipe Snowball Throwing merupakan metode yang efektif dan efisien

untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terutama dalam ranah afektif.

Tabel. 2

Perbedaan Penelitian

(49)

Ket

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada pengaruh penerapan model

pembelajaran snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah

afektif pada pembelajaran matematika di kelas X SMA „Aisyiyah 1

Palembang.

Hipotesis Deskripsi :

Ha : Ada pengaruh penerapan model pembelajaran snowball throwing

terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran

(50)

Ho : Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran snowball throwing

terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran

matematika siswa SMA „Aisyiyah 1 Palembang

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

(51)

Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan

metode eksperimen. Sugiyono (2006:80), menyatakan bahwa metode

eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk

mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang

terkendalikan.

B.Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang

mungkin timbul selama proses penelitian, hal ini penting karena desain

penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk

keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan penelitian dan

sebagai alat untuk mengontrol variabel yang berpengaruh dalam penelitian

(Sugiyono, 2010).

Adapun design penelitian yang digunakan peneliti yaitu true

eksperimental design dengan kategori Posttest-Only Control design (dengan

modifikasi Sugiyono, 2008:84), penelitian ini dimodifikasi karena kelompok

yang dipilih tidak dengan pemilihan random. Dimana dalam design ini terdapat

dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang

lain tidak diberi perlakuan. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok

eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok

kontrol. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah perbandingan hasil

Gambar

Tabel. 1
Tabel. 3
Tabel. 4
Tabel. 5 Kategori respon peserta didik dengan angket
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang yang menetapkan lokasi kawasan yang harus

Dari hasil p enelitian y ang telah dilakukan dap at ditarik kesimp ulan: Pertama, bahwa melih at dari berbagai asp ek korp orasi dap at dijadikan subjek delik dalam

mengakibatkan kerugian perusahaan, oleh karena itu perlu dikaji sistem eksploitasi sesuai dengan tipelogi klon sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Hubungan saling tergantung antara dua sistem ekonomi atau lebih, dan hubungan antara sistem-sistem ekonomi ini dengan perdagangan dunia, menjadi hubungan

yaitu 0,414 dengan nilai Signifikan (ρ) yaitu 0,000 yang menunjukan bahwa nilai ρ &lt; 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan positif antara sikap dengan perilaku

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat mengaruh sari buah lontar sebagai pengencer alami dalam semen babi pada suhu 22 O

Perpaduan gaya pada elemen pembentuk ruang dan elemen transisi interior gereja sangat variatif yaitu Art &amp; Craft, Art Nouveau, Art Deco, Nieuwe Bouwen,

(2) Siswa berkemampuan matematika rendah dapat memenuhi tiga indikator kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah, yaitu mampu merumuskan pokok-pokok