• Tidak ada hasil yang ditemukan

International Training Consortium on Disaster Risk Reduction

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "International Training Consortium on Disaster Risk Reduction"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MODUL PELATIHAN

FASILITATOR

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beragam bencana di Indonesia membuat masyarakat Indonesia harus mampu bertahan dan hidup harmoni berdampingan dengan situasi bencana yang selalu dihadapi. Situasi ini membuat Indonesia menjadi laboratorium bencana, dan tempat untuk belajar mengenai kebencanaan. Berbagai jenis bencana dapat dijumpai di Indonesia, sehingga siapapun dari berbagai negara dapat belajar ke Indonesia.

Bencana mengakibatkan korban meninggal, luka serta rusaknya infrastruktur. Sehingga, dibutuhkan dana yang banyak dalam menyiapkan sumber daya dalam menghadapi bencana. Saat ini, pengurangan risiko terhadap bencana lebih ditingkatkan dalam mengurangi dampak yang sering terjadi. Kebutuhan pengurangan risiko adalah membangun ketahanan dan kesiapan daerah masing-masing, salah satunya yaitu sumber daya manusia. Berbagai pelatihan sudah dilakukan di tiap daerah untuk menunjang kesiapan sumber daya yang ada, dan berdasarkan hal tersebut maka penting dilakukan pelatihan terhadap fasilitator kebencanaan di bidang kesehatan. Fasilitator ini akan membantu dan memfasilitasi dalam menyiapkan sumber daya yang ada di berbagai daerah.

WHO dan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan melakukan inisiasi jejaring kebencanaan yang terintegrasi dengan regionalisasi sembilan regional Pusat Krisis Kesehatan yang terdiri dari universitas, dinas kesehatan dan rumah sakit. Beberapa kegiatan yang akan dilakukan oleh jejaring ini selain dari fungsi koordinasi yang menjadi tugas Pusat Penanggulangan Krisis adalah peningkatan kapasitas dan penelitian kebencanaan. Kedua kegiatan ini dimaksudkan untuk membawa penanggulangan bencana lebih terdokumentasi dan termuktahirkan dengan isu-isu internasional dan metode pelatihan yang lebih interaktif dan participatory.

Salah satu bentuk kegiatan peningkatan kapasitas adalah emergency and disaster management training yang dilakukan bersama dengan jejaring kebencanaan yang telah disebutkan, WHO dan Pusat Krisis Kesehatan bekerjasama dengan universitas di regional mengorganisasikan sebuah kegiatan peningkatan kapasitas dalam wadah international training consortium on disaster risk reduction yang kemudian disingkat menjadi ITC-DRR yang beranggotakan universitas-universitas yang berkomitmen dalam pengurangan resiko bencana dan penanggulangan bencana di wilayah regional Pusat Krisis Kesehatan.

(13)

peningkatan kapasitas kebencanaan melibatkan universitas dan komponen lain di regional Pusat Krisis Kesehatan dibalik tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas para pegiat kebencanaan (khususnya yang berlatar belakang akademik) dalam kemampuan fasilitasi agar ilmu-ilmu mengenai penanggulangan bencana dan pengurangan resiko bencana yang dimiliki oleh pelaku kebencanaan yang mengikuti pelatihan ITC-DRR dapat lebih digali dan terdokumentasi secara lebih baik lagi.

Dalam rangka menambah jumlah fasilitator pelatihan ITC-DRR, perlu dilaksanakan pelatihan TOF ITC-DRR dengan mengacu kepada suatu kurikulum yang jelas.

B. Filosofi

Pelatihan fasilitator ITC-DRR ini mengacu pada filosofi pelatihan sebagai berikut: 1. Prinsip andragogi, antara lain selama pelatihan peserta berhak untuk:

a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai krisis kesehatan b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, selama masih dalam konteks

pelatihan.

c. Diberikan apresiasi atas pendapat yang baik dan positif yang diutarakan oleh peserta.

2. Berorientasi kepada peserta, yaitu bahwa peserta berhak untuk:

a. Mendapatkan paket bahan belajar untuk meningkatkan keterampilan dalam krisis kesehatan.

b. Mendapatkan pelatih/fasilitator yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi yang disampaikan dalam pelatihan.

c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki individu, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak).

d. Belajar dengan menggunakan modal pengetahuan yang sudah dimiliki individu mengenai krisis kesehatan.

e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.

f. Melakukan evaluasi (terhadap pelatih/fasilitator dan penyelenggara) dan dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya.

3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk:

a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.

(14)

4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:

a. Berkesempatan menerapkan hasil pembelajaran serta mengambil manfaat dari pelatihan tersebut.

b. Berkesempatan melakukan demonstrasi dan redemonstrasi dari materi pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran antara laceramah tanya-jawab, penugasan, diskusi kelompok, latihan-latihan, baik secara individu maupun kelompok.

(15)
(16)

BAB II

PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI

A. PERAN

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta berperan sebagaI fasilitator pelatihan International Training Consortium Disaster Risk Reduction (ITC-DRR) dan Krisis Kesehatan

B. FUNGSI

Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai fungsi yaitu melakukan fasilitasi pada pelatihan ITC-DRR dan Krisis Kesehatan

C. KOMPETENSI

Untuk menjalankan fungsinya, peserta memiliki kompetensi dalam:

1. Menjelaskan perencanaan dan pengembangan program dalam pengurangan risiko bencana

2. Melakukan komunikasi efektif

3. Memfasilitasi pelatihan terkait ITC-DRR dan krisis kesehatan 4. Melakukan evaluasi proses pelatihan

D. TUJUAN

A. Tujuan Umum:

Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan fasilitasi pelatihan ITC-DRR dan Krisis Kesehatan

B. Tujuan Khusus:

Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu :

1. Menjelaskan perencanaan dan pengembangan program dalam pengurangan risiko bencana

2. Melakukan komunikasi efektif

(17)
(18)

BAB III

STRUKTUR PROGRAM

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka disusun materi workshop yang akan diberikan secara rinci seperti pada tabel di bawah ini:

NO MATERI Waktu Jumlah

1.Perencanaan dan Pengembangan Program dalam Pengurangan Risiko Bencana

2.Komunikasi Efektif dalam VIPP 3.Teknik Fasilitasi VIPP

4.Teknik Evaluasi Dalam VIPP

2 1.Anti Korupsi

2.Membangun Komitmen Pembelajaran/ Building Learning Commitment (BLC) 3.Rencana Tindak Lanjut

2

PL/OL = Praktik Lapangan atau Observasi Lapangan 1JPL = 45 menit

(19)

Tujuan Pembelajaran

Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode

Media dan

Alat Bantu Referensi

1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan a. Kebijakan Global (sendai)

b. Kebijakan Regional (ADPC, AHA) c. Kebijakan Nasional (PKK)

2. Sejarah ITC-DRR

a. Pembentukan ITC-DRR b. Perkembangan ITC- DRR c. Kerangka Konsep ITC- DRR d. Karakteristik pelatihan ITC-DRR Setelah mengikuti materi ini,

peserta mampu menjelaskan:

1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan

1. Bahan tayang digital 2. Modul

MD.01 (Materi Dasar 1)

2 JPL (T = 2 jpl, P= 0 jpl, PL= 0 jpl)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan sejarah dan perkembangan ITC-DRR Overview ITC DRR

Nomor Judul Materi Waktu

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

A . GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

(20)

Nomor Judul Materi Waktu

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

MI.01 (Materi Inti 1)

2 JPL (T = 2 jpl, P=0 jpl, PL=0 jpl)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan Perencanaan dan Pengembangan Program dalam pengurangan risiko bencana

Perencanaan dan Pengembangan Program dalam Pengurangan Risiko Bencana

: : : :

