• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KONSEP TEKNOPOLITAN SEBAGAI ST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN KONSEP TEKNOPOLITAN SEBAGAI ST"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KONSEP TEKNOPOLITAN SEBAGAI STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING TENAGA KERJA INDONESIA DI ERA

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

FATHURRAHMAN NIM. 1402045164

UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA

(2)

ii LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENERAPAN KONSEP TEKNOPOLITAN SEBAGAI

STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING

TENAGA KERJA INDONESIA DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

NAMA PENULIS : FATHURRAHMAN

NIM : 1402045164

Samarinda, 05 April 2016

Mengetahui,

Wakil Rektor III

Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dosen Pendamping

(3)

iii KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah Yang Mahakuasa karena atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Penerapan Konsep Teknopolitan sebagai Strategi untuk Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Karya tulis ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi persyaratan seleksi Mahasiswa Berprestasi, tetapi juga sebagai bahan kajian ilmu yang dapat digunakan untuk kebermanfaatan bagi penulis dan masyarakat luas di masa depan.

Sebagai mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional, isu tenaga kerja Indonesia yang dibahas dalam karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu bentuk kontribusi penulis terhadap usaha untuk memajukan daya saing bangsa Indonesia di tengah-tengah arus globalisasi saat ini, khususnya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pendamping Ibu Enny Fathurachmi, S.IP, M.Si yang telah memberikan dukungan, masukan, dan saran selama penyusunan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran dari berbagai kalangan sangat diharapkan demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Samarinda, 05 April 2016

(4)

iv

1.6 Ringkasan Gagasan Kreatif ... 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kondisi, Tantangan, dan Peluang Tenaga Kerja Indonesia Saat Ini .. 5

2.2 Teori Daya Saing Tenaga Kerja ... 7

2.3 Konsep Teknopolitan ... 7

2.4 Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN ... 8

BAB III : ANALISIS DAN SINTESIS ... 10

3.1 Peran Teknopolitan Dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia ... 10

3.2 Solusi Inovatif: Penerapan Konsep Teknopolitan sebagai Strategi untuk Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN ... 12

3.3 Hubungan Unsur-Unsur Teknopolitan dengan Korelasi Input Penunjang Tenaga Kerja Indonesia ... 15

BAB IV : PENUTUP ... 18

4.1 Simpulan ... 18

4.2 Rekomendasi ... 19

(5)

v DAFTAR GAMBAR

(6)

vi DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Rasio Angkatan Kerja Berpendidikan Tinggi

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan kerjasama ekonomi ASEAN yang telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN dan menjadi salah satu bentuk komitmen yang kuat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi melalui pembentukan sebuah integrasi ekonomi regional. Saat ini Indonesia telah berada di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dimulai pada 31 Desember 2015 lalu. Tentu, hal ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi Indonesia dalam menghadapi berbagai persaingan di kancah internasional, mengingat daya saing Indonesia masih dapat dikatakan lemah dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lainnya. Berdasarkan data dari Global Competitiveness Report terkini, Indonesia berada pada posisi 34 dari 142 negara, masih jauh tertinggal dengan negara Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 20, dan Thailand di peringkat 31.

(8)

2 Kondisi ini menunjukkan bahwa belum terdapat korelasi input penunjang tenaga kerja yang meliputi kesehatan, pendidikan, komunikasi, dan teknologi. Kebanyakan tenaga kerja Indonesia khususnya yang dikirim ke luar negeri, dinilai masih belum memiliki standar tingkat kualitas yang memadai, sehingga permasalahan kualitas tenaga kerja ini menyebabkan banyaknya kejahatan yang dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia seperti pelanggaran HAM, penyiksaan, pemerkosaan, pemotongan gaji, dan bahkan berakhir pada kasus pembunuhan. Maka dari itu, permasalahan tenaga kerja Indonesia yang semakin kompleks ini tentunya harus segera dibenahi oleh pemerintah Indonesia dan harus serius dalam melakukan pembinaan terhadap para calon tenaga kerja Indonesia.

Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia ialah dengan membuat inovasi dalam mempersiapkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing dengan memastikan pembangunan ekonomi linear dengan pembangunan manusia. Sebab, kualitas tenaga kerja yang tinggi akan dicapai jika diimbangi dengan kualitas pembangunan manusia Indonesia yang berdaya saing unggul. Akses terhadap kesehatan, pendidikan, komunikasi, teknologi, dan fasilitas publik lainnya akan menentukan kualitas tenaga kerja Indonesia. Hal ini berarti bahwa harus ada keterpaduan dan keterpadanan (link and match) antara sumber daya manusia dengan fasilitas publik yang telah disebutkan di atas. Keterpaduan dan keterpadanan ini dapat diwujudkan dalam bentuk penerapan secara fisik berupa kawasan yang memiliki berbagai dimensi antara lain pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya yang disebut sebagai teknopolitan.

(9)

3 untuk mengkaji lebih jauh terkait konsep teknopolitan ini yang dihubungkan dengan permasalahan kualitas tenaga kerja Indonesia. Harapannya, konsep teknopolitan ini mampu menjadi strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah disusun di atas, maka muncul rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, yaitu bagaimana konsep teknopolitan dapat diterapkan sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu untuk mengetahui penerapan konsep teknopolitan sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

1.4Manfaat Penulisan

Manfaat dalam penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain:

1. Manfaat secara akademis, ialah dapat menjadi masukan bagi kajian dari berbagai disiplin ilmu, baik kajian di bidang ilmu hubungan internasional, maupun bidang-bidang lainnya.

2. Manfaat secara praktis, ialah dapat menjadi rekomendasi awal bagi kebijakan berbagai instansi yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.

1.5Metode Penulisan

(10)

4 interpretasi data primer baik berupa buku, maupun jurnal, dan akses media elektronik. Teknik pengolahan/analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa teknik content analysis, yaitu menganalisa sumber-sumber pustaka yang telah diperoleh terkait dengan judul karya tulis ilmiah ini untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan sistematik. Pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan cara analisis-sintesis. Pembahasan cara analisis dilakukan dengan menjabarkan secara detail atas konsep yang ditawarkan oleh penulis, dan pembahasan secara sintesis dilakukan untuk menghasilkan sebuah kesimpulan berdasarkan informasi yang telah diperoleh.

1.6Ringkasan Gagasan Kreatif

Gagasan kreatif yang ditawarkan oleh penulis ialah berupa konsep teknopolitan yang diterapkan sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan melibatkan berbagai elemen sebagai unsur-unsur yang terdapat dalam konsep teknopolitan itu sendiri. Secara sederhana dapat dilihat pada gambar 1. berikut:

Gambar 1. Penerapan Konsep Teknopolitan

(11)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi, Tantangan, dan Peluang Tenaga Kerja Indonesia Saat Ini Bersamaan dengan pertumbuhan penduduk, tenaga kerja Indonesia (penduduk berusia 15 tahun ke atas) dan angkatan kerja juga terus bertambah. Tenaga kerja Indonesia bertambah dari 79,5 juta orang pada 1971 menjadi 88,3 juta orang pada 1980, bertambah lagi 155,5 juta orang pada 2005, dan menjadi 168,9 juta orang pada 2009. Dalam satu tahun terakhir, angkatan kerja Indonesia mengalami penurunan menjadi 128,3 juta orang pada 2015, namun mengalami peningkatan sebanyak 6,4 juta orang dihitung dari tahun 2014. Angkatan kerja bertambah dengan lebih cepat daripada penduduk, terutama karena pertambahan tingkat partisipasi kerja perempuan. Jika pertambahan angkatan kerja ini terus bertambah, maka Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi dari tahun 2010 – 2035. Bonus demografi adalah kondisi dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.

