PREDIKSI DAMPAK KEBIJAKAN IMPORTASI DAGING
KERBAU TERHADAP SWASEMBADA DAGIN
Dina Oktaviea Rahman
Program Studi Ilmu Ekonomi, Universitas Islam Bandung
E-mail: [email protected] Hp: 082217997281
Kerbau adalah binatang memamah biak yang menjadi ternak bagi banyak
bangsa di Asia, terutama Indonesia. Selama periode 2012-2016 rataan populasi
kerbau sebanyak 1,4 juta ekor (BPS, 2017). Indonesia dengan populasi penduduk
yang tinggi, juga mempengaruhi laju pertumbuhan konsumsi daging yang tidak
sebanding dengan laju pertumbuhan produksi daging itu sendiri, laju peningkatan
konsumsi daging sebesar 7,36% per tahun. Konteribusi daging kerbau memang
masih sangat dibawah daging sapi (34,42%) yang menduduki urutan kedua setelah
daging unggas (58,02%) dalam memenuhi kebutuhan daging (DITJEN
PETERNAKAN, 2017). Produksi daging di Indonesia selama ini tidak berasal dari
sistem pertenakan berskala besar dan modern seperti Australia, melainkan dari
perusahaan peternakan skala madya dan peternakan rakyat.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi daging juga terlihat dari
arah kebijakan pembangunan pertenakan dan keswan 2015 yaitu tahun 2009-2014
programnya adalah swasembada daging sapi/kerbau dan peningkatan penyerapan
penyediaan pangan hewani yang asuh yang fokus pada penanganan komoditas sapi
dan kerbau (DITJEN PETERNAKAN, 2014). Berdasarkan data hasil sensus
populasi ternak dan proyeksi yang dibuat pemerintah maka dapat dikatakan
sebelum tahun 2014 Indonesia telah berswasembada daging. Meskipun dianggap
memenuhi target populasi, beberapa persoalan masih harus menjadi perhatian
dalam mewujudkan dan mempertahankan swasembada daging (Suharyanto, 2011).
Seiring dengan kebijakan pemerintah swasembada daging sapi/kerbau yang
berupaya dalam peningkatan pemenuhan komsumsi daging di dalam negeri.
Nyatanya mempengaruhi stabilitas populasi ternak dan setiap tahun laju permintaan
terhadap daging semakin meningkat, terutama pada saat bulan-bulan hari Raya
konsumsi terhadap daging yang tidak mampu di barengi dengan laju produksi
daging domestik, konsekuensinya Indonesia harus tetap melakukan impor, untuk
memenuhi tingkat kebutuhan daging agar tidak timbul gejolak harga secara
signifikan di pasar karena tingginya tingkat permintaan terhadap daging. Upaya
pemerintah dalam memenuhi konsumsi daging tidak hanya pada impor daging sapi,
pada tahun 2016 melalui perum Bulog mengenai persetujuan impor daging kerbau
dari india dan izinnya berakhir pada 31 Maret 2017 sebanyak 70.000 ton dengan
realisasi sebesar 48.272 ton.
Kebijakan impor daging kerbau merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam meberikan keanekaragaman dalam konsumsi daging dengan tidak hanya
berfokus pada daging sapi semata tetapi juga daging kerbau, sehingga masyarakat
memiliki alternatif lain dalam memilih daging dengan protein tinggi namun dengan
harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga daging sapi. Beberapa etnis di
Tanah Air memiliki tradisi untuk mengkonsumsi daging kerbau seperti masyarakat
Tana Taroja dan sebagian masyarakat Betawi. Jika perlu, kelaziman mengkonsumsi
daging kuda yang menjadi budaya beberapa warga Tanah Air bisa juga
disosialisasikan ke masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian akan
memunculkan keanekaragaman dalam penyedia daging hewan pemamah biak.
Keanekaragaman dapat menurunkan ketergantungan masyarakat pada satu
komoditi sehingga harga daging sapi yang terus naik sementara daya beli
masyarakat masih engan dalam mengikuti harga akan mudah untuk ditekan.
Kehadiran impor daging kerbau juga akan mempengaruhi harga daging sapi impor
sehingga akan berdampak pada menurunnya jumlah impor daging sapi meski tidak
signifikan karena masyarakat Indonesia lebih condong mengkonsumsi daging sapi
daripada daging kerbau. Pada kenyataan memang daging kerbau tidak sepopuler
daging sapi di beberapa kalangan masyarakat karena teksturnya yang lebih keras,
dan masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengkonsumsi daging sapi, maka untuk
mengubah cita rasa pada daging kerbau butuh proses dan waktu dalam
mensosialisasikan daging kerbau kepada masyarakat.
Hadirnya impor daging kerbau juga akan berdampak kepada para pelaku
industri daging olahan di Indonesia. Dengan dilakukan kebijakan importasi daging
lokal, akan membuat para pelaku industri daging olahan di Indonesia lebih dapat
bersaing dengan produk-produk daging impor negara lain seperti Australia,
Malaysia dan Filipina. Hal ini dikarenakan bahan baku daging olahan yang
digunakan oleh pelaku industri selama ini berasal dari daging sapi Australia yang
memiliki harga lebih mahal dibandingkan dengan daging kerbau impor asal India
yang lebih murah.
Terlepas pada kebijakan importasi daging problem utama dengan politik
yang berkaitan dengan swasembada adalah terlalu kuatnya hasrat untuk
memaksakan diri dalam mengejar target sehingga ketika sebuah komoditas itu
sangat tergantung pada faktor-faktor lain seperti kecocokan iklim dan kesuburan
tanah, bagi negara orientasinya kemakmuran, kebijakn impor bukanlah hal yang
tabu apalagi untuk menekan inflasi yang akan muncul akibat tingginya lonjakan
permintaan terhadap daging yang tidak dibarengi oleh kemampuan untuk
mensupply daging domestik. Jika impor daging kerbau lebih murah dibandingkan
dengan harga daging domestik ini akan berakibat mempengaruhi harga daging sapi
impor dan lokal menjadi menurun dan akan meberikan pengaruh pada gairah usaha
peternakan khususnya domestik karena tidak mampu bersaing dengan harga daging
impor yang lebih murah. Untuk mengatasi hal ini maka perlu keterlibatan berbagai
pemaku kepentingan (stakeholder) dalam pengasawan yang serius dalam
pelaksanaan impor agar tidak berdampak berlebihan terhadap gairah peternakan
domestik.
Paling tidak impor ditunjukan dalam upaya kebutuhan segmen masyarakat
tertentu dan terbatas sehingga tidak akan mempengaruhi usaha peternakan
domestik. Membatasan kuota import juga di barengi dengan peningkatan
pengembangan peternakan domestik dengan investasi perluasan lahan swasembada
Referensi
Ditjen Pertenakan, 2014. Rancangan Keterpaduan Program dan Kegiatan Fokus
Komuditas dan Lokasi Tahun 2015. Musrenbangtan tahun 2014. Jakarta.
Ditjen Pertenakan, 2017. Statistika Pertenakan dan Kesehatan Hewan 2017.
Direktorat Jenderal Pertenakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian RI. Jakarta, hal. 67.
Kementan, 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertahian. Renstra Kementerian
Pertanian. Jakarta, hal. 27.
Suharyanto, 2011. Mewujudkan Swasembada Daging. Inspirasi Vol 2, No 31
Oktober 2011. Palembang.
Website :
www.pertanian.go.id
www.ditjenpkh.pertanian.go.id
www.suara.com