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

1. Pengurangan Risiko Bencana bidang Kesehatan

2. Analisis Situasi :

a. Definisi analisis situasi b. Komponen Analisis Situasi

3. Analisis Risiko :

a. Definisi analisis Risiko b. Komponen analisis Risiko

4. Indikator PRB : a. Definisi Indikator b. Tujuan Indikator c. Penyusunan indikator

d. Penentuan tahap-tahap monitoring

e. Evaluasi menggunakan indikator yang dipilih

5. Program PRB :

a. Definisi program, Identifikasi masalah dan menentukan prioritas

b. Visi, sasaran dan tujuan Penyusunan rencana kegiatan Setelah mengikuti materi ini,

peserta mampu menjelaskan tentang:

1. Pengurangan Risiko Bencana

2. Analisis Situasi

3. Analisis Risiko (Hazard, Vulnerability and Capacity)

4. Indikator Program Pengurangan Risiko Bencana

5. Program Pengurangan Risiko Bencana

Metode Media danAlat Bantu Referensi Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

(21)

MI.02 (Materi Inti 2)

6JPL (T=2 jpl, P= 4 jpl, PL=0 jpl)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi efektif dalam VIPP

Komunikasi Efektif dalam VIPP

Media:

1. Bahan tayang digital

1. Informasi yang dibutuhkan dan relevan dengan kebutuhan setiap sesi pelatihan : a. Pendengar Efektif

b. Pengumpulan dan penerjemahan data verbal dan non verbal secara akurat dan tepat guna

2. Komunikasi yang efektif :

a. Pengolahan Informasi secara efektif b. Parafrase

3. Media Komunikasi

a. Penyiapan berbagai media komunikasi

b. Pemanfaatan dan penggunaan berbagai media komunikasi

4. Penyampaian informasi/

instruksi/kesimpulan dengan efektif secara verbal dan non verbal

5. Komunikasi Efektif dalam Menyelesaikan Masalah

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: 1. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan dan

relevan dengan kebutuhan setiap sesi pelatihan

2. Membangun komunikasi yang efektif dengan peserta, fasilitator, dan mitra lainnya

komunikasi sesuai kebutu

3. Memanfaatkan berbagai macam media

han setiap sesi training

4. Melakukan komunikasi

informasi/instruksi/kesimpulan dengan efektif baik secara verbal dan non-verbal yang efektif dengan peserta, fasilitator, dan mitra lainnya

5. Melakukan komunikasi pada situasi perbedaan pendapat/ kepentingan antara peserta, fasilitator dan mitra lain, sehingga mampu memediasi kesenjangan/konflik yang terjadi

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Media dan Referensi

Alat Bantu Metode

Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Waktu

(22)

MI.03 (Materi Inti 3)

20 JPL (T=2 jpl, P= 18 jpl, PL=0 jpl)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan fasilitasi VIPP dalam pelatihan ITC-DRR

Teknik Fasilitasi Visualisation In Participatory Programmes (VIPP)

1. Konsep Fasilitasi: a. Definisi Fasilitasi b. Prinsip-Prinsip Fasilitasi

Identifikasi tujuan dan proses pembelajaran Persyaratan fasilitator yang baik

c. Metode Fasilitasi VIPP

Metode lainnya 2. Strategi Fasilitasi:

a. Identifikasi masalah ( & post mortem)

b. Analisis hambatan

c. Solusi ( ,

3. Fasilitasi proses pembelajaran dengan metode VIPP: a. Jenis Teknik Fasilitasi

(definisi, tujuan, jenis, prosedur)

Penggunaan musik (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Presentasi interaktif (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Simulasi (definisi, tujuan, jenis, prosedur)

Ice breaker (definisi, tujuan, jenis, prosedur) (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Meta plan

Pengaturan ruang pelatihan b. Pemilihan Jenis Teknik fasilitasi

?

participatory approach building commitment/direct and indirect

Games

Role play Setelah mengikuti materi

ini, peserta mampu:

1. Bahan tayang digital

Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran

Khusus (TPK) Metode

Media dan

Alat Bantu Referensi

Waktu

(23)

MI.04 (Materi Inti 4)

6 JPL (T= 2 jpl, P= 4 jpl, PL= 0 jpl)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan evaluasi proses pembelajaran pada pelatihan

Evaluasi Pelatihan dalam VIPP

1. Indikator, waktu dan metode evaluasi pelatihan i. Poin penilaian:

Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran

Cara penyampaian narasumber Pemahaman peserta terhadap materi Keaktifan kelompok pada saat diskusi kelompok

ii. Metode evaluasi: Permainan

Instrumen penilaian Pemberian reward

iii. Waktu evaluasi:

2. Evaluasi Harian: a. Evaluasi Awal hari

i. Poin penilaian:

Observasi visual kejadian pada hari sebelumnya

?Pengamatan apa yang didengar sehari

sebelumnya Setelah mengikuti materi ini, peserta

mampu:

1. Menentukan indikator, waktu dan metode evaluasi pelatihan

2. Melakukan evaluasi kegiatan belajar mengajar di tiap awal dan akhir hari pelatihan Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Metode Media dan

Alat Bantu Referensi

Nomor Judul Materi Waktu

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : : : :

(24)

?Menilai , serta metode yang dipakai pada hari sebelumnya

b. Metode Evaluasi:

Keaktifan peserta Latar belakang peserta

tools, equipment

ii. Metode evaluasi:

Paparan berupa video/photo/ Tanya Jawab

b. Evaluasi Akhir Hari i. Poin Penilaian:

Penilaian mengenai Perasaan peserta mengenai pelatihan selama satu hari ii. Metode Penilaian:

3. Evaluasi Akhir Pelatihan a. Poin Penilaian:

Penilaian apakah pelatihan memenuhi ekspektasi sesuai dengan hasil inventarisir ekspektasi di awal pelatihan

Penilaian apakah pelatihan menghilangkan ketakutan sesuai dengan hasil inventarisir ketakutan di awal pelatihan

Penilaian tentang keseluruhan pelatihan (fasilitator, pembicara, materi, dll)

Pertanyaan Angket dijawab dengan simulasi

4. Evaluasi Fasilitator kepada peserta a. Poin Penilaian:

3. Melakukan evaluasi kegiatan belajar mengajar di akhir penyelenggaraan pelatihan

4. Melakukan evaluasi kepada masing-masing individu peserta

(25)

1. Konsep korupsi

a. Definisi korupsi

b. Ciri-ciri korupsi

c. Bentuk/jenis korupsi

d. Tingkatan korupsi

e. Faktor penyebab korupsi

f. Dasar hukum tentang korupsi

2. Konsep anti korupsi a. Definisi anti korupsi b. Nilai-nilai anti korupsi c. Prinsip-prinsip anti korupsi

3. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi a. Upaya pencegahan korupsi

b. Upaya pemberantasan korupsi

c. Strategi komunikasi Pemberatasan Korupsi (PK)

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan:

1. Konsep korupsi

2. Konsep anti korupsi

3. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami materi terkait anti korupsi.

Materi anti Korupsi

Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran

Khusus (TPK) Metode

Media dan

Alat Bantu Referensi

Waktu

(26)

4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (TPK)

a. Laporan

b. Penyelesaian hasil penanganan pengaduan masyarakat

c. Pengaduan

d. Tatacara penyampaian pengaduan e. Tim penanganan pengaduan masyarakat

terpadu di lingkungan Kemenkes

f. Pencatatan pengaduan

5. Gratifikasi

a. Pengertian gratifikasi b. Aspek hukum

c. Gratifikasi dikatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi (TPK)

d. Contoh gratifikasi e. Sanksi gratifikasi 4. Tata cara pelaporan dugaan

pelanggaran tindak pidana korupsi

5. Gratifikasi

?Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

232/MENKES/SK / VI/2013 tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi

(27)

Setelah mengikuti materi ini:

1. Mengenal sesama peserta, pelatih dan penyelenggara.

2. Melakukan pencairan diantara peserta.

3. Mengidentifikasi harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses selama pelatihan.

4. Membuat kesepakatan nilai, norma dan kontrol kolektif dan karakter bangsa (Nilai ANEKA).

5. Membuat kesepakatan organisasi dalam kelas.

(ice breaking)

1. Proses perkenalan sesama peserta, pelatih dan penyelenggara.

2. Proses pencairan (ice breaking) di antara peserta.

3. Harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses selama pelatihan.

4. Nilai, norma dan kontrol kolektif.

5. Kesepakatan organisasi kelas.

?

