• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik(Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (Upt) Samsat Medan Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik(Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (Upt) Samsat Medan Selatan)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi permasalahan

yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini ditandai dengan masih

banyaknya keluhan masyarakat mengenai kualitas yang diberikan oleh aparatur negara.

Seiring dengan perkembangan zaman yang sarat dengan harapan dan kebutuhan

masyarakat yang semakin kompleks, dibutuhkan penataan sumber daya aparatur yang

baik dalam manajemen pemerintahan sehingga akan memberikan dampak pemerintahan

yang lebih berkualitas, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah atas setiap kegiatan yang

ditujukan untuk kepentingan publik atau masyarakat. Dengan demikian, kegiatan

tersebut mengandung adanya unsur-unsur perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari

pegawai pemerintah. Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi

ketika apa yang diberikan oleh pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama

ini. Dimana dalam pelayanan tersebut terdapat tiga unsur pokok, yaitu biaya yang relatif

murah, waktu untuk mengerjakan relatif lebih cepat dan mutu yang diberikan relatif

bagus. Pelayanan yang berkualitas berarti pelayanan yang mampu memberi kepuasan

kepada pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan masyarakat. Sebab

pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan. Oleh sebab itu hanya pelanggan

(masyarakat) yang dapat menentuan kualitas pelayanan dan mereka pula yang dapat

menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.

Setalah reformasi dilaksanan pelayanan publik juga mengalami perubahan yang

(2)

semata, namun pelayanan publik sudah menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintahan

pusat, pemerintahan daerah dan juga perusahaan milik negara mempunyai tanggung

jawab langsung di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain,

penyelenggara pelayanan publik adalah semua instansi pemerintah. Hal ini

mengharuskan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah senantiasa mengadakan

pembenahan menyangkut kualitas pelayanan yang dihasilkan.

Jika kita berbicara tentang pelayanan publik, ada faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas pelayanan suatu birokrasi pemerintah. Baik yang bersifat internal organisasi

seperti kewenangan diskres, sikap yang berorientasi terhadap budaya organisasi, etika

organisasi, sistem intensif maupun semangat kerja sama. Demikian juga faktor

eksternalnya antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan

konflik lokal, kondisi sosial ekonomi, dan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat dan

organisasi lembaga swadaya masyarakat (Agus Dwiyanto 2005:223)

Didalam banyaknya masalah dalam pelayanan publik yang sedang dihadapi, ada

tiga masalah besar yaitu diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan dan

rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Masalah tersebut

masih saja menjadi hal yang sangat sulit di selesaikan dan fakta mengatakan bahwa

pelayanan publik di Indonesia itu sedikit banyak yang menunjukkan kualitas yang buruk.

Salah satu penyebabnya adalah budaya organisasi di Indonesia yang banyak mengadopsi

Budaya Jawa, yang hierarkis, tertutup, sentralis, dan mempunyai nilai untuk

menempatkan pimpinan sebagai pihak yang harus dihormati. Selain itu sangat kental

budaya dimana para pelayanan publik itu memberikan pelayanan berdasarkan kedekatan

(3)

Beragam keluhan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik

menunjukan mendesaknya suatu harapan agar perubahan kinerja pegawai pemerintahan

kearah yang lebih baik. Untuk mendukung perubahan itu diperlukan adanya acuan baku

yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Acuan baku tersebut adalah

budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para pegawai untuk meningkatkan

komitmen kerjanya pada organisasi atau perusahaan.

Budaya organisasi dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para

anggotanya karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan

ketentuan organisasi, maka individu-individu yang ada didalam organisasi secara tidak

langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan

visi misi serta strategi organisasi. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan

membantu dalam menghasilkan individu-individu yang cakap dan mempunyai integritas

yang tinggi sehingga menghasilkan SDM yang berkualitas dan juga akan menjadi

suksesnya suatu organisasi.

Budaya organisasi sering juga disebut dengan budaya kerja, karena budaya

organisasi tidak bisa dipisahkan dengan kinerja dari sumber daya manusia yang ada di

perusahaan tersebut. Budaya kerja suatu organisasi berbeda antara organisasi satu dengan

yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh

setiap orang dalam organisasi berbeda. Sebuah perusahaan yang memiliki budaya kerja

yang baik, dapat dilihat dan diamati oleh peninjauan dari luar maupun dalam perusahaan

tersebut. Pengamat tersebut akan merasakan suasana kerja yang khas yang membedakan

perusahaan tersebut dengan perusahan lainnya.

