• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK TEKNIK P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK TEKNIK P"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

DISUSUN OLEH :

NAMA

:

FAHMI YAHYA

NIM

:

DBD 111 0022

LABORATORIUM GEOLOGI

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

Disusun oleh: FAHMI YAHYA

DBD 111 0022

Palangka Raya, Mei 2012 Disetujui oleh:

Laboratorium Geologi,

Koordinator Praktikum Geologi Fisik.

ROMIE HENDRAWAN, ST NIP.19751209 200604 1 002

Asisitem Praktikum Geologi Fisik

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga laporan praktikum Geologi Fisik dapat terselesaikan. Pada laporan ini, sebelum penulis memaparkan hasil praktikum, terlebih dahulu penulis menjelaskan meteri-materi yang berhubungan dengan praktikum yang dilaksanakan. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis. Dengan penjelasan yang dipaparkan oleh penulis, diharapkan pembaca dapat mengerti materi-materi yang akan dipraktikumkan. Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam praktikum yakni dosen pembimbing, asisten pembimbing. Penulis juga menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari pihak yang membaca laporan ini.

Palangkaraya, 14 Mei 2012

(4)
(5)

4.2 Tipe-tipe Metamorfose... 4.3 Tekstur Batuan Metamorf... 4.4 Struktur Batuan Metamorf... 4.5 Klasifikasi Batuan Metamorf Berdasarkan Komposisi Kimia

Batuan asal... 4.6 Hasil Praktikum... BAB V STRATIGRAFI... 5.1 Pengertian Stratigrafi... 5.2 Hukum Dasar Stratigrafi... 5.3 Pemanfaatan Dasar Stratigrafi... 5.4 Keselarasan dan Ketidakselarasan... 5.5 Korelasi Batuan... 5.6 Hasil Praktikum...

(6)

BAB I

PETA TOPOGRAFI

1.1 Pengertian Peta

Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi yang digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu dan dilengkapi simbol sebagai penjelas. Beberapa ahli mendefinisikan peta dengan berbagai pengertian, namun pada hakikatnya semua mempunyai inti dan maksud yang sama. Berikut beberapa pengertian peta dari para ahli. a. Menurut ICA (International Cartographic Association)

Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.

b. Menurut Aryono Prihandito (1988)

Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu.

c. Menurut Erwin Raisz (1948)

Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.

d. Menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal 2005)

(7)

dan sebagainya. Ketampakan yang digambar pada peta dapat dibagi menjadi dua yaitu ketampakan alami dan ketampakan buatan manusia (budaya).

1.2 Jenis-jenis Peta

Peta dikelompokan menjadi 5 bagian, yaitu: a. Berdasarkan Isi Data yang Disajikan

1. Peta umum, yakni peta yang menggambarkan kenampakan bumi, baik fenomena alam atau budaya. Peta umum dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

2. Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sama.

3. Peta chorografi yaitu peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi yang bersifat umum, dan biasanya berskala sedang. Contoh peta chorografi adalah atlas

4. Peta dunia yaitu peta umum yang berskala sangat kecil dengan cakupan wilayah yang sangat luas.

5. Peta khusus (Peta tematik) yaitu peta yang menggambarkan informasi dengan tema tertentu / khusus. Misal peta politik, peta geologi, peta penggunaan lahan, peta persebaran objek wisata, peta kepadatan penduduk, dan sebagainya.

a. Peta Berdasarkan Sumber Datanya

Peta Turunan (Derived Map)yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada acuan peta yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung ke lapangan.

(8)

b. Peta berdasarkan skala

1. Peta kadaster (sangat besar) adalah peta yang berskala > 1: 100 sampai > 1: 5000. Contoh: Peta pertanahan, Peta Pertambangan 2. Peta besar adalah peta yang berskala > 1: 5000 sampai > 1: 250.000.

Contoh: peta kecamatan/kabupaten

3. Peta sedang adalah peta yang berskala > 1: 250.000 sampai > 1: 500.000. Contoh: peta provinsi

4. Peta kecil adalah peta yang berskala > 1: 500.000 sampai > 1: 1.000.000. Contoh: peta negara

5. Peta geografis (sangat kecil) adalah peta yang berskala > 1: 1.000.000 ke bawah. Contoh: Peta benua/dunia

c. Peta berdasarkan bentuk

1. Peta datar, atau peta dua dimensi, atau peta biasa, atau peta planimetri

2. Peta timbul atau peta steereometri

3. Peta digital, merupakan peta hasil pengolahan data digital yang tersimpan dalam komputer. Peta ini dapat disimpan dalam disket atau CD Rom. Contoh Citra satelit, foto udara

4. Peta garis, yaitu peta yang menyajikan data alam dan kenampakan buatan manusia dalam bentuk titik, garis, dan luasan.

5. Peta foto, yaitu peta yang dihasilkan dari mozaik foto udara yang dilengkapi dengan garis kontur, nama, dan legenda

d. Peta berdasarkan tingkat kedetailan

(9)

1.3 Pengenalan Peta Topografi

Hakekat daripada peta topografi adalah peta yang menggambarkan keadaan suatu daerah yang dilihat dari atas yang kurang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya. Ada beberapa cara penggambaran peta topografi yaitu : Garis Kontur, adalah garis yang menghubungkan titik- titik ketinggian yang sama pada suatu permukaan bumi

Garis hachures, yaitu garis lurus yang ditarik dari titik - titik ketinggian tertinggi ke titik- titik yang lebih rendah disekitarnya (lereng curam garisnya makin merapat )

Pewarnaan (Tinting),daerah yang mempunyai relief tinggi warnanya makin gelap sebaliknya relief rendah warnanya makin cerah contohnya atlas. Bayangan (shading), topografi curam diberi bayangan yang tebal,rapat serta pendek, sebaliknya daerah landai diberi garis bayangan tipis, panjang dan renggang.

Kombinasi, dengan cara menggabungkan antara kontur dengan warna dan lain-lainnya.