(12)

6 Lapangan kerja bagi kaum muda (usia 15-24 tahun) memang terasa terkena dampak krisis keuangan Asia yang terjadi sebelum akhir 1990-an. Jumlah lapangan pekerjaan bagi kaum muda pada saat ini pun masih berada di bawah tingkat yang tercatat pada 1991 sehingga menyebabkan banyaknya pengangguran di kalangan muda. Tantangan yang dihadapi kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia ditandai dengan tingginya angka pengangguran di kalangan muda sebesar 22,2 persen di tahun 2009 (International Labor Organization Indonesia, 2011). Ada pun penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 45,19 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas hanya sebesar 8,29 persen di tahun 2015.

Peluang kerja terbilang sangat langka untuk lulusan SMP dan SMA. Begitupun tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi. Ini terjadi terutama karena keterbatasan kesempatan kerja di sektor formal. Hal tersebut memperlihatkan ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan untuk jabatan di sektor formal. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya mendambakan pekerjaan di sektor formal yang pada kenyataannya sangat terbatas. Secara sederhana, kegiatan formal dan informal penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status dan jenis pekerjaan. Sebanyak 33,74 juta pekerja Indonesia bekerja pada kegiatan atau pekerjaan formal dan sekitar 73,67 juta orang atau hampir 70 persen bekerja di ekonomi informal.

(13)

7 2.2 Teori Daya Saing Tenaga Kerja

Menurut Porter, daya saing tenaga kerja ialah produktivitas seseorang dalam menghasilkan output. Dengan kata lain, semakin banyak output yang dihasilkan per pekerja maka semakin produktif atau memiliki daya saing (Porter, 1990). Daya saing tenaga kerja umumnya mengikuti pendekatan ekonomi. Daya saing ini dipengaruhi oleh upah yang mencerminkan harga daripada tenaga kerja itu sendiri. Semakin tinggi upah, semakin rendah produktivitas dan daya saing itu sendiri. Selain itu, daya saing tenaga kerja juga dipengaruhi oleh skill (keterampilan) dan pendidikannya (Dessler, et al, 2004).

Daya saing ekonomi komparatif sebuah negara sangat dipengaruhi oleh efisiensi penggunaan sumber daya khususnya tanah, tenaga kerja, dan modal. Sementara pendekatan daya saing kompetitif kesempatan bisnis, kebijakan yang berlaku dan distorsi harga perbedaan kualitas produk dan kemampuan memasarkan. Keunggulan kompetitif berkaitan dengan skala ekonomi, economy of scope dan posisi di pasar. Besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang digunakan sebagai input dari kegiatan ekonomi bergantung kepada seberapa besar permintaan dan penawaran tenaga kerja pada pasar tenaga kerja di suatu wilayah. Permintaan dan penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah umum yang berlaku di pasar tenaga kerja (M. Ari Sabilah Rahman, 2015).

2.3 Konsep Teknopolitan

(14)

8 Di dalam teknopolitan terdapat aktor-aktor penting yang menjadi pilar teknopolitan itu sendiri, yaitu pemerintah, akademisi, bisnis, dan gerakan masyarakat. Inti dari teknopolitan adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kolaborasi antar aktor akademisi, bisnis, pemerintah (ABG) ditambah dengan aktor lain yaitu gerakan masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing daerah berbasis inovasi dan ilmu pengetahuan (knowledge based economy). Terlebih lagi, pengembangan teknopolitan bukan hanya fokus pada economic capital, tetapi juga intellectual capital, social capital, dan human capital.

Teknopolitan memiliki peran strategis yaitu sebagai sarana dalam membangun jaringan inovasi dan pembelajaran dalam pengembangan inovasi. Sehingga dengan adanya teknopolitan, diharapkan akan dapat menarik para pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan perekonomian secara massal dengan terus berinovasi bersama para akademisi, menciptakan ide-ide kreatif yang mana setiap kegiatannya dimudahkan dalam birokrasi yang efektif, efisien, dan bebas korupsi. Hal ini terus dibangun demi percepatan pertumbuhan perekonomian nasional yang terus meningkat dan berdaya saing internasional. Peran teknopolitan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui elemennya yaitu lembaga pendidikan tinggi, inkubator, industri, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Diharapkan melalui konsep teknopolitan ini dihasilkan sumber daya manusia terampil yang berpengetahuan dan siap kerja.