Membangun Komitmen Belajar 3 JPL (T = 1, P = 2, PL = 0)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif berwawasan karakter bangsa.

(Building Learning Commitment/BLC)

Waktu

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :

Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Metode Media danAlat Bantu Referensi

(28)

Materi Penunjang 3

(RTL)1 JPL (T = 0, P = 1, PL = 0)

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut pelatihan fasilitator ITC-DRR

Rencana Tindak Lanjut

Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:

1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL.

2. Menjelaskan langkah-langkah penysunan RTL.

3. Menyusun RTL untuk kegiatan yang akan dilakukan.

1. RTL:

a. Pengertian RTL b. Ruang lingkup RTL

2. Langkah langkah penyusunan RTL.

3. Penyusunan RTL untuk kegiatan yang akan dilakukan. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan

Sub PokokB ahasan Metode

Media dan

Alat Bantu Referensi

Waktu

(29)

B. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN

Building Learning Commitment (BLC)

Wawasan

Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan Anti Korupsi Metode: ceramah tanya jawab, curah pendapat

Pengetahuan dan Keterampilan

1. Perencanaan dan Pengembangan Program dalam PRB

2. Komunikasi Efektif dalam VIPP 3. Teknik Fasilitasi VIPP

4. Evaluasi Pelatihan dalam VIPP

Metode: curah pendapat, ceramah tanya jawab, simulasi, latihan kasus, role play, games

E

V

A

L

U

A

S

I

Penutupan

Post Test

Evaluasi Penyelenggaraan

Pembukaan

Proses pembelajaran dalam pelatihan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: A. Pre test

(30)

B. Pembukaan

Pembukaan dilakukan untuk mengawali kegiatan pelatihan secara resmi. Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut:

1. Laporan ketua penyelenggara pelatihan. 2. Pengarahan sekaligus pembukaan. 3. Penyematan tanda peserta.

4. Perkenalan peserta secara singkat. 5. Pembacaan doa.

C. Building Learning Commitment/BLC (Membangun Komitmen Belajar)

Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses pelatihan. Kegiatannya antara lain:

1. Penjelasan oleh pelatih/instruktur tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam materi BLC.

2. Perkenalan antara peserta dengan para fasilitator dan dengan panitia penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif.

3. Mengemukakan harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan.

4. Kesepakatan antara para pelatih/instruktur, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.

D. Pemberian wawasan

Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini. Materi tersebut yaitu: Overview ITC DRR

E. Pembekalan pengetahuan dan keterampilan

Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada kompetensi yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu diskusi kelompok dan simulasi dengan kasus.

Pengetahuan dan keterampilan meliputi materi:

1. Perencanaan dan Pengembangan Program dalam PRB 2. Komunikasi Efektif dalam VIPP

3. Teknik Fasilitasi VIPP

(31)

Proses Pembelajaran

a. Proses pelatihan dikelola secara team teaching.

b. Setiap hari pengendali pelatihan memandu kegiatan pelatihan

c. Sebelum proses pembelajaran dimulai, peserta melakukan refleksi. Pada kegiatan ini, peserta bertugas untuk menyamakan persepsi tentang materi yang sebelumnya diterima sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya

d. Setiap hari di akhir pembelajaran, peserta diminta menuliskan materi yang belum jelas, klarifikasi dan kebutuhan materi yang perlu ditambahkan.

e. Apabila suasana pembelajaran menunjukkan adanya kejenuhan, pengendali pelatihan melakukan penyegaran suasana.

f. Proses pembelajaran dilakukan di dalam dan di luar kelas yaitu : Di dalam kelas :

a) Kelas pleno/kelas besar (seluruh peserta), metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab, simulasi, diskusi kelompok

b) Kelompok kecil ( 4 – 5 orang), metode yang digunakan adalah diskusi kelompok, simulasi

F. Post Test

Setelah keseluruhan materi dan simulasi dilaksanakan, dilakukan post test. Post test bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta setelah mengikuti pelatihan.

G. Penilaian Teknik Fasilitasi

Untuk melihat kemampuan dan keterampilan peserta dalam melakukan fasilitasi sepanjang proses pelatihan. Dengan teknik purposive sampling melalui permainan-permainan tertentu, akan diciptakan kesempatan untuk peserta dalam menunjukkan kemampuan fasilitasinya.

Secara individu dan kelompok, kemampuan dan keterampilan fasilitasi peserta akan dapat terlihat secara utuh melalui proses evaluasi berjenjang di sepanjang periode pelatihan, pada saat bergantian melakukan:

i. Evaluasi harian di awal ii. Evaluasi harian di akhir hari, iii. Memimpin diskusi kelompok

Ketiga aktivitas di atas dapat sangat memberi informasi bermakna terkait kemampuan fasilitasi peserta karena untuk dapat mencapai teknik dasar fasilitasi seperti:

brain storming (curah pendapat),  menstimulasi diskusi,

(32)

problem solving,  situation analysis,

 menstimulasi kerjasama tim, dan  aplikasi komunikasi yang efektif

H.Penutupan

Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut:

1. Laporan ketua penyelenggara pelatihan. 2. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta. 3. Pembagian sertifikat.

4. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.

5. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang. 6. Pembacaan doa.

C.

P

ESERTA DAN FASILITATOR 1) PESERTA

1. Kriteria

Peserta harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki sertifikat pelatihan manajemen bencana atau ITC-DRR

b. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (memiliki pengalaman dalam penanggulangan bencana minimal 3 tahun) atau,

c. Pengelola kurikulum bencana/penggiat bencana yang berasal dari fakultas di bidang kesehatan pada perguruan tinggi atau,

d. Instansi lainnya yang terkait dengan bidang kebencanaan.

e. Menandatangani Pernyataan Kesediaan/Komitmen di atas materai untuk menjadi fasilitator.

2. Jumlah Peserta

Jumlah peserta maksimal 30 orang 2) PELATIH

1. Pelatih

Kriteria pelatih adalah sebagai berikut :

a. Pelatih / Fasilitator adalah pejabat struktural/pejabat fungsional/profesional yang telah mengikuti MOT Community Health Education/TOT/TPPK/Widya Iswara/Pekerti/mempunyai pengalaman melatih.

(33)

D. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN

1) PENYELENGGARA

Pelatihan TOF ITC-DRR ini diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Kesehatan/ Balai Pelatihan Kesehatan / Institusi Pelatihan lainnya yang terakreditasi berkoordinasi dengan Pusat Krisis Kesehatan, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Memiliki minimal 1 orang tenaga penyelenggara yang sudah mengikuti

training official course (TOC) atau pelatihan bagi penyelenggara pelatihan. 2. Memiliki pengendali pelatihan.