Dewasa ini para aparatur negara masih belum mampu menunjukkan upaya

(4)

budaya kerja aparatur Negara yang bertanggung jawab. Budaya organisasi pemerintah

dewasa ini lebih banyak mencirikan budaya organisasi yang kurang sehat.

Organisasi pemerintah masih mengidap penyakit birokrasi serius yang dicirikan

oleh penekanan pada proses ketimbang tujuan, kewenangan lebih penting daripada

pelayanan, bentuk lebih penting ketimbang isi, dan tradisi lebih penting ketimbang

adaptabilitas. Ini terlihat dari berbagai keluhan masyarakat terhadap layanan birokrasi

yang lebih banyak menyulitkan ketimbang mempermudah.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun

untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari

sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya

budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana

besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan

suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Sebuah instansi negara yang memiliki budaya kerja yang baik, dapat dilihat dan

diamati oleh masyarakat yang menerima pelayanan publik. Hal ini juga dapat dilihat di

Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan. UPT Samsat Medan

Selatan merupakan perwakilan Lembaga Pemerintah yang bergerak dalam pemberian

pelayanan kepada publik, yaitu berupa pelayanan kepengurusan kepemilikan kendaraan

bermotor kepada masyarakat.

Pandangan masyarakat terhadap kualitas pelayanan di Kantor UPT SAMSAT

Medan Selatan beragam, tetapi secara umum kualitas pelayanan yang di berikan sudah

cukup memuaskan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian yang diraih oleh

instansi milik Negara ini dengan masuk kedalam nominasi TOP Inovasi Pelayanan

(5)

Customer Servive Information Desk di depan pintu masuk Samsat untuk memudahkan

para wajib pajak mendapatkan informasi yang jelas mengenai proses pengurusan STNK

maupun BBN-KB, menyediakan mesin simulator informasi pajak kenderaan bermotor,

dan lain sebagainya. (Sumber: Hasil Pra Penelitian)

Sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya UPT Samsat Medan

Selatan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang

berkualitas selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat

pemerintah itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas juga berkaitan dengan budaya

organisasi yang dianut oleh para anggota organisasi tersebut. Weick, 1987 (dalam

Tjiptono, 2000) melakukan penelitian dengan judul “organizational culture as a source

of high reliability”. Penelitian tersebut dilakukan pada 10 perusahaan jasa perbankan

yang ada di California. Variabel yang diteliti meliputi budaya organisasi yang diadaptasi

dari Schein yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan, dalam hal ini adalah

keandalan perusahaan jasa perbankan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya

organisasi yang kuat dapat membuat organisasi lebih dapat diandalkan. Dengan kata lain

semakin kuat terbentuknya budaya organisasi pada perusahaan akan berpengaruh

terhadap kinerjanya yaitu menghasilkan produk atau jasa atau pelayanan yang

berkualitas.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Erna Dora Siregar (2009) dengan judul

penelitian “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi

tentang Pelayanan STNK di Kantor Bersama Samsat Pematang Siantar)”. Indikator yang

diteliti adalah kebersamaan, peran pemimpin, dan intensitas untuk variabel budaya

organisasi. Sedangkan untuk variabel kualitas pelayanan publik indikatornya adalah

kemudahan mengakses, kreabilitas, kesopanan, responsivitas, kompetensi. Hasl yang

(6)

kualitas pelayanan publik. Dengan 73.96% persentasi pengaruh antara budaya organisasi

publik terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Bersama Samsat pematang Siantar.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan)”

1.2.Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian

dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “Agar

penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan

masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan

apa” (Arikunto, 1998:17)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini

merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan”

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Budaya Organisasi di Kantor Unit Pelayanan

Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan

2. Untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Publik di Pegawai di

Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan

3. Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Kualitas Pelayanan Publik di Pegawai di Kantor Unit Pelayanan Terpadu

(7)

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk menambah dan

meningkatkan cara berpikir positif serta mengembangkan kemampuan

menganalisa permasalahan yang dihadapi di lapangan.