1.4 Elemen Peta Topografi

Unsur-unsur penting dalam peta topografi meliputi :

1. Relief, menggambarkan beda tinggi suatu tempat ke tempat lain di suatu daerah misal bukit, dataran, pegunungan, lembah, lereng dan lain sebagainya. Biasanya untuk peta topografi berwarna digunakan warna coklat untuk dataran dan biru untuk lautan, dengan variasi warna disesuaikan dengan keadaan relief, daerah berelief tinggi warna semakin tua dan gelap. Relief terjadi karena adanya resistensi antara batuan terhadap proses erosi dan pelapukan juga dipengaruhi gejala-gejala asal dalam seperti perlipatan, patahan dan lain sebagainya.

(10)

foto sangat terlebih lagi apabila data penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3 dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis, rectangular, centripetal, angular dan multibasinal.

1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.

4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.

5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.

(11)

7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.

9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.

10.Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst. Tabel 1. merupakan pola pengaliran dengan karaktersitiknya.

(12)

Tabel 1.1. Pola pengaliran dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

POLA PENGALIRAN

DASAR KARAKTERISTIK

DENDRITIK

Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang. peralihan antara pola dendritik dengan pola paralel atau tralis. Bentuklahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran paralel mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.

TRALLIS

Baruan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.

(13)

RADIAL

radial.

Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan. ANNULAR Struktur kubah / kerucut, cekungan dan

kemungkinan retas (stocks)

MULTIBASINAL

Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping dan lelehan salju (permafrost)

Tabel 1.2. Pola pengaliran modifikasi SUB DENDRITIK Umumnya struktural

(14)

ANASTOMATIK Dataran banjir, delta atau rawa MENGANYAM

(DIKHOTOMIK) Kipas aluvium dan delta

SUB PARALEL Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan perbukitan memanjang.

KOLINIER Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir.

SUB TRALLIS Bentuklahan memanjang dan sejajar DIREKSIONAL

TRALLIS Homoklin landai seperti beting gisik TRALLIS BERBELOK Perlipatan memanjang.

TRALLIS SESAR Percabangan menyatu atau berpencar , sesar paralel

ANGULATE Kekar dan / atau sesar pada daerah miring

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

1. Kebudayaan (culture), yaitu segala bentuk hasil budidaya manusia, misalnya perkampungan, jalan, persawahan, dan sebagainya. Culture sangat membantu geologi dalam penentuan lokasi. Pada umumnya pada peta topografi relief akan digambarkan dengan warna coklat, drainage dengan warna biru dan culture dengan warna hitam. Hal ini sangat membantu dalam hal penentuan lokasi.

1.5 Kelengkapan Peta Topograf

Pada peta topografi yan baik harus terdapat unsure atau keterangan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan penelitian atau kemiliteran yakni: a. Skala

Merupakan perbandingan jarak horizontal yang sebenarnya dengan jarak peta. Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta adalah jarak horizontal. Ada 3 macam skala yang biasa dipakai pada peta topografi.

1. Representative Feaction Scale (Scala R. F.)

Ditunjukan dengan pecahan contoh 1:10000. Artinya 1 cm di peta sama dengan 10000 cm di lapangan atau sama dengan 100 m di lapangan. Kelemahan penggunaan skala ini yaitu jika peta mengalami pemuaian maka skala tidak akan berlaku lagi.

2. Grafik Scale ( Skala Grafik)

Yaitu perbandingan jarak horizontal sesungguhnya dengan jarak pada peta yang ditunjukan dengan sepotong garis. Skala ini adalah paling baik karena tidak terpengaruh oleh pemuaian maupan penciutan dari peta.

3. Verbal Scale (Skala Verbal)

Dinyatakan dalam ukuran panjang, contah 1 cm = 10 km. Skala ini hampir sama dengan skala R. F.

2. Arah Utara Peta

(20)

arah urtaranya. Arah utara ini berguna untuk penyesuaian dengan antara utara peta dngan arah utara jarum kompas. Ada 3 macam arah utara jarum kompas yaitu: macam keadan yang ada di lapangan dan biasanya terletak di bagian bawah peta.

5. Judul Peta

Judul peta meruapakan nama daerah yang tercakup didalam peta dan berguna unuk pencairanpeta bila suatu waktu diperlukan. Sumber pembagian nomor lembar peta tersebut disebut Quadrangle.

6. Converage Diagram

Maksudnya peta tersebut dibuat dengan cara atau metode yang bagaimana, hal ini untuk dapat memperkirakan sampai sejauh mana kebaikan atau ketelitian peta. Misalnya dibuat berdasarkan foto udara atau dibuat berdasarkan pengukuran di lapangan.

7. Indeks Administrasi

Pembagian Daerah berdasarkan hokum administrasi, hal mini penting untuk memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau

(21)

1.6 Peta Topografi dan Garis Kontur 1. Pengertian Garis Kontur

Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta. 2. Interval Kontur

Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang berdekatan dan merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang berdekatan. Pada suatu peta tofografi interval kontur dibuat sama, berbanding terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta, jadi semakin banyak informasi yang tersajikan, interval kontur semakin kecil. Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan setiap kelipatan interval kontur tertentu.

3. Kontur Setengah

(22)

1.7 Penentuan Interval Kontur

Untuk hal-hal yang umum dapat menggunakan rumus: IK = 20001 x N

Di mana:

IK = interval kontur N = skala peta

Misal peta dengan skala 1 : 50.000, sehingga interval konturnya adalah 25 m. Tetapi penentua interval kontur dengan rumus seperti di atas tidaklah mutlak tergantung daripada kebutahan atau tujuan pembuatan peta tersebut. Misal peta untuk daerah petambangan dengan luasan yang kecil tentunya menggunakan interval kontur yang lebih kecil sehingga relief daerah dapat dilihat dengan jelas.

1.8 Sifat-sifat garis Kontur

Garis-garis kontur merupakan cara yang banyak dilakukan untuk melukiskan bentuk permukaan tanah dan ketinggian pada peta, karena memberikan ketelitian yang lebih baik. Cara lain untuk melukiskan bentuk permukaan tanah yaitu dengan cara hachures dan shading.

Bentuk garis kontur dalam 3 dimensi Gambar 344. Penggambaran kontur Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut :

1. Berbentuk kurva tertutup. 2. Tidak bercabang.

3. Tidak berpotongan.

4. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.

5. Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan. 6. Tidak tergambar jika melewati bangunan.

7. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang terjal.

(23)

9. Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika datar maka interval garis kontur adalah 1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta , jika berbukit maka interval garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala peta dan jika bergunung maka interval garis kontur adalah 1/200 dikalikan dengan nilai skala peta.

10. Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih 3 garis kontur, pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur sedangkan pada daerah bergunung setiap selisih 5 garis kontur.

11. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu..

12. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang

1. Menunjukan bentuk ketinggian permukaan tanah.

2. Menentukan profil tanah (profil memanjang, longitudinal sections) antara dua tempat.

3. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan

4. Menentukan route/trace suatu jalan atau saluran yang mempunyai kemiringan tertentu.

(24)

1.10 Penentuan Ketinggian dan Jarak

Ada beberapa cara untuk menentukan titik ketinggian dan jarak yakni: 1. Pada indeks kontur langsung dapat diketahui.

2. Pada intermediate kontur dihitung dari indeks kontur dengan memperhatikan interval kontur.

3. Pada intermediate kontur cara interpolasi.

4. Titik triagulasi.

1.11 Sistem Quadrangle

Sistem Quadrangle adalah suatu cara dalam penataan pembuatan registrasi pada peta topografi. Sistem Quadrangle di Indonesia ada 2 macam yaitu system lama dan system baru. Perbedaan keduanya terletak pada perbandingan luas peta , notasi, dan pembagian derajat busurnya.

a) Sistem Quadrangle Lama

Adalah sisa peninggalan jaman pendudukan Belanda. Ketentuan-ketentuan yang ada dam sisitem ini adalah:

1. Pembagian kotak dengan luas 20’ x 20’ berskala 1 : 100.000 2. Titik 0o bujur ada di Jakarta dan titik 00 lintang ada di equatorial.

3. Penomoran garis lintang dengan angka Romawi sedang penomoran garis bujur dengan angka akrab.

4. Notasi lembar peta dan skala ditulis, missal L 5. Peta no.40/XX, skala 1 :100.000

6. Peta no.40/XX-A, skala 1 : 50.000 7. Peta no.40XX-a, skala 1 : 25.000

40

A B C d

E F G h

I J K l

(25)

b) Sistem Quadrangle Baru

Notasinya semua ditulis dengan angka Arab. Pembagian kotak-kotaknya mempunyai luas 30’ x 20’ dengan 0 derajat dihitung dari Greenwich. Cara penulisanya adalah missal 5018 angka 50 merupakan angka perubahan secara horizontal dan angka 18 merupakan perubahan secara vertical.

Peta no.5019 berskala 1 : 100.000 sedangkan peta no.5019-IV berskala 1 : 50.000

1.12 Profil Topografi

Untuk mengetahui kenampakan morfologi dan kenampakan struktur geologi padasuatu daerah, maka diperlukan suatu penampang tegak atau profil (section). Penampangtegak atau sayatan tegak adalah gambaran yang memperlihatkan profil atau bentuk dari permukaan bumi. Profil ini diperoleh dari line of section yang telah ditentukan lebih dulu pada peta topografi, misalnya A – A’ atau B – B’. Skala pada profil :

1. Skala normal (nature scale) : yaitu skala vertikal diperbesar sama deng an skalahorisontal.

5019 5119

5018 5118

(26)

2. Skala perbesaran (exaggerated) : yaitu skala vertikal diperbesar lebih besar dari skalahorisonta

3. Persyaratan pembuatan profil :

4. Profil line/topographic line yaitu garis potong antara permukaan bumi dengan bidang vertikal.

5. Base line letaknya mendatar dipilih pada jarak tertentu di daerah profilline, dimana tinggi base line tergantung kebutuhan. Seringkali dipilih 0 meter sesuai ketinggian permukaan air laut. Pada base line terletak jarak mendatar sesuai dengan jarak horisontal.

(27)

Gambar 1.4. Topografi dan kontur

(28)

1.13 Penentuan Besar Kelerengan dan Beda Tinggi

Peta Topografi merupakan peta yang menggambarkan keadaan relief suatu daerah, dimana kontur renggang menggambarkan daerah yang relative datar, sedangkan kontur yang rapat menggambarkan daerah yang terjal atau curam, di dalam peta topografi kadangkala kita banyak diperhadapkan degan pertanyaan di antaranya berapa besar kelerngan suatu tempat? Atau berapa beda tinggi daerah x? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di dalam acara praktikum ini akan kita bahas cara-cara mengetahui nilai suatu kelerengan dan beda tinggi suatu daerah. Rumus mencari besar kelerengan dan beda tunggi:

d(m) = panjang sayatan x skala peta h(m) = (n kontur – 1) x IK

hr =

n

h

kr =

n

k

Keterangan:

(29)

1.14 Hasil Praktikum 1 1. Jenis P raktikum

Peta Topografi 2. Tujuan Praktikum

- Mampu membuat sayatan pada peta topografi suatu daerah.

- Mampu menghitung panjang sayatan, jarak datar, interval kontur, jumlah kontur, beda tinggi dan kelerengan pada peta topografi. 3. Alat dan bahan yang digunakan

- Pensil - Drawing pen - Penggaris

- Peta topografi suatu daerah - Kalkulator

4. Kesimpulan

(30)

1.15 Hasil Praktikum 2 1. Jenis P raktikum

Peta Topografi 2. Tujuan Praktikum

- Mampu membuat profil topografi dari peta topografi suatu daerah. 3. Alat dan bahan yang digunakan

- Pensil - Drawing pen - Penggaris

- Peta topografi suatu daerah - Kalkulator

- Ketas kalkit - Milimeter blok 4. Kesimpulan

Dalam praktikum ini, prtaktikan dapat menggambar profil peta topografi suatu daerah berdasarkan pada peta topografi yang telah diberikan. Untuk membuat profil peta topografi ini sebelumnya harus ditentukan daerah mana yang akan digambarkan pada penampang dengan cara meenarik garis lurus memotong kontur. Untuk ketinggian, menggunakan ketinggian yang telah ada didalam peta, untuk panjang

(31)

BAB II

BATUAN BEKU

2.1 Genesa Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan magma. Magma adalah silika alam yang bersifat cair, panas dan pijar yang penuh dengan gas-gas volatil (gas-gas yang sangat mudah menguap). Berdasar kandungan silika (SiO2) batuan beku dibagi menjadi :

Tabel 2.1. Pembagian batuan beku berdasarkan kandungan silika (SiO2)

Nama Batuan Kandungan Silika (SiO2)

Batuan beku asam

Pembagian ganesa batuan beku atau tempat terjadinya batuan beku adalah sebagai berikut.

a) Batuan Beku Luar

(32)

Tipe yang ke dua dari lava ini adalah bersifat asam, yang memiliki tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna bentuknya, menjadi tubuh batuan beku intrusive. Tubuh batuan beku dalam mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisi magma dan batuan di sekitarnya. Magma dapat menyusup pada batuan di sekitarnya atau menerobos melalui rekahan-rekahan pada batuan di sekelilingnya. Bentuk-bentuk batuan beku yang memotong struktur batuan di sekitarnya disebut diskordan, termasuk di dalamnya adalah batholit, stok, dyke, dan jenjang volkanik.

(33)

naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-fragmen ini bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen batuan yang berada dalam tubuh magma yang sudah membeku dinamakan Xenolith.

2. Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas batholit.

3. Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular, sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur (perlapisan) batuan yang diterobosnya.

4. Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya. Bentuk-bentuk yang sejajar dengan struktur batuan di sekitarnya disebut konkordan diantaranya adalah sill, lakolit dan lopolit.

1. Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular dan sisi-sisinya sejajar.

2. Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapt tersingka di permukaan.

(34)

Batuan beku dalam selain mempunyai berbagai bentuk tubuh intrusi, juga terdapat jenis batuan berbeda, berdasarkan pada komposisi mineral pembentuknya. Batuan-batuan beku luar secara tekstur digolongkan ke dalam kelompok batuan beku fanerik.

2.2 Struktur Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku ekstrusif dan intrusif. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku. 1. Struktur Batuan Beku Ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil.Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

d. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

(35)

f. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran

2. Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

a) Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

1. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan disekitarnya.

2. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolith berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.

3. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

4. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

b) Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

(36)

Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

2. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.

Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu:

A. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu: 1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh

kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

(37)

3. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan. B. Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu: a. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat

dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

a) Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm. b) Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5

mm.

c) Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm. d) Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih

dari 30 mm.

a) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

(38)

C. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan.

1. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

a) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.

b) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.

c) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

2. Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:

a) Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.

b) Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.

c) Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.

d) Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur. D. Hubungan Antar Kristal

Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang

membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu: b) Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar

mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

(39)

d) Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

e) Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.

2.4 Komposisi Mineral

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku kita cukup mempergunakan indeks warna dari bentuk kristal, sebagai dasar penentuan mineral penyusun batuan. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:

1. Mineral Felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama dari mineral kuarsa, feldspar, feldspartoid, dan muskovit.

(40)

Gambar 2.1. Basalt

Gambar 2.2. Granodiorit

(41)

2.5 Hasil Praktikum 1) Jenis Praktikum

Deskripsi batuan beku 2) Tujuan Praktikum

Mampu mendiskripsikan batuan beku 3) Alat dan bahan yang digunakan

- Lembar dekripsi - Pensil

- Batuan beku - Pensil warna - Drawing pen 4) Kesimpulan

Berdasarkan sifat tekstur, struktur, dan komposisi batuan beku, kita dapat mendeskripskan batuan tersebut kedalam golongan yang telah dijelaskan, sehingga praktikan dapat mengetahui baik tekstur, struktur, komposisi maupun nama batuan yang telah disediakan dalam praktikum. Dalam mendeskripsian batuan beku, agar memudahkan dalam pendeskripsian, maka harus bertahap yakni meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi, jenis batuan dan terakhir dapat menyebutkan nama batuan tersebut.

(42)

BAB III

BATUAN SEDIMEN

3.1 Genesa Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi akibat proses litifikasi dari hancuran batuan lain. Litifikasi batuan adalah proses yang meliputi kompaksi, autigenik, diagnesa yaitu prises terubahnya material pembentuk batuan yang bersifat lepas menjadi batuan yang kompak. Batuan ini juga dibentuk oleh proses-proses yang terjadi di permukaan bumi, oleh Koesoemadinata (1979) telah membedakan batuan sedimen menjadi lioma golongan.

Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan.

Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu :

1) Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.

(43)

yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

3) Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen apabila mengalami proses pengerasan.

Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction), sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi. Ciri-ciri batuan sedimen adalah: (1). Berlapis (stratification), (2) Mengandung fosil, (3) Memiliki struktur sedimen, dan (4). Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.

Secara umumnya, sedimen atau batuan sedimen terbentuk dengan dua cara, yaitu:

(44)

batuan autochhonous antara lain adalah batuan evaporit (halit) dan batugamping.

2. Batuan sedimen yang mengalami proses transportasi, atau dengan kata lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang ditransport dan diendapkan di dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen allochthonous. Yang termasuk dalam kelompok sedimen ini adalah Batupasir, Konglomerat, Breksi, Batuan Epiklastik.

Selain kedua jenis batuan tersebut diatas, batuan sedimen dapat dikelompokkan pada beberapa jenis, berdasarkan cara dan proses pembentukkannya, yaitu :

1. Terrigenous (detrital atau klastik). Batuan sedimen klastik merupakan batuan yang berasal dari suatu tempat yang kemudian tertransportasi dan diendapkan pada suatu cekungan. Contoh: a). Konglomerat atau Breksi; b). Batupasir; c). Batulanau; d). Lempung

2. Sedimen kimiawi/biokimia (Chemical/biochemical). Batuan sedimen kimiawi / biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari proses kimiawi suatu larutan, atau organisme bercangkang atau yang mengandung mineral silika atau fosfat. Batuan yang termasuk dalam kumpulan ini adalah: a). Evaporit ; b). Batuan sedimen karbonat (batugamping dan dolomit) ; c). Batuan sedimen bersilika (rijang) ; d). Endapan organik (batubara)

3. Batuan volkanoklastik (Volcanoclastic rocks). Batuan volkanoklastik yang berasal daripada aktivitas gunungapi. Debu dari aktivitas gunungapi ini akan terendapkan seperti sedimen yang lain. Adapun kelompok batuan volkanoklastik adalah: Batupasir tufa dan Aglomerat

Secara garis besar, genesa batuan sedimen dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Batuan Sedimen Klastik dan Batuan Sedimen Non-klastik.

(45)

Batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan yang sudah ada (batuan beku, metamorf, atau sedimen) yang kemudian diangkut oleh media (air, angin, gletser) dan diendapkan disuatu cekungan. Proses pengendapan sedimen terjadi terus menerus sesuai dengan berjalannya waktu sehingga endapan sedimen semakin lama semakin bertambah tebal. Beban sedimen yang semakin tebal mengakibatkan endapan sedimen mengalami kompaksi. Sedimen yang terkompaksi kemudian mengalami proses diagenesa, sementasi dan akhirnya mengalami lithifikasi (pembatuan) menjadi batuan sedimen.

Batuan sedimen Non-klastik

Batuan sedimen yang genesanya (pembentukannya) dapat berasal dari proses kimiawi, atau sedimen yang berasal dari sisa-sisa organisme yang telah mati.

1.2 Batuan Sedimen Klastik

Didalam pemerian batuan sedimen klastik yang mempunyai ukuran butir yang relatif kasardibedakan atas tiga bagian yakni:

1. Komposisi

Pada batuan sedimen klastik ini, pemerian komposisi mineralnya didasarkan atas:

a. Fragmen

b. Yakni butiran pembentuk batuan yang berukuran paling besar, fragmen dapat berupa butiran mineral, batuan, atau fosil.

c. Matrik

d. Yakni bagian dari butiran pembentuk batuan yang berukuran lebih kecil dari fragmen, biasanya mempunyai komposisi yang sama dengan fragmen.

e. Semen

(46)

2. Tekstur

Ada tiga hal yang menjadi perhatian dalam pengamatan tekstur dalam batuan sedimen:

a. Ukuran Besar Butir (Grain Size)

Dalam pemerian ukuran besar butir digunakan pedoman ukuran berdasarkan skala Wentworth, yaitu:

Table 3.1. Skala Wentworth untuk mentukan besarnya ukuran butir

Nama Butir Besar Butir (mm)

Bongkah Boulder 256

Brangkal Couble 256-64

Kerakal Pebble 64-4

Kerikil Granule 4-2

Pasir Sangat Kasar Very Coarse Sand 2-1

Pasir Sedang Medium Sand ½ -1/4

Pasir Halus Fine Sand ¼ -1/8

Pasir Sangat Halus Very Fine Sand 1/8-1/16

Lanau Silt 1/16-1/256

Lempung Clay 1/256

3. Derajat Pemilahan/ Sortasi

(47)

Gambar 3.1. derajat pemilahan

A. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.

B. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam maupun yang tidak seragam.

C. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.

4. Derajat Pembundaran (Roundness)

Yang dimaksud dengan derajat pembundaran atau roundness adalah nilai membulat/meruncingnya fragmen pembentuk batuan sedimen, yang dapat dikategorikan kedalam menyudut (angular), menyudut tanggung (subangular), membulat (rounded) membulat tanggung (subrounded), dan membulat baik (well rounded).

(48)

Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:

1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular) 2. Meruncing (menyudut) (angular)

3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular) 4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded) 5. Membundar (membulat (rounded), dan

6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Gambar 3.2 Derajat pembundaran

5. Struktur

Struktur batuan sedimen tidak banyak dilihat dari contoh-contoh batuan di laboratorium. Macam-macam astruktur batuan sedimen yang penting antara lain Struktur Perlapisan, dimana struktur ini merupakan sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan bidang-bidang sejajar sebagai hasil proses pengendapan.

3.3 Batuan Sedimen Non-klastik 1. Batuan Sedimen Organik

(49)

struktur-struktur organismenya dengan jelas walaupun seringkali terdapat rekristalisasi.

2. Batuan Sedimen Kimia

Sebagian dari sedimen semacam ini dihasilkan oleh proses penguapan. Contohnya adalah endapan gypsum, garam, dan lain-lain. Batuan sedimen kimiawi biasanya hanya terdiri dari satu macam mineral saja yang jelas walaupan bersifat berhablur tetapi kilapnya adalah non-metalik.

1. Struktur Batuan Sedimen

Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dariproses reaksi kimia ataupun kegiatan organik.Macamnya antara lain yang penting : a. Fosilliforous

Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil ataukomposisi terdiri dari fosil (sedimen organik)

b. Oolitik

Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi olehmineral non klastik, bersifat konsentrisdengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25–2mm) kristal–

kristal berbentuk bulat atauelipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit.

c. Pisolitik

Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebihbesar dari 2 mm. contoh : batugampingpisolitik.

d. Konkresi

Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitiktetapi tidak menunjukan adanya sifatkonsentris.

e. Cone in cone

Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut perkerucut.

f. Bioherm

(50)

g. Blostrome

Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm danbiostrome merupakan struktur luar yanghanya tampak dilapangan.

h. Septaria

Sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung .ciri khasnya adanya rekahan–rekahan yang tidak teratur akibat penyusutan bahan–bahanlempungan tersebut karena proses dehidrasi yang kemudian celah–celah yang terbentuk terisi olehkristal–kristal karbonat yang kasar.

i. Geode

Banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristalbisa kalsit ataupun kuarsa.

j. Styolit

Styolit ini merupakan hubungan antar butir yang bergerigi. 2. Komposisi batuan sedimen

Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan penamaanbatuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanyakomposisi mineralnya sederhana yaitu apabila terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagaiberikut :

Batugamping : Kalsit dolomit

Chert : Kalsedon

(51)

Gambar 3.3. Batubara

Gambar 3.4. Batugamping terumbu

(52)

3.4 Hasil Praktikum 1. Jenis Praktikum

Deskripsi batuan sedimen 2. Tujuan Praktikum

Mampu mendiskripsikan batuan sedimen 3. Alat dan bahan yang digunakan

- Lembar dekripsi batuan sedimen - Pensil

- Batuan sedimen - Pensil warna - Drawing pen 4. Kesimpulan

(53)

BAB

IV

BATUAN METAMORF

4.1 Genesa Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfose pada batuan yang.telah ada sebelumnya. Proses metamorfose sendiri adalah proses perubahan mineral, tekstur atau struktur batuan dalam keadaan padat akibat perubahan tekanan (P) dan suhu yang tinggi / temperature (T) dalam kerak bumi tanpa perubahan pada komposisi kimia.

Metamorforsa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan dimana batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral-mineral hanya stabil dalam batas-batas tertentu dalam temperatur, tekanan dan kimiawi. Jika batuan tersebut dikenakan temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada dekat permukaan, batas kestabilan mineral dapat dilampaui, penyesuaian mekanis dan kimia dapat terjadi dalam batuan membentuk mineral-mineral baru yang stabil dalam kondisi baru.

4.2 Tipe-tipe Metamorfose

1) Metamorfose sentuh / termal / kontak

Metamorfose yang terjadi akibat intrusi magma atau ekstrusi lava. Perubahan yang terjadi akibat temparatur (T) yang tinggi.

2) Metamorfose dinamik

Metamorfose yang terjadi pada daerah yang mengalami dislokasi intensif. Biasanya didapatkan di daerah sempit, misal akibat patahan. Metamorfose yang terjadi diakibatkan oleh kenaikan tekanan (P).

3) Metamorfose regional

(54)

bersama-sama. Biasanya didapatkan di daerah geosinklin yang dasarnya mengalami penurunan.

Fasies metamorfosis dicirikan oleh mineral atau himpunan mineral yang mencirikan sebaran T dan P tertentu. Mineral-mineral itu disebut sebagai mineral index. Beberapa contoh mineral index antara lain:

1. Staurolite : intermediate high-grade metamorphism 2. Actinolite : low intermediate metamorphism

3. Kyanite : intermediate high-grade 4. Silimanite : high grade metamorphism 5. Zeolite : low grade metamorphism 6. Epidote : contact metamorphism

4.3 Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur dalam batuan metamorf menyangkut mengenai rekristalisasi dari mineral yang sangat dipengaruhi oleh temperatur yang terjadi saat metamorfose. Tekstur dalam batuan metamorf akan dicerminkan oleh ukuran dan bentuk butir penyusun.

Tekstur dalam batuan metamorf dibedakan atas dua macam yaitu Kristaloblastik dan Palimpsest.

1. Kristaloblastik

Yaitu mineral-mireral batuan asal sudah mengalami kristalisasi kembali seluruhnya pada waktu terjadi metamorfose. Terjadi pada saat tumbuhnya mineral dalam suasana padat (tekstur batuan asalnya tidak tampak lagi), dalam pembentukan batuan beku mineral tumbuh pada suasana cair. Penamaannya biasanya diakhiri dengan kata blastik. a. Lepidoblastik

(55)

b. Nematoblastik

Terdiri dari mineral-mineral prismatik, misalnya mineral plagioklas, k-felspar, piroksen.

c. Granoblastik

Terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional), dengan batas-batas sutura (tidak teratur), dengan bentuk mineral anhedral, misalnya kuarsa.

d. Porfiroblastik

Tekstur pada batuan metamorf dimana suatau kristal besar (fenokris) tertanam pada massa dasar yang relatif halus.

e. Idioblastik

Tekstur pada batuan metamorf di mana bentuk mineral-mineral penyusunnya berbentuk euhedral.

f. Xenoblastik

Tekstur pada batuan metamorf dimana bentuk mineral-mineral penyusunnya berbentuk anhedral.

2. Relict texture (tekstur sisa) atau Palimpsest

Yaitu tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan tekstur batuan asalnya. Penamaanya biasanya diawali dengan kata blasto.

a. Blastoporfiritik

Suatu tekstur sisa dari batuan asal yang bertekstur porfiritik. b. Blastoopitik

(56)

Gambar 4.1. Tekstur Batuan Metamorf

Beberapa tekstur batuan metamorfik, A. Granoblastic dengan tekstur mosaic, B. Granoblastic (butir tak teratur), C. Schistose dengan porfiroblast euhedral, D. Schistose dengan granoblastik lentikuler, E. Metasandstone dengan Semischistose, F. Semischistose dalam batuan blastoporphyritic metabasalt, G. Mylonite granite ke arah bawah menjadi Protomylonite, H. Orthomylonite ke arah bawah menjadi Ultramylonite, I. Granoblastic di dalam blastomylonite.

4.4 Struktur Batuan Metamorf

(57)

1. Struktur Foliasi

Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik, seringkali terjadi pada metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik.

Beberapa struktur foliasi yang umum ditemukan :

1) Slaty cleavage : struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate (batusabak).

2) Phylitic : rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral pipih dan mineral granular meskipun belum begitu jelas/belum sempurna, batuannya disebut phyllite (filit).

3) Schistose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan close schistosity, batuannya disebut schist (sekis).

4) Gneisose : struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular, mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan open schistosity, batuannya disebut gneis. 2. Struktur Non Foliasi

Struktur non foliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular, seringkali terjadi pada metamorfosa termal. Beberapa struktur non foliasi yang umum ditemukan :

1) Granulose : struktur non foliasi yang terdiri dari mineral-mineral granular

(58)

3) Cataclastic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi, terjadi akibat metamorfosa kataklastik, batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

4) Mylonitic : struktur non foliasi yang dibentuk oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan goresan-goresan akibat penggerusan yang kuat dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer, batuannya disebut mylonite (milonit).

5) Phyllonitic : gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya halus, sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky, batuannya disebut phyllonite (filonit).

4.5 Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan komposisi kimia batuan asal 1) Batuan metamorf pelitik, berasal dari batuan lempungan (batulempung, serpih, batulumpur); komposisinya banyak mengandung Al2O3, K2O, dan SiO2; batuannya kebanyakan bertekstur skistosa contohnya sekis, batusabak, dll.; mineralogi : muskovit, biotit, kianit, silimanit, kordierit, garnet, stauroeit; secara umum batuan pelitik akan berubah menjadi batuan metamorfosis dengan meningkatnya T, akan terbentuk berturut-turut : batu sabak - filit – sekis – genes.

