• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Inventarisasi Objek Obj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi dan Inventarisasi Objek Obj"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBJEK-OBJEK RUANG

PERAIRAN DI INDONESIA UNTUK MENDUKUNG KE ARAH

PENERAPAN KONSEP KADASTER KELAUTAN DI INDONESIA

Dwi Wisayantono, Eka Djunarsjah, Bintang R. Wananda

KK Sains dan Sistem Kerekayasaan Wilayah Pesisir dan Laut Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung,

ABSTRAK

Pemanfaatan potensi pesisir dan laut merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3. Wilayah laut Indonesia yang luas dengan garis pantai yang panjang merupakan sebuah potensi besar yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama untuk kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan potensi pesisir dan laut diyakini dapat dilakukan secara optimal dengan menerapkan konsep kadaster kelautan. Untuk merealisasikan hal tersebut perlu dilakukan kajian berupa identifikasi dan inventarisasi objek-objek ruang perairan guna mendukung ke arah penerapan konsep kadaster kelautan. Pada akhirnya kajian ini dapat sebagai pertimbangan menyusun sejumlah rekomendasi termasuk kemungkinan adanya perbaikan atau perubahan terhadap peraturan perundang-undangan terkait objek-objek ruang perairan maupun penerapan kadaster kelautan. Hal ini dengan sendirinya akan memperkuat dan mempercepat program-program pemerintah dalam bidang pembangunan kemaritiman.

Kata kunci : objek ruang perairan, kadaster kelautan

ABSTRACT

Utilization of coastal and sea potency is an absolute must be done as mandated by the 1945 Constitution, Article 33 Paragraph 3. Indonesia's vast sea territory with long coastline is a great resource that should be utilized as well as possible for the welfare of society. Utilization of coastal and sea resources is believed to be done optimally by implementing the concept of marine cadastre. To realize that potency need to be done in the form of identification and inventory of marine spatial objects in order to support towards the implementation of the concept of marine cadastre. In the end this study can be considered to make a number of recommendations including the possibility of any improvement or amendment to the laws and regulations related to spatial objects and the implementation of marine cadastre. This in itself will strengthen and accelerate government programs in the field of maritime development.

(2)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pesisir dan laut adalah aset negara yang besar dan sangat penting bagi penyangga perekonomian nasional dan strategis dalam rangka hubungan internasional, serta dikendalikan untuk kepentingan kehidupan bangsa dan negara yang disusun dalam bentuk suatu kebijakan kelautan. Sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat , maka potensi pesisir dan laut sudah seharusnya diolah sebagaimana fungsinya dalam ekonomi maupun kelestarian alam.

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan sehingga keberadaan laut menjadi bagian yang selalu berkaitan dengan negara. Dalam rangka pemanfaatan potensi laut, terdapat beberapa ketentuan lanjutan yang dijadikan sebagai dasar hukum yang mengatur pelaksanaan UUD 1945 tersebut, yang di antaranya adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang di dalamnya juga menjelaskan wewenang negara dalam menguasai bumi, air ruang angkasa tersebut. Konsep kadaster kelautan merupakan konsep kadaster darat yang diimplementasikan di wilayah laut merupakan salah satu konsep implementasi amanat UUD 1945 tersebut.

Terkait dengan UUPA 1960 yang di dalamnya mengatur ketentuan-ketentuan pemberian Hak Atas Tanah, UU tersebut hanya mengatur ketentuan-ketentuan pemberian Hak Atas Tanah untuk ruang darat. Ketentuan-ketentuan pemberian Hak Atas Tanah untuk ruang pesisir dan laut baru ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun demikian, terkait objek-objek ruang pesisir dan laut yang diatur pemberian Hak Atas Tanah, Permen ATR/Ka BPN No. 17 Tahun 2016 tersebut belum memberikan kepastian hukum. Hal ini disebabkan oleh ketentuan dalam Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 5 Ayat 2 yang menggunakan frasa antara lain dalam menyebutkan objek-objek yang dapat diberikan Hak Atas Tanah di ruang pesisir dan laut. Frasa antara lain adalah frasa yang menyebutkan sebahagian dari suatu kelompok. Dalam Permen ATR/Ka BPN No. 17 Tahun 2016 tersebut tidak dijelaskan apa saja yang merupakan objek-objek ruang pesisir dan laut yang dapat diberikan Hak Atas Tanah secara menyeluruh.

(3)

TUJUAN KAJIAN

Tujuan kajian dimaksudkan untuk identifikasi dan inventarisasi objek-objek ruang perairan di Indonesia sehingga dapat dijadikan pendukung ke arah penerapan kadaster kelautan Indonesia. Pada akhirnya kajian ini dapat sebagai pertimbangan menyusun sejumlah rekomendasi termasuk kemungkinan adanya perbaikan atau perubahan terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Hal ini dengan sendirinya akan memperkuat dan mempercepat program-program pemerintah dalam bidang pembangunan kemaritiman.