2. Bagi Fisip USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi

bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini.

3. Bagi pihak Pegawai di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat

Medan Selatan, dapat memberikan masukan dan saran-saran dalam

meningkatkan kualitas pelayanan publik.

1.5.Kerangka Teori

Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam

menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan

pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut

kerangka teori. Menurut Sugiono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu

ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar

perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini

adalah :

1.5.1. Budaya Organisasi

1.5.1.1.Pengertain Budaya Organisasi

Berdasarkan Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 Bab II Gambaran Umum,

(8)

yang menjadi acuan bagaimana para pegawai melakukan kegiatan untuk

mencapai tujuan atau cita-cita organisasi.

Menurut Peter F. Drucker dalam Tika (2006 : 4), budaya organisasi

adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang

pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang

kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai

cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap

masalah-masalah terkait seperti diatas.

Victor S.L Tan dalam Tunggal (2007 : 2) berpendapat bahwa,

budaya organisasi merupakan suatu norma yang terdiri dari suatu

keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku yang dilakukan orang

dalam organisasi. Keyakinan adalah semua asumsi dan persepsi tentang

sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai

sesuatu yang benar dan sah.

Jadi berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan,

nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan

pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah

adaptasi eksternal dan integrasi internal untuk mencapai tujuan atau

cita-cita suatu organisasi.

1.5.1.2.Karakteristik Budaya Organisasi

Luthans (1998) mengidentifikasi ada enam karakteristik penting.

Pertama, observed behavioral regularities, yaitu apabila para partisipan

organisasi saling berinteraksi satu dengan yang lain, maka mereka akan

(9)

berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak. Kedua, norms, yaitu

standar-standar perilaku yang ada, mencakup pedoman tentang berapa

banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuatan-perbuatan apa

saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Ketiga, dominant values, yaitu ada sejumlah values (nilai) utama

yang organisasi anjurkan dan mengharapkan kepada para anggota

organisasi untuk menyumbangkannya misalnya kualitas produk yang

tinggi, absensi yang rendah dan efisiensi yang tinggi. Keempat,

philosophy, yaitu ada sejumlah kebijakan yang menyatakan keyakinan

organisasi tentang bagaimana para karyawan dan atau para pelanggan

diperlakukan.

Kelima, rules, yaitu ada sejumlah pedoman yang pasti yang

berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan dengan kemajuan

atau cara berhubungan yang baik dalam organisasi. Para karyawan baru

(newcomers) harus mempelajari ikatan atau rules yang telah ada sehingga

mereka dapat diterima sebagai full-fled get anggota kelompok. Keenam,

organizational climate, yaitu ada suatu “feeling” yang menyeluruh yang

dibawa oleh physical layout, cara para anggota organisasi berinteraksi,

dan cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya menghadapi

pihak pelanggan dan pihak luar lainnya.

Lebih lanjut Stephen P.Robbin dalam Tika (2006 : 10) memberikan

karakteristik-karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

1. Inisiatif Individual

Yaitu Tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang

(10)

Inisiatif individual tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau

pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk

memajukan dan mengembangkan organisasi atau perusahaan.

2. Toleransi terhadap tindakan beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan

toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak

agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan

serta berani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan

dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang

diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi,

misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap

kinerja organisasi atau perusahaan.

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan

dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara

yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut dapat

mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

5. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer

dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan

yang jelas terhadap bawahan.

(11)

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau

norma-norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau

perusahaan.

7. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu

kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja

tertentu atau keahlian profesional tertentu.

8. Sistem imbalan

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan

sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk

mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan

pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu

organisasi atau perusahaan. Namun, perbedaan pendapat dan kritik

tersebut bisa digunakan utnuk melakukan perbaikan atau perubahan

strategi utnuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

10.Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang

formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat

terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar

karyawan itu sendiri.