2) TEMPAT PENYELENGGARAAN

Pelatihan dapat diselenggarakan di institusi pelatihan atau institusi lainnya yang memiliki sarana dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

E. EVALUASI

Untuk mengetahui perkembangan proses belajar mengajar dalam pelatihan, perlu dilakukan evaluasi atau penilaian yang terdiri dari:

1. Evaluasi hasil belajar peserta yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap peserta, melalui:

 Penjajakan awal (pre test)

 Pemahaman peserta terhadap materi yang diterima (post test)  Evaluasi formatif untuk setiap hasil penugasan

 Evaluasi sesama peserta 2. Evaluasi terhadap fasilitator:

Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan pelatih dalam menyampaikan

3. Evaluasi terhadap penyelenggara:

Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksana pelatihan. Objek evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis yang meliputi:

 Tujuan pelatihan

 Relevansi program pelatihan dengan tugas

 Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di tempat kerja  Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi

 Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan  Pelayanan sekretariat terhadap peserta

 Pelayanan akomodasi dan lainnya  Pelayanan konsumsi

 Pelayanan pustakaan

(34)

Cetak Biru Sistem Penilaian dan Evaluasi Fasilitator untuk TOF ITCDRR

Target Kompetensi Metode Penilaian Instrumen Penilaian Penilai Waktu

Secara Individu Terintegrasi performa dan nilai2 yang dihasilkan dari cetak biru sistem

penilaian ini LULUS, jika 95% >

Tidak dalam bentuk penilaian secara kuantitatif. Saran untuk perbaikan dilakukan selama proses pelatihan

Penilaian secara semi kualitatif, berdasarkan daftar tilik dengan skala Likert

Penilaian secara semi kualitatif, berdasarkan daftar tilik dengan skala Likert

LULUS, jika peserta mendapatkan nilai minimal sebesar ...(?), atau peserta diurut dari yang paling me-menuhi syarat ke paling tidak memenuhi syarat berdasarkan sekali di setiap

akhir hari pelatihan

Sekali setiap hari selama pelatihan

Sekali untuk setiap peserta, pada akhir

pelatihan

Sekali setiap hari selama pelatihan

Sekali untuk setiap peserta, pada akhir

pelatihan

Sekali untuk setiap peserta, pada akhir

pelatihan

Sekali, pada awal pelatihan Ahli jiwa/psikolog

Narasumber dan Pihak lain yang relevan Para Fasilitator dan Panitia, Narasumber, Sesama Peserta Pelatihan Para Fasilitator dan Panitia, Narasumber, Sesama Peserta Pelatihan Para Fasilitator dan Panitia Para Fasilitator dan Panitia

Ujian Tulis Pre dan Post

Peserta yang telah mengikuti pelatihan ini minimal 95% dari keseluruhan jam pelajaran dan berperan aktif selama pelatihan, mendapatkan sertifikat dengan nilai sebesar 1 (satu) angka kredit.

(35)
(36)

BAB IV

MATERI DASAR 1

OverviewInternational Consortium on Disaster Risk Reduction (ITC-DRR)

I. DESKRIPSI SINGKAT

Materi ini berisi penjelasan mengenai kebijakan penanggulangan krisis kesehatan pada tataran global, regional dan nasional serta mengenai sejarah dan perkembangan ITC-DRR. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum :

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan sejarah dan perkembangan ITC-DRR

B. Tujuan Pembelajaran Khusus :

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan tentang : 1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan

(37)

III. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : 1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan

a. Kebijakan Global (sendai) b. Kebijakan Regional (ADPC, AHA) c. Kebijakan Nasional (PKK)

2. Sejarah ITC-DRR

a. Pembentukan ITC-DRR b. Perkembangan ITC-DRR c. Kerangka Konsep ITC-DRR d. Karakteristik pelatihan ITC-DRR IV. BAHAN AJAR

Materi yang diberikan berkaitan dengan kebijakan penanggulangan krisis kesehatan dan sejarah ITC-DRR.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini. Langkah 1. Pengkondisian Peserta

Langkah Pembelajaran :

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.

2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi Langkah Pembelajaran :

Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan Langkah Pembelajaran :

1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.

(38)

VI. URAIAN MATERI

A. Pokok Bahasan 1 : Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan 1. Kebijakan Global (Sendai)

Dampak bencana semakin meningkat dan memburuk sejak tahun 2000. Dampak ini tidak hanya meliputi manusia, namun juga lingkungan, komunitas, sosial-ekonomi hingga politik. Dampak bencana semakin besar pada negara berkembang. Untuk itu, diperlukan suatu aksi untuk mengurangi dampak bencana. Aksi ini diharapkan dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana di masa mendatang. Kerangka kerja Hyogo telah berhasil meningkatkan kesadaran berbagai pihak akan resiko bencana. Namun kerangka kerja Sendai sebagai kerangka kerja lanjutan dalam kampanye aksi pengurangan resiko bencana diharapkan lebih menyentuh individu yang berfokus dalam kesehatan dan penghidupan. Pentingnya investasi dalam pengurangan resiko bencana mulai mendapat perhatian masyarakat global. Kerjasama lintas sektor demi terwujudnya aksi ini sangat diharapkan, demi terciptanya ketahanan dan kesiapan akan dampak bencana di masa mendatang.

Kerangka kerja Hyogo telah dikenal sebagai rencana kerja untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Sehingga, berdasarkan konferensi dunia ketiga tahun 2015 di Sendai, Jepang, telah menghasilkan penerus kerangka kerja Hyogo yang kemudian disebut sebagai kerangka kerja Sendai. Kerangka kerja Sendai diharapkan dapat menggantikan kerangka kerja Hyogo selama 15 tahun ke depan. Dalam konferensi yang dihadiri oleh 187 negara anggota, hasil dari kerangka kerja Sendai menekankan perhatian pada kesehatan dan kesejahteraan manusia secara umum pada pengurangan resiko bencana, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.

Sendai Framework merupakan sebuah kesepakatan sukarela yang tidak mengikat dalam jangka 15 tahun, yang mengakui bahwa negara memiliki peranan penting dalam menanggulangi risiko bencana. Peran tersebut dapat dibagi pada pemerintah setempat, divisi-divisi swasta, dan lain-lain. Sendai Framework merupakan sebuah lanjutan dari Hyogo Framework for Action yang disiapkan dari tahun 2005-2015. Sendai Framework memiliki tujuan untuk menghasilkan: pengurangan risiko dan kerugian dari bencana dalam kehidupan, mata pencaharian, kesehatan, aset ekonomi, fisik, sosial, budaya dan lingkungan, bisnis, masyarakat dan negara.

The Seven Global Targets (Tujuh Target Global) meliputi:

(39)

(B) Secara substansial mengurangi jumlah orang yang terkena dampak secara global pada tahun 2030.

\

(C) Mengurangi kerugian ekonomi bencana langsung dalam kaitannya dengan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030.

(D) Secara substansial mengurangi kerusakan bencana untuk infrastruktur kritis dan gangguan pelayanan dasar.

(E) Secara substansial meningkatkan jumlah negara dengan strategi pengurangan resiko bencana nasional dan lokal pada tahun 2020.

(F) Secara substansial meningkatkan kerja sama internasional untuk negara-negara berkembang melalui dukungan yang memadai dan berkelanjutan hingga pada tahun 2030.

(G) Secara substansial meningkatkan ketersediaan dan akses ke multi-bahaya sistem peringatan dini dan informasi resiko bencana dan penilaian kepada orang-orang pada tahun 2030.

Sementara The Four Priorities for Action (Empat prioritas untuk aksi) antara lain: Prioritas 1. Memahami risiko bencana.

Prioritas 2. Memperkuat pemerintahan dalam melakukan manajemen bencana. Prioritas 3. Investasi dalam pengurangan risiko bencana, dengan memperkuat resiliensi/ketahanan.

Prioritas 4. Menguatkan kesiapan terhadap bencana untuk respon yang efektif dan membangun kembali lebih baik dalam proses recovery (pemulihan), rehabilitation (rehabilitasi) dan reconstruction (rekonstruksi).

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kerangka kerja Hyogo sangat efektif dalam menumbuhkan kesadaran akan pengurangan resiko bencana. Kerangka kerja Hyogo telah berhasil dalam meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan diantaranya pemerintah, peneliti, dunia usaha, dan organisasi non-pemerintah untuk berperan aktif dalam pengurangan resiko bencana (PRB). Namun, banyak langkah yang masih diperlukan dalam menyikapi kerentanan akibat bencana.

2. Kebijakan Regional (ADPC, AHA)

(40)

Khlong Nueng, Amphoe Khlong Luang, Pathumthani, 12120, Bangkok, Thailand. ADPC mempunyai program-program yang merupakan bagian dari visi menuju ADPC 2020 yaitu:

1. Program Inti 1: Pengetahuan (science) Kapasitas ditingkatkan dari negara-negara dalam pemanfaatan informasi berbasis ilmu pengetahuan untuk memahami resiko.

