• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembellian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor (Studi Kasus di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembellian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor (Studi Kasus di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta)"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor peternakan memegang peranan yang strategis dalam perekonomian dan pembangunan sumberdaya manusia. Peranan strategis tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal berikut, seperti penyedia protein hewani bagi masyarakat, peningkatan pendapatan peternak serta penyumbang pajak negara dan berkontribusi dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena peranan strategis itulah, produk-produk peternakan merupakan salah satu produk yang sangat penting dalam kehidupan (Ditjennak Jambi 2009).

Produk utama asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi gizi masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging, telur, dan susu. Dari ketiga produk pangan tersebut, komoditas daging khususnya daging sapi adalah salah satu dari lima komoditas strategis yang diharapkan akan mencapai swasembada pada tahun 2014 mendatang. Hal ini dikarenakan permintaan akan komoditas ini yang cenderung berfluktuasi setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan konsumsi rata-rata per kapita untuk daging cenderung tidak mengalami perubahan dari tahun 2009. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan konsumsi rata-rata yang paling besar ada di daging sapi. Peningkatan konsumsi daging yang cukup besar ini membuktikan bahwa daging sapi merupakan salah satu produk yang memiliki nilai perekonomian serta permintaan pasar yang tinggi.

(2)

Tabel 1. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Jenis Daging Segar, 2006-2010 (kg/kapita/tahun)

No Komoditi

Tahun Pertumbuhan 2010 dengan

2009 (%) 2006 2007 2008 2009 2010

Daging segar

1 Sapi 0,313 0,417 0,365 0,313 0,365 16,67 2 Kerbau 0,052 0,000 0,000 0,000 0,000 - 3 Kambing 0,052 0,052 0,052 0,000 0,000 - 4 Babi 0,261 0,261 0,209 0,209 0,209 0,00 5 Ayam (ras dan

kampung) 3,024 4,119 3,806 3,598 4,171 15,94 6 Unggas lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 7 Daging lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00

Daging diawetkan

1 Abon 0,010 0,021 0,016 0,104 0,104 0,00 2 Lainnya 0,000 0,052 0,000 0,052 0,052 0,00

Lainnya

1 Hati 0,052 0,104 0,052 0,052 0,052 0,00 2 Jeroan selain hati 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 3 Tetelan 0,104 0,104 0,052 0,052 0,052 0,00 4 Tulang 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 5 Lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 Sumber : Susenas Badan Pusat Statistik dalam Kementrian Pertanian (2011)

Ada dua pola impor daging sapi yang berlaku, yaitu pola impor daging sapi berbasis zona (zone based) dan berbasis negara (country based)1. Zone based memiliki arti pernyataan impor daging sapi bebas penyakit kuku dan mulut (PMK) ditentukan per wilayah dalam satu negara, sedangkan untuk country based berarti pernyataan impor daging sapi bebas PMK ditentukan berdasarkan seluruh wilayah di negara pengimpor. Indonesia sendiri merupakan negara yang menganut pola impor sapi berbasis negara (country based), artinya selama ini impor daging yang dilakukan di Indonesia berasal dari negara-negara yang dinyatakan bebas sapi gila, PMK, dan penyakit-penyakit lainnya yang dapat membahayakan manusia. Oleh karena itu, negara yang selama ini menjadi negara pengimpor daging sapi di Indonesia adalah Australia dan Selandia Baru.

      

(3)

Tabel 2. Asal Daging Sapi Impor Negara Indonesia dan Tetangga Tahun 2007 Asal Daging

Negara Australia US NZ India

Amerika Selatan

Indonesia 58% 0% 41% - - Malaysia 5% 0% 0% 83% 7%

Filipina 17% 3% 6% 52% 30% Singapura 26% 1% 12% - 61%

Thailand 67% 2% 21% - 4% Sumber: MLA (Meat and Livestock Australia) dalam food review (2011)2

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis sapi lokal yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan setempat dan telah secara turun temurun dipelihara oleh para peternak. Macam-macam sapi lokal tersebut adalah sapi Bali, Peranakan Ongole (PO), Sumba Ongole (SO), sapi Madura dan Aceh (Ditjennak 2010). Masing-masing sapi lokal ini memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan jenis sapi lain. Misalnya sapi Bali yang memiliki tulang yang terbilang kecil dibandingkan sapi jenis lain namun memiliki persentase daging yang lebih tebal atau sapi PO yang memiliki kualitas daging yang baik.

Ada beberapa perbedaan antara daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Dari segi tekstur, daging sapi impor memiliki tekstur yang lebih lembut daripada daging sapi lokal. Perbedaan tekstur ini dikarenakan proses beternak yang lebih terjamin sehingga otot sapi impor tidak sekeras sapi lokal3. Sementara dari ketebalan dagingnya, daging sapi impor memiliki ketebalan daging yang lebih daripada daging sapi lokal4. Namun dilihat dari segi kepastian kehalalan, masyarakat jauh lebih mempercayai kehalalan daging sapi lokal dibandingkan daging sapi impor. Hal ini dikarenakan cara pemotongannya yang sudah disesuaikan dengan kaidah Islam dan terpantau oleh MUI setempat. Begitu juga dari segi kesegaran daging. Daging sapi impor biasanya dijual dalam bentuk daging beku, sementara daging sapi lokal banyak di jual dalam bentuk segar.       

2 Syarif, H. Maret 2011. Asal Daging Sapi Impor Negara Indonesia dan Tetangga. Food Review 6 (3): hlm. 28

3 Puspitasari, A. 2012. Begini Cara Mengempukkan Daging Sapi.

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/11/11/14/lun7rd-begini-cara-mengempukkan-daging-sapi. [27 Februari 2012].

(4)

Semakin banyaknya pilihan jenis daging sapi serta keunggulan dari masing-masing jenis daging tersebut kemudian mengantarkan konsumen untuk dapat memilih daging mana yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, apakah daging sapi lokal ataukah daging sapi impor. Sikap konsumen terkait kedua jenis daging ini menjadi penting untuk dipelajari lebih dalam lagi. Diharapkan dari hasil studi tentang sikap daging sapi lokal dengan daging sapi impor ini dapat memberikan pengetahuan kepada produsen akan jenis daging sapi yang lebih disukai oleh masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Daging sapi merupakan salah satu kebutuhan strategis masyarakat yang kebutuhannya saat ini banyak dipenuhi oleh pasokan dalam negeri dan impor. Hal ini dikarenakan produksi daging sapi lokal yang belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 350.000-400.000 ton daging sapi setiap tahunnya. Karena adanya kesenjangan antara permintaan dan suplai daging sapi inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging sapi. oleh karena itu saat ini di pasaran terdapat dua pilihan daging sapi, yaitu daging sapi lokal dan daging sapi impor.

DKI Jakarta merupakan salah satu daerah dengan konsumsi daging sapi terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya Jakarta membutuhkan daging sapi sebanyak kurang lebih 50.000 ton. Sayangnya daerah ini merupakan daerah yang ketersediaan daging sapinya tergantung dari luar Jakarta. Daerah pemasok daging sapi ke Jakarta adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan NTT. Hal ini disebabkan karena tidak ada peternakan sapi di daerah ini oleh sebab itu dari seratus persen daging sapi yang dijual di Jakarta, sebanyak 70 persennya merupakan daging sapi impor sementara sisanya merupakan daging sapi lokal.

(5)

Seiring peningkatan pendapatan masyarakat jumlah masyarakat golongan menengah pun juga semakin meningkat. Jika menggunakan indikator bank dunia maka rata-rata warga DKI Jakarta menurut data susenas yang dikeluarkan BPS merupakan masyarakat golongan menengah. Adanya peningkatan perekonomian membuat permintaan akan daging sapi berkualitas pun semakin meningkat. Kemudian jika masyarakat, khususnya warga Jakarta, dihadapkan pada dua jenis daging sapi, daging sapi lokal dengan daging sapi impor, beserta keunggulan-keunggulan dari masing-masing jenis daging sapi tersebut pilihan mana yang kemudian akan diambil oleh warga dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi mereka dalam memilih pilihan tersebut, itulah yang menjadi pembahasan utama dari penelitian ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik responden daging sapi lokal dan impor di daerah penelitian?