2) Batuan metamorf kuarsa-felspatik, berasal dari batupasir atau batuan beku felsik (misalnya granit, riolit), dicirikan kandungan SiO2 tinggi dan MgO serta FeO rendah, hasilnya batuannya bertekstur bukan skistosa. 3) Batuan metamorf karbonatan, berasal dari batuan yang berkomposisi

(59)

terbentuk mineral plagioklas, epidot, hornblenda yang hampir mirip dengan mineralogi batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa. 4) Batuan metamorf basa, berasal dari batuan beku basa (SiO2 sekitar 50%),

batuan metamorfnya disebut metabasite, batuan asal banyak mengandung MgO, FeO, CaO dan Al2O3 maka mineral metamorfosanya berupa klorit, aktinolit, epidot (fasies sekis hijau) dan hornblenda (fasies amfibolit), untuk T lebih tinggi akan muncul klino dan ortopiroksen dan plagioklas.

(60)

Gambar 4.2 Marmer

Gambar 4.3. Kuarsit

(61)

4.6 Hasil Praktikum 1) Jenis Praktikum

Deskripsi batuan metamorf 2) Tujuan Praktikum

Mampu mendiskripsikan batuan metamorf 3) Alat dan bahan yang digunakan

- Lembar deskripsi batuan metamorf - Pensil

- Batuan metamorf - Pensil warna - Drawing pen 4) Kesimpulan

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk oleh proses metamorfose pada batuan yang telah ada.

Untuk mendiskripsikan batuan metamorf harus mengetahui tipe-tipe dari batuan metamorf, tekstur, struktur, dan komposisi. Untuk itu, untuk memudahkan praktikan dalam mendiskripsian batuan metamorf, harus mengikuti langkah yakni, menentukan warna, tekstur, struktur, komposisi, jenis batuan, dan terakhir praktikan dapat menentukan nama batuan tersebut. Berdasarkan praktikum, berikut pendeskripsian kuarsit. Warna putih kekuningan, tekstur, kristaloblastik (Granoblastik), struktur non-foliasi (Kataklastik), komposisi Kuarsi (SiO2), jenis batuan batuan

(62)

BAB V

STRATIGRAFI

1.1. Pengertian Stratigrafi

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

1.2. Hukum Dasar Stratigrafi 1. Uniformitarianisme

(63)

2. Original Horizontality

Sedimen yang baru terbentuk cenderung mengikuti bentuk dasarnya dan cenderung untuk menghorizontal, kecuali cross bedding. Hal ini karena pengaruh sedimen dikontrol oleh hukum gravitasi dan hidrolika cairan.

3. Superposisi

Dalam keadaan yang tidak terganggu, lapisan paling tua akan berada dibawah lapisan yang lebih muda. Hal ini secara logis dapat dijelaskan bahwa proses pengendapan mulai dari terbebtuknya lapisan awal yang terletak di dasar cekungan, selanjutnya ditutup oleh lapisan yang terendapkan kemudian, yang tentu lebih muda dari ditutupinya.

4. Cross Cutting Relationship

Hukum ini menyatakan bahwa “Batuan yang terpotong mempunyai umur geologi yang lebih tua daripada yang memotong.”

Prinsip-prinsip Cross-cutting Relationship :

a. Cross-cutting Relationship Struktural, dimana suatu retakan yang memotong batuan yang lebih tua

b. Cross-cutting Relationship Stratigrafi, terjadi jika erosi permukaan atau ketidakseragaman memotong batuan yang lebih tua, struktur geologi atau bentuk-bentuk geologi yang lain.

c. Cross-cutting Relationship Sedimentasi, terjadi jika suatu aliran telah mengerosi endapan yang lebih tua pada suatu tempat. Sebagai contoh suatu terusan atau saluran yang terisi oleh pasir.

d. Cross-cutting Relationship Paleontologi, terjadi jika adanya aktivitas hewan dan tumbuhan yang tumbuh. Sebagai contoh ketika jejak hewan yang terbentuk atau terendapkan pada endapan berlebih. e. Cross-cutting Relationship Geomorfologi, terjadi pada daerah yang

(64)

5. Faunal Succesion

Fosil (fauna) akan berbeda pada setiap perbedaan umur geologi, fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di lapisan atasnya.

Fosil-fosil yang dijumpai pada perlapisan batuan secara perlahan mengalami perubahan kenampakan fisiknya (ekibat evolusi) dalam cara yang teratur mengikuti waktu geologi. Demikian pula suatu kelompok organism secara perlahan digantikan oleh kelompok organism lain. Suatu perlapisan tertentu dicirikan oleh kandungan fosil tertentu. Suatu perlapisan batuan yang mengandung fosil tertentu dapat digunakan untuk koreksi antara suatu lokasi dengan lokasi yang lain.

6. Lateral Continuity

Pengendapan lapisan batuan sedimen akan menyebar secara mendatar, sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia diendapkan. Lapisan yang diendapakna oleh air terbentuk terus-menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan pada masa cekungan itu terbentuk.

7. Law of Inclusion

Suatu tubuh batuan yang mengandung fragmen dari batuan yang lain selalu lebih muda dari tubuh batuan yang menghasilkan fragmen tersebut.

8. Komplelsitas

Kondisi tektonik yang lebih kompleks menunjukkan bahwa telah terjadi gangguan tektonik lebih dari satu kali pada daerah tersebut.

Hal ini menunjukkan daerah tersebut berumur leih tua disbanding lapisan batuan yang berstruktur lebih sederhana.

9. Hukum “V”

(65)

Hubungan antara kemiringan lapisan batuan dan topografi daerah dirumuskan dengan Hukum “V”

10. Sostasi

Yaitu diferensiasi berdasarkan kerapatan jenis. Massa jenis yang lebih berat berada di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan berada di bagian atas.

1.3. Pemanfaatan Dasar Stratigrafi 2. Kepentingan Ilmiah

Mempelajari bagaimana keadaan lapisan batuan misalkan, tebal lapisan batuan atau kemiringan lapisan batuan, dan lain-lain sebagainya.

