BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, dapat
dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Judul Nama/ Customer Value: A Holistic
Perspective
Oh (1998)
Menguji model integratif kualitas pelayanan, nilai pelanggan, dan kepuasan
Hasil menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Nilai pelanggan sebagai anteseden secara langsung berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan niat
reliability, assuranse
dan empathy dalam memberikan pelayanan pengaruh nilai pelanggan
terhadap keputusan
pembelian, dan dimoderasi
dengan kepuasan pelanggan adalah lemah sehingga variabel kepuasan tidak dapat dianggap sebagai faktor kunci dan
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Judul Nama/ Pemasyarakatan Kelas I Tangerang-Banten
pelayanan, nilai pelanggan dan kepuasan nilai pelanggan, dan peningkatan kepuasan penting dalam literatur pemasaran
Customer Satisfaction,
Perceived Service Quality and Mediating Role of Perceived Value variabel mediasi
Menggunakan penting dalam evaluasi kepuasan pelanggan
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), dijelaskan bahwa
pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Pengertian melayani
Sementara itu Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor : 63/KEP/M/PAN/7/2003 diartikan : Segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
perundang- undangan.
Berdasarkan Undang- undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, dalam pasal 1 butir (1) disebutkan bahwa “Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang dan jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik”. Menciptakan suatu pelayanan yang baik maka
haruslah yang berkualitas sehingga masyarakat senantiasa merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh aparatur.
Menurut Napitupulu (2007), pelayanan adalah: “Kegiatan atau proses
pemenuhan kebutuhan orang lain secara lebih memuaskan berupa produk jasa
dengan sejumlah ciri seperti tidak berwujud, cepat hilang, lebih dapat di rasakan
daripada dimiliki, dapat diproses, dan pelangggan lebih dapat berpartisipasi aktif
dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut”.
Pengertian pelayanan juga di kemukakan oleh Pasolog (2007), pelayanan
adalah aktivitas seseorang, kelompok, dan atau organisasi baik langsung maupun
tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang lebih memuaskan pelanggan
atau masyarakat sehingga pelanggan atau masyarakat dapat interaktif dengan
Pelayanan merupakan suatu bentuk interaksi seseorang ataupun kelompok
tertentu yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang ingin dicapai. Bagi
sektor publik sendiri, kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan
pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau orang lain, organisasi pemerintah
atau swasta sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dapat
disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik adalah pelayanan yang memuaskan
masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan azas- azas pelayanan publik atau
pelanggan. Pelayanan yang diberikan kepada pelanggan harus sesuai dengan
standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian
layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu
pembakuan pelayanan yang baik.
2.2.2 Pengertian Kualitas Pelayanan
Tujuan kualitas pelayanan pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat,
maka dari itu pelayanannya harus yang berkualitas. Penilaian kualitas pelayanan
harus ditinjau dari dua dimensi yaitu masyarakat sebagai penerima layanan, dan
instansi sebagai pemberi pelayanan. Dalam hal ini pemberian pelayanan publik
menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah. Khusus dari dimensi instansi atau
perusahaan ditekankan pada kemampuan kualitas pelayanan yang disajikan oleh
orang- orang yang melayani dari tingkat manajerial atau struktur organisasi.
Menurut Pasolog (2007) bahwa pelayanan yang baik adalah kemampuan
seseorang dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan dengan standar yang ditentukan. Kualitas pelayanan
mengarahkan pada tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas
Pelayanan yang berhasil guna dalam suatu organisasi adalah pelayanan
yang diberikan oleh anggota organisasi tersebut dan dapat memberikan kepuasan
kepada konsumen atau pelanggannya. Sebagai tolak ukur adalah tidak adanya atau
kurangnnya keluhan dari masyarakat/konsumen. Pelayanan umum yang berhasil
guna ditandai dengan tidak adanya calo- calo. Hal ini sejalan dengan pendapat
Dwiyanto (2011), yang mengatakan bahwa penilaian kinerja publik tidak cukup
hanya dilakukan dengan menggunakan indikator- indikator yang melekat pada
birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus pula dilihat dari indikator
yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa.
Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami melalui perilaku konsumen
yaitu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk pelayanan yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhannya. Keputusan- keputusan konsumen untuk
mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu barang/jasa dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain persepsinya terhadap kualitas pelayanan. Hal ini
menunjukkan adanya interaksi yang kuat antara kepuasan konsumen dengan
kualitas pelayanan.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan instansi pemerintah harus memenuhi asas- asas
pelayanan (Keputusan MENPAN RI Nomor 63 Tahun 2004) sebagai berikut:
1) Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
2) Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegangan pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4) Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5) Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomis.
6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing- masing pihak.
Untuk mengukur kualitas pelayanan menurut Parasuraman et al., yang
dikutip oleh Lupiyoadi (2001) menjelaskan sebagai berikut:
1)Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pengguna jasa, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
2)Reliability (kehandalan) adalah kemampuan perusahaan melalui sumber
daya manusia untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara
berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama tanpa kesalahan, sikap
simpatik, dan akurasi tinggi.
3)Tangible (bukti fisik) yaitu bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat
terlihat dan dapat dirasakan untuk membantu pelayanan yang diterima oleh
orang yang menginginkan pelayanan, yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung,
gudang, perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
4)Assurance (jaminan dan kepastian) yaitu pengetahuan, kesopansantunan,
dan kemampuan para petugas perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pengguna jasa kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa
komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan
sopan santun.
5)Empathy (kepedulian) yaitu memberikan perhatian (kepedulian) yang tulus
yang bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pengguna
jasa dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.
2.2.3 Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat dilihat sebagai representasi dari eksistensi
birokrasi pemerintahan, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat. Filosofi dari pelayanan publik menempatkan rakyat
sebagai subyek dalam penyelenggaraan pemerintahan (Rachmadi, 2008). Sebelum
mengetahui arti kinerja pelayanan publik, perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai organisasi publik. Organisasi publik diartikan sebagai organisasi
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
fisik. Secara eksplisit Widodo (2001) mengartikan “Pelayanan publik sebagai
pemberian layanan keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
orang itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan”.
Pada hakikatnya, penyelenggara pelayanan publik yang dimaksud di sini
adalah pemerintah. Jadi, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai suatu
proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh petugas pemerintah,
khususnya instansi yang bertanggung jawab terhadap pelayanan masyarakat.
Menurut Widodo (2001), sebagai perwujudan dari apa yang harus diperhatikan
dan dilakukan oleh pelayan publik agar kualitas pelayanan menjadi baik, maka
dalam memberikan layanan publik seharusnya:
a) Mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan.
b) Mendapat pelayanan yang wajar.
c) Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih.
d) Mendapat perlakuan yang jujur dan transparan.
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima
pelayanan. Standar pelayanan publik, sekurang- kurangnya meliputi:
a) Prosedur pelayanan yang dibakukan dan termasuk dengan pengaduan.
b) Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian.
c) Biaya pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
d) Produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e) Saranadan prasarana yang memadai
f) Kompetensi petugas yang harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
2.2.4 Konsep Kepuasan Pungunjung
Menurut Yamit (2005), secara tradisional pelanggan diartikan orang yang
membeli dan menggunakan produk. Dalam perusahaan yang bergerak dibidang
pelayanan, pelanggan adalah orang yang menggunakan pelayanan-pelayanan.
Dalam dunia perbankan pelanggan diartikan nasabah, sedangkan dalam dunia
lembaga /instansi/ kantor pemerintah adalah pengunjung.
Pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang
yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena
mereka adalah pengguna produk. Sedangkan orang yang berinteraksi dengan
perusahaan sebelum/ ketika proses produksi berlangsung adalah dianggap sebagai
pemasok.