2. Bagaimana sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap daging sapi yang mereka pilih?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik responden daging sapi lokal dan daging sapi impor di daerah penelitian.

2. Mengidentifikasi sikap konsumen untuk daging sapi lokal dengan daging sapi impor.

(6)

1.4. Manfaat Penelitian

A. Bagi pelaku usaha

Manfaat penelitian bagi pelaku usaha adalah memberikan informasi mengenai karakteristik konsumen daging sapi serta sebagai masukan kepada produsen daging sapi untuk mengembangkan produknya.

B. Bagi penulis

(7)

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia (Pramono 2001). Salah satu daging ternak yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah daging sapi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat sikap konsumen terhadap daging sapi yang ada di pasaran (Pahar 2008, Purba 2006, Dano 2004, Maharany 2002, Pramono 2001, Liyanah 2001, Curtis 2006, Umberger 2003 dan Tambunan 2001). Beberapa diantara penelitian tersebut menggarisbawahi pola konsumsi daging yang ada di masyarakat.

Dilihat dari pola konsumsi masyarakat, konsumen biasanya membeli daging sapi seminggu sekali bahkan kadang mereka membeli hingga sebulan sekali (Dano 2004 dan Maharany 2002). Alasan utama mereka membeli daging sapi tersebut adalah pemenuhan gizi (Pahar 2008 dan Pramono 2001) dan karena selera (Maharany 2002). Hal ini menandakan bahwa frekuensi pembelian daging sapi sangat bervariasi dan biasanya sangat dipengaruhi oleh selera konsumen.

Potongan daging yang paling banyak dibeli adalah daging has karena konsumen menilai daging ini lebih bersih, lebih padat dan tidak berlemak (Pramono 2001). Selain itu potongan daging ini juga lebih mudah untuk diolah menjadi berbagai masakan karena dagingnya yang lembut (Maharany 2002).

2.2 Atribut-atribut yang Diperhatikan Konsumen Ketika Membeli Daging Sapi

Daging sapi merupakan produk pangan yang cenderung meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Selain perkembangan ekonomi, faktor-faktor lain yang juga mendukung peningkatan permintaan daging sapi adalah pertambahan penduduk, perbaikan tingkat pendidikan serta perubahan gaya hidup di masyarakat. Perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat itulah yang kemudian membawa konsumen daging sapi pada suatu kebutuhan akan daging sapi ideal (Tambunan 2001).

(8)

akan dibeli, baik di pasar tradisional maupun daging sapi yang dibeli di pasar modern. Setidaknya ada enam atribut yang paling diperhatikan konsumen dalam membeli daging sapi, yaitu rasa, harga, kesegaran, keamanan, keempukan, dan tidak berlemak (Curtis 2006).

Berdasarkan kualitas fisik daging sapi, biasanya konsumen tersebut akan memilih daging sapi yang berwarna merah segar, kenyal dengan lemak yang sedikit (Pahar 2008 dan Tambunan 2001). Selain itu konsumen juga cenderung memilih daging sapi yang permukaannya mengkilap dan agak basah, serta memiliki tekstur daging yang halus (Tambunan 2001). Sementara Purba (2006) menambahkan bahwa kesesuaian harga dengan kualitas daging serta ada atau tidaknya sertifikat daging merupakan atribut yang juga diperhatikan konsumen dalam melakukan pembelian daging sapi.

Alasan utama konsumen memilih sifat-sifat fisik di atas sebagai daging sapi yang ideal menurut mereka, seperti yang dijelaskan Tambunan (2001), karena mereka yakin bahwa ciri-ciri fisik tersebut menandakan bahwa daging tersebut masih segar. Hal ini dapat dilihat misalnya dari segi kekenyalan dan kilap dari daging sapi tersebut. Daging sapi yang sudah tidak kenyal lagi dan permukaannya sudah suram kemungkinan besar berasal dari daging sapi yang tidak habis terjual hari sebelumnya.

Atribut harga, meskipun termasuk atribut yang sangat penting bagi konsumen, namun memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan atribut fisik lain yang juga memiliki tingkat kepentingan atribut sangat penting (Curtis dkk 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian konsumen menganggap atribut harga tidak lebih penting dibandingkan atribut fisik daging sapi (Pahar 2008, Umberger 2003 dan Maharany 2002) sedangkan sebagian konsumen akan lebih menyoroti harga dari daging sapi dibandingkan atribut fisiknya (Purba 2006 dan Dano 2004).

2.3 Alat Analisis untuk Mengukur Sikap Konsumen

(9)

sikap implisit sebagai respon positif atau negatif terhadap suatu objek yang muncul karena pengalaman masa lalu, dimana orang tersebut tidak menyadarinya. Adanya respon evaluatif dari konsumen terhadap suatu barang tentunya akan mempengaruhi konsumen ketika mereka akan melakukan proses pengambilan keputusan.

Untuk menilai sikap implisit konsumen, Friese (2006) menggunakan IAT (Implicit Association Test). IAT terbukti sebagai salah satu alat yang sangat berguna dalam meneliti sikap konsumen, baik secara umum maupun implisit. hal ini dapat dilihat dari banyaknya penelitian yang berhasil mengidentifikasi merek tertentu dilihat dari sikap eksplisit dan implisit konsumen. Meskipun begitu, Friese menambahkan IAT sendiri masih belum bisa menjelaskan interpretasi absolut dari skor IAT. Oleh karena itu apabila didapat sikap implisit subjek lebih positif untuk BMW daripada untuk Mercedez bukan berarti sikap implisit subjek tersebut terhadap Mercedez adalah negatif.

Selain menggunakan IAT, salah satu alat analisis yang banyak digunakan untuk mengukur sikap adalah analisis multiatribut Fishbein. Disebut model sikap multiatribut karena difokuskan pada kepercayaan konsumen tentang multiatribut suatu merek atau produk. Model multiatribut ini menerangkan proses integrasi yang mengkombinasikan pengetahuan produk (evaluasi dan kepercayaan utama) untuk membentuk sikap yang menyeluruh. Selain dapat memperkirakan sikap terhadap suatu produk, model multiatribut juga sangat berguna untuk mengidentifikasi ciri atau atribut mana yang paling penting (atau paling utama) bagi konsumen sehingga biasanya para pemasar menggunakan model ini untuk merumuskan strategi permasaran.

(10)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Perilaku Konsumen

Pemahaman tentang perilaku konsumen berkaitan dengan segala cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan barang konsumsi terkait dengan peran mereka sebagai konsumen. Solomon (1992) menjelaskan perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pada saat seorang individu baik sendiri maupun berkelompok, melakukan pembelian, penggunaan, atau pembuangan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Tindakan membeli ini terwujud pada pilihan-pilihan konsumen terhadap merek, atribut, jumlah produk, tempat, waktu dan frekuensi pembelian

Selain definisi yang diungkapkan di atas, beberapa ahli juga memiliki definisi sendiri mengenai perilaku konsumen. Misalnya Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang memperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan perilaku konsumen menurut Engel (1994) adalah tindakan-tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut.

(11)

3.1.2. Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian

Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam bentuk tindakan membeli muncul melalui tahapan-tahapan tertentu. Ada lima tahap-tahap proses proses keputusan pembelian konsumen menurut Kotler (2002), yaitu: pengenalan kebutuhan. pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.

A. Pengenalan Kebutuhan

Awal mula proses pembelian adalah saat pembeli mengenal suatu kebutuhan yang dipicu oleh suatu rangsangan, baik rangsangan internal maupun rangsangan eksternal. Penganalisaan kebutuhan ini ditujukan untuk mengetahui adanya keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Sehingga pada hakikatnya tahapan ini bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi konsumen sekarang dan keadaan yang dinginkan konsumen.

B. Pencarian Informasi

Tahapan ini merupakan tahapan lanjutan setelah konsumen mengenali kebutuhannya. Pada tahapan ini konsumen akan meninjau lingkungannya untuk mendapatkan data yang sesuai untuk membuat keputusan pembelian. Solomon (2006) menyatakan bahwa pencarian informasi dapat dilakukan konsumen dengan dua cara, yaitu :

1. Pencarian internal dan pencarian eksternal

Pencarian internal didapat dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan para konsumen atas berbagai produk. Sedangkan pencarian eksternal didapat dari pengumpulan informasi dimana konsumen mendapatkan informasi yang mereka butuhkan melalui iklan, teman, atau orang-orang disekitarnya.