3. Kepentingan Teknik

Dalam mempelajari stratigrafi biasanya kita akan membuat sesuatu penampang stratigrafi, kegunaan daripada kolom stratigrafi tersebut antara lain mempelajari secara keseluruhan urutan-urutan vertikal dari suatu perlapisan, mempelajari secara detail litologi batuan, mengetahui tebal lapisan, mengetahui hubungan antar lapisan, megetahui sejarah geologinya dan lin sebagainya.

1.4. Keselarasan dan Ketidakselarasan 1. Keselarasan

Merupakan pengendapan yang berlangsung secara terus menerus tanpa ada selang waktu dari suatu lapisan yang lain di bawah lapisan yang berada di atasnya.

2. Ketidak Keselarasan

(66)

1. Ketidakselarasan menyudut (Angular Unconformity)

Gambar 5.1. Angular Unconformity

Yaitu kelompok batuan yang berada di bawah ketidakselarasan membentuk sudut dengan kelompok batuan lain yang berada di atasnya

2. Ketidakselarasan sejajar (Disconformity)

(67)

Lapisan batuan yang berada di atas dan di bawah dibang ketidakselarasan saling sejajarsatu sama lainnya tetapi jelas nampak suatu bidang erosi.

3. Nonconformity

Gambar 5.3. Nonconformity

Merupakan bidang erosi antara batuan sedimen yang berada di atas batuan kristalin di bawahnya.

4. Paraconformity

Ga mbar 5.4. Paraconformity

(68)

4.1. Korelasi Batuan

Dalam pengembangan ilmu geologi terutama untuk mengetahui bagaimana penyebaran statigrafi batuan dalam skala yang cukup besar, perlu dilakukan korelasi antar batuan , dimana korelasi tersebut bertujuan menujukan bahwa horizon tertentu dalam suatu bagian geologi mewakili lithologi ang sama dengan horizon lain pada beberapa bagian lain. Dalam melakukan korelasi batuan tersebut ada hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Harus menghubungkan batuan ng mempunya lithologi yang sama. 2) Dapat menggunakan tampilan dua dimensi.

3) Dapat melakukan korelasi 3 dimensi.

(69)

4.2. Hasil Praktikum 1. Jenis Praktikum

Stratigrafi

2. Tujuan Praktikum

Dapat Mengenal Stratigrafi dan Penerapannya 3. Alat dan bahan yang digunakan

- Lembar korelasi batuan - Pensil warna

- Drawing pen - Pensil - Penggaris 4. Kesimpulan

Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari pemerian lapisan batuan dalam kulit bumi. Dalam praktikum, praktikan dapat menjelasankan gambar litologi dari batuan serta dapat mengetahui simbol-simbol batuan dan simbol litologi yang digunakan dalam pemerian batuan berdasarkan gambar resistensi batuan yang telah ada. Sehingga praktikan juga dapat menjelaskan proses terjadinya atau pembentukan batuan yang terdapat pada lembar gambar yang telah diberikan.

(70)

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

 Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi lengkap

dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sama.

Penggambaran peta topografi meliputi: garis kontur, garis hachures, pewarnaan, kombinasi dan bayangan.

 Batuan baku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin

dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. yang terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma. batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur, batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi 75% dari permukaan bumi.

 Metamorforsa terjadi dalam suatu lingkungan yang sangat berbeda

(71)

 Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif

serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

6.2 SARAN

1. Diharapkan kedepannya asisten pembimbing dapat lebih menjelaskan secara rinci mengenai batuan yang akan didiskripsikan, agar praktikan tidak mengalami kesulitan pada saat praktikum pendiskripsian batuan. Caranya seperti mengambil sampel salah satu batuan dan menjelaskan kepada praktikan mengenai warna, struktur, tekstur, komposisi jenis dan nama.

(72)

DAFTAR PUSTAKA

____. 2010. Ketidakselarasan http://www.toiki.or.id/2010/07/ketidakselarasan-unconformity.html. diakses pada 13 Mei 2012.

Graha, Setia Doddy Ir. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung : Nova Iskandar. GarisKontur.

http://www.crayonpedia.org/mw/Garis_Kontur,_Sifat_dan_Interpolasiny a. diakses pada 13 Mei 2012.

Noor, Jauhari. 2012. Struktur Batuan Beku.

http://www.scribd.com/doc/57623968/6/Struktur-Batuan-Beku. diakses pada 13 Mei 2012.

Suhardi, M.S. 1984. Geologi Teknik, Untuk Teknik Sipil. Yogyakarta : Biro Penerbit UGM.

(73)

Gambar

Tabel 1.1. Pola pengaliran dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)
Tabel 1.2. Pola pengaliran modifikasi
Gambar 1.1 pola pengaliran umum
Gambar 1.2. Modifikasi pola pengaliran, dalam skala yang luas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengevaluasi suatu sinus renalis pada nefrolithiasis, umumnya dipakai suatu  gain yang rendah daripada yang digunakan untuk memeriksa parenkim ginjal dan

Arsip merupakan sendi bagi keberadaan suatu organisasi, baik organisasi pemerintah, swasta maupun perorangan. Setiap manusia pasti mempunyai arsip mengingat arsip

vector , IS-IS ( Intermediate System to Intermediate System ) yang menggunakan pendekatan link-state , dan juga OSPFv3 ( Open Shortest Path First version 3) yang

Lingkungan kerja non fisik adalah lingkung- an kerja yang tidak dapat di tangkap oleh panca indra manusia namun dapat dirasakan keberadaannya oleh karyawan berupa hubungan dengan

Sistem pembayaran dilakukan setiap minggu sekali, sedangkan penjualan di kandang Rp 3 .000,-/liter dilakukan secara insidental ; (2) Secara sosial kekerabatan bertetangga untuk

Konsep tentang tindak pidana perzinaan menurut hukum Islam jauh berbeda dengan sistem hukum Barat, karena dalam hukum Islam, setiap hukuman seksual yang diharamkan itulah zina,

Lampiran 17 Predict Vs Reference PLSDA Spektrum Turunan Kedua Sampel JM+JE, JM+JG dan

Hasil dari penelitian yang dapat disimpulkan adalah (1) dalam video pementasan wayang santri lakon “Ajaran Wali” dalang Ki Enthus Susmono mengandung pesan dakwah