(12)

Tika, Moh. Pabundu (2006 : 14) dalam bukunya Budaya Organisasi

dan Peningkatan Kinerja Perusahaan menyatakan terdapat sepuluh fungsi

utama budaya organisasi. Pertama, sebagai batas pembeda terhadap

lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena

adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau

kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain. Kedua,

sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini

merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka

bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para

pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa

tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

Ketiga, mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini

tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan

konflik serta perubahan diatur secara efektif. Keempat, sebagai

mekanisme dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku

anggota-anggota organisas. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol,

didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya

anggota organisasi oleh orgnisasi, makna bersama yang diberikan oleh

suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah

yang sama. Kelima, sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan

integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini

biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap

unit terdapat sub budaya baru.

Keenam, membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi.

(13)

bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi. Ketujuh, sebagai saran

untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya

organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap

lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Kedelapan, sebagai

acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, stegmentasi pasar,

penetuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

Kesembilan, sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat

berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau

sebaliknya, serta antar anggota organisasi. Budaya sebagai alat

komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup

kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. Kesepuluh,

sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi bisa menjadi

penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi

tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan

eksternal dan integrasi internal.

Dengan demikian, fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat

sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan

organisasi berupa ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan

dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi dapat pula

berfungsi sebagai kontrol atas perilaku anggota-anggota organisasi.

1.5.2. Kualitas Pelayanan Publik

1.5.2.1.Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009, pelayanan publik

adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangkaian kegiatan dalam

(14)

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,

dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan publik.

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006 : 5) pelayanan publik

diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan atau

masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai

dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Menurut Santosa (2008: 57), pelayanan publik adalah pemberian

jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun

pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna

memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan

demikian, yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas

bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan

publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik,

yakni menjalankan tugas pokok dan mencari dukungan suara sedangkan

pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari

keuntungan.

Penyeleggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara

negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan

undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain

yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Maka dapat dirumuskan yang menjadi unsur yang terkandung dalam

pelayanan publik adalah:

1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan

(15)

2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan

kebutuhannya.

3. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang dan jasa.

4. Ada aturan dan sistem dan tata cara yang jelas dalam

pelaksanaannya.

Dengan demikian, pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap

warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan

administrasi dan diatur oleh undang-undang yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik yaitu

instansi pemerintah baik pusat maupun daerah serta pihak swasta.

1.5.2.2.Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Pemerintah melalui lembaga dan seluruh aparaturnya bertugas

menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparatur terdiri dari berbagai

macam bentuk.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63

Tahun 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu:

1. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu bentuk pelayanan yang

menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan

oleh masyarakat atau publik.

2. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan publik.

3. Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan

(16)

Menurut Moenir (2002: 190) bentuk pelayanan ada tiga macam

yaitu:

1. Pelayanan dengan lisan

Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang

hubungan masyarakat, bidang layanan informasi dan bidang-bidang

lain yang tugasnya memberikan penjelasan dan keterangan kepada

masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar

layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada

syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu:

a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam

bidang tugasnya

b. Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dan lancar,

singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka

yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.

d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dengan pegawai

lainnya karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan

melalaikan tugas.

2. Pelayanan melalui Tulisan

Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa

pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerapannya

berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang

(17)

a. Layanan berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan

pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan

mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.

b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan,

keluhan, pemberitahuan dan lain-lain

3. Pelayanan berbentuk Perbuatan

Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan

dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar

kesanggupan dan penjelasan secara lisan.

1.5.2.3.Standart Pelayanan Publik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar Hukum

Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan

oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan,

harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan

Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang

diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut

hukum dan perundangan.

2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur

Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi

pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme

pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh

masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas

(18)

3. Jangka Waktu Penyelesaian

Pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah

dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian

kegiatan yang efisien, pelayanan publik yang diberikan kepada

masyarakat dilakukan dalam standar waktu yang singkat.

4. Biaya/Tarif

Pelayanan publik pada hakikatnya adalah bentuk pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya atau

tarif yang diberikan harus memiliki standar harga yang dapat

dijangkau oleh masyarakat. Dengan kata lain harga untuk

pelayanan publik adalah harga yang murah.

5. Produk Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan

sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat

berupa publik good, publik service dan administration service.

6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas

Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi

dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam

proses pemberian pelayanan serta terdapat fasilitas yang

memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.

7. Kompetensi Pelaksana

Petugas pemberi pelayaanan publik harus memiliki keahlian,

kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan

perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(19)

Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang

menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan

juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas

pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

9. Jumlah Pelaksana

Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayaanan

yang memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan

efektif.