2. Pencarian sengaja dan tidak sengaja (kebetulan)

(12)

beberapa alternatif produk secara langsung. Sementara pencarian tidak sengaja merupakan hasil dari stimuli iklan dan kegiatan promosi penjualan dari suatu produk yang dilakukan secara terus menerus sehingga orang akan terus mengingat produk tersebut. Dengan orang mengingat suatu produk tertentu, diharapkan, mereka akan membeli produk tersebut jika suatu hari nanti mereka membutuhkannya.

C. Evaluasi Alternatif

Setelah melalui tahap pencarian informasi, maka tahapan selanjutnya adalah evaluasi alternatif dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif serta membuat pertimbangan nilai terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Kriteria alternatif yang sering digunakan konsumen antara lain harga, kepercayaan akan merek, negara asal, dan kriteria yang bersifat hedonik (Kotler 1997).

Menurut Kotler konsumen melihat setiap produk sebagai satu set atribut dengan kemampuan yang beragam untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada tahap evaluasi alternatif, konsumen membangun suatu brand beliefs untuk setiap atribut yang ada pada masing-masing merek. Dari brand belief ini konsumen kemudian membentuk brand image atas suatu produk berdasarkan pengalaman konsumen yang telah menggunakan produk tersebut. Umumnya dari brand image itulah konsumen akan mengumpulkan beberapa alternatif produk untuk dipertimbangkan dalam proses keputusan pembelian.

D. Keputusan Pembelian

Menurut Solomon (2006) konsumen mempertimbangkan beberapa atribut produk dengan menggunakan aturan yang berbeda, bergantung pada kompleksitas dan kepentingan dari keputusan tersebut bagi mereka. Salah satu cara untuk membedakan aturan tersebut adalah dengan mengelompokkannya ke dalam :

1. Non-compensatory decision rules

(13)

2. Compensatory decision rules

Konsumen akan lebih melihat suatu produk secara utuh. Ketika kemampuan konsumen dalam mengolah informasi terbatas, biasanya konsumen ini akan lebih memilih produk yang memiliki atribut yang bernilai positif lebih banyak. Namun jika konsumen menghadapi situasi yang lebih rumit, konsumen juga akan mempertimbangkan kepentingan relatif dari atribut bernilai positif serta bobot kepentingan dari merek produk.

E. Perilaku Setelah Pembelian

Tahapan ini merupakan tahapan yang akan membentuk sikap dan keyakinan konsumen akan produk yang dibeli karena konsumen akan mengevaluasi hasil pembeliannya. Apabila konsumen puas, maka akan terbentuk sikap dan kepercayaan yang positif atas pembelian selanjutnya, dan sebaliknya.

Solomon (2006) menyatakan bahwa kepuasan dari konsumen ini sangat dipengaruhi oleh harapan mereka atas kualitas dari produk yang mereka gunakan. Jika produk dapat memenuhi harapan konsumen, maka pengaruh positif akan diberikan konsumen terhadap produk tersebut, sebaliknya jika produk gagal memenuhi harapan konsumen maka pengaruh negatif akan diberikan konsumen terhadap produk.

Ketika konsumen memberikan pengaruh negatif terhadap produk atau jasa yang mereka konsumsi, itu artinya mereka tidak puas dengan apa yang mereka dapatkan. Ketika hal ini terjadi ada kemungkinan tindakan yang akan diambil konsumen, yaitu:

1. Voice response: Konsumen dapat meminta ganti rugi keoada penjual. 2. Private response: Menyatakan ketidakpuasan terhadap produk atau toko

kepada teman dan/atau keluarga.

3. Third-party response: Konsumen dapat menuliskan keluhan mereka di Koran atau bahkan mengambil tindakan hukum terhadap penjual.

3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian

(14)

kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar tetapi harus benar-benar diperhitungkan. oleh karena itu penting untuk membanhas pengaruh tiap faktor terhadap perilaku pembelian.

Setiadi (2010) menjelaskan dengan lebih rinci keempat faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian tersebut di bawah ini.

1. Faktor-faktor KebudayaanKebudayaan

Kebudaayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk–makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari.

Subbudaya

Setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Subbudaya dapat dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme, kelomok ras, dan area geografis.

Kelas sosial

Kelas-kelas sosial adalah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

2. Faktor-faktor SosialKelompok referensi

Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok referensi dibagi menjadi empat, yaitu : (1) kelompok primer, (2) kelompok sekunder, (3) kelompok aspirasi, (4) kelompok diasosiatif.

Keluarga

(15)

mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Sedangkan keluarga prokreasi merupakan pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga yang merupakan organisasi pembeli yang paling penting.

Peran dan status

Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasi dalam peran dan status.

3. Faktor Pribadi

Umur dan tahapan dalam siklus hidup

Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis.

Pekerjaan

Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yan gmemiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

Keadaan ekonomi

Keadaaan ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap membelanjakan uang.

Gaya hidup

Adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas social seseorang.

Kepribadian dan konsep diri

(16)

4. Faktor-faktor psikologis Motivasi

Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, resah tidak nyaman. Adapun kebutuhan lain bersifat psikogenik, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri dan kebutuhan untuk diterima.

Persepsi

Adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama oleh karena itu pemasar harus bekerja keras menyatukan persepsi produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Proses belajar

Menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

Kepercayaan dan sikap

Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi keseluruhan terhadap objek.

3.1.4. Sikap dan Fungsi Sikap

Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis social kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen.

(17)

informasi produk tertentu. Kemudian, melalui proses pengkondisian klasik, evaluasi tersebut dapat dikaitkan dengan produk atau merek tertentu, sehingga menciptakan suatu sikap.

Hal ini memiliki arti bahwa sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang konsumen terhadap objek yang dipertanyakan. Kepercayaan (kognisi) dan keinginan untuk bertindak (conation) dipandang memiliki hubungan dengan sikap tetapi merupakan konsep kognitif yang terpisah bukan bagian dari sikap itu sendiri (Setiadi 2010).

Dilihat dari fungsinya, Daniel Kazt dalam Setiadi (2010) mengklasifikasikan empat sikap, yaitu :

1. Fungsi Utilitarian

Adalah fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan.

2. Fungsi Ekspresi Nilai

Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas mafaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. 3. Fungsi Mempertahankan Ego

Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.

4. Fungsi Pengetahuan

Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevandan tidak relevan dengan kebutuhannya.

4.2. Kerangka Pemikiran Operasional

(18)

ini dikarenakan setiap tahun permintaan akan daging sapi ini terus meningkat, yaitu sebesar 5 persen per tahun, sementara kebutuhan daging dalam negeri masih belum bisa terpenuhi secara mandiri sehingga untuk memenuhi pemintaan tersebut pemerintah harus mengimpor5.

Fokus dari penelitian ini adalah konsumen daging sapi yang berada di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi. Daging sapi sendiri dipilih karena selama ini 70 persen daging sapi yang dijual di Jakarta merupakan daging sapi impor6. Sementara itu pemerintah mencanangkan program swasembada daging 2014 dengan harapan 90 persen kebutuhan daging sapi dalam negeri dipenuhi oleh daging sapi lokal. Namun, jika melihat kondisi yang terjadi di Jakarta, secara tidak langsung menyatakan bahwa masyarakat di daerah ini lebih terbiasa mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi, karena jumlahnya yang lebih banyak tadi sehingga ada kekhawatiran masyarakat yang sudah terbiasa memakan daging sapi impor enggan beralih ke daging sapi lokal. Oleh karena itu penelitian ini berusaha melihat bagaimana sikap masyarakat di daerah ini terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor.

Untuk melihat sikap konsumen terhadap daging sapi dengan daging sapi impor, dilakukan penilaian terhadap tiga kategori, yaitu karakteristik konsumen daging sapi, atribut daging sapi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Untuk mendapatkan hasil tersebut, maka masing-masing kategori tersebut dinilai dengan alat analisis yang sesuai.