Kotler (2005) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau
kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja
atau hasil suatu produk dengan harapan- harapannya. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan, adanya perbandingan antara harapan dan kinerja/hasil yang
dirasakan pelanggan. Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa
faktor diantaranya pengalaman di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta
Untuk mendefinisikan kepuasan pelanggan sebenarnya tidaklah mudah,
karena pelanggan memiliki berbagai macam karakteristik, baik pengetahuan, kelas
sosial, pengalaman, pendapatan, maupun harapan. Misalnya, seorang pelanggan
baru ingin mencoba masakan tertentu dari sebuah restoran. Sebelum melakukan
pembelian, pelanggan baru tersebut pasti memiliki harapan bahwa seseorang akan
dilayani secara baik, pelayannya ramah, cepat tanggap, dan masakan yang ingin
dicobanya nyaman. Jika harapan pelanggan ini sesuai dengan apa yang dialami
dan dirasakan sesuai harapannya sudah dapat dipastikan pelanggan tersebut akan
merasa puas. Tetapi bila yang dialami dan dirasakan pelanggan tidak sesuai
dengan harapannya, misal pelayanannya tidak ramah, tidak tanggap dan
masakannya tidak enak, sudah dapat dipastikan pelanggan tidak merasa puas.
Dari contoh diatas, kepuasan pelanggan dapat diketahui setelah pelanggan
menggunakan produk dan pelayanan. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi
purna beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan
harapannya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang
dirasakan atas penggunaan produk dan pelayanan, sama atau melebihi harapan
(Yamit, 2005).
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis
dan manajemen. Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau
pelayanan yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan
yang baik atau memuaskan. Kepuasan pelanggan dapat membentuk persepsi dan
selanjutnya dapat memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya.
Menurut Lovelock and Wright (2005), menyatakan kepuasan adalah
ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan atau kesenangan. Umumnya
harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa
yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang
atau jasa). Kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia
terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Karena kepuasan pelanggan
sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi (harapan) mereka, sebagai
pemasok produk perlu mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi hal
tersebut. Ekspektasi pelanggan berfungsi sebagai standar perbandingan, dimana
kinerja produk atau jasa pada berbagai atribut atau dimensi relevan dibandingkan
ekspektasi.
2.2.5 Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat adalah data dan informasi tentang tingkat
kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan
kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan
kebutuhannya (KEPMENPAN RI Nomor 25 tahun 2004).
Di samping itu, data Indeks Kepuasan Masyarakat akan dapat menjadi
bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan
menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan
kualitas pelayanannya. Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dimaksudkan
sebagai acuan bagi Unit Pelayanan instansi pemerintah untuk mengetahui tingkat
kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan
masyarakat, Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran
tentang kinerja pelayanan unit yang bersangkutan.
Tersedianya data Indeks Kepuasan Masyarakat secara periodik, dapat
memperoleh manfaat sebagai berikut :
a) Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing- masing unsur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
b) Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan
oleh unit pelayanan publik secara periodik.
c) Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang
perlu dilakukan.
d) Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil
pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah.
e) Memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan pada
lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja
pelayanan.
f) Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
Menurut KEPMENPAN RI Nomor 25 tahun 2004, ada beberapa dimensi
yang menjelaskan kinerja pelayanan publik. Terdapat 14 (empat belas) hal yang
berkaitan dengan kepuasan masyarakat dari pelayanan yang dilakukan oleh
pegawai/ petugas pelayanan, yaitu:
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya.
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan, dan
tanggung jawabnya).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku.
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan
tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian
pelayanan.
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan
kepada masyarakat.
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8) Keadilan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
9) Kesopanan petugas pelayanan, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta
saling menghargai dan menghormati.
10)Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
11)Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan.
