• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Laboratorium klinik mikrotest 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemeriksaan Laboratorium klinik mikrotest 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pemeriksaan Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam dunia kesehatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara tim, dimana perawat melakukan fungsi kolaboratif dalam memberikan tindakan. Salah satu penyakit yang memerlukan pemeriksaan khusus yakni penyakit saraf. Pemeriksaan khusus pada penyakit saraf meliputi pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan pemeriksaan laboratorium.dari beberapa pemeriksaan yang dilaksanakan, pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu pemeriksaan yang memiliki peran sangat penting, dimana pemeriksaan laboratorium berfungsi dalam membantu untuk menegakkan diagnosis, memantau perjalanan penyakit serta serta menentukan prognosis. Dalam pemeriksaan ada beberapa faktor yang memegang peran penting dalam mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Dalam melakukan pemeriksaan laboratorium, terdapat 3 tahap yang harus dilaksanakan secara teliti, guna mencegah kesalahan pada hasil laboratorium pasien. Tahap-tahap tersebut yakni:

1. Pra-instrumentasi( sebelum dilakukan pemeriksaan). Pada tahap ini sangat penting diperlukan

kerja sama antara petugas kesehatan,pasien dan dokter seperti pemahaman instruksi, pengisian formulir, persiapan pasien, persiapan alat yang dipakai, cara pengambilan sampel, penanganan awal sampel(pengawetan) dll. Karena tanpa kerja sama yang baik dapat memepngaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Instrumentasi. Pada tahap ini petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan atau analisa

sampel yang dimiliki oleh pasien.

3. Pasca instrumentasi. Pada tahap ini dilakukan penulisan hasil pemeriksan dari sampel yang

dianalisa

(2)

khusus yang disebutkan diatas. Saat ini kita dapat dengan mudah mendiagnosis perdarahan diotak atau keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan dan kita juga dapat dengan mudah menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.

Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita khususnya petugas kesehtan untuk tetap dan harus memupuk kemampuan untuk melihat, mendengar dan meras serta mengobservasi keadaan pasien baik dengan pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental, pemeriksaan laboratorium ataupun dengan alat-alat teknologi yang telah maju seiring berkembangnya zaman.

B. Tujuan Penulisan

 Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi tentang pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan guna menegakkan diagnosa

 Tujuan Khusus

Untuk memahami pemeriksaan-pemeriksaan yang berfungsi sebagai penunjang kesehatan khususnya pemeriksaan laboratorium dalam kasus neurobehaviour

C. Manfaat Penulisan

 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui mengenai pemeriksaan laboratorium pada pasien dalam kasus neurobehaviour

 Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui tentang pentingnya melakukan pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neurobehaviour

D. Sistematika Penulisan

Pada bab 1 dalam makalah ini dibahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan dari makalah ini. Pada bab 2 dibahas definisi dari pemeriksaan laboratorium, fungsi pemeriksaan laboratorium, tahap-tahap pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neorobehaviour. Pada bab 3 berisi kesimpulan dari isi makalah dan saran bagi pembaca.

BAB II

(3)

A. Definisi pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample dari penderita dimana dapat berupa urine, darah, sputum(dahak) dll. Pemeriksaan ini bertujuan mendukung dan menyingkirkan diagnosis lainnya. Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu tenaga kesehatan mendiagnosis dan mengobati pasien.

Pada umunya diagnosis penyakit dibuat berdasarkan gejala penyakit(keluhan dan tanda dan gejala ini mengarahkan dokter pada kemungkinan penyebab penyakit. Dengan adanya pemeriksaan laboratorium ini sangatlah membantu dokter untuk menetapkan penyakit apa yang dialami oleh seorang pasien. Salah satu contoh pemeriksaan laboratorium yakni dalam pemeriksaan demam tifoid, jika positif sangat mendukung diagnosis, tapi bila negatif tak menyingkirkan diagnosis demam tifoid jika secara klinis dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan widal maka hal ini sangat membantu petugas kesehatan.

Oleh karena itu menurut henry dan howanitz, para dokter memilih mengevaluasi uji-uji laboratorium dalam perawatn pasien karena beberapa alasan seperti berikut ini:

1. Untuk menunjang diagnosis klinis

2. Untuk menyingkirkan kemungkinan suatu diagnosis atau penyakit

3. Untuk digunakan sebagai pedoman terapi

4. Untuk digunakan sebagai panduan prognosis

B. Fungsi pemeriksaan laboratorium

Dari beberapa alasan diatas, dapat ditentukan fungsi dari pemeriksaan laboratorium yakni:

1. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis, dengan tujuan menentukan resiko terhadap

(4)

2. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan penyakit yang diderita seseorang, berkaitan

dengan penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi.

3. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis

4. Membantu pemantauan pengobatan.

5. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, yaitu untuk memprediksi perjalanan

penyakit dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan pasien selanjutnya.

6. Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk memantau perkembangan penyakit dan

memantau efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.

7. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan potensial

membahayakan.

8. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit.

C. Tahap-tahap pemeriksaan laboratorium

Disetiap laboratori untuk mendapatkan hasil yang akurat harus mengacu kepada GLP (Good laboratory Procedure)yaitu melalui tahapan:

1. Pre Analitik. Pada tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini

sangat menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja berikutnya. Yang termasuk dalam tahap Pra Analitik meliputi Kondisi pasien, cara dan waktu pengambilan sampel, perlakuan terhadap proses persiapan sampel sampai sampel selesai dikerjakan.