Penilaian terhadap karakteristik konsumen daging sapi dilakukan dengan analisis deskriptif yang dapat menduga seperti apa karakteristik konsumen daging sapi di lokasi penelitian. Sementara untuk melihat atribut-atribut produk yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli daging sapi digunakan alat analisis multiatribut Fishbein. Adapun atribut-atribut daging sapi yang diteliti dalam penelitian ini adalah harga, kesegaran, sertifikasi, rasa, keempukan, lemak, kekenyalan, warna, dan tekstur daging. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor       

5  

Setiadi A. Maret 2011. Pertaruhan Program Swasembada Daging Sapi 2014. Food Review 6 (3): hlm 22.

6  

Anonim. 2012. DKI Butuh Kuota Khusus Daging. http://www.wartakotalive.com/detil/berita/74016/DKI-Butuh-Kuota-Khusus-Daging.[27

(19)
(20)

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor

Analisis deskriptif

Karakteristik konsumen daging sapi lokal dan impor

• Kebutuhan daging sapi nasional belum bisa terpenuhi secara mandiri.

• Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging sapi.

• Sehingga ada dua jenis daging sapi di pasaran, yaitu daging sapi lokal dan impor

Konsumen Sosial ekonomi

konsumen daging sapi lokal dan impor

Atribut daging sapi lokal dan

impor

Proses pengambilan keputusan

Multiatribut Fishbein

Sikap konsumen terhadap daging sapi

lokal dan impor

Analisis regresi

(21)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan. DKI Jakarta dipilih secara purposive karena selama ini 70 persen daging sapi yang ada di Jakarta merupakan daging impor7 dan Kecamatan Setiabudi sendiri dipilih dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat karena merupakan kawasan bisnis dan penduduk di wilayah ini merupakan orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret sampai dengan April 2012

4.2. Metode Penentuan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah menentukan secara acak sederhana dua kelurahan yang akan dijadikan tempat pengambilan sampel. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu memilih responden dari masing-masing kelurahan tersebut. Setiap kelurahan terpilih akan diwakili oleh 25 responden sehingga total responden dalam penelitian ini adalah 50 orang.

Tabel 3. Jumlah Kelurahan, Kelurahan Terpilih dan Responden Terpilih Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Kecamatan Kelurahan Kelurahan Terpilih Responden Terpilih Setiabudi 8 Menteng Atas 25 orang

Pasar Manggis 25 orang

Jumlah 50 orang

Responden dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling dimana responden dipilih secara sengaja berdasarkan tempat tinggal mereka, apakah di Kelurahan Pasar Manggis atau di Kelurahan Menteng Atas serta kesediaan mereka untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner yang telah disediakan. Syarat-syarat pemilihan responden dalam penelitian ini diantaranya, dapat berkomunikasi dengan baik, dewasa dengan batasan umur minimal 17 tahun dan umur maksimal

      

7

(22)

65 tahun serta memiliki wewenang sendiri dalam menentukan pengeluarannya untuk berbelanja misalnya ayah/suami, ibu/istri, pelajar/mahasiswa.

4.3. Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara dengan responden rumah tangga sebagai konsumen daging sapi. Sementara data sekunder yang digunakan merupakan data penunjang dan pelengkap penelitian yang diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Perpustakaan IPB dan sumber-sumber lain yang terkait dengan topik penelitian.

4.4. Metode Pengolahan Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa karakteristik responden, yaitu umur, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pendapatan serta pendidikan. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana dengan mengelompokkan responden berdasarkan jawaban yang sama dan kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden.

4.4.2. Model Sikap Multiatribut Fishbein

Model sikap Multiatribut Fishbein digunakan untuk memperoleh konsistensi antara sikap dan perilaku konsumen. Berdasarkan model ini, sikap terhadap objek tertentu didasarkan pada peringkat kepercayaan yang diringkas mengenai atribut objek yang bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut produk.

Tujuan dilakukannya analisis atribut untuk daging sapi lokal dan daging sapi impor adalah untuk membandingkan sikap dari kedua jenis daging sapi tersebut. Dalam hal ini yang digunakan sebagai pembanding antara kedua jenis daging sapi adalah atribut produk. Secara simbolis, formulasi model Fishbein dapat dirumuskan sebagai berikut :

(23)

Keterangan :

Ao : Sikap terhadap objek

bi : Tingkat kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i ei : Evaluasi kepentingan terhadap atribut i

n : Jumlah atribut yang dimiliki oleh objek

Langkah pertama yang dilakukan dalam menghitung sikap adalah menentukan atribut objek. Atribut yang digunakan dalam analisis ini berjumlah sembilan atribut yang terdiri dari harga, kesegaran, sertifikasi, rasa, keempukan, lemak, kekenyalan, warna, dan tekstur daging. Penentuan kesembilan atribut ini didasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan di wilayah penelitian serta berdasarkan artikel-artikel dan buku-buku yang terkait dengan penelitian.

Langkah kedua adalah menentukan pengukuran terhadap komponen kepercayaan (bi) dan komponen evaluasi (ei). Komponen bi menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya bahwa objek memiliki atribut yang diberikan. Kekuatan kepercayaan biasanya diukur pada skala dengan 5 (lima) angka dari kemungkinan yang disadari yang berjajar dari sangat setuju (5), setuju (4), biasa (3), tidak setuju (2), sampai sangat tidak setuju (1). Sebagai contoh :

Harga daging sapi lokal murah

Sangat setuju 5 4 3 2 1 Sangat tidak setuju

Konsumen akan menganggap atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Evaluasi atribut mengukur seberapa senang konsumen terhadap atribut dari suatu produk. Adapun komponen ei yaitu menggambarkan evaluasi (tingkat kepentingan) konsumen terhadap atribut daging sapi secara menyeluruh.

Evaluasi (tingkat kepentingan) ini dilakukan pada skala evaluasi 5 (lima) angka, dimana hal tersebut menunjukkan nilai sangat penting (5), penting (4), biasa (3), tidak penting (2) dan sangat tidak penting (1). Atribut yang digunakan untuk komponen bi harus sama dengan atribut yang digunakan untuk komponen ei. Sebagai contoh :

Apakah harga daging sapi penting bagi Anda

(24)

Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan keseluruhan respon untuk bi dan ei. Setiap skor kepercayaan (bi) harus terlebih dahulu dikalikan dengan skor evaluasi (ei) yang sesuai. Kemudian seluruh hasil perkalian harus dijumlahkan sehingga dari hasil tabulasi dapat diketahui sikap konsumen (Ao) terhadap produk dengan membandingkannya dengan skala interval dengan rumus sebagai berikut.

Skala Interval =

Keterangan :

m : Skor tertinggi yang mungkin terjadi n : Skor terendah yang mungkin terjadi b : Jumlah skala penilaian yangterbentuk

Maka besarnya range untuk tingkat kepercayaan dan tingkat evaluasi (kepentingan) adalah :

,8

Sehingga pembagian kelas berdasarkan tingkat kepercayaan dan tingkat kepentingan adalah :

Skor Interpretasi Tingkat

Kepercayaan

Interpretasi Tingkat Kepentingan

1-1,8 Sangat tidak baik Sangat tidak penting 1,8-2,6 Tidak baik Tidak penting

2,6-3,4 Biasa Biasa 3,4-4,2 Baik Penting

4,2-5 Sangat baik Sangat penting Sementara besarnya range untuk kategori sikap adalah :

x x

,8

Sehingga pembagian kelas berdasarkan nilai sikap (Ao) adalah :

Skor Interpretasi Sikap (Ao)

(25)

4.4.3. Analisis Regresi

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan analisis regresi dengan menggunakan program komputer Minitab 14 untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen daging sapi lokal dan impor. Variabel untuk faktor-faktor tersebut bersumber dari penelitian terdahulu serta hasil pendugaan di lapangan.