2. Program Inti 2: Sistem (systems) Sistem-sistem diperkuat untuk manajemen resiko-resiko yang efektif pada semua tingkatan di negara-negara, terutama pada tingkat sub-nasional dan lokasi.

3. Program Inti 3: Aplikasi (applications) Aplikasi ditingkatkan dan membumikan upaya pengurangan resiko dalam pembangunan

Sebagai wilayah yang paling rawan bencana di dunia, Asia-Pasifik harus proaktif mengelola risiko bencana tersebut. Selama hampir 30 tahun, Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) telah memberikan kontribusi dalam membuat Asia-Pasifik lebih aman dengan memperkuat ketahanan terhadap bencana di semua tingkat.

Didirikan pada tahun 1986, ADPC adalah organisasi regional independen. ADPC bekerja di sejumlah negara di kawasan Asia termasuk Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Kamboja, China, India, Indonesia, Laos, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Arab Saudi, Sri Lanka, Thailand, Filipina dan Vietnam. Dengan kantor pusat yang terletak di Bangkok, Thailand, ADPC memiliki kantor negara di Bangladesh dan Myanmar. Jaringan mapan ADPC dengan instansi pemerintah dan kemitraan yang kuat dengan organisasi regional dan badan-badan pembangunan memberikan dasar untuk bekerja. Untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam pengurangan risiko bencana, ADPC bekerja sama dengan pemerintah daerah, nasional dan regional, organisasi pemerintah dan non-pemerintah, donor dan mitra pembangunan.

ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center)

Pusat koordinasi dan informasi penanganan bencana di kawasan ASEAN, ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center), resmi didirikan dengan penandatanganan kesepakatan oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada KTT ASEAN di Bali, 18 November 2011.

(41)

kebencanaan dan kemudian mendistribusikan data tersebut kepada pihak yang membutuhkan.

Dalam rangka mendirikan AHA Center tersebut, pemerintah Indonesia telah membentuk satuan tugas khusus yang menangani AHA Center sejak awal tahun 2011. Untuk sementara, ada tujuh key area yang ditangani oleh AHA Center, diantaranya yaitu information and communication technology, disaster risk monitor, preparedness and respons dan partnership building. Dalam upaya membangun partnership building, telah ada beberapa negara yang menjadi partner di AHA Center ini diantaranya Australia, Jepang, New Zealand, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Sebagai pusat informasi kejadian bencana, maka negara-negara ASEAN khususnya dapat menyalurkan bantuan yang berbeda. Tidak menumpuk seperti sebelum-sebelumnya karena kurang informasi dan koordinasi. Selain itu dengan adanya AHA Center bisa dihilangkan hambatan bagi pihak yang ingin mengirimkan bantuan bagi wilayah bencana di ASEAN. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan SDM-nya, diperlukan juga pelatihan-pelatihan, sehingga seluruh tim yang terlibat di AHA Center ini memiliki kemampuan yang sama. Dengan kemampuan SDM yang bagus dan fasilitas yang memadai, AHA Center mampu menjadi Centre of Excellence di wilayah ASEAN.

Belajar dari kejadian bencana di regional ASEAN selama ini bahwa pengalaman, kapasitas dan sumber daya penanggulangan bencana di masing-masing negara ASEAN berbeda dan memberikan dampak kerugian ekonomi tidak hanya di wilayahnya namun juga terhadap negara-negara terdampak. Pasca kejadian Tsunami 2004 yang dampaknya terjadi di 14 negara, telah mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk menata kembali dan memperkuat perjanjian kerjasama di bidang penanggulangan bencana. Pada tahun 2005, ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) telah disepakati oleh para Menteri Luar Negeri di kawasan ASEAN.

(42)

AADMER mencakup :

(i) kerjasama ASEAN dalam upaya pencegahan dampak bencana (prevention and mitigation);

(ii) kerjasama ASEAN dalam joint emergency response;

(iii) mengembangkan regional standby arrangements dalam humanitarian assistance rapid response;

(iv) pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) sebagai koordinator kerjasama penanganan bencana di ASEAN.

3. Kebijakan Nasional Penanggulangan Krisis Kesehatan 1. Kerangka Penanggulangan Bencana

Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025, maka sasaran penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional 20 tahun mendatang diarahkan untuk :

1. Mewujudkan masyarakat, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum; 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu;

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan; 6. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari;

7. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional;

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional

Sasaran penanggulangan bencana dalam pembangunan adalah mengurangi risiko korban jiwa dan potensi dampak kerusakan dan kerugian akibat bencana, melalui :

1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan di pusat dan daerah;

2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan risiko bencana;

3. Penguatan kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana yang difokuskan di kawasan rawan bencana tinggi;

(43)

5. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penyelenggaraan penanggulangan bencana;

6. Meningkatnya alokasi anggaran pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana.

Pada RKP 2015, aspek penanggulangan bencana menjadi salah satu isu strategis. Hal ini tercantum dalam salah satu isu strategis bidang kesra yaitu pengelolaan risiko bencana. Memperhatikan permasalahan-permasalahan terkait penanggulangan bencana yang muncul dan terjadi selama ini dan dalam upaya mendukung sasaran pembangunan nasional, maka sasaran pokok penanggulangan bencana di tahun 2015 adalah sebagai berikut :

1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan di pusat dan daerah;

2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan pengurangan risiko bencana;

3. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta terbangunnya budaya keselamatan dalam pengurangan risiko bencana;

4. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penanggulangan bencana. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arahan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana ditempuh melalui :

1. Peningkatan ketangguhan dalam menghadapi bencana, melalui:

a. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam manajemen risiko bencana, pengkajian risiko bencana dan integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan;

b. Mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk mengembangkan kebijakan penanggulangan bencana;

c. Penguatan koordinasi dan harmonisasi kebijakan antar sektor guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana baik di pusat maupun daerah;

d. Penguatan kesiapsiagaan dan penyediaan sistem peringatan dini di kawasan risiko tinggi bencana;

e. Pengurangan keterpaparan (exposure) dan kerentanan di kawasan risiko tinggi bencana;

f. Membangun budaya kesadaran masyarakat (public awareness) dalam pengurangan risiko bencana, melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat.

2. Penguatan tata kelola penanggulangan bencana di pusat dan daerah, melalui:

(44)

b. Peningkatan kapasitas penanganan darurat, melalui penguatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait;

c. Mendorong daerah untuk mengalokasi dana penanggulangan bencana dalam APBD;

d. Penguatan koordinasi antar sektor dalam rangka pemulihan wilayah pasca bencana;

e. Penyediaan SPM penanggulangan bencana.

2. Kebijakan dan Strategi Pusat Krisis Kesehatan 2015-2019 Visi

Masyarakat yang mandiri dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat laboratorium bencana internasional

Misi

a. Meningkatkan Kapasitas SDM sesuai standar internasional

b. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait penurunan resiko krisis kesehatan yang mendapatkan pengakuan internasional melalui kegiatan pelatihan dan penelitian

c. Meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi krisis kesehatan dan sebagai tempat pembelajaran masyarakat internasional

Tujuan

Terselenggaranya penanggulangan krisis kesehatan yang mengutamakan pengurangan resiko krisis kesehatan melalui keterpaduan antar program, pemanfaatan teknologi informasi, pelaksanaan kegiatan disertai monitoring evaluasi yang berkesinambungan serta peningkatan kualitas dan pemerataan sumber daya manusia

Visi, misi, dan tujuan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kebijakan dan strategi, seperti berikut: Kebijakan

1. Lebih menitikberatkan kepada upaya pengurangan resiko krisis kesehatan dengan tetap meningkatkan kualitas untuk kegiatan tanggap darurat dan pasca krisis kesehatan;

2. Peningkatan kualitas dan pemerataan kemampuan sumber daya penanggulangan krisis kesehatan;

3. Pengarusutamaan penanggulangan krisis kesehatandalam kebijakan maupun kegiatan lintas-program, lintas-sektor dan masyarakat;

(45)

5. Penyediaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk peningkatan upaya penanggulangan krisis kesehatan;

6. Optimalisasi pelaksanaan monitoring evaluasi untuk peningkatan kualitas program yang berkesinambungan.

Strategi

a.