METODOLOGI PENELITIAN

Secara diagramatik, metode penelitian ini dilaksanakan berdasarkan Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Alur Metodologi Penelitian

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI KADASTER

Suatu sistem informasi pertanahan secara spasial, dimana unit data spasial terkecilnya adalah persil, dan setiap persil tersebut terhubungkan dengan data atribut mengenai kepentingan yang melekat pada persil tersebut. Persil dalam definisi di atas dapat merupakan suatu bidang tanah yang dimiiki oleh perorangan, badan hukum, atau suku adat, dan dapat juga merupakan suatu lahan dengan hak pengelolaan tertentu, lahan dengan dengan tata guna tertentu, atau wilayah administrasi pemerintahan, dengan batas-batas yang jelas secara geometris dan akurat terhadap persil-persil lain di sekitarnya. Kadaster merupakan administrasi pertanahan yang menyangkut pendaftaran objek melalui bukti pengukuran luas dan ukuran-ukuran persilnya serta subjeknya, yaitu pemegang suatu hak atas persil (Rais, 2003). Kadaster yang terbuka merupakan suatu sistem informasi pertanahan karena memuat informasi secara spasial dan atributnya yang jelas yaitu pemegang hak serta jenis hak yang berada di atas persil tanah serta lokasinya yang unik di muka bumi.

Jika disarikan, kadaster pada dasarnya akan menyediakan informasi terkait hak-hak pemanfaatan ruang laut. Pemanfaatan tersebut misalnya seperti:

 Informasi mengenai pemilik hak dari suatu ruang perairan laut

 Informasi mengenai hak-hak yang melekat pada ruang perairan laut tersebut (jenis dan lamanya hak yang diberikan, batasan-batasan pemanfaatan, dan tanggung jawab)  Informasi mengenai ruang perairan laut itu sendiri (posisi geografis, ukuran dan

dimensi, nilai atau harga, serta atribut lainnya sesuai keperluan)

KADASTER KELAUTAN

(5)

di ruang kelautan. Kadaster kelautan secara teknis dapat dijabarkan sebagai sebuah infrastruktur informasi hak-hak atas properti kelautan dan kelanjutan dari kadaster darat. Konsep ini dipercaya dapat menjadi solusi atas permasalahan pengelolaan objek-objek ruang perairan terutama dalam memberikan kepastian objek-objek dan subjek yang berkaitan dengan hak-hak yang dapat diberikan. Hal ini berkaitan dengan kewenangan Kementerian Agaria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) dalam melakukan pengukuran, perpetaan, dan pembukuan ruang dan perairan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006, Pasal 197. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan gambaran sederhana pemanfaatan ruang laut dalam persil tiga dimensi di laut.

Sumber: Sutherland, 2001

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI OBJEK RUANG PERAIRAN

Sebagaimana hakikat dari kadaster, yaitu kadaster adalah perekaman objek dan subjek atas suatu bidang persil, maka penelitian ini pun pada dasarnya bertujuan mengidentifikasi objek-objek apa saja yang terdapat dalam ruang perairan. Secara umum, kegiatan penguasaan dan pemanfaatan ruang laut digambarkan pada Gambar 2 di bawah ini.

Sumber: Djunarsjah, 2014

Gambar 2. Kegiatan-kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut

Secara lebih detail, objek-objek ruang perairan yang diidentifikasi dari berbagai aktivitas kelautan tersebut dapat ditinjau pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Aktivitas Kelautan dan Objek Ruang Perairan yang Teridentifikasi

No. Aktivitas Kelautan Objek-objek Ruang Perairan Yang Teridentifikasi

1 Bangunan Atas Air Perumahan Nelayan, Rumah Ibadah

2 Budidaya Kawasan Budidaya Rumput Laut, Budidaya Mutiara

(7)

4 Kabel dan Pipa Bawah Laut Kabel Laut dan Pipa Bawah Laut

5 Konservasi Taman Laut, Daerah Konservasi, Penangkaran Hewan Laut Dilindungi

6 Kultur Adat Pasar Terapung, Zona Adat

7 Pariwisata Laut Hotel, Vila, Restoran, Café di atas air, Kawasan Menyelam

8 Pembuangan Sampah Lokasi Dumping Limbah B3, Lokasi Pembuangan Limbah Tailing

9 Perikanan Bagan

10 Pelayaran Jalur Pelayaran, Suar

11 Eksploitasi Minyak, Gas, dan Mineral Wahana pengeboran lepas pantai (rig)

12 Sumber Energi Terbarukan Wind Field, OTEC

13 Militer Kawasan Militer, Zona Latihan Militer

MARINE STAKEHOLDERS

Berkaitan dengan subjek kadaster, pada dasarnya terdapat dua subjek utama: masyarakat/swasta dan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini akan bertindak sebagai

stakeholders, atau pemangku kebijakan atas tiap-tiap objek. Stakeholders untuk tiap-tia objek harus jelas agar tidak terjadi kekacauan dalam hal perizinan dan pengelolaan objek-objek ruang perairan. Objek-objek ruang perairan yang telah diidentifikasi di atas kemudian dicocokkan dengan tugas pokok dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah yang bertalian dengan ruang pesisir dan laut. Tabel 2 di bawah ini menujukkan objek-objek ruang perairan dan stakeholders yang memiliki kewenangan (baik langsung maupun sebaiknya memiliki) terhadap masing-masing objek-objek ruang perairan.