Analisis regresi adalah suatu teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan berbagai variabel yaitu bagaimana pengaruh variabel tidak bebas terhadap variabel bebas. Bentuk umum rumusan model regresi adalah :

β X ε

Dimana : Yi = peubah tidak bebas, dengan i = 1,2,…,n (sampel) = intersesp (konstantan)

β = parameter penduga bagi X (koefisien regresi dari variabel bebas) X = variabel bebas ke-n dengan n= 1,2,…., n

ε = error (galat)

Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut (Nasution 2009) :

1. Nilai rata-rata untuk kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu Eε= 0, untuk i = 1,2,3,…,k.

2. Ragam ε σ2 sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoscedasticity).

3. Tidak ada autikorelsi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (ε,

ε) = 0, untuk i ≠ j. dengan demikian antara ε dan ε tidak saling bergantung.

4. Peubah bebas X saling bebas atau tidak ada kolinearitas ganda diantara peubah bebas X.

(26)

6. Kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Apabila asumsi-asumsi di atas dapat terpenuhi, maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linear terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Beberapa asumsi yang mendasari model tersebut adalah terjadinya multikolinearitas, memiliki ragam homogen atau disebut juga adanya masalah heteroskedastisitas, tidak adanya hubungan antar peubah atau autokorelasi (Nasution 2009). Oleh karena itu dilakukan uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji homoskedastisitas untuk melihat apakah asumsi-asumsi tersebut terpenuhi. Uji autokorelasi sendiri tidak dilakukan dalam penelitian ini karena menggunakan data cross section, yaitu data yang diambil pada satu satuan waktu. Asumsi tersebut jarang dilanggar untuk jenis data cross section.

1. Uji Normalitas

Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Kolmogrov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan

probabilitasnya pada tes normal. Jika pada grafik Kolmogrov-Smirnov titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P value lebih besar atau sama dengan 0,05 (α = 5 persen), maka dapat disimpulkan bahwa model terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinieritas

(27)

3. Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai Y bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi ini dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogeny (Nasution 2009). Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model dilakukan dengan metode Bartlett. Apabila Bhitung < X2tabel maka terima H0, artinya data homogen. Sebaliknya apabila Bhitung > X2tabel maka tolak H0, artinya data tidak homogen.

Setelah data diuji dan terbukti memenuhi asumsi-asumsi tersebut, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis regresi untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor. Berikut ini adalah model pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor :

Dimana : Yi = Permintaan daging sapi lokal dan impor X1 = Umur (tahun)

D2 = Dummy Pendapatan

D2 = 1, untuk pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp 2.500.000 per bulan

D2 = 0, untuk pendapatan kurang dari Rp 2.500.000 per bulan X3 = Pengeluaran (rupiah/bulan)

X4 = Harga (rupiah/kg) D5 = Dummy Pendidikan

D5 = 1, untuk responden yang telah atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

D5 = 0, untuk responden yang tidak atau belum menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

D6 = Dummy frekuensi konsumsi

(28)

D6 = 0, untuk responden yang mengkonsumsi daging sapi kurang dari 3 kali sebulan.

X7 = Jumlah anggota keluarga (orang). = Intersep

= Koefisien regresi yang diduga (i=1,2,…,7) = unsur galat/error

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai jawaban sementara terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor adalah :

1. Umur

Umur mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah pembelian daging sapi, dimana semakin lanjut usia orang akan mengurangi pembelian daging sapi karena alasan kesehatan.

2. Pendapatan

Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin besar pendapatan rumah tangga, maka akan meningkatkan jumlah pembelian daging sapi pada setiap tingkat harga yang berlaku.

3. Pengeluaran untuk kelompok daging

Pengeluaran atau anggaran belanja untuk kelompok daging memiliki pengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin tinggi pengeluaran untuk kelompok daging, maka jumlah pembelian daging sapi akan meningkat.

4. Harga daging sapi

Semakin rendah harga daging sapi, maka akan semakin tinggi jumlah pembelian daging sapi.

5. Pendidikan

(29)

6. Frekuensi konsumsi daging sapi

Frekuensi konsumsi daging sapi berpengaruh positif dengan jumlah pembelian daging sapi, dimana semakin sering konsumen mengkonsumsi daging sapi maka jumlah pembelian daging sapi pun meningkat.

7. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pembelian daging sapi juga akan semakin meningkat.

Model yang dianalisis membutuhkan pengujian terhadap hipotesis-hipotesis yang dilakukan. Pengujian hipotesis-hipotesis secara statistic bertujjuan untuk melihat nyata atau tidaknya oengaruh peubah-peubah bebas yang dipilih terhadap peubah tidak bebas yang diteliti.

1. Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)

Untuk menguji kemampuan (kebaikan) model untuk dugaan dilakukan dengan menghitung nilai R2 dan F-hitung. Nilai koefisien determinasi (nilai R2) digunakan untuk mengukur keragaman dari variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 berkisar antara nol sampai satu, semakin besar nilai R2 berarti model semakin baik.

2. Uji t statistik

Uji t statistik bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing peubah bebas yang terdapat dalam model berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas yang diteliti. Nilai kritis dalam pengujiaan terhadap koefisien regresi ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal serta memperhatikan tingkat signifikansi (taraf nyata).

4.5. Definisi Operasional

1. Rumah tangga adalah keluarga inti (suami, istri, dan anak-anak) ditambah kerabat atau lainnya yang tinggal dalam satu rumah dan makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah pembiayaan keperluan jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.

(30)

3. Pendapatan rumah tangga meliputi pendapatan ayah, ibu dan anak (bila sudah bekerja) yang tinggal dalam satu keluarga/rumah tangga dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

4. Jumlah anggota keluarga adalah semua orang yang menjadi tanggungan dalam keluarga yang tinggal salam satu rumah tangga.

5. Harga daging sapi adalah harga yang harus dibayar oleh konsumen terhadap daging sapi lokal maupun impor yang dibeli.

6. Sertifikasi daging sapi adalah penetapan dari pihak ketiga bahwa daging sapi telah memenuhi standar.

7. Kesegaran daging adalah daging yang belum diolah dan diberi bumbu.

8. Keempukan daging adalah tingkat kehalusan tekstur potongan daging sapi sehingga daging mudah dikunyah, contohnya : daging has dalam.

9. Kekenyalan daging adalah daging yang apabila ditekan dengan jari tangan bentuknya kembali seperti semula.

(31)

IX.

KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara umum karakteristik responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal dengan responden yang sering mengkonsumsi daging sapi impor tidak banyak perbedaan. Masing-masing memiliki karakteristik berusia antara 17 hingga 26 tahun, wanita, memiliki latar belakang pendidikan terakhir adalah SMA, berpenghasilan antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000, memiliki jumlah anggota keluarga antara 4 hingga 6 orang serta memiliki anggaran belanja (pengeluaran) untuk kelompok daging sebesar Rp 100.000-Rp 500.000 per bulan. Perbedaan karakteristik responden daging sapi lokal dengan daging sapi impor terletak pada karakteristik pekerjaan. Responden daging sapi lokal kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sementara responden daging sapi impor kebanyakan adalah pegawai swasta.

2. Dilihat dari pola konsumsi daging sapi mereka, responden daging sapi lokal lebih sering membeli daging sapi rata-rata 0,5-1,5 kg per bulan di pasar tradisional. Selain itu responden daging sapi lokal juga lebih banyak yang menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 1-2 kali sebulan di rumah mereka. Sementara untuk responden daging sapi impor rata-rata mereka membeli daging sapi sebanyak 1,51-2,5 kg per bulan di supermarket. Responden daging sapi impor lebih banyak menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 3-4 kali sebulan di rumah mereka.

3. Secara keseluruhan responden di Kecamatan Setiabudi memiliki sikap yang lebih positif terhadap daging sapi lokal dibandingkan daging sapi impor karena responden menilai semua atribut daging sapi lokal lebih baik daripada atribut daging sapi impor.

(32)

semakin tinggi frekuensi konsumsi daging sapi konsumen, maka jumlah pembelian daging sapi, baik lokal maupun impor, akan meningkat.

5. Sementara faktor lain yang juga secara signifikan mempengaruhi pembelian daging sapi lokal adalah jumlah anggota keluarga, sedangkan faktor lain yang secara signifikan pembelian daging sapi impor adalah usia.