Memperkuat kerangka hukum penanggulangan krisis kesehatan baik untuk pra, tanggap darurat dan pasca krisis;

b.

Memperkuat manajemen risiko di daerah risiko bencana termasuk dengan penguatan fasilitas kesehatan serta optimalisasi pemanfaatan epidemiologi kebencanaan;

c.

Meningkatkan standar peningkatan kapasitas SDM melalui akreditasi nasional dan internasional;

d.

Meningkatkan peran lintas program, lintas sektor dan masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan;

e.

Meningkatkan kemitraan multi pihak dalam penanggulangan krisis kesehatan, termasuk dengan LP, LS, NGO/LSM, masyarakat dan Internasional;

f.

Menetapkan status kelembagaan PPK regional/sub regional menjadi UPT Pusat;

g.

Menjadikan regional sebagai center of excellent untuk implementasi kerjasama ABG for CE (Academic, Bussiness and Government for Community Empowerment) dalam rangka pelatihan dan penelitian pengurangan risiko bencana;

h.

Menyediakan dan memanfaatkan teknologi informasi diawali dengan penyusunan grand design sistem informasi;

(46)

Kegiatan Kewenangan

Nasional (UU No.

24 Th 2007)

Pusat Permenkes 64 Th 2013

Pra Krisis :

mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan pra krisis kesehatan dengan seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan

Penurangan risiko bencana

menyusun dan mensosialisasikan kebijakan penanggulangan krisis kesehatan

Pencegahan melaksanakan dan mengembangkan

sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan

Pemaduan dalam perencanaan pembangunan

menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia

kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan serta pembinaan tim reaksi cepat

Persyaratan analisis risiko bencana

meningkatkan kesiapsiagaan unit kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan dengan melengkapi

sarana/fasilitas yang diperlukan Pelaksanaan dan

penegakan rencana tata ruang

memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan kesiapsiagaan

Pendidikan dan pelatihan

mambina dan memfasilitasi PPKK Regional dan Sub Regional Persyaratan

standar teknis penanggulangan bencana

memetakan kesiapsiagaan unit-unit kesehatan di daerah

Penelitian dan pengembangan

mengkoordinasikan ketersediaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan

Kesiapsiagaan melaksanakan kegiatan siaga darurat

bidang kesehatan

Peringatan dini

(47)

Kegiatan Kewenangan

Nasional (UU No. 24

Th 2007)

Pusat Permenkes 64 Th 2013

Tanggap darurat cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya

Mobilisasi bantuan kesehatan dari unit utama Kementerian Kesehatan

Penentuan status keadaan darurat bencana

Mobilisasi bantuan kesehatan termasuk tenaga kesehatan warga negara asing dari berbagai pihak baik nasional maupun internasional

Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana

Fasilitasi seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan dalam melakukan tugas teknis penanggulangan krisis kesehatan Pemenuhan

kebutuhan dasar

Pemenuhan kebutuhan kesehatan sesuai yang diusukan oleh daerah yang terkena krisis secara langsung

Perlindungan terhadap kelompok rentan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan lain berupa sumber daya manusia kesehatan, pendanaan, fasilitas untuk

mengoperasionalkan sistem pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan medik, obat dan perbekalan kesehatan, gizi, pengendalian penyakit dan

penyehatan lingkungan, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, dan identifikasi korban sesuai kebutuhan

Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

Memfasilitasi pemulihan darurat untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan

Pembayaran klaim rumah sakit untuk

biaya perawatan pasien korban krisis kesehatan yang mulai dirawat pada masa tanggap darurat krisis kesehatan dengan ketentuan sepanjang pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kab/kota tidak mampu mengatasinya dan

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pemantauan perkembangan kejadian

(48)

Kegiatan Kewenangan

Nasional (UU

No. 24 Th 2007)

Pusat Permenkes 64 Th 2013

Pasca Krisis :

Rehabilitasi Melakukan koordinasi dengan seluruh sumber

daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat

Rekonstruksi Mengkoordinasikan pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan yang dilaksanakan bersama unit terkait

Membantu unit teknis terkait dalam penyediaan

sumber daya kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam upaya :

 pencegahan penyakit dan penyehatan

lingkungan yang terkait dengan pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular

potensial wabah yang meliputi pengendalian penyakit, surveilans epidemiologi, imunisasi, perbaikan kualitas air dan sanitasi, dan promosi kesehatan

 pelayanan kesehatan yang terkait dengan

perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis, pemulihan kesehatan jiwa

B, Pokok Bahasan 2 : Sejarah ITC-DRR 1. Pembentukan ITC-DRR

Semua negara di seluruh dunia ditantang oleh keadaan darurat yang berbeda dan bencana yang disebabkan oleh alam atau buatan manusia. Berdasarkan pengalaman, setiap negara berusaha belajar yang terbaik untuk membangun kapasitas dalam mengelola risiko ini. Berdasarkan ini maka perlu keterampilan terkait sehingga dibentuk berdasarkan Konsorsium Pelatihan Internasional yang terletak di negara yang rentan terhadap bencana alam, dan telah memperoleh berpengalaman dalam mengelola risiko.

Indonesia telah membentuk 9 Pusat Krisis Regional/Regional Crisis Center (RCC) dan Pusat Koordinasi di Depkes sebagai Emergency Preparedness Response Hub (EPRH), yang terdiri dari Universitas, diklat Rumah Sakit, Emergency Unit Operasi dan Darurat serta dijalankan oleh para profesional terlatih untuk mengelola Pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction/DRR)

(49)

(RCC) dan Universitas sebagai inti untuk memulai pelatihan ini. WHO Indonesia telah terus mendukung sejak hari-hari awal ketika ide ini diuraikan pada tahun 2004. ITC-DRR diluncurkan pada tanggal 17-19 September 2007 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan dukungan dari WHO dan kontribusi dari berbagai organisasi seperti JICWELS, lembaga lain dan Institusi nasional dan internasional. Sebanyak 150 perwakilan profesional dari organisasi dan negara-negara yang berbeda menghadiri dan telah memberikan kontribusi rekomendasi yang berharga.

Peserta pada Launching Ceremony ITC DRR

(50)

sederhana dan praktis. Setelah pelatihan di Yogyakarta, ITC-DRR terus berkembang dan dilakukan setiap tahunnya dengan tema yang berbeda-beda.

Launching Ceremony of ITC DRR, 17-19 September 2007

2.

Perkembangan ITC-DRR

Setelah ITC-DRR didirikan dan diluncurkan pada tahun 2007 di Makassar oleh Kementerian Kesehatan dengan dukungan WHO. Pada perkembangannya, ITC-DRR menjadi kegiatan pelatihan yang didasarkan pada konsep orbit yang garis edarannya dibentuk oleh universitas-universitas dari 9 Regional Pusat Krisis untuk mewakili Perguruan Tinggi lain di daerah masing-masing.

Universitas ini akan memiliki karakteristik tersendiri dan program unggulan baik dalam penanggulangan bencana maupun pengurangan resiko kebencanaan. Contohnya, seperti yang sudah pernah dilakukan adalah UI memiliki keunggulan dalam bidang post traumatik sindrom disorder dan epidemiologi bencana (karena Pusat Krisis UI berada di Fakultas Psikologi dan Pusat Bencana UI di Fakultas Kesehatan Masyarakat), UGM memiliki keunggulan di bidang mitigasi fasilitas kesehatan bencana yang aman terhadap bencana, UNAIR memiliki keunggulan di bidang dekontaminasi dan tim bantuan medis kegawatdaruratan (emergency medical team), UNIBRAW memiliki keunggulan di bidang penatalaksanaan kegawatdaruratan, UNHAS memiliki keunggulan di bidang manajemen bencana secara umum dan lain-lain.