1.5.2.4.Pengertain Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Albrecht dan Zemke (dalam Dwiyanto, 2005:145) bahwa

kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek,

yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan, strategi,

dan pelanggan (costumers)

Sedangkan Sinambela (2006:6) berpendapat bahwa, kualitas

pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan

komprehensif yang dikenal dengan konsep pelayanan prima. Kualitas

pelayanan publik merupakan mutu/kualitas pelayanan birokrat terhadap

masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan

pelanggan/masyrakat (meeting the needs of customers).

Kemudian menurut Tjandra (2005: 3) tujuan dari pelayanan publik

adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat pada

umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang

sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas atau mutu

pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan

(20)

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur

pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

kualitas pelayanan publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk

barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat

dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan

konsep pelayanan prima.

1.5.2.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Suatu pelayanan yang komprehensif yang diberikan oleh pegawai

pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari

pelayanan tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara

pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat

sebagai konsumen dari pelayanan yang diberikan.

Menurut Dwiyanto (dalam Tangklisan, 2005: 223) ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri adalah:

1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang

berorientasi terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi,

sistem internship maupun semangat kerjasama.

2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan

perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial

ekonomi dan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat serta

(21)

Sedangkan menurut Moenir (2002: 88) faktor-faktor yang

mendukung pelayanan, sebagai berikut:

1. Faktor Kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang

berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai

pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi

tanggungjawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif

terhadap organisasinya.

2. Faktor Aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan

kerja pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi

dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu

harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan/bersangkutan.

3. Faktor Organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian

tujuan.

4. Faktor Pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi

sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan yang cukup

akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan

baik.

5. Faktor Keterampilan Tugas yaitu kemampuan dan keterampilan

petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang

harus dimiliki, yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan

kemampuan untuk membuat konsep.

6. Faktor Sarana yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas

(22)

alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas

komunikasi.

1.5.2.6.Tolak Ukur Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Zeitham dkk (dalam Boediono, 2003: 114) ada lima

dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu:

1. Bukti Langsung (tangibles), yang meliputi fasilitas fisik,

pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik

yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang

tunggu untuk customer, telepon dan komputer.

2. Daya tanggap (responsiveness), suatu karakteristik kecocokan

dalam pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf

untuk membantu masyarakat dalam memberikn pelayanan

dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat

birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait

dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung.

3. Keandalan (reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan

yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat

dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat dalam

mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi

kewajibannya dengan cepat sesuai dengan waktu yang

dijanjikannya.

4. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari

bahaya, resiko atau skeraguan. Yaitu seperti kepastian yang

(23)

merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas

dari kesalahan.

5. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para

pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat menciptakan

komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas

pelayanannya.

Selain kelima dimensi tersebut, menurut Gasperz (dalam Tjandra,

2005: 20), hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas

pelayanan mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu

penyelesaian suatu produk pelayanan sebagai berikut:

1. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan realitas pelayanan dan bebas

dari kesalahan.

2. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama

bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan (internal

maupun eksternal).

3. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan

penanganan keluhan dari pelanggan.

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan penerimaan

pesanan dan penanganan keluhan pelanggan.

5. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan erat dengan

banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, banyaknya

(24)

6. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk

memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari

pelayanan.

7. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas penanganan

permintaan khusus.

8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan

lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau,

tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk

dan bentuk-bentuk lain.

9. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkunga kebersihan,

ruang tunggu dan fasilitas lainnya.

1.5.3. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi, keterikatan dan

pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Secara spesifik peran penting yang

dimainkan oleh budaya organisasi didalam menjalankan suatu organiasi adalah

membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jati diri

para anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan

pekerja yang terlibat didalamnya, membantu menciptakan stabilitas organisasi

sebagai sistem sosial, dan menemukan pola pedoman perilaku sebagai hasil dari

norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian.