9.2. Saran

Saran yang direkomendasikan penulis kepada pelaku usaha daging sapi diantaranya adalah :

1. Dengan kualitas yang ditawarkan untuk masing-masing daging, konsumen menilai bahwa harga daging sapi lokal masih relative mahal dibandingkan daging sapi impor. oleh sebab itu diperlukan adanya perbaikan kualitas daging sapi lokal, salah satunya melalui perbaikan manajemen ternak sehingga didapatkan kualitas daging sapi lokal yang tidak kalah dengan daging sapi impor.

2. Selain atribut harga, atribut keempukan daging juga perlu ditingkatkan, khususnya bagi pelaku usaha yang berniat untuk menarik konsumen daging sapi impor untuk beralih mengkonsumsi daging sapi lokal. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keempukan daging misalnya dengan perbaikan manajemen pemotongan ternak seperti meminimalkan gerak sapi pada saat pemotongan sehingga daging yang dihasilkan tidak alot (liat).

(33)

V.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kecamatan Setiabudi merupakan salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki luas wilayah sebesar 8,85 km2. Secara geografis, kecamatan ini terletak pada 06 15’ 40,8” LS dan 106 45’ 00,0” BT dan merupakan daerah dataran yang berada pada ketinggian 26,2 m di atas permukaan laut. Secara umum batas wilayah Kecamatan Setiabudi adalah :

Utara : Berbatasan dengan Kali Malang Kota Administrasi Jakarta Pusat. Timur : Berbatasan dengan Jl. Prof. Dr. Sahardjo Kecamatan Tebet. Selatan: Berbatasan dengan Jl. Jend Gatot Subroto Kecamatan Kebayoran

Baru.

Barat : Berbatasan dengan Jl. Jend Sudirman Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Secara Administratif, Kecamatan Setiabudi terdiri dari 8 (delapan) kelurahan, 50 RW, dan 514 RT. Delapan kelurahan tersebut adalah Karet Semanggi, Kuningan Timur, Karet Kuningan, Karet, Guntur, Setiabudi, Menteng Atas, dan Pasar Manggis. Dari kedelapan kelurahan itu kelurahan yang paling banyak penduduknya adalah Kelurahan Menteng Atas dan Kelurahan Pasar Manggis. Hal ini dikarenakan kedua kelurahan tersebut merupakan daerah pemukiman padat penduduk, tidak seperti kelurahan lainnya yang didominasi oleh gedung-gedung perkantoran. Data mengenai penduduk dan ketenagakerjaan di Kecamatan Setiabudi, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.

(34)
[image:34.595.111.506.110.270.2]

Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan, 2010.

No Kelurahan Luas (km2) KK Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk 1 Karet Semanggi 0,90 1.227 3.119 4.153 2 Kuningan Timur 2,15 1..389 6.164 5.383 3 Karet Kuningan 1,79 4.902 29.760 14.305 4 Karet 0,94 1.665 16.620 14.567 5 Menteng Atas 0,90 7.318 33.607 39.984 6 Pasar Manggis 0,78 7.202 21.138 35.741 7 Guntur 0,65 1.336 4.361 7.483 8 Setiabudi 0,74 804 4.794 7.490

Jumlah 8,85 25.843 128.882 14.563 Sumber : BPS Kecamatan Setiabudi (2011)

Tabel 5 menunjukkan dengan jelas banyaknya penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Setiabudi, yaitu sebanyak 65.819 jiwa dari total penduduk di Kecamatan Setiabudi merupakan penduduk laki-laki dan sisanya sebanyak 63.063 jiwa merupakan penduduk perempuan.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 1990-2010

Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

2010 65.819 63.063 128.882 104.37 2000 54.628 52.107 106.735 104.84 1990 95.852 86.643 179.945 107.17 Sumber : BPS Kecamatan Setiabudi (2011)

Jumlah penduduk menurut pendidikan di Kecamatan Setiabudi menurut data yang tercatat terdiri dari lulusan/tamatan sarjana sebanyak 13.331 orang, lulusan SMA/sederajat sebanyak 46.034 orang, lulusan SMP/sederajat sebanyak 16.742 orang, lulusan SD/sederajat sebanyak 13.009 orang. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat jelas bahwa penduduk di Kecamatan Setiabudi umumnya adalah tamatan SMA/sederajat yang berarti dapat dikatakan penduduk di wilayah ini memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya protein hewani bagi keluarga mereka.

(35)
[image:35.595.101.522.99.808.2]

pasar yang cukup terkenal di wilayah ini karena barang-barang yang di jual atau ditawarkan di kedua pasar ini cukup lengkap, mulai dari barang kebutuhan sehari-hari hingga jasa penyewaan dan harga yang ditawarkan juga terjangkau.

Tabel 6. Jumlah Pasar Menurut Kelurahan dan Jenis, 2010

No Kelurahan Pasar Inpres

Pasar Tradisional

Pasar

Swalayan Mall Waserda

Mini Market 1 Karet Semanggi - 1 2 1 - - 2 Kuningan Timur - - - - 1 - 3 Karet Kuningan - 1 2 6 1 -

4 Karet - 1 - - - -

5 Menteng Atas 2 1 5 - 1 - 6 Pasar Manggis 1 1 1 - 1 1

7 Guntur - - - 1

8 Setiabudi - - - -

Jumlah 3 4 10 7 4 2

(36)

VI. HASIL

DAN

PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden Daging Sapi Lokal dan Daging Sapi Impor

Karakteristik responden yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan (uang saku) per bulan, dan jumlah anggota keluarga. Responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang bertempat tinggal di dua kelurahan di Kecamatan Setiabudi, yaitu Kelurahan Pasar Manggis dan Kelurahan Menteng Atas. Responden yang dipilih adalah mereka yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dan daging sapi impor dengan harapan responden dapat memberikan pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka mengenai kedua daging sapi tersebut.

6.1.1. Usia

Responden berdasarkan kelompok usia dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok usia 17-26 tahun, 27-36 tahun, 37-46 tahun, 47-56 tahun dan kelompok usia 57 tahun keatas. Dengan jumlah masing-masing kelompok berturut adalah 24 responden (48 persen), 8 responden (16 persen), 3 responden (6 persen), 7 responden (14 persen) dan 8 responden (16 persen). Pada Tabel 7 dapat dilihat perbandingan tiap-tiap kelompok usia antara responden daging sapi lokal dengan responden daging sapi impor.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia

Usia Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

17-26 tahun 15 60 9 36 24 48

27-36 tahun 0 0 8 32 8 16

37-46 tahun 2 8 1 4 3 6

47-56 tahun 1 4 6 24 7 14

> 57 tahun 7 28 1 4 8 16

Jumlah 25 100 25 100 50 100

(37)

umumnya memiliki berbagai aktivitas sehingga membutuhkan bahan pangan ini untuk memenuhi asupan gizi yang seimbang.

6.1.2. Jenis Kelamin dan Status Pernikahan

Berdasarkan jenis kelaminnya, responden yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dan impor memiliki jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 72 persen atau sebanyak 36 orang. Hal ini dikarenakan perempuan lebih berperan dalam urusan belanja rumah tangga daripada kaum lelaki. Secara lebih jelas ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Perempuan 20 80 16 64 36 72

Laki-laki 5 20 9 36 14 28

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Sementara jika dilihat dari status pernikahan responden tidak ada perbedaan yang signifikan antara mereka yang telah menikah dengan mereka yang belum menikah. Sebanyak 23 responden (46 persen) merupakan responden yang telah menikah dan sisanya sebanyak 27 responden (54 persen) merupakan responden yang belum menikah.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Menikah 11 44 12 48 23 46

Belum menikah 14 56 13 32 27 54

Jumlah 25 100 25 100 50 100

(38)

6.1.3. Pendidikan Terakhir

Responden daging sapi lokal dan impor di Kecamatan Setiabudi berdasarkan pendidikan terakhir mereka beragam, mulai dari SD sampai dengan pascasarjana. Namun mayoritas responden merupakan lulusan SMA/sederajat yaitu sebanyak 18 responden (36 persen), diikuti oleh kelompok pendidikan sarjana sebanyak 13 responden (26 persen), kelompok pendidikan SMP/sederajat sebanyak 6 orang (12 persen), kelompok pendidikan diploma sebanyak 5 orang (10 persen), kelompok pendidikan pascasarjana dan pendidikan lainnya masing-masing sebanyak 3 orang serta kelompok pendidikan SD/sederajat sebanyak 2 orang (4 persen). Secara lengkap ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Terakhir

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

SD/sederajat 2 8 0 0 2 4 SMP/sederajat 2 8 4 16 6 12 SMA/sederajat 11 44 7 28 18 36

Diploma 1 4 4 16 5 10

Sarjana 7 28 6 24 13 26

Pascasarjana 0 0 3 12 3 6

Lainnya 2 8 1 4 3 6

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tiga responden memiliki pendidikan terakhir di kelompok lainnya. Mereka yang berada pada kelompok ini memiliki pendidikan terakhir berupa pendidikan profesi.