ITC-DRR telah menyelenggarakan beberapa pelatihan seperti : 1. Tiga pelatihan fasilitator ITC-DRR di Indonesia :

(51)

 Yogyakarta pada tahun 2008 dengan pelatih dari peserta pelatihan master fasilitator 2008 di Jepang untuk pelatihan ITC-DRR tahun 2008 di Yogyakarta dan Surabaya

 Jakarta pada tahun 2009 dengan pelatih dari peserta pelatihan master fasilitator 2009 di Jepang untuk pelatihan ITC-DRR tahun 2009 di Jakarta, 2. Pelatihan berskala internasional untuk keadaan krisis kesehatan,

pengurangan risiko bencana penanggulangan dan manajemen bencana, dengan rincian sebagai berikut :

a. Makassar, tahun 2007 bekerjasama dengan FK UNHAS mengambil tema Pengurangan Risiko Bencana

b. Yogyakarta, tahun 2008 bekerjasama dengan PMPK FK UGM mengambil tema Operational dan Kontijensi

c. Surabaya, tahun 2008 bekerjasama dengan FK UNAIR mengambil tema mengenai Pandemi dan Bencana Kimia (Dekontaminasi)

d. Jakarta, tahun 2008 bekerjasama dengan FKM UI mengambil tema mengenai Psikologi dalam situasi Bencana

e. Yogyakarta, tahun 2013 diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research (baru dibentuk) mengambil tema Bencana Gempa Bumi.

f. Denpasar tahun 2014 diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research, mengambil tema Bencana Bom.

g. Medan, tahun 2015, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Gunung Berapi h. Yogyakarta, tahun 2015, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster

Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Tanah Longsor.

i. Palembang, tahun 2016, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Asap dikarenakan Kebakaran Hutan dan Lahan.

j. Yogyakarta, tahun 2016, diorganisasi olrh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan dalam Bencana Kekeringan.

(52)

orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam manajemen atau mungkin terlibat dalam bidang keadaan darurat dan bencana

Luarannya adalah dengan menyelesaikan kursus pelatihan, peserta akan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, praktek dan pengalaman berdasarkan bukti dan pengakuan dari partisipasi mereka

3. Kerangka Konsep ITC-DRR

Konsep dari ITC-DRR didasarkan seperti Desain Orbital, dimana Kementrian Kesehatan dalam hal ini Pusat Krisis Kesehatan, bertindak sebagai planet ibu dan dikelilingi oleh 9 Pusat Krisis Kesehatan Regional yang menautkan orbitnya. Dimana universitas-universitas terkemuka yang ada di 9 orbit ini beredar dan akan interlink dengan satu sama lain dalam mengatur pelatihan internasional sesuai dengan tema bencana yang terdapat didaerah tersebut.

9 pusat krisis Regional di kawasan ini juga akan bekerja sama dengan Provinsi lain sebagai saudara perempuan dan saudara planet untuk bersama-sama membangun kapasitas.

WHO akan mendukung ITC-DRR sebagai salah satu pusat berkolaborasi, yang melibatkan semua Perguruan dalam paket yang dikenal sebagai orbit ITC-DRR. Sedangkan desain dari pelatihan ini terdiri dari adanya :

- Proses - Subjek - Metodologi

Ketiga dari materi utama diatas dibutuhkan dalam mengembangkan kebutuhan dari Pengurangan Risiko Bencana.

ITCDRR - The Orbital Design

Mother ship

Universities in each Regional Crisis Center will participate and facilitate others The whole unit is known as ITCDRR

(53)

4. Karakteristik pelatihan ITC-DRR

Program ini berbeda dari program lain, seperti yang dirancang berdasarkan simulasi, yang mencerminkan peristiwa yang sebenarnya terjadi sebelum, saat dan setelah keadaan darurat dan bencana. Kursus pelatihan akan menciptakan lingkungan belajar dimana peserta akan dapat berbagi, belajar pengetahuan, keterampilan dan praktek untuk mengelola keadaan darurat dan bencana kesiapsiagaan, respon dan program pembangunan terkait dan proyek di bawah kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bekerjasama dengan organisasi dan lembaga nasional dan internasional.

Metode pelatihan ITC-DRR memiliki keunikan dari pelatihan yang biasanya, karena pelatihan ini menggunakan teknik Visualization in Participatory Programs (VIPP). VIPP memungkinkan orang untuk megekspresikan diri mereka dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengambilan keputusan berhirarki dalam sebuah cara yang kreatif dan efisien, dan jika diterapkan secara luas dan tepat maka akan mempunyai potensi memberdayakan msyarakat pada beragam tingkat dalam proses pembangunan.

VIPP menggunakan interaksi kelompok yang dinamis, berdasarkan pada persepsi individu, untuk menciptakan sebuah proses penyelarasan dalam menghasilkan ide dan pengetahuan. Saat persepsi subjektif ini dikomunikasikan pada orang lain, mereka diubah, diterima dan menjadi bagian dari pengetahuan bersama dan persepsi kelompok. VIPP memperkenalkan serangkaian teknik yang mengijinkan pemahaman dan pengambilan keputusan yang lebih demokratis pada setiap pelatihan.

VII. RANGKUMAN

Dengan mengetahui model program pengurangan risiko bencana di tingkat global, regional dan nasional akan memudahkan peserta dalam mengembangkan program Pengurangan Risiko Bencana di tingkat lokal. Dalam modul ini selain mengembngkan program Pengurangan risiko bencana, maka peserta juga diharapkan dapat memahami dari mulai terbentuknya, perkembangan dan konsep dari pelatihan ITC-DRR.

VIII.DAFTAR PUSTAKA

1. Sendai Framework of Action on Disaster Risk Reduction

2. ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response

(54)

BAB V

MATERI INTI 1

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM

DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

I. DESKRIPSI SINGKAT

Materi ini berisi penjelasan mengenai paradigma pengurangan risiko bencana (terkait bidang kesehatan) yang saat ini merupakan pendekatan dalam penanggulangan bencana. Pembelajaran dalam materi ini meliputi: konsep pengurangan risiko bencana dan upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan serta indikator yang dibutuhkan. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum :

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan Perencanaan dan Pengembangan Program dalam pengurangan risiko bencana.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus :

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami : 1. Pengurangan Risiko Bencana

2. Analisis Situasi

3. Analisis Risiko (Hazard, Vulnerability and Capacity) 4. Indikator Program Pengurangan Risiko Bencana III. POKOK BAHASAN

Dalam Modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : 1. Pengurangan Risiko Bencana bidang Kesehatan

2. Analisis Situasi :

a. Definisi analisis situasi b. Komponen Analisis Situasi 3. Analisis Risiko :

a. Definisi Analisis Risiko b. Komponen Analisis Risiko 4. Indikator PRB :

a. Definisi Indikator b. Tujuan Indikator c. Penyusunan indikator

d. Penentuan tahap-tahap monitoring

(55)

5. Program PRB :

a. Definisi program, identifikasi masalah dan menentukan prioritas b. isi, sasaran dan tujuan

c. Penyusunan rencana kegiatan IV. BAHAN AJAR

Materi yang diberikan berkaitan dengan pengurangan risiko bencana terkait dengan penyusunan program, proyek, analisis situasi dan risiko serta indikator yang

dibutuhkan.

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini. Langkah 1. Pengkondisian Peserta

Langkah Pembelajaran :

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.

2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi Langkah Pembelajaran :

Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah, Tanya jawab dan curah pendapat.

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan Langkah Pembelajaran :

1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan 3. Fasilitator membuat kesimpulan.