Tabel 2. Aktivitas Kelautan dan Stakeholders-nya

(8)

KESIMPULAN

Dari aspek hukum, Permen ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016 belum memberikan kepastian hukum yang tegas (Pasal 5 tentang objek hak atas tanah di wilayah pesisir). Dalam aspek kelembagaan, koordinasi antar lembaga yang terkait dengan suatu objek sudah berjalan relatif baik, hanya terjadi kesulitan saat koordinasi antar lembaga yang terkait dengan objek dengan objek lainnya. Penyebab buruknya koordinasi antar lembaga adalah salah satunya tidak sejajarnya kedudukan dari setiap lembaga yang terkait. Hal tersebut diperparah dengan adanya tumpang tindih kewenangan antar lembaga dalam hal yang berkaitan dengan objek-objek ruang perairan Indonesia dikarenakan kurang jelasnya peraturan perundangan yang bertingkat di Indonesia.

SARAN

Terkait dengan simpulan di atas, terdapat saran berupa:

 Keberadaan objek-objek ruang perairan perlu ditegaskan melalui revisi Permen ATR/Kepala BPN No. 17 Tahun 2016 untuk memberikan kepastian hukum.

 Bertalian dengan tumpang-tindih kewenangan, perlu ada suatu sinkronisasi peraturan yang mengatur kewenangan antarinstansi dalam kaitannya dengan pengelolaan objek-objek ruang perairan.

 Berkaitan dengan hal inventarisasi, diperlukan suatu sistem informasi dengan basis data untuk mengintegrasikan serta menyimpan hasil proses perpetaan dalam bentuk digital yang dapat menampilkan objek hak atas tanah pada suatu persil dalam bentuk tiga dimensi.

DAFTAR PUSTAKA

Andriati, V. (2007). Kajian Legal Coastline dalam mendukung Pelaksanaan Kadaster Laut di Indonesia, Studi Kasus Kabupaten Pati. Thesis Pascasarjana. Program Magister Teknis Geodesi dan Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Beatley, T., D.J. Brower, dan A.K. Schwab. (1994). An Introduction to Coastal Zone Management. Washington, DC: Island Press.

BPN RI dan LPPM-ITB. (2003). Laporan Akhir Studi Kadaster Kelautan. LPPM-ITB. Bandung.

BPN. (2011). Tata Cara Kerja Inventarisasi Wilayah Pesisir. Direktorat Pesisir, Pulau-pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu. Jakarta.

(9)

Rais, J. (2002). Memperkenalkan Konsep Kadaster Laut di Indonesia. Prosiding FIT-ISI. Yogyakarta.

Sidabutar, Y.D.P. (2012). Prosedur Teknis Pengukuran dan Perpetaan Objek Ruang Perairan Tiga Dimensi. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika, ITB. Bandung.

Soegiarto, A. (1976). Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Alur Metodologi Penelitian
Gambar 2. Persil 3D di Laut dan Pemanfaatannya
Tabel 1. Aktivitas Kelautan dan Objek Ruang Perairan yang Teridentifikasi
Tabel 2. Aktivitas Kelautan dan Stakeholders-nya

Referensi

Dokumen terkait

Potensi apa saja yang terdapat pada Candi Sambisari sebagai objek wisata. Usaha apa saja yang dilakukan Balai Pelestarian

Nama Kegiatan : Lanjutan I nventarisasi, I dentifikasi, Status Lahan untuk Ruang Terbuka.. Hijau dalam Rangka Pencapaian Ruang Terbuka Hijau

12 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja hak-hak masyarakat adat marga Mahuze atas tanah adat milik mereka, dan juga mengetahui hak-hak apa saja

Kategori analisis berorientasi objek yang memiliki sifat menggambarkan objek – objek apa saja yang akan di- handle atau yang menyusun sistem adalah....

UU Wakaf, PP Pelaksanaan Wakaf, dan PERMEN ATR/BPN mengubah objek wakaf dalam UUPA berupa tanah dari hanya tanah Hak Milik menjadi Hak Milik atau Hak Milik atas tanah yang

Dalam menentukan objek wisata sering kali pegunjung binggung objek apa saja yang ada dalam kawasan sunan muria serta letak posisi objek wisata tersebut oleh karena itu

Hak tanggungan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 sehubungan dengan kepastian hak atas tanah dan objek yang berkaitan dengan tanah (Security Title

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis burung dan karakter morfologi apa saja yang terdapat di tiga titik