2.4Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN

(15)

9 Dari sisi pendidikan, daya saing tenaga kerja Indonesia dan negara-negara utama ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand) diukur dengan membandingkan rasio angkatan kerja yang memiliki pendidikan level Diploma/Universitas dengan total angkatan kerja. Dari hasil perhitungan, rata-rata (selama tahun 2007-2012) rasio angkatan kerja berpendidikan tinggi di Indonesia adalah sebesar 7,02 persen. Sementara negara seperti Singapura dan Malaysia memiliki rasio masing-masing sebesar 26,92 persen dan 23 persen. Thailand sendiri memiliki rasio sebesar 13,38 persen. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1. berikut:

Tabel 1. Persentase Rasio Angkatan Kerja Berpendidikan Tinggi (Diploma/Universitas) terhadap Total Angkatan Kerja, Tahun 2007-2012

(16)

10 BAB III

ANALISIS DAN SINTESIS

3.1 Peran Teknopolitan dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia

Dari paparan sebelumnya, dapat diketahui bahwa daya saing tenaga kerja Indonesia masih tergolong rendah jika diukur dengan menggunakan indikator pendidikan dan produktivitas. Ada pun, saat ini Indonesia sedang berada di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, rendahnya daya saing yang dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia ini dapat menjadi ancaman yang merugikan Indonesia. Jika Indonesia tidak dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka Indonesia hanya menjadi pasar bagi negara-negara utama ASEAN lainnya, khususnya dalam konteks arus bebas tenaga kerja terampil/professional (free flow of skilled labor).

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dinilai belum efektif untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi, khususnya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tingkat pengangguran yang cukup tinggi di Indonesia dan munculnya berbagai permasalahan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Walaupun banyak hal yang menjadi faktor penyebab munculnya berbagai permasalahan tenaga kerja Indonesia, seperti adanya prosedur pemerintah yang lambat dalam proses pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, minimnya informasi, lapangan pekerjaan yang masih sedikit, faktor kemiskinan, dan masih banyak hal lainnya. Namun, semua faktor tersebut tetap mengacu pada tingkat kualitas tenaga kerja Indonesia yang masih sangat rendah.

(17)

11 tenaga kerja Indonesia yang masih rendah. Hal ini membuat tenaga kerja Indonesia masih berpenghasilan rendah dan tidak mampu bersaing dengan negara tetangga. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia ialah dengan cara melakukan inovasi dalam meningkatkan kualitas SDM.

Salah satu bentuk inovasi yang dapat dilakukan ialah dengan meningkatkan peran pendidikan dan teknologi yang diwujudkan melalui konsep teknopolitan. Upaya teknopolitan dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dilakukan melalui berbagai elemen-elemen teknopolitan yang saling berintegrasi secara bersama-sama dalam kerangka sistem inovasi. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat pada gambar 2. di bawah ini:

(18)

12 3.2 Solusi Inovatif: Penerapan Konsep Teknopolitan sebagai Strategi untuk Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

Konsep teknopolitan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, memberikan gambaran bahwa harus ada keterpaduan dan keterpadanan (link and match) antara sumber daya manusia dengan berbagai elemen dalam teknopolitan itu sendiri dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. Namun, upaya penerapan konsep teknopolitan ini masih mengarah kepada pembangunan kawasan teknopolitan dengan skala besar yang membentuk struktur ruang teknopolitan yang terbagi atas blok-blok. Sebagai contoh, dapat dilihat pada gambar 3. di bawah ini:

Gambar 3. Peta Pembagian Blok Kawasan Teknopolitan Pelalawan

Penerapan konsep teknopolitan secara fisik seperti di atas merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mendorong pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang tentu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati secara merata di kalangan masyarakat.

Akan tetapi, penulis merasa bahwa proyek semacam ini tidak dapat berjalan secara efektif tanpa didukung dengan kekuatan ekonomi dan kualitas tenaga kerja yang memadai. Faktanya kekuatan ekonomi Indonesia masih dinilai rendah, hal ini dapat ditunjukkan dengan tingkat rasio rupiah-dollar saat ini berada pada kisaran Rp. 13.650 per US Dollar dan UMR yang diterima rata-rata penduduk

1. Blok A: Blok Kegiatan Pendidikan dan R&D Center;

2. Blok B: Blok Kegiatan Industri dan UKM;

3. Blok C: Blok kegiatan permukiman yang berwawasan lingkungan 4. Blok D: Blok kegiatan perkantoran 5. Blok E: Blok kegiatan perdagangan

dan jasa

6. Blok F: Blok Kegiatan Rekreasi 7. Area Fasilitas prasarana dan sarana

(19)

13 Indonesia tidak akan sanggup untuk mengimbangi pasar global. Setidaknya harus ada pembenahan perekonomian Indonesia agar mampu berdaya saing, sebab hutang luar negeri Indonesia masih sangat tinggi ditambah dengan kurangnya tingkat ekspor Indonesia.

Bukti lain tidak efektifnya proyek teknopolitan berskala besar ini dapat dilihat pada proses pembangunannya yang hingga kini belum usai. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari situs riauterkini.com, bahwa Proyek Teknopolitan Pelalawan sudah mendapat izin pelepasan kawasan 3.600 hektar. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Pelalawan sudah melakukan tiga kali tahun anggaran sebagai dana ganti rugi tanaman masyarakat. Akan tetapi, hingga saat ini, anggaran yang sudah dituangkan pada APBD tidak kunjung terealisasikan. Tentu hal ini menjadi masalah yang serius dan harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Dengan kondisi seperti ini, pada akhirnya tujuan utama pembangunan kawasan teknopolitan tidak dapat tercapai.

Mengingat urgensi meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Maka penerapan konsep teknopolitan yang ditawarkan oleh penulis merupakan implementasi teknopolitan yang sangat fleksibel dengan tidak harus membangun suatu kawasan baru yang terbagi atas blok-blok dan memakan biaya yang besar, namun cukup mendayagunakan elemen-elemen yang terdapat dalam konsep teknopolitan dengan tata ruang yang sudah ada. Penerapan konsep teknopolitan yang ditawarkan oleh penulis dapat dilihat pada gambar 4. di bawah ini:

(20)

14 Berdasarkan gambar di atas, solusi inovatif yang ingin ditawarkan oleh penulis ialah dengan menerapkan konsep teknopolitan sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sinergitas antar elemen di dalam konsep teknopolitan dapat diwujudkan dengan menciptakan ikon teknopolitan yang berfungsi sebagai lembaga pengelola teknopolitan. Ikon teknopolitan ini harus dapat menciptakan hubungan yang baik antar aktor utama di dalam konsep teknopolitan. Selain itu, dengan menggunakan tata ruang yang sudah ada, dapat dibentuk pula blok-blok sehingga pengembangan tata ruangnya lebih tertata dengan baik. Namun tetap perlu diketahui bahwa pembagian blok-blok ini sangat relatif disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan suatu daerah.

Konsep teknopolitan ini diarahkan bukan hanya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya yang ada di suatu daerah, namun juga harus mampu menghasilkan tenaga kerja Indonesia yang terampil, berpengetahuan, dan siap kerja. Maka dari itu, pengembangan konsep teknopolitan ini harus disesuaikan dengan korelasi input penunjang tenaga kerja yang meliputi kesehatan, pendidikan, komunikasi, dan teknologi untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Secara sederhana, hubungan penerapan konsep teknopolitan dengan korelasi input penunjang tenaga kerja dapat dilihat pada gambar 5. di bawah ini:

Gambar 5. Hubungan Penerapan Konsep Teknopolitan dengan Korelasi Input Penunjang Tenaga Kerja Indonesia

(21)

15 3.3 Hubungan Unsur-Unsur Teknopolitan dengan Korelasi Input Penunjang

Tenaga Kerja Indonesia

Di dalam konsep teknopolitan, penciptaan hubungan antara pemerintah, bisnis, dan akademisi dilaksanakan melalui suatu konsensus bersama yang dapat dituangkan melalui kontrak kerjasama atau suatu nota kesepahaman yang memiliki landasan hukum. Konsensus tersebut dapat dicapai dengan menciptakan keuntungan yang jelas antar pihak-pihak yang menjadi peran sentral dalam konsep teknopolitan tersebut.

Fungsi pemerintah dalam konsep teknopolitan ini ialah sebagai aktor yang akan bertanggung jawab membentuk tim kebijakan atas pembuatan desain, penyediaan lahan, infrastruktur dasar, perizinan, penganggaran dana, dan lain-lain. Kemudian, peran bisnis melalui industri bertanggung jawab atas sumber daya pengelolaan kawasan industri dan akademisi bertanggung jawab atas sumber daya manusia dan kegiatan riset melalui lembaga pendidikan tinggi dan lembaga riset seperti lembaga penelitian dan pengembangan.

Melalui konsep ini diharapkan nantinya hasil penelitian dan buah pemikiran akademisi tidak hanya dituntut untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan semata, namun juga harus menjadi solusi permasalahan pemerintah dan bisnis. Di sisi lain, pihak pemerintah dapat memberikan stimulus positif dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan investasi bisnis serta mendorong pembentukan atmosfer bisnis yang kondusif. Sedangkan pihak bisnis melalui industri dapat dituntut untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan iklim bisnis yang baik dan menjadi partner pemerintah dalam rangka mendukung pertumbuhan perekonomian. Keuntungan-keuntungan yang dihasilkan dari hubungan antar unsur-unsur dalam konsep teknopolitan ini akan bersinggungan dengan korelasi input penunjang tenaga kerja Indonesia berupa kesehatan, pendidikan, komunikasi, dan teknologi. Korelasi input inilah yang menjadi standar untuk menentukan kualitas tenaga kerja Indonesia yang terampil, berpengetahuan dan siap kerja di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

(22)

16 a. Kesehatan, merupakan komponen sumber daya manusia yang paling mendasar. Sebab, tidak akan berguna pendidikan seseorang jika tidak diimbangi dengan kondisi kesehatan yang baik. Daya saing tenaga kerja Indonesia akan maksimal jika tenaga kerja tersebut dalam kondisi kesehatan yang baik. Untuk meningkatkan aspek kesehatan ini dapat dilakukan melalui salah satu unsur dalam konsep teknopolitan yaitu lembaga penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. Pengetahuan pentingnya kesehatan juga dapat didapatkan melalui pendidikan kesehatan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Rendahnya tingkat kesehatan tenaga kerja akan berdampak pada rendahnya produktivitas dan akan berdampak pada penurunan pendapatan. Sehingga aspek kesehatan juga akan mempengaruhi aspek perekonomian. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan tenaga kerja yang berdaya saing unggul diperlukan perbaikan kesehatan masyarakat untuk membangun generasi yang kompetitif. b. Pendidikan, merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya. Sebab,

semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja maka kesempatan kerja semakin besar dan kemampuan seseorang untuk menjadi sehat lebih besar. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, pendidikan informal, maupun pelatihan. Komponen teknopolitan yang memberikan akses pendidikan ini berupa sentra kegiatan produktif, sentra kegiatan iptek, lembaga pendidikan tinggi, inkubator, industri, serta lembaga penelitian dan pengembangan. Persiapan di bidang pendidikan ini akan meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia.

(23)

17 d. Teknologi, merupakan komponen yang juga harus dipenuhi oleh seorang tenaga kerja Indonesia. Mengingat globalisasi semakin dirasakan saat ini dan pintu gerbang MEA yang telah terbuka lebar, maka aspek teknologi harus dapat dikuasai oleh seorang tenaga kerja. Namun perkembangan teknologi jauh lebih cepat dibandingkan dengan kemahiran seseorang untuk menguasai teknologi tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang meng-up date perkembangan teknologi terkini yang dapat dipelajari oleh tenaga kerja Indonesia. Konsep teknopolitan sangat relevan dalam memberikan up date perkembangan teknologi tersebut melalui sentra kegiatan iptek.

Pembuatan standardisasi bagi para tenaga ahli di Indonesia, sebagaimana negara-negara ASEAN telah menyepakati nota saling pengakuan/Mutual Recognition Arrangement (MRA), yang merupakan pengakuan terhadap hasil penilaian seperti tes atau sertifikat untuk para profesional. Adanya standardisasi kualitas profesional tenaga kerja di Indonesia, akan menjadi langkah strategis dalam mempersiapkan tenaga ahli lokal Indonesia untuk menghadapi persaingan luar negeri yang tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas tenaga kerja mereka berada di atas negara kita (Suton Sorik, dkk., 2015).

(24)

18 BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Indonesia sedang berada di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka banyak tantangan yang dihadapi dalam persaingan daya saing nasional khususnya di bidang tenaga kerja. Agar Indonesia mampu bersaing, maka peningkatan terhadap daya saing tenaga kerja Indonesia harus dilakukan, mengingat tingkat kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia, namun upaya tersebut dinilai belum efektif sebab upaya tersebut belum menjawab tantangan yang dihadapi Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Peran teknopolitan dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia menjadi peluang besar bagi Indonesia agar mampu bersaing di kancah internasional. Namun, penerapan konsep teknopolitan yang dilakukan pemerintah masih belum tepat sasaran, sebab tujuan utama dari pembangunan proyek teknopolitan tersebut tidak dapat dicapai. Hal ini dapat terjadi karena lemahnya kekuatan ekonomi dan rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia. Proyek teknopolitan yang diterapkan dalam skala besar membutuhkan biaya yang tinggi dan jangka waktu yang panjang.

(25)

19 dan siap kerja. Sehingga penerapan konsep teknopolitan ini dapat menjadi strategi dalam menentukan standardisasi kualiats tenaga kerja Indonesia untuk dapat bersaing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

4.1 Rekomendasi

Rekomendasi yang diberikan penulis dalam menerapkan konsep teknopolitan ini antara lain:

1. Penerapan konsep teknopolitan sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN dapat dilakukan secara bertahap dimulai dari membangun sinergitas antar elemen seperti pemerintah, bisnis, akademisi, dan gerakan masyarakat, penyediaan anggaran, dan berbagai persiapan lainnya.

2. Penerapan konsep teknopolitan tidak harus dalam skala besar, namun dapat diterapkan di lingkup yang lebih kecil dengan memanfaatkan tata ruang yang sudah tersedia dan harus mendapat dukungan penuh dari berbagai elemen dalam konsep teknopolitan itu sendiri.

(26)

20 DAFTAR PUSTAKA

ApaanSih.net, 2015. Ekonomi Indonesia Masih Rendah, Jokowi Malah

Mengajukan Ikut TPP. Diakses melalui:

http://www.apaansih.net/2015/10/ekonomi-indonesia-masih-rendah-jokowi.html pada 06 April 2016 pukul 19:58 WITA

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 2014. Teknopolitan Pelalawan Siap Cetak Tenaga Kerja Terampil untuk Memajukan Potensi

Lokal. Diakses melalui: http://www.bppt.go.id/layanan-informasi- publik/2009-teknopolitan-pelalawan-siap-cetak-tenaga-kerja-terampil-untuk-majukan-potensi-lokal pada 05 April 2016 pukul 21:13 WITA

Badan Pusat Statistik, 2015. Februari 2015, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,81 Persen. Diakses melalui: http://www.bps.go.id/brs/view/id/1139 pada 06 April 2016 pukul 16:03 WITA

Dessler, G., Griffiths, J & Llyod-Walker, B. 2004. Human Resourches Management (2nd Edition). Pearson: Australia

International Labor Organization Indonesia, 2011. ILO Document Publications. Diunduh melalui situs http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_157809.pdf pada 04 April 2016 pukul 17:28 WITA

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2012. Kualitas Tenaga Kerja RI

Rendah. Diakses melalui:

(27)

21 Nugraha, Faturokhman Eka dkk. 2015. The Triple Helix of Academician, Business, and Government: Peluang Tantangan Teknopolitan Dalam

Meningkatkan Daya Saing Indonesia. Jakarta: Institut Pemerintahan Dalam Negeri

Porter, Michael. 1990. Competitive Advantage on Nations. New York: Free Press

Pratama, Didin. 2013. Permasalahan yang Dihadapi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang Sudah Bekerja Di Luar Negeri Secara Ilegal (Studi di

Kecamatan Narmada). Mataram: Universitas Mataram

Rahman, M. Ari Sabilah. 2015. Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Samarinda: eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Vol. 3 No.1, 2015: 117-130

Riauterkini.com, 2015. Enggan Ditanya Sejumlah Persoalan di Teknopolitan, Bupati Pelalawan Pilih Hindari Awak Media. Diakses melalui: http://riauterkini.com/sosial.php?arr=101191&judul=Enggan%20Ditanya% 20Sejumlah%20Persoalan%20di%20Teknopolitan,Bupati%20Pelalawan%2 0Pilih%20Hindari%20Awak%20Media pada 06 April 2016 pukul 19:10 WITA

Schwab, Klaus. 2014. The Global Competitiveness Report 2014-2015. Geneva: World Economic Forum

Sorik, Sutan dkk. 2015. Analisis Kuantitas dan Kualitas Tenaga Kerja Indonesia Bersaing Dalam Menyongsong Era Perdagangan Bebas. Medan: Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 1. Penerapan Konsep Teknopolitan
Tabel 1. Persentase Rasio Angkatan Kerja Berpendidikan Tinggi (Diploma/Universitas) terhadap Total Angkatan Kerja, Tahun 2007-2012
Gambar 2. Ilustrasi Teknopolitan dan Unsur-Unsur Teknopolitan
Gambar 3. Peta Pembagian Blok Kawasan Teknopolitan Pelalawan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pemenuhan Hak-Hak Korban Tindak Pidana yang dilakukan oleh anak hanya dapat dilakukan untuk tindak pidana yang telah memenuhi syarat dan ketentuan pelaksanaan

ANAUSA PROBABILITAS MERUGl DAN TlNGKAT KEUMTUNGAN KUD MELAKUKAN PEMYIMPANAM BERAS UNTUX MENGHADAPl PASARAN UMUM.. ( Studi Kasus di Mabupalen Badung Cali

Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat serat balok bagian tepi bawah, maka diperlukan baja tulangan sehingga disebut dengan istilah “

They are a study on ontological metaphor involved in the book Song of Songs and relate them with the structural point of view which might give more valuable knowledge

Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam proses belajar.. Kepala dan Staf Biro Administrasi Akademik

• Produksi membuat produk menjadi tersedia: Dengan mengubah bahan baku dan keterampilan manusia menjadi barang jadi dan jasa, produksi menciptakan utilitas bentuk, seperti

Dari data sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang yaitu 126 responden (50.4%), pada uji chi square didapatkan nilai

Karakteristik sosial budaya masyarakat di daerah Kabupaten Maros seperti halnya masyarakat sulawesi lainnya umumnya termasuk klasifikasi masyarakat homogen ditandai