VI. URAIAN MATERI

1. Pokok Bahasan 1 : Pengurangan Risiko Bencana di Bidang Kesehatan A. Konsep Pengurangan Risiko Bencana

a. Definisi, jenis dan siklus bencana serta dampak bencana di bidang kesehatan.

(56)

baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Jenis Bencana

1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.

Siklus Bencana

Pra Bencana, meliputi kegiatan: 1. Pencegahan


2. Mitigasi


3. Kesiapsiagaan 
 Saat Bencana

1. Siaga Darurat 


2. Tanggap Darurat 
 3. Pemulihan Darurat 


Pasca Bencana 1. Rehabilitasi 2. Rekonstruksi

b. Definisi Pengurangan Risiko Bencana

R

H

x

V

C

RISK INDEX HAZZARD

VULNERABILITY

CAPACITY

DISASTER RISK INDEX is equal with HAZZARD and

(57)

Pengurangan risiko bencana adalah pengurangan kerentanan dan risiko bencana melalui masyarakat, serta mencegah atau membatasi dampak merugikan dalam pembangunan berkelanjutan.

c. Tujuan Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana bertujuan mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana

d. Metode Dalam Pengurangan Risiko Bencana

Metode yang digunakan dalam PRB harus mencakup 5W1H, sebagai berikut: 1) Who-pihak-pihak yang terlibat 


2) What-objek pengurangan risiko bencana 


3) When-tahapan siklus bencana 


4) Where lokus kegiatan PRB 


5) How-jenis kegiatan PRB yang dilakukan 


B. Sejarah dan rencana aksi pengurangan risiko bencana

a. Sejarah pengurangan risiko bencana sebagai paradigma baru

1) Resolusi Sidang Majelis Umum ke 2018 tanggal 14 Desember 1971 mengenai bantuan dalam situasi bencana alam dan bencana lainnya 


2) Resolusi Nomor 46/182 tahun 1991 mengenai Penguatan Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB dalam hal bencana 


3) Yokohama Strategy Plan of Action, 1994 


4) Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Nomor 63 Tahun 1999 tentang Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional (UN ISDR) 


5) Hyogo Framework of Action, 2005 


6) Sendai Framework of Action 2015 


7) Rencana Aksi Nasional dalam Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006-2009 


b. Rencana aksi global

(58)

SENDAI FRAMEWORK TINGKAT NASIONAL DAN LOKAL

Prioritas Aksi Pendekatan Tingkat Nasional dan Lokal Prioritas 1:

Memahami risiko

bencana.
Kebijakan

pengelolaan risiko dan seluruh aset, karakteristik ancaman serta dampak

lingkungan.

1. Mendorong pengumpulan, analisis, manajemen dan

penggunaan data yang relevan serta penyajian informasi yang praktis. Memastikan diseminasi data dan informasi, dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna yang memiliki kepentingan yang berbeda;

2. Mendorong pemanfaatan data dan informasi, dan penguatan

baseline serta secara berkala menilai risiko bencana, kerentanan, kapasitas, dampak, karakteristik bahaya dan kemungkinan timbulnya efek sekuensial pada skala sosial dan ekosistem yang

relevan, sesuai dengan kondisi nasional; 


3. Mengembangkan, memperbaharui secara berkala dan

menyebarluaskan data dan informasi - seperti, informasi risiko bencana berdasarkan tempat (wilayah), termasuk peta risiko - kepada pembuat kebijakan, masyarakat umum, dan komunitas yang berisiko terhadap bencana dalam format yang sesuai,

seperti yang telah ada yaitu geospatial information technology;

4. Secara sistematis mengevaluasi, mencatat, berbagi dan

mempublikasikan angka kerugian akibat bencana dan memahami dampak di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, lingkungan dan budaya - seperti paparan bahaya

dari kejadian tertentu – serta informasi mengenai kerentanan; 


5. Membuat informasi yang non-sensitif - mengenai paparan

bahaya, kerentanan, risiko, bencana dan kerugian yang selalu

tersedia dan dapat diakses; 


6. Mendorong akses kepada data reliabel yang real time, dengan

memanfaatkan ketersediaan dan informasi in situ, termasuk Geographic Information Systems (GIS), dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan alat ukur serta mengembangkan proses pengumpulan, analisis dan diseminasi data;

7. Membangun pengetahuan pejabat pemerintahan di semua level,

masyarakat sipil, komunitas dan relawan, serta sektor swasta melalui berbagi pengalaman, pelajaran penanggulangan bencana, good practices, pelatihan dan pendidikan tentang pengurangan risiko bencana, termasuk pemanfaatan mekanisme pelatihan dan pendidikan yang sudah ada dan peer learning.

8. Mendorong dan meningkatkan dialog dan kerjasama antara

(59)

dengan Pembuat kebijakan untuk memfasilitasi bertemunya ilmu pengetahuan-kebijakan (science-policy), untuk pengambilan keputusan yang efektif dalam risiko bencana;

9. Memanfaatkan pengetahuan tradisional, adat dan nilai lokal serta

prakteknya, yang sesuai, untuk melengkapi pengetahuan ilmiah dalam penilaian risiko bencana dan pengembangannya serta mengimplementasikan kebijakan, strategi, perencanaan dan program spesifik sektor dengan pendekatan lintas sektor yang harus disesuaikan dengan konteks lokal dan konteks manajemen

risiko bencana; 


10.Memperkuat kapasitas teknis dan kapasitas ilmiah untuk

memanfaatkan dan mengkonsolidasikan pengetahuan yang ada, serta untuk mengembangkan dan menerapkan metodologi maupun model untuk menilai risiko bencana, kerentanan dan paparan terhadap semua jenis ancaman;

11.Mendorong investasi dalam inovasi dan pengembangan

teknologi jangka panjang, dengan pendekatan multi hazard dan solusi berbasis penelitian dalam manajemen risiko bencana untuk menghadapi kesenjangan, hambatan, saling

ketergantungan dibidang sosial, ekonomi, pendidikan serta untuk menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan risiko bencana;

12.Mendorong integrasi pengetahuan risiko bencana termasuk

pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dan rehabilitasi dalam pendidikan formal dan non formal serta pendidikan kewarganegaraan disemua tingkatan, demikian pula pada pendidikan dan pelatihan profesional;

13.Menyusun strategi nasional untuk memperkuat pendidikan dan

kesadaran masyarakat dalam pengurangan risiko bencana yang mencakup informasi risiko dan ilmu pengetahuan tentang bencana melalui penyuluhan, media sosial, dan mobilisasi masyarakat dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifiknya;

14.Menerapkan informasi risiko dalam semua dimensi dari

kerentanan, kapasitas dan paparan bahaya terhadap personal, masyarakat, negara dan aset, demikian pula dengan karakteristik bahaya, untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan pengurangan risiko bencana;

15.Meningkatkan kolaborasi dengan masyarakat di tingkat lokal

Referensi

Dokumen terkait

Sisanya (88%) adalah pikiran bawah sadar (unconscious) yang masih dapat dimaksimalkan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, menampilkan kemampuan terbaik setiap saat

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk lulus skripsi Fakultas Psikologi USU, saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dari

Nursing Research Methods and Data Analvsis

Penyelesaian sengketa dengan musyawarah dan mufakat dapat dikatakan sebagai penyelesaian menurut hukum Islam, karena salah satu prinsip hukum Islam adalah mengutamakan musyawah

Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi. lembab dan lembut (Tranggono dan

Sesuai dengan tujuan dan sasaran perencanan Rencana Tindak Penataan dan Revitasliasi Kawasan Kota Langsa, selain menggambarkan posisi pengembangan revitalisasi, isyu dan

Peluang bisnis dan tanggung jawab sosial berjalan beriringan. Perusahaan harus bertindak secara bertanggung jawab dalam hal bisnis mereka dan lingkungan alam di mana

Dari hasil wawancara dengan salah satu informan (Yanto, 52 Tahun), diperoleh informasi yaitu pada awalnya tahun (1990) hanya ada 1 (satu) pengusaha tahu serasi