(39)
[image:39.595.102.510.58.842.2]

Gambar 2. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir di Perguruan Tinggi

Jika dilihat berdasarkan kelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir di perguruan tinggi (diploma, sarjana dan pascasarjana) maka lebih banyak responden yang mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi lokal. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan seseorang, selain dapat mempengaruhi pola pikir dan wawasan mereka, juga dapat menentukan tingkat pendapatan dan kelas sosial konsumen tersebut (Amelia 2008). Hal ini mungkin karena responden tersebut memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan responden lain, mereka juga akan lebih memilih daging yang menurut mereka lebih berkualitas, meskipun harganya lebih mahal.

6.1.4. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaannya didominasi oleh ibu rumah tangga sebanyak 14 responden (28 persen) diikuti oleh pegawai swasta dan pelajar masing-masing sebanyak 13 responden (26 persen), pegawai negeri sebanyak 4 orang (8 persen), wiraswasta sebanyak 2 orang (4 persen) dan sebanyak 4 orang (8 persen) memiliki profesi lain. Untuk lebih jelasnya ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal mayoritas adalah kelompok ibu rumah tangga, yaitu sebesar 36 persen sementara responden yang sering mengkonsumsi daging sapi impor adalah mereka yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta, yaitu sebesar 32 persen. Hal ini dikarenakan kelompok

LOKAL 38% IMPOR

62%

(40)

ibu rumah tangga biasanya telah memiliki langganan penjual daging sendiri yang lebih sering menjual daging sapi lokal. Oleh karena itu mereka lebih sering membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Pelajar/Mahasiswa 8 32 5 20 13 26

Pegawai negeri 1 4 3 12 4 8

Pegawai swasta 5 20 8 32 13 26

Wiraswasta 0 0 2 8 2 4

Ibu rumah tangga 9 36 5 20 14 28

Lainnya 2 8 2 8 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Sementara untuk kelompok pegawai swasta, karena memiliki penghasilan yang memadai dan lebih sering berbelanja di supermarket dekat kantornya, mereka lebih banyak memilih daging sapi impor. Selain itu daging sapi impor juga dipilih karena dagingnya yang cepat empuk ketika dimasak sehingga menurut mereka lebih praktis.

6.1.5. Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Berdasarkan tingkat pendapatan per bulan, responden dengan tingkat pendapatan antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000 per bulan merupakan kelompok mayoritas, yaitu sebanyak 33 responden (66 persen), diikuti oleh kelompok berpendapatan Rp 2.500.001-Rp 5.000.000 per bulan sebanyak 9 orang (18 persen), Rp 5.000.001-Rp 7.500.000 sebanyak 4 orang (8 persen) dan kelompok dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000 sebanyak 4 orang (8 persen). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

< Rp 1.000.000 4 16 0 0 4 8

Rp 1.000.000-Rp 2.500.000 19 76 14 56 33 66 Rp 2.500.001-Rp 5.000.000 2 8 7 28 9 18 Rp 5.000.001-Rp 7.500.000 0 0 4 16 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100

(41)

seseorang, semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula daya belinya. Terutama untuk produk daging impor, karena harganya kini relatif tinggi semenjak adanya pembatasan daging impor oleh pemerintah, maka hanya orang-orang dengan penghasilan yang besar yang membelinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Aulia dkk (2005) yang menyatakan bahwa daging sapi impor umumnya lebih disenangi oleh masyarakat kalangan menengah atas di Indonesia.

6.1.6. Jumlah Anggota Keluarga

Responden daging sapi lokal dan daging sapi impor di Kecamatan Setiabudi mayoritas merupakan kelompok yang memiliki anggota keluarga berjumlah 4-6 orang, yaitu sebanyak 27 responden (54 persen), diikuti oleh kelompok dengan jumlah anggota keluarga 1-3 orang sebanyak 14 responden (28 persen), kelompok dengan jumlah anggota keluarga 7-9 orang sebanyak 7 responden (14 persen) dan kelompok dengan jumlah anggota keluarga 10-12 orang sebanyak 2 orang (4 persen).

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

1-3 orang 7 28 7 28 14 28

4-6 orang 14 56 13 52 27 54

7-9 orang 4 16 3 12 7 14

10-12 orang 0 0 2 8 2 4

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Tabel 13 memperlihatkan dengan jelas karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan data tersebut, konsumen yang mengkonsumsi daging sapi baik lokal maupun daging sapi impor kebanyakan memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang keluarga. Keluarga ini biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan dua hingga empat anak.

6.1.7. Pengeluaran untuk Kelompok Daging

(42)

500.000, kelompok pengeluaran per bulan Rp 500.001-Rp 1.000.000, kelompok dengan pengeluaran per bulan Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 dan kelompok dengan pengeluaran per bulan lebih dari Rp 1.500.000. secara lengkap ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Faktor utama yang mendukung keberagaman pengeluaran belanja responden adalah jumlah anggota keluarga responden itu sendiri. Rata-rata responden yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari empat orang memiliki pengeluaran untuk kelompok daging mendekati Rp 1.000.000 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, akan semakin banyak pula konsumsi daging mereka sehingga pengeluaran mereka untuk kelompok daging juga akan semakin besar.

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan untuk Kelompok Daging

Pengeluaran per Bulan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

Rp 100.000-Rp 500.000 19 76 13 52 32 64 Rp 500.001-Rp 1.000.000 3 12 9 36 12 24 Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 3 12 1 4 4 8

>Rp 1.500.000 0 0 2 8 2 4

Jumlah 25 100 25 100 50 100

6.1.8. Kelompok Daging yang Sering Dikonsumsi

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, didapatkan keterangan bahwa 33 responden menyatakan lebih sering menyajikan daging ayam di rumah mereka karena menurut mereka daging ayam harganya lebih terjangkau. Sementara untuk daging sapi sendiri, hanya empat responden saja yang menyatakan lebih sering menyajikan daging sapi di rumah mereka dengan alasan keluarga mereka lebih menyukai daging sapi dibandingkan kelompok daging lainnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 15. Kelompok Daging yang Sering Disajikan di Rumah

Kelompok Daging Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Daging Ayam 16 64 17 68 33 66

Daging Ikan 6 24 7 28 13 26

Daging Sapi 3 12 1 4 4 8

(43)

Alasan utama sedikitnya jumlah responden yang memilih daging sapi sebagai makanan yang sering disajikan di rumah adalah faktor kesehatan. Kebanyakan responden berpendapat bahwa daging sapi memiliki tingkat kolesterol yang tinggi sehingga mereka takut hal tersebut dapat mengganggu kesehatan mereka padahal apabila daging tersebut diolah dengan benar dan konsumsinya tidak berlebihan, daging merah aman untuk kesehatan. Selain itu daging merupakan sumber protein yang sangat baik karena protein yang terkandung di dalam daging memiliki asam amino esensial

6.2. Pol Konsumsi Daging Sapi

6.2.1. Frekuensi Konsumsi dan Jumlah Pembelian Daging Sapi

Mayoritas responden daging sapi lokal dan impor di Kecamatan Setiabudi sebesar 46 persen menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka sebanyak 3-4 kali sebulan. Sementara sebanyak 40 persen responden menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi 1-2 kali sebulan dan hanya 14 persen responden yang menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi 5-6 kali sebulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Frekuensi Penyajian Hidangan Berbahan Baku Daging Sapi di Rumah dalam Periode Satu Bulan

Frekuensi Penyajian

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

1-2 kali 13 52 7 28 20 40

3-4 kali 9 36 14 56 23 46

5-6 kali 3 12 4 16 7 14

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Jumlah pembelian daging sapi per bulan oleh responden dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama untuk jumlah pembelian 0,5-1,5 kg, kelompok kedua untuk jumlah pembelian 1,51-2,5 kg, kelompok ketiga untuk jumlah pembelian 2,51-3,5 kg dan kelompok keempat untuk jumlah pembelian di atas 3,5 kg. Berdasarkan empat kelompok terebut, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden membeli daging sapi dengan jumlah 0,5-1,5 kg per bulan yaitu sebanyak 24 responden (48 persen).