Begitu kuatnya pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku para anggota

organisasi, maka budaya organisasi mampu menetapkan tapal batas untuk

membedakan dengan organisasi lain, mampu membentuk identitas organisasi dan

identitas kepribadian anggota organisasi, mampu mempermudah terciptanya

(25)

mampu meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial, dan mampu

berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbol-simbol kendali

perilaku para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang baik tentunya akan mampu menciptakan kualitas

pelayanan yang baik pula. Karena budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap

perilaku para anggota organisasi, sehingga jika suatu budaya organisasi mengarah

kepada budaya organisasi yang berkualitas, maka tidak heran jika anggota

organisasi juga akan berkualitas. Hal ini dikarenakan tindakan mereka akan

secara otomatis berbuat sebaik mungkin demi tetap bertahannya kebudayaan yang

telah mereka miliki dan akan mempertahankannya.

1.6.Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berarti dibawah dan “thesa” yang berarti

kebenaran. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan

data. (Sugiyono, 2005: 70)

Adapun hipotesis yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini, adalah:

1. Hipotesis kerja (H1)

Hipotesis kerja adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara

variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Hipotesis kerja

dari penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan publik”

(26)

Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan

antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.

Hipotesis nol dari penelitian ini adalah “Tidak terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan publik”

1.7.Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (2006: 33), konsep adalah istilah dan definisi yang

digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok,

atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Untuk menghindari kesalahan dari

pemaknaan terhadap konsep maka perlu ada batasan-batasan dalam memahami suatu

konsep dengan cara mendefinisikan kosep secara jelas.

Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari

penelitian ini adalah:

1. Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan

norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah

laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal.

2. Kualitas Pelayanan Publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk

barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan

pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep

pelayanan prima.

1.8.Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur

(27)

pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2006: 46).

Melalui pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung untuk

dianalisis dari variabel-variabel tersebut.

Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam

bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut

penelitian. Adapun yang menjadi definisi operasinal dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas (X), budaya organisasi diukur dengan indikator, sebagai berikut:

a. Inisiatif Individual

Yaitu Tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai

setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individual

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan

organisasi atau perusahaan.

b. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan

harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.

Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaan.

c. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang

terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut dapat mendorong kualitas dan

kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

(28)

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.

e. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau

norma-norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

f. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian

profesional tertentu.

g. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan

konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena

yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun,

perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan utnuk melakukan

perbaikan atau perubahan strategi utnuk mencapai tujuan organisasi atau

perusahaan.

h. Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola

komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

2. Variabel terikat (Y), kualitas pelayanan publik diukur dengan indikator, sebagai

(29)

1. Bukti Langsung (tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai,

perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini

adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon

dan komputer.

2. Daya tanggap (responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam

pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu

masyarakat dalam memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu

seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi

yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung.

3. Keandalan (reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang

menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari

kemampuan dan kecakapan aparat dalam mengerjakan tugas-tugas yang

dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai dengan waktu

yang dijanjikannya.

4. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko atau

skeraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat untuk membuat

masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya

akan bebas dari kesalahan.

5. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan

komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal ini

seperti bagaimana aparat menciptakan komunikasi eksternal untuk

Referensi

Dokumen terkait

terhadap metode yang digunakan. Kreativitas guru dalam penggunaan metode pembelajaran kolaboratif. dengan media pada mata pelajaran SKI di MTsN Tulungagung

a) Pengaruh persepsi guru tentang kepemimpian kepala sekolah terhadap kinerja guru. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel persepsi guru tentang kepemimpian

Penelitian terhadap tanaman tersebut bertujuan untuk membangun sebuah sistem pakar menggunakan metode K-Means Cluster untuk mendeteksi hama atau penyakit pada

This prototype uses a switch as a sensor, a microcontroller as a controller, LCD as a guide display for the model of vehicle that will enter, and motor servo DC as the

To determine if career orientations in the two forces differed in terms of promotion related variables, we conducted a two by five (force by career orientation) multivariate analysis

[r]

Kerja akibat seluruh gaya luar yang bekerja pada sebuah struktur ( external forces ) U e , menyebabkan terjadinya gaya-gaya dalam pada struktur ( internal work or

Penetapan awal Ramadhan dan Syawal 1438 H menunggu Keputusan Pemerintah RI (Menteri Agama RI) ; Penunjukan waktu pada jam masing-masing agar dikalibrasi / disesuaikan + 8 jam