12)Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
13)Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan
14)Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap
risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
2.2.6 Pengertian Nilai Pengunjung
Bagi lembaga /instansi/ kantor pemerintah dalam menganalisis kepuasan
pengguna jasa dimulai dari penilaian konsumen mengenai kapasitas pelayanan
publik secara keseluruhan untuk memuaskan kebutuhannya. Konsep nilai
pengunjung juga sering disebut nilai konsumen, nilai nasabah, dan lainnya
memberikan gambaran tentang pengunjung suatu penyedia jasa
mempertimbangkan apa yang mereka inginkan, dan percaya bahwa mereka
memperoleh manfaat dari suatu produk. Menurut Band (1991) dalam Diab (2009),
melihat perlunya lintas fungsional dalam sebuah perusahaan, yaitu pemasaran,
operasi, dan sumber daya manusia sebagai prasyarat dalam mengelola nilai
pengunjung.
Elemen mengelola hubungan dengan pengunjung dan mengelola persepsi
pegawai sebagai value creator adalah tugas dari manajemen sumber daya
manusia, sedangkan elemen meningkatkan kinerja kualitas adalah tugas dari
fungsi organisasi. Nilai pelanggan merupakan keseluruhan penilaian pelanggan
tentang kegunaan suatu produk yang berdasar pada persepsi tentang apa yang
diterima dan apa yang diberikan.
Persepsi pembeli tentang nilai menggambarkan sebuah perbandingan
antara kualitas atau keuntungan yang mereka rasakan dalam produk dengan
pengorbanan yang mereka rasakan ketika membayar harga produk. Nilai
pelanggan merupakan kualitas yang dirasakan pelanggan yang disesuaikan dengan
harga relatif dari produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan (Slater and
Narver, 1994) dalam Diab (2009).
Nilai pelanggan diartikan sebagai ikatan emosional yang terbentuk antara
pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan suatu produk atau jasa
penting yang diproduksi oleh produsen dan menemukan produk tersebut
memberikan suatu tambahan nilai. Dari konsep definisi tentang nilai pelanggan
diatas dapatlah kita kembangkan secara komprehensif, bahwa secara garis besar
nilai pelanggan merupakan perbandingan antara manfaat yang dirasakan oleh
pelanggan dengan apa yang dikorbankan pelanggan untuk mendapatkan atau
mengkonsumsi produk tersebut.
Konsep nilai pelanggan mengindikasikan suatu hubungan yang kuat
terhadap kepuasan pelanggan, dimana konsep tersebut menggambarkan
pertimbangan yang evaluatif dari pelanggan tentang produk atau jasa yang mereka
konsumsi. Nilai yang diinginkan pelanggan terbentuk ketika mereka membentuk
penggunaan. Mereka mengevaluasi pengalaman penggunaan pada atribut yang
sama. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa atribut yang dimaksud disini adalah
merek dan keunggulan pelayanan atas produk.
Menurut Wang et al., (2004) dalam penelitian Reni (2007) membagi
dimensi nilai pelanggan menjadi nilai fungsional, nilai ekonomi, nilai emosional,
dan nilai pengorbanan. Apabila keempat komponen tersebut dapat berjalan secara
terintegrasi dengan baik, maka semakin tinggi nilai pelanggan akan berdampak
terhadap peningkatan kepuasan pelanggan. Keempat komponen tersebut diatas
akan benar- benar menjadi komponen penting dan dipercaya mampu
menghasilkan kepuasan pelanggan apabila perusahaan lebih baik dalam
mengelola aktivitas orientasi pelanggan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Tujuan utama pelayanan publik dari lembaga/ instansi/ kantor pemerintah
adalah untuk memberikan manfaat sosial kepada masyarakat. Salah satu produk
peraturan pemerintah terbaru tentang pelayanan publik yang telah dikeluarkan
untuk melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik
instansi pemerintah adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor : KEP- 25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Dari penjelasan definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa tujuan utama setiap lembaga/ instansi/ kantor
pemerintah pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai
Hal ini bermakna bahwa suatu lembaga harus mampu melaksanakan
perannya dengan baik untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga kepuasan
terhadap pelayanan yang diberikan dapat dinilai, apakah seseorang tersebut puas
setelah menerima jasa atau sebaliknya. McDougall and Levesque (2000)
menyatakan bahwa kepuasan merupakan kunci keberhasilan dalam industri jasa
(lembaga/ instansi/ kantor pemerintah) dalam memberikan pelayanan publik.