(44)

juga dipilih karena daging ini cocok untuk diolah menjadi berbagai masakan berbahan dasar daging, terutama masakan daging rendang.

Tabel 17. Jenis Karkas Daging yang Sering Dibeli

Jenis karkas Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Has 10 40 21 84 31 62

Paha 9 36 0 0 9 18

Sengkel 4 16 2 8 6 12

Iga 2 8 2 8 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan data, responden daging sapi lokal cenderung lebih sering membeli 0,5-1,5 kg daging sapi per bulan, sementara responden daging sapi impor cenderung lebih sering membeli 1,51-2,5 kg daging sapi per bulan. Sedangkan secara keseluruhan, jumlah pembelian daging sapi, baik lokal maupun impor, oleh responden di wilayah ini adalah 0,5 kg per bulan.

Tabel 18. Jumlah Pembelian Daging Sapi per Bulan

Jumlah Pembelian

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

0,5-1,5 kg 16 64 8 32 24 48

1,51-2,5 kg 4 16 11 44 15 30

2,51-3,5 kg 4 16 2 8 6 12

> 3,5 kg 1 4 4 16 5 10

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa responden daging sapi impor cenderung membeli daging sapi dalam jumlah yang cukup besar serta cenderung lebih sering menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka dibandingkan responden daging sapi lokal. Hal ini dikarenakan umumnya responden daging sapi impor merupakan responden dengan pendapatan yang lebih besar dibandingkan responden daging sapi lokal. Besar atau kecilnya pendapatan responden menentukan daya beli mereka, oleh sebab itu akan sangat memungkinkan bagi responden daging sapi impor untuk membeli daging sapi dengan jumlah yang lebih besar sehingga mereka juga lebih sering menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka dibandingkan responden daging sapi lokal.

6.2.2. Alasan Mengkonsumsi Daging Sapi

(45)
[image:45.595.104.516.177.829.2] [image:45.595.104.517.532.694.2]

0 10 20 30 jumlah   responden daging sa impor. Pa mendasari karena giz protein he dalam kad kalsium ya Tabel 19. Motiva Kandungan Kualitas Rasa Selera Lainnya Jumla Ke mengguna keputusan warna mer buruknya Faturrahm untuk men tersebut, y Gambar 3        8 Fat http 11 10 Warn

Indika

api yang di ada Tabel 1

i responden zi yang terk ewani dan dar yang cu

ang juga san Motivasi R

asi D

Ju gizi ah etika melak akan indika n pembelian rupakan ind daging s man (2008) ngetahui ku yaitu yang b

3. Indikator        turrahman, p://www.food 1 21 na

ator

 

yan

Pemb

Lokal

iinginkan, b 19 berikut n dalam m kandung di lemak saja ukup tingg ngat bergun Responden d

Daging Sapi L

umlah (orang) 20 3 1 0 1 25 kukan pem ator warna n. Hal ini dikator yang sapi. Penda yang meny ualitas dagi berwarna me

r yang Diper        E. dreview.biz/log 12 8 20 Kesegaran Indikato

g

 

Dipert

belian

 

Da

Impor

baik itu da ditunjukkan membeli dan dalamnya. a, tetapi ju gi, seperti v

na bagi tubu dalam Meng

Lokal D

% Jum 80 12 4 0 4 100 mbelian dag daging seb dilakukan g paling mu apat respo yatakan bah ing yang ba erah cerah (

rtimbangka 2008. gin/preview.p 1 7 Keemp or

imbangk

aging

 

Sap

Lokal & Imp

aging sapi n bahwa m n mengkon Daging sap ga mengan vitamin B1, uh. gkonsumsi D

Daging Sapi Im

mlah (orang) 16 5 1 2 1 25 ging sapi, bagai pertim karena me udah diguna onden terse hwa salah sa aik adalah (terang)8.

an dalam Pe

Penangan php?view&id=

7 8

pukan

kan

 

dalam

pi

por

lokal maup motivasi/ala

nsumsi dag pi tidak han ndung vitam

, vitamin B

Daging Sap mpor Jum % 64 20 4 8 4 100

sebagian b mbangan da enurut resp akan untuk m

ebut juga atu kriteria

melalui wa

mbelian Da

nan D =55646. [1 Me

1 0 1

Bau

m

 

pun daging san utama ging sapi a

nya mengan min dan mi B2, zat bes

(46)

Terkait dengan warna daging sapi, Standar Nasional Indonesia (SNI) membagi syarat mutu karkas sapi berdasarkan karakteristik warna menjadi tiga, yaitu mutu I dengan karakteristik warna merah khas daging, mutu II dengan karakteristik warna merah khas daging dan agak heterogen, serta mutu III dengan karakteristik warna merah khas daging dan heterogen.

6.2.3. Tempat Pembelian Daging Sapi

Pasar tradisional merupakan tempat yang paling sering dikunjungi oleh responden untuk membeli daging sapi yang mereka inginkan. Sebanyak 33 responden (66 persen) memilih pasar tradisional sebagai tempat yang pertama kali akan mereka kunjungi untuk membeli daging sapi. Alasan utama responden memilih pasar karena letaknya yang dekat dengan rumah mereka. Untuk lebih lengkapnya ini dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Tempat Pembelian Daging Sapi

Tempat Pembelian

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Pasar tradisional 22 88 11 44 33 66

Supermarket 3 12 14 56 17 34

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Responden daging sapi impor lebih sering membeli di supermarket, sedangkan responden daging sapi lokal lebih sering membeli di pasar tradisional. Hal ini dikarenakan pasar-pasar tradisional yang berada di wilayah penelitian tidak menjual daging sapi impor, sehingga responden yang senang berbelanja daging sapi impor di pasar tradisional harus mencari pasar lain di luar wilayah penelitian, seperti Pasar Rumput atau Pasar Senen, untuk mendapatkan daging yang mereka inginkan.

Tabel 21. Alternatif Tempat Pembelian Daging Sapi

Motivasi Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) %

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Pasar dekat rumah 8 32 5 20 13 26

Pasar besar 3 12 5 20 8 16

Supermarket 13

Gambar

Tabel 1.  Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Jenis Daging Segar, 2006-2010 (kg/kapita/tahun)
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Sikap dan Faktor-faktor yang
Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan, 2010
Tabel 6. Jumlah Pasar Menurut Kelurahan dan Jenis, 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor daging sapi di Indonesia antara lain: GDP riil perkapita Indonesia dan negara

Permintaan restoran terhadap daging-sapi impor terutama dipengaruhi oleh masakan dengan harga jual termahal tetapi masakan tersebut spesifik di restoran tersebut, masakan

Permintaan ( demand ) masyarakat yang terus meningkat, searah dengan kebijakan impor daging sapi dari luar negeri, khususnya kerja sama dengan Negara tetangga

Gabungan pernyataan terhadap daging sapi segar lokal adalah warna daging merah segar, teksturnya berserat besar, lemak ( marbling ) sedikit, masyarakat lebih menyukai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di Sumatera Utara yaitu impor sapi dan harga daging sapi bulan sebelumnya berpengaruh nyata

1) Secara bersama-sama atau simultan bahwa faktor berat badan sapi, harga sapi impor, harga sapi lokal, dan jenis kelamin berpengaruh terhadap jumlah pemotongan sapi Impor

Kecenderungan yang terjadi bahwa volume impor daging sapi Indonesia selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan volume impor mulai tahun 1990-2007 sebesar

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka identifikasi masalah yang dirumuskan adalah apakah faktor-faktor seperti produksi daging sapi, jumlah impor sapi,