2. Analitik. Adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil pemeriksaan.

3. Pasca Analitik. Adalah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa

hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar – benar valid atau benar.

(5)

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

 Penyebab Penyakit Meningitis

Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :

1. Streptococcusm pneumoniae(pneumococcus)

Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus). 2. Neisseria meningitidis (meningococcus).

Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

3. Haemophilus influenzae (haemophilus).

Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

4. Listeria monocytogenes (listeria).

Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).

5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan

Mycobacterium tuberculosis.

(6)

Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri. Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui.

 Pemeriksaan Laboratorium

Gambaran laboratorium dari infeksi meningococcus adalah seperti umunya infeksi pyogenic berupa peningkatan jumlah leukosit sebesar 10.000 sampai 30.000/mm3 dan eritrosit sedimentation. Pada urine dapat ditemukan albuminuria, dan sel darah merah. Pada kebanyakan kasus, meningococcus dapat dikultur dari nasofaring, dari darah ditemukan lebih dari 50% dari kasus pada stadium awal, serta dari lesi kulit dan CSF. CSF kultur menjadi steril pada 90-100% kasus yang diobati dengan antimikrobal terapi yang apropiate, meskipun tidak terdapat perubahan yang signifikan dari gambaran CSF. Pada pasien meningitis, pemeriksaan CSF ditemukan pleositosis dan purulen. Walaupun pada fase awal dapat predominan lymphocytic, dalam waktu yang singkat menjadi granulocytic. Jumlah sel bervariasi dari 100 sampai 40.000 sel/ul. Tekanan CSF meningkat biasanya antara 200 dan 500 mm H2O. protein sedikit meningkat dan kadar glukosa rendah biasanya dibawah 20 md/dl. Pemeriksaan gram stain dari CSF dan lesi petechial, menunjukkan diplococcus gram negatif. Diagnosa pasti didapatkan dari kultur CSF, cairan sendi, tenggorokan dan sputum. Kultur dapat positif pada 90% kasus yang tidak diobati. Counter Immuno elektrophoresis (CIE) dapat mendeteksi sirculating meningococcal antigen atau respon antibodi. Pada kasus dengan gambaran CSF yang khas tapi gram stain negatif, dapat dilakukan pemeriksaan latex aglutination test untuk antigen bakteri. Sensitivitas dari test ini sekitar 50-100% dengan spesifisitas yang tinggi. Bagaimanapun test yang negatif belum menyingkirkan diagnosa meningitis yang disebabkan oleh meningococcus. Polymerase chain reaction dapat digunakanuntuk pemeriksaan DNA dari pasien dengan meningitis meningococcus dengan sensitivitas dan spesifisitas.

2. Epilepsi

Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno ἐπιληψία yang memiliki arti Epilepsia) adalah gangguan

(7)

tanda-tanda kejang sementara dan atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron di otak. Epilepsi lebih mungkin terjadi pada anak-anak muda, atau orang di atas usia 65 tahun, namun dapat terjadi setiap saat. Epilepsi biasanya dikontrol, tapi tidak sembuh, dengan pengobatan.

 Pemeriksaan laboratorium

Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse” (Ahmed, Spencer 2004, Oguni 2004).

3. Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.

 Penyebab Ensefalitis

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

(8)

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000).

Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : 1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia

2. Kesadaran dengan cepat menurun

3. Muntah

4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)

5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis

atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien epilepsi dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan darah lengkap.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(9)

Konfirmasi pasti diagnosis, Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis, Membantu pemantauan pengobatan, Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan penyakit, Memantau perkembangan penyakit, Mengetahui ada tidaknya kelainan serta Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit. Dalam pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa tahap yakni: Pra-analitik, Analitik, dan Pasca analitik.

Adapun pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neurobehaviour yakni: pada kasus meningitis pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan CSF, pemeriksaan darah dan pemeriksaan serum elektrolit dan glukosa. dan pada kasus epilepsi dilakukam pemeriksaan laboratorium glukosa,pemeriksaan kadar elektrolit dan pemeriksaan kalsium dan magnesium. Sedangkan pada kasus ensefalitis pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah pemeriksaaan CSF dan pemeriksaan darah lengkap.

B. Saran

Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang pemeriksaan laboratorium yang berguna bagi profesi dan orang disekitar kita.

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir ini berkaitan dengan pembuatan aplikasi komputer untuk membantu manajemen Laboratorium Klinik Mikrotest dalam mendapatkan informasi mengenai laporan

Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang meliputi hematologi, kimia klinik dan pemeriksaan hapusan darah

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Sekunder yang meliputi data kepegawaian Balai Laboratorium Kesehatan, sumber biaya untuk kegiatan pemeriksaan,

Selain pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal juga perlu pemeriksaan lainnya seperti USG dan rontgen. Pemeriksaan urin dan darah di laboratorium tidak

Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik pemeriksaan USG dan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan, maka diagnosa dari penyakit yang diderita

Selain pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal juga perlu pemeriksaan lainnya seperti USG dan rontgen. Pemeriksaan urin dan darah di laboratorium tidak

Pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium ditemukan adanya edema, hipoalbuminemia, proteinuria, hiperkolesterolemia, dan tidak adanya riwayat penyakit yang sama

Pemeriksaan laboratorium cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan primer.28,29 Pemeriksaan