Kepuasan dalam pelayanan publik tentunya berkaitan dengan perasaan senang
atau kecewa seseorang setelah memperoleh haknya kemudian
membandingkannya dengan keinginannya. Kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan publik tersebut merupakan perwujudan kepuasan secara keseluruhan,
adanya kesesuaian pelayanan yang dilaksanakan dengan harapan masyarakat,
maka masyarakat selama terus menjalin hubungan dengan instansi- instansi yang
memberikan jasa pelayanan publik.
Kualitas pelayanan adalah bagian terpenting dalam organisasi baik
perusahaan ataupun instansi pemerintahan yang memberikan pelayanan, karena
kualitas pelayanan merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur
kepuasan. Menurut Parasuraman et al., yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001)
kualitas pelayanan dapat dijelaskan melalui dimensi kualitas pelayanan seperti
daya tanggap (responsiveness), kehandalan (reliability), tampilan fisik (tangible),
jaminan (assurance), dan kepedulian (empathy).
Jika kinerja dimensi kualitas pelayanan dapat memenuhi harapan, maka
masyarakat sebagai pengguna jasa akan merasa puas. Selanjutnya apabila kinerja
dimensi kualitas pelayanan melebihi harapan, maka masyarakat sebagai pengguna
lembaga/ instansi/ kantor pemerintah merasa puas, maka pengguna jasa pelayanan
publik akan menyampaikan hal yang positif kepada orang lain dan ini merupakan
penilaian langsung dari orang yang pernah menggunakan produk atau jasa.
Konsep nilai pengunjung padalembaga/ instansi/ kantor pemerintah adalah
tindakan penting yang menunjukkan prioritas lembaga/ instansi/ kantor
pemerintah yang berkaitan dengan kepuasan pengunjung. Kualitas dari nilai
memiliki peran kunci dalam memantau apakah tujuan jangka panjang, menengah,
dan pendek suatu organisasi lembaga/ instansi/ kantor pemerintah sesuai dengan
aspirasi yang diinginkan.
Tolak ukur nilai pengunjung adalah lamanya waktu adopsi terhadap
harapan dan kebutuhan pengunjung dan banyaknya informasi yang diadopsi oleh
lembaga/ instansi/ kantor pemerintah, untuk membangun nilai pengunjung. Nilai
pengunjung sebenarnya dalam pelayanan adalah nilai yang mampu membuat
pengguna merasa puas melalui dimensi nilai pengunjung yakni nilai fungsional,
nilai ekonomi, nilai emosional, dan nilai pengorbanan.
Apabila pengguna jasa telah menemukan kualitas pelayanan yang sanggup
memenuhi harapannya, maka kepuasan pengunjung yang dimulai dengan
pengukuran terwujudnya nilai pengunjung merupakan fundamental dalam
membangun kepuasan pengunjung. Secara rinci kerangka pemikiran telah
menjelaskan secara singkat bahwa terdapat keterkaitan antara variabel yang
diteliti. Selanjutnya variabel- variabel yang diteliti digambarkan dalam model
Sumber : Data Diolah (2013)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan mengenai hubungan antar
variabel dalam kerangka konseptual, berikut dapat diajukan hipotesis penelitian
yaitu :
1) Responsiveness secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pengunjung.
2) Reliability secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pengunjung. Responsiveness (X1)
Reliability (X2)
Tangible (X3)
Assurance (X4)
Empathy (X5)
Nilai Pengunjung (X6)
3) Tangible secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pengunjung.
4) Assurance secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pengunjung.
5) Empathy secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pengunjung.
6) Nilai pengunjung secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pengunjung.
7) Responsiveness, reliability, tangible, assurance, empathy, dan nilai
pengunjung secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap