commit to user
MODEL PEMILIHAN UNTUK METODE KONTES DALAM
PENGADAAN BARANG PEMERINTAH MENGGUNAKAN PAIRWISE
COMPARISON DAN TOPSIS
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
YANUAR WAHYU WIDIANTO
I 0308073
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ABSTRAK
YANUAR WAHYU W, NIM : I0308073, MODEL PEMILIHAN UNTUK METODE KONTES DALAM PENGADAAN BARANG PEMERINTAH
MENGGUNAKAN PAIRWISE COMPARISON DAN TOPSIS. Skripsi.
Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012.
Proses penentuan pemenang merupakan salah satu bagian kritis dalam aktivitas pengadaan barang menggunakan metode kontes karena barang yang diperlombakan tidak mempunyai harga pasar dan tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, penilaian pemenang kontes dilakukan menggunakan scoring dan menentukan pemenang berdasarkan nilai rata-rata dari beberapa juri. Penelitian ini memberikan alternatif metode yang dapat digunakan dalam penilaian pemenang, yakni penggabungan metode antara pairwise comparison dalam analytic hierarchi process dan TOPSIS. Metode pairwise comparison digunakan untuk menghitung bobot setiap kriteria pengadaan barang, sedangkan metode TOPSIS digunakan untuk menghitung nilai setiap peserta peserta pengadaan barang dalam proses penentuan pemenang. Metode tersebut diuji pada data hipotetik untuk kasus kontes kereta kencana Kota Surakarta tahun 2011. Berdasarkan hasil penghitungan, metode tersebut mampu mengatasi variabilitas data yang tinggi dibandingkan metode
scoring. Selain itu, dibuat aplikasi sistem pendukung keputusan untuk membantu panitia dan juri dalam melakukan proses pengadaan barang menggunakan metode kontes.
Kata kunci: kontes, pengadaan barang, analytic hierarchi process, TOPSIS.
commit to user
ABSTRACT
YANUAR WAHYU W, NIM : I0308073, SELECTION MODEL OF
CONTEST METHOD IN PUBLIC PROCUREMENT USING PAIRWISE COMPARISON AND TOPSIS. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, September 2012.
Selection process of a winner is a critical stage in procurement activity used contest method because good which is contested doesn’t have market and unit price. Based on a case study that has been done, the assesments of the participants are done by scoring method and the winner of the contest is determined based on average score from several judges. This research gives an alternative method that can be used for the winner assessment, that is intregated of pairwise comparison method in analytical hierarchi process and technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Pairwise comparison method is used for calculating the weight of each procurement criteria, whereas TOPSIS method is used for calculating the value of each procurement participant in selection process of the winner. This method was tested by hipotetic data for Kontes Kereta Kencana in Surakarta City 2011. Based on calculation result, the model is better in coping high variability data then scoring method. Besides, a decision supporting system application is made to help commitee and judges performing procurement process using contest method.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengadaan Barang/Jasa merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/S/I) lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Proses pengadaan barang dan jasa diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) melalui Modul Pengantar Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia menjelaskan beberapa prinsip yang harus dijadikan dasar pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Metode yang dapat digunakan untuk memilih penyedia barang terdiri dari pelelangan, seleksi, pemilihan langsung, penunjukan langsung, pengadaan langsung dan kontes/sayembara.
commit to user
pemenang, dan penunjukan pemenang. Tujuan adanya metode kontes dalam pengadaan barang diharapkan dapat membantu lembaga atau instansi sebagai metode yang dapat digunakan untuk pengadaan barang yang bersifat unik, tidak mempunyai harga satuan dan mempunyai sifat budaya.
Saat ini metode kontes telah digunakan oleh beberapa instansi dalam suatu pengadaan barang. Dalam beberapa kasus pengadaan barang menggunakan metode kontes penilaian yang dilakukan bersifat scoring dengan rentang nilai tertentu untuk beberapa aspek penilaian. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang sendiri tidak mengatur teknis penilaian dari metode kontes pengadaan barang. Laise (2004) berpendapat bahwa pendekatan scoring dan rata-rata yang digunakan untuk menentukan organisasi yang menjadi best in class memiliki kelemahan. Rata-rata merupakan suatu ukuran kecenderungan terpusat dari suatu kelompok data dan cukup mewakili jika data mempunyai suatu variabilitas yang rendah, tetapi jika dilakukan pengamatan dengan variabilitas tinggi, rata-rata bukan ukuran yang baik. Menggunakan rata-rata dapat menghilangkan informasi yang pantas dipertimbangkan dan oleh karena itu tidak cocok digunakan untuk membuat perbandingan.
Berdasarkan informasi tersebut, tentunya ada metode-metode yang lain untuk menutupi kelemahan dari metode scoring dan rata-rata. Dilihat dari jumlah kriteria yang digunakan dalam beberapa kasus permasalahan pengadaan barang dengan metode kontes, permasalahan tersebut dapat dikategorikan dalam Multi Criteria Decision Making (MCDM) dan karena tujuannya menyeleksi alternatif terbaik dari beberapa alternatif maka dapat dikelompokkan sebagai Multiple Attribute Decision Making (MADM).
commit to user
(SAW). Jadidi dkk (2010) menyebutkan metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) lebih tepat digunakan untuk menentukan penyedia pada suatu perusahaan. Ayag dan Ozdemir (2006) menggunkan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan alternatif mesin terbaik untuk digunakan dalam suatu perusahaan. Laise (2004) mengusulkan penggunaan metode yang merupakan pengembangan dari konsep outranking yaitu Elimination Et Coix Traduisant La Realite ( ELECTRE).
Penelitian ini memakai metode perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dari AHP kemudian dilanjutkan dengan metode TOPSIS. Metode ini dipilih karena metode ini menentukan nilai bobot untuk setiap kriteria, kemudian dilanjutkan dengan proses perhitungan dengan metode TOPSIS yang akan menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. Metode TOPSIS banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis. Konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan kedalam bentuk matematis yang sederhana (Kusumadewi dkk, 2006 ). Pemilihan metode ini juga mempertimbangkan kemudahan bagi pengguna Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang akan dibentuk.
commit to user
digunakan. SPK yang dirancang juga diharapkan dapat mempercepat proses pemilihan penyedia dalam suatu kontes pengadaan barang.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang suatu sistem pendukung keputusan pemilihan penyedia dalam kegiatan kontes pengadaan barang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi metode dan mekanisme penilaian yang digunakan dalam pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
2. Mengembangkan model penyusunan kriteria dan penentuan nilai untuk pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
3. Merancang sistem pendukung keputusan untuk pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dari penelitian ini adalah :
1. Mempermudah dan mempercepat dalam pemilihan penyedia dari kegiatan kontes pengadaan barang.
2. Memberikan wawasan baru kepada panitia pengadaan barang menggunakan metode kontes mengenai metode yang dapat digunakan untuk pemilihan penyedia dari kegiatan kontes pengadaan barang.
1.5 Batasan Masalah
commit to user
1. Penentu bobot kriteria pemilihan adalah tim juri dan tim panitia kegiatan kontes pengadaan barang.
2. Data hipotetik digunakan sebagai data untuk pengujian model pengambilan keputusan .
1.6 Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan yang diteliti adalah bobot kriteria pemilihan yang diperoleh selama penelitian dianggap tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.
1.7 Sistematika Penelitian
Dalam penulisan laporan penelitan ini, diberikan uraian setiap bab yang berurutan untuk mempermudah dalam pembahasan laporan. Penjelasan mengenai sistematika penulisan dalam laporan penelitian dijelaskan seperti dibawah ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar permasalahan yang dibahas meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, jurnal penelitian, dan sumber literatur lainnya.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
commit to user
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi tentang proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dan berisi tentang proses pengolahan data.
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi tentang analisis dan interprestasi data terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data pada bagian sebelumnya.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang mendukung dan dipakai sebagai pedoman untuk pemecahan masalah dan analisis masalah yang terdapat pada penelitian ini.
2.1. Tinjauan Umum Pengadaan Barang Menggunakan Metode Kontes
2.1.1 Metode Kontes
Negara Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, mendefinisikan metode kontes adalah metode pemilihan penyedia barang yang memperlombakan barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Kontes dilakukan khusus untuk pemilihan penyedia barang atau jasa yang merupakan hasil industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri. Pemilihan penyedia barang dengan menggunakan metode kontes memiliki sejumlah tahapan tertentu. Tahapan pelaksanaan tersebut dijelaskan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Langkah Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang
menggunakan Metode Kontes
commit to user 2.1.2 Latar Belakang Kontes Kereta Kencana
Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan nama Solo merupakan salah satu kota yang popular dengan tradisi budayanya. Secara historis kota ini merupakan warisan Dinasti Mataram yang masih melestarikan budaya baik itu tangible maupun intangible. Tidak mengherankan jika saat ini, Kota Solo lebih dikenal sebagai sebuah Kota Budaya dan heritage, bahkan di tahun 2010 Kota Solo mendapat julukan City of Charm ( Kota Pesona) mengingat begitu luar biasanya pesona yang dimiliki oleh kota ini.
Keunikan tradisi, kearifan lokal, kekayaan budaya dan kepopuleran kulinernya telah menjadi buah bibir tidak hanya di tingkat nasional tapi juga di kancah internasional. Menyadari bahwa di tengah persaingan bisnis modern yang begitu ketat maka Kota Solo selalu berusaha untuk memperbaiki dan mempercantik kota. Berbagai program revitalisasi kawasan dan bangunan terus diusahakan oleh pemerintah dan masyarakatnya. Keberhasilan program-program yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta ternyata memberikan dampak signifikan terhadap Kota Solo baik secara ekonomi maupun dalam rangka pencitraan kota.
Pada tahun 2011 guna lebih meningkatkan pencitraan kota, Pemerintah Kota Surakarta berusaha melengkapi keunikan kota dengan pengadaan Kereta Kencana, setelah sebelumnya diluncurkan Kereta Uap Jaladara, trainbus, dan bus wisata. Pengadaan Kereta Kencana dimaksud harus sesuai dengan tujuan dan kehendak Pemerintah Kota Surakarta. Sehubungan dengan hal tersebut para penyedia wajib mengikuti standar administrasi dan teknis pengadaan kereta kencana yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. (Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Surakarta, 2011).
2.1.3 Tujuan Kontes Kereta Kencana
commit to user
yang ramah lengkungan kepada para wisatawan yang hadir di Kota Solo. (Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Surakarta, 2011).
2.1.4 Penilaian dan Penjurian Kontes Kereta Kencana
Penilaian terhadap semua proposal dokumen kontes yang telah masuk akan diperiksa oleh panitia kontes untuk memeriksa kelengkapan admistrasi. Masukan yang tidak sesuai atau melanggar ketentuan akan didiskualifikasi sehingga tidak berhak dinilai oleh para juri.
Dokumen peserta yang telah lulus kulaifikasi dokumen, berhak untuk mengikuti kontes pengadaan Kereta Kencana. Semua barang yang dikonteskan akan diperiksa oleh Tim Juri. Selama proses penjurian, identitas peserta dirahasiakan oleh panitia kontes.
Penjurian dilakukan dalam satu tahap yaitu melakukan peninjauan dan pengamatan serta penilaian terhadap barang-barang yang dikonteskan yang telah disediakan oleh para peserta yang memenuhi persyaratan dan lulus kulaifikasi proposal dokumen kontes. (Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Surakarta, 2011).
2.1.5 Unsur-Unsur Penilaian Kontes Kereta Kencana
a. Aspek fungsi
Kekuatan/keamanan, kenyamanan, kemudahan dalam pengoperasian serta daya tampung penumpang, termasuk bahan, kontruksi dan ukuran kereta.
b. Aspek Estetika
Keindahan dan makna filosofi meliputi pemilihan desain, pemilihan motif ragam hias, pemilihan warna serta originalitas
c. Aspek ekonomis
Kesesuaian antara harga, ukuran dan kualitas kereta yang ditawarkan yang disesuaikan dengan anggaran yang telah ditetapkan oleh Panitia Pangadaan.
(Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Surakarta, 2011).
2.2. Multi Criteria Decision Making
commit to user
menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Ada beberapa fitur umum yang digunakan dalam Multi Criteria Decision Making yaitu :
a. Alternatif
Alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.
b. Atribut
Atribut sering juga disebut sebagai karakteristik, komponen atau kriteria keputusan.
c. Konflik Antar Kriteria
Beberapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya.
d. Bobot Keputusan
Bobot keputusan menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria.
e. Matriks Keputusan
Suatu matriks keputusan dengan ordo tertentu, yang berisi elemen-elemen yang merepresentasikan rating dari beberapa alternatif terhadap beberapa kriteria.
Zimmermann (1991) dalam Kusumadewi dkk. (2006) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, MCDM dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective Decision Making (MODM). MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret, sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pada ruang kontinyu. Secara umum dapat dikatakan bahwa MADM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif, sedangkan MODM merancang alternatif terbaik.
2.3. Multy Attribute Decision Making
commit to user
yang berjudul, Theory of Games and Economic Behavior, untuk menggagas teori matematika ekonomi dan organisasi sosial secara rinci berdasarkan teori permainan. Buku ini diyakini sebagai awal dari berkembangnya MADM. Pada umumnya MADM dapat dibagi menjadi dua yaitu multiple attribute utility theory (MAUT) dan metode outranking (terutama merujuk untuk ELECTRE dan PROMETHEE). MAUT menentukan preferensi pembuatan keputusan, yang biasanya dapat direpresentasikan sebagai sebuah struktur hirarkis, dengan menggunakan fungsi yang sesuai utilitas. Dengan mengevaluasi fungsi utilitas, pembuat keputusan dapat dengan mudah menentukan alternatif terbaik dengan nilai utilitas tertinggi. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah MADM, antara lain Simple Additive Weighting (SAW), Weighted Product
(WP), ELECTRE, Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), VIKOR, Analytic Hierarchy Process (AHP) dan PROMETHEE.
Tahap inti dari MADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan menyeleksi sejumlah alternatif. Pada dasarnya, ada 3 pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan subyektif, pendekatan obyektif dan pendekatan integrasi antara subyektif & obyektif. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subyektifitas dari para pengambil keputusan, sehingga beberapa faktor dalam proses perankingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif, nilai bobot dihitung secara matematis sehingga mengabaikan subyektifitas dari pengambil keputusan. ( Kusumadewi, 2006).
2.4. Analytic Hierarchy Process
Sebagaimana langkah yang dijelaskan oleh Saaty (1988), metode AHP dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan dengan cara sebagai berikut.
commit to user
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut (Brodjonegoro, 1992) :
a. Minimum
Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. b. Independen
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.
c. Lengkap
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. d. Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.
2. Membuat “pohon hierarki” (hierarchical tree) untuk berbagai kriteria dan alternatif keputusan.
Gambar 2.3 Pohon Hierarki
Sumber : Forman, 2002
commit to user
3. Membentuk Matriks Pairwise Comparison
Setelah membuat pohon hierarki, kemudian dibentuk sebuah matriks
pairwise comparison, misalnya diberi nama matriks A. Angka di dalam baris ke-i dan kolom ke-j merupakan relative importance Ai dibandingkan dengan Aj. Digunakan skala 1–9 yang diinterpretasikan sebagai berikut: a. aij = 1 jika kedua kriteria sama pentingnya
b. aij = 3 jika Oi sedikit lebih penting dibandingkan Oj
Tabel 2.1 Matriks perbandingan berpasangan
A
A1 A2 A3 …. An dibandingkan dengan A1 (kolom) ataub. Seberapa jauh dominasi Ai(baris) terhadap Ai (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).
commit to user
pendekatan system dengan pertimbangan ketelitian yang ditunjukkan pada nilai RMS (Root Means Square)
4. Membuat peringkat prioritas dari matriks pairwise dengan menentukan
eigenvector
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kriteria tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteria-kriteria dalam satu kelompok sama dengan satu. Dalam penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama eigenvector.
Eigenvector adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Bentuk
Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya.
commit to user
a. Matriks perbandingan diperoleh dari penilaian kabag produksi Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4
b. Membagi masing-masing elemen pada kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut
Dari pembagian di atas diperoleh hasil sebagai berikut : Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3 Sub 4
Sub 1 0.597 0.686 0.488 0.35
Sub 2 0.199 0.229 0.390 0.4
Sub 3 0.119 0.057 0.098 0.2
Sub4 0.085 0.029 0.024 0.05
c. Hasil tersebut kemudian dinormalisasi untuk mendapatkan eigenvektor
matriks dengan merata-ratakan jumlah baris terhadap tiap elemen. Tujuan Jumlah Baris Bobot
commit to user
5. Menguji Konsistensi
Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa ia harus berpikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas
eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah:
CI = (lmaks- n ) / (n - 1)………...………..(2.2)
dengan CI : indeks konsistensi
l maks : eigenvalue maksimum
n : orde matriks
Dengan merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue
maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 % atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena persamaan (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.
commit to user
Tabel 2.2 Pembangkit random (RI)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.40 1.45 1.49
RI CI
CR = ………. (2.3)
dengan CR : rasio konsistensi CI : indeks konsistensi RI : indeks random
Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya menurut beberapa eksperimen dan pengalaman tingkat inkonsistensi sebesar 10 % ke bawah adalah tingkat inkonsistensi yang masih dapat diterima. Lebih dari itu harus ada revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan.
Dari perhitungan nilai eigenvector sebelumnya, selanjutnya dilakukan perhitungan rasio konsistensi, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Menghitung nilai
lmaksimum didapatkan dengan mengalikan hasil jumlah kolom pada matriks
perbandingan berpasangan dengan nilai eigenvektor tiap kriteria. Berikut adalah contoh perhitungannya
= (1.676 x 0.530 + 4.375 x 0.304 + 10.25 x 0.119 + 20 x 0.047 ) = 4.376
2. Menghitung nilai indeks konsistensi (CI) CI = (lmaks-n ) / (n- 1) = (4.376 – 4) / (4 – 1) = 0.125
3. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR)
RI
Rasio konsistensi sebesar 0.141 melebihi batas toleransi 0.10. Maka matriks perbandingan berpasangan pada contoh ini tidak konsisten.
6. Membuat Penilaian Perbandingan Multipartisipan
Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. Analytic Hierarchy Process hanya
maksimum
l
maksimum
commit to user
memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometrik atau geometric mean. Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil (Brodjonegoro, 1992).
Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n
partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara matematis dituliskan sebagai berikut :
aij= (z1´ z2´z3 ´... ´zn)1/n ...……. (2.4)
dengan aij adalah nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan. Sedangkan Zi adalah nilai perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk partisipan i, dengan i = 1, 2, 3, ..., n dan n adalah jumlah partisipan.
7. Menyusun Rekapitulasi Peringkat Alternatif
Peringkat alternatif dapat ditentukan dengan mengalikan nilai
eigenvector alternatif dengan nilai eigenvector kriteria. Hasil-hasil dari metode AHP dengan langkah-langkah seperti di atas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan metode di atas, pengambil keputusan akan lebih mengutamakan alternatif langkah yang mempunyai bobot paling besar dibandingkan pilihan alternatif langkah lainnya. Sehingga, rencana yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik dan lebih bermanfaat.
2.5. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
commit to user
merupakan ukuran jarak ke masing-masing kutub kinerja dengan bobot opsional dari setiap atribut.
Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut. TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai.
Secara umum, prosedur dari metode TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan matriks keputusan yang ternormalisasi.
Elemen rij hasil dari normalisasi decision matrix R dengan metode
Euclidean length of a vector adalah 翸�Ǵ 밠
∑ , 㷠 밠 1, … . ; 밠 1, … ………(2.5)
dengan C = {Cj | j = 1, ..., m}menandakan kriteria, dan X = {xkj | k = 1,..,n j = 1, ..., m} menandakan himpunan kinerja peringkat.
b. Menghitung matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot.
�Ǵ 밠 Ǵ翸�Ǵ , 㷠 밠 1, … , ; 밠 1, … , ………...…(2.6)
dengan w = {w | j = 1, ..., m} adalah himpunan bobot.
c. Menghitung matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif. Solusi ideal dinotasikan PIS atau A+, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan NIS atau A
-剨I 밠 밠 , , … . Ǵ , … ……………(2.7)
commit to user
I 밠 밠 , , … . Ǵ , … ……………(2.8)
밠 � �Ǵ ∈ , � �Ǵ ∈ |㷠 밠 1, …
d. Menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matrik solusi ideal negatif.
Dk* adalah jarak (dalam pandangan euclidean) alternatif dari solusi ideal positif didefinisikan sebagai :
㷠
∗ 밠 ∑
㷠
밠1 2, 㷠 밠 1, … , ……………..…(2.9)
Dk- adlah jarak terhadap solusi ideal negatif didefinisikan sebagai:
� 밠 ∑Ǵ �Ǵ Ǵ , 㷠 밠 1, … , ……………….…(2.10)
e. Menghitung nilai preferensi untuk setiap alternatif.
�∗ 밠 ∗ , 㷠 밠 1, … , , ………..(2.11)
Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan Ck*. Maka dari itu, alternatif terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal positif dan berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif.
2.6. Basis Data (Database)
2.6.1. Pengertian Basis Data
Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Database
merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem informasi, karena merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi para pemakai. Penerapan database dalam sistem informasi disebut dengan database system.
commit to user
bermacam-macam didalam suatu organisasi. Dengan sistem basis data ini tiap-tiap orang atau bagian dapat memandang database dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Bagian kredit dapat memandangnya sebagai data piutang, bagian penjualan dapat memandangnya sebagai data penjualan, bagian personalia dapat memandangnya sebagai data karyawan, bagian gudang dapat memandangnya sebagai data persediaan. Semuanya terintegrasi dalam sebuah data yang umum. Berbeda dengan sistem pengolahan data tradisional, sumber data ditangani sendiri-sendiri untuk tiap aplikasinya.
2.6.2. Tujuan Basis Data
Basis data bertujuan untuk mengatur data sehingga diperoleh kemudahan, ketepatan, dan kecepatan dalam pengambilan kembali. Untuk mencapai tujuannya, syarat sebuah basis data yang baik adalah sebagai berikut :
1. Tidak adanya redundansi dan inkonsistensi data
Redundansi terjadi jika suatu informasi disimpan di beberapa tempat. Akibat dari redundansi adalah inkonsistensi data atau data yang tidak konsisten.
2. Mudah dalam pengaksesan data
Basis data memiliki fasilitas untuk melakukan pencarian informasi dengan menggunakan query ataupun dari tool untuk melihat tabelnya. Dengan fasilitas ini, pengguna bisa secara langsung melihat data dari software DBMS (Database Management System)-nya. Dalam basis data, informasi yang diperoleh dari kumpulan data bisa berupa keseluruhan data, sebagian data, data dengan filter tertentu, ataupun data yang terurut.
3. Dapat digunakan oleh beberapa user dalam waktu bersamaan
commit to user
pengaksesan oleh pengguna-pengguna ini disesuaikan dengan hak aksesnya.
2.6.3. Manfaat Basis Data
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan basis data. Manfaat basis data diantaranya adalah :
1. Kecepatan dan kemudahan (speed)
Dengan menggunakan basis data pengambilan informasi dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Basis data memiliki kemampuan dalam mengelompokkan, mengurutkan, bahkan perhitungan dengan matematika. Dengan perancangan yang benar, maka penyajian informasi akan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
2. Kebersamaan pemakai (sharability)
Sebuah basis data dapat digunakan oleh banyak user dan banyak aplikasi. Untuk data-data yang diperlukan oleh banyak bagian/orang, tidak perlu dilakukan pencatatan di masing-masing bagian, tetapi cukup dengan satu basis data untuk dipakai bersama.
3. Pemusatan kontrol data
Karena cukup dengan satu basis data untuk banyak keperluan, pengontrolan terhadap data juga cukup dilakukan di satu tempat saja. Jika ada perubahan data, maka tidak perlu dilakukan update di masing-masing bagian tetapi cukup hanya di satu basis data.
4. Efisiensi ruang penyimpanan
Dengan pemakaian bersama, maka tidak perlu disediakan tempat penyimpanan di berbagai tempat, tetapi cukup satu saja sehingga hal ini akan menghemat ruang penyimpanan yang dimiliki oleh sebuah organisasi.
5. Keakuratan (accuracy)
commit to user
6. Ketersediaan (availability)
Dengan basis data kita dapat mem-backup data, memilah-milah data mana yang masih diperlukan dan data mana yang perlu kita simpan ke tempat lain. Hal ini mengingat pertumbuhan transaksi suatu organisasi dari waktu ke waktu membutuhkan media penyimpanan yang semakin besar.
7. Keamanan (security)
Kebanyakan DBMS dilengkapi dengan fasilitas manajemen pengguna. Pengguna diberikan hak akses yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan dan posisinya. Basis data bisa diberikan password untuk membatasi orang yang mengaksesnya.
8. Kemudahan dalam pembuatan aplikasi baru
Penggunaan basis data merupakan bagian dari perkembangan teknologi. Dengan adanya basis data pembuatan aplikasi bisa memanfaatkan kemampuan dari DBMS, sehingga pembuat aplikasi tidak perlu mengurusi penyimpanan data, tetapi cukup mengatur
interface untuk pengguna.
9. Kebebasan data (dataindependence)
Jika sebuah program telah selesai dibuat, dan ternyata ada perubahan isi/struktur data. maka dengan basis data, perubahan ini hanya perlu dilakukan pada level DBMS tanpa harus membongkar kembali program aplikasinya.
2.7. Model Pengambilan Keputusan
commit to user
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain : a. Teknologi / Informasi / Komputer
Jika terdapat teknologi atau informasi yang cukup, maka semakin mudah untuk menyediakan pilihan
b. Structual Complexity / Competition
Masalah yang kompleks akan berbeda penanganannya dengan maslah yang sederhana. Kesalahan pengambilan keputusan dalam masalah yang kompleks akan berdampak besar bagi manajemen tersebut.
c. International Markets / Political Stability / Consumerism
Keadaan ekonomi, politik ataupun pasar dunia bisa mempengaruhi pengambilan keputusan. Jika keadaan ekonomi, politik tidak stabil maka keputusan yang diambil semakin diliputi ketidakpastian. d. Changes, Fluctuations
Perubahan keadaan ekonomi atau politik yang cepat dan tidak stabil akan menuntut kita mengambil keputusan dengan cepat. Simon, (1977) mengenalkan metoda proses pengambilan keputusan yang terdiri dari empat fasa utama yaitu:
1. Fase Intelijen
Proses pengambilan keputusan berawal pada fasa ini dimana penyelidikan dan mengidentifikasi lingkup problematika yang dikumpulkan.
2. Fase Desain
Tahap ini merupakan proses konstruksi dengan membuat perkiraan-perkiraan kemungkinan terjadi dari setiap variabel dan hubungan antar variabelnya. Tahap ini meliputi proses untuk mengembangkan dan menganalisa alternatif tindakan yang bisa dilakukan.
3. Fase Pemilihan
commit to user
model adalah satu kesatuan nilai variable keputusan dalam beberapa alternatif yang dipilih.
4. Fase Implementasi
Pada tahap ini solusi yang telah disepakati mulai dijalankan. Alternatif keputusan yang telah disepakati dan dievaluasi merupakan alternatif optimal yang dipilih.
2.8. Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan
Pada dasarnya sistem pendukung keputusan dirancang untuk mendukung seluruh tahap pengambilan keputusan mulai dari mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi pemilihan interaktif. Peranan sistem pendukung keputusan dalam konteks keseluruhan sistem informasi ditujukan untuk memperbaiki kinerja melalui aplikasi teknologi informasi. Terdapat sepuluh karakteristik dasar sistem pendukung keputusan yang efektif, yaitu :
1. Mendukung proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada management by perception
2. Adanya interface manusia/ mesin dimana manusia (user) tetap mengontrol proses pengambilan keputusan
3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah-masalah terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur
4. Menggunakan model-model matematis dan statistik yang sesuai 5. Memiliki kapabilitas dialog untuk memperoleh informasi
sesuai dengan kebutuhan – model interaktif
6. Output ditunjukkan untuk personil organisasi dalam semua tingkatan
7. Memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem
8. Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi keseluruhan tingkatan manajemen
commit to user
dan memungkinkan keleluasaan pemakai untuk memilih atau mengembangkan pendekatan-pendekatan baru dalam membahas masalah yang dihadapi.
10. Kemampuan sistem beradaptasi secara tepat, dimana pengambil keputusan dapat menghadapi masalah-masalah baru, dan pada saat yang sama dapat menangani dengan cara mengadaptasi sistem terhadap kondisi-kondisi perubahan yang terjadi.
2.9. Penelitian Terkait
Penelitian-penelitian yang terkait dengan sistem pendukung keputusan tentang multi criteria decision making antara lain :
1. Penelitian oleh Jafari dkk (2007) dengan judul ”A New Framework for Selection of the Best Performance Appraisal Method”. Penelitian ini mengusulkan kerangka kerja untuk memilih metode penilaian kinerja terbaik menggunakan Simple Additive Weighting Method
(SAW). Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut 2. Jadidi dkk (2010) dengan judul “TOPSIS Method for Supplier
Selection Problem” . Pada penlitian ini disebutkan metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) lebih tepat digunakan untuk menentukan penyedia pada suatu perusahaan. 3. Penelitian oleh Ayag dan Ozdemir (2004) dengan judul “A fuzzy AHP
approach to evaluating machine tool alternatives “. Pada penelitian ini
Analytic Hierarchy Process dirasa kurang mampu untuk digunakan dikarenakan ketidakjelasan dari pengambil keputusan sehingga penelitian ini menggunakan Fuzzy Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan alternatif mesin terbaik untuk digunakan dalam suatu perusahaan.
commit to user
konsep perankingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada kriteria yang sesuai. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa.
5. Penelitian oleh Muhammad Arief Setyawan dengan judul “Studi Kasus Penentuan Pemenang Tender Pelaksanaan Pengadan Bahan Habis
Pakai Dengan Metode Promethee”. Penelitian ini menggunakan metode PROMETHEE merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan urutan atau prioritas dari beberapa alternatif dalam permasalahan yang menggunakanmulti kriteria.
6. Penelitian oleh Arwan Ahmad Khoiruddin dengan judul “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kelayakan Calon Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional Dengan Metode Fuzzy Associative Memory”.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Fuzzy Associative Memory. Metode ini dipilih karena metode ini lebih alami karena mendasarkan keputusan pada kemiripan dengan sampel data yang sudah ada dalam sistem. Sistem Fuzzy Associative Memory terdiri dari pasangan (A,B) dengan A adalah data nilai sekolah untuk kedelapan belas indikator penilaian SBI dan B adalah aturan. Dengan menggunakan Fuzzy Associative Memory, dengan menggunakan 20 data sampel didapatkan validitas keputusan sebesar 85%.
7. Penelitian Ng Chun Yu , Chuah, dan Kong Bieng (2012) dengan judul
“Evaluation of Eco design alternatives by integrating AHP and
TOPSIS methodology under a fuzzy environment”. Penelitian ini menggunakan penggabungan metode AHP dan TOPSIS umtuk mengevaluasi desain alternatif selama proses pengembangan produk baru.
8. Penelitian Maryam Sadeghi dan Kimia Keshanian (2011) dengan judul
“Poison Selection in Agriculture by using AHP and TOPSIS-A Case
commit to user
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pendukung keputusan sebagai alat bantu untuk menentukan prioritas peserta terbaik (penyedia) dari kontes pengadaan barang. Demi mencapai tujuan tersebut, diperlukan tahapan penelitian sebagai kerangka acuan yang memudahkan pemahaman mengenai permasalahan dan mengupayakan penyelesaian masalah menjadi lebih sistematis dan terarah. Tahapan penelitian dipaparkan pada Gambar 3.1.
commit to user
Diagram alir metodologi penelitian pada gambar 3.1 dapat diuraikan sebagai berikut.
3.1 Tahap Identifikasi Masalah
Tahap ini diawali dengan studi pustaka, studi lapangan, perumusan masalah, dan penentuan tujuan penelitian. Langkah-langkah yang ada pada tahap identifikasi masalah tersebut dijelaskan pada sub bab berikut ini.
3.1.1 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses penyelesaian penelitian ini. Studi pustaka ini dilakukan dengan mempelajari beberapa teori yang harus dikuasai yaitu mengenai teori pengadaan barang/jasa, konsep dasar sistem, perbandingan berpasangan, multi criteria decision making, sistem pendukung keputusan, konsep perancangan sistem, perancangan database, dan perancangan
interface.
3.1.2 Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui sistem yang sedang berjalan. Studi lapangan ini dilakukan dengan cara melakukan penelusuran, pengamatan di lapangan secara nyata dan wawancara dengan pihak-pihak terkait antara lain tim juri dan tim panitia dalam kegiatan kontes pengadaan kereta kencana tahun 2011. Dengan melakukan pengamatan sistem ini maka dapat diketahui kekurangan-kekurangan yang ada pada sistem lama.
3.1.3 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
commit to user
merancang suatu sistem pendukung keputusan pemilihan penyedia dalam kegiatan kontes pengadaan barang.
Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah :
1. Mengidentifikasi metode dan mekanisme penilaian yang digunakan dalam pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
2. Mengembangkan alternatif model penyusunan kriteria dan penentuan nilai untuk pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
3. Merancang sistem pendukung keputusan untuk pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang.
3.1.3 Pengumpulan Data Berdasarkan Kasus Kontes Kereta Kencana
Pengumpulan data dilakukan terhadap data-data yang dibutuhkan selama penelitian. Data kriteria penilaian digunakan untuk menentukan kriteria apa saja yang digunakan untuk melakukan pemilihan supplier. Jumlah peserta dan juri digunakan sebagai acuan penentuan responden dan peserta dalam tahap pengolahan data selanjutnya. Mekanisme penilaian digunakan sebagai acuan menghitung data hipotetik yang disusun selanjutnya untuk menentukan supplier
pemenang.
3.2 Tahap Pengolahan Data
3.2.1 Penyusunan Data Hipotetik
commit to user
metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS).
3.2.2 Penghitungan Penilaian dengan Metode Scoring
Penghitungan penilaian yang pertama dilakukan dengan metode scoring sesuai mekanisme yang dilakukan di Kontes Kereta Kencana. Penghitungan ini dilakukan dengan data-data hipotetik yang telah disusun. Penghitungan ini nantinya akan dibandingkan dengan penghitungan dengan metode usulan dengan menggunakan data hipotetik yang sama.
3.2.3 Penghitungan Penilaian dengan Metode AHP dan TOPSIS
Penghitungan Positive
Gambar 3.2. Kombinasi Pengolahan Data dengan TOPSIS dan AHP
Langkah 1 :
commit to user
Langkah 2 :
Tahap proses pemberian bobot kepentingan kriteria dan subkriteria dilakukan dengan bantuan penilaian responden yang dianggap ahli atau berkompeten. Penilaian yang dilakukan berupa suatu perbandingan berpasangan antar masing-masing kriteria dan subkriteria. Penilaian perbandingan berpasangan menggunakan skala 9 point untuk kriteria dan subkriteria dalam model Analytic Hierarchy Process (AHP). Selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan rumus rata-rata geometrik sesuai dengan persamaan (2.4).
Langkah 3 :
Penghitungan bobot kepentingan kriteria dan subkriteria dilakukan dengan metode AHP. Penghitungan konsistensi menggunakan persamaaan (2.2) dan (2.3).
Langkah 4 :
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data penilaian penyedia barang berdasarkan subkriteria penilaian oleh para juri.
Langkah 5 :
Pada tahap ini dilakukan normalisasi data untuk data yang memiliki satuan berbeda untuk menghilangkan fungsi satuan dari masing-masing data menggunakan metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) dengan persamaan (2.5).
Langkah 6 :
Pada proses ini data ternormalisasi tiap subkriteria akan dilakukan pembobotan dari hasil penghitungan bobot kepentingan. Penghitungannya dengan menggunakan rumus (2.6).
Langkah 7 :
commit to user
Langkah 8 :
Penghitungan separasi solusi ideal negatif adalah dengan menghitung kuadrat selisih data terhadap nilai minimumnya lalu diakumulasikan sesuai jumlah subkriteria dan diakar. Penghitungan ini menggunakan rumus (2.10).
Langkah 9 :
Penghitungan kedekatan relative terhadap solusi ideal merupakan langkah terakhir untuk mendapatkan solusi optimal. Penghitungan ini menggunakan rumus (2.11).
3.3 Tahap Perancangan Sistem
Perancangan sistem dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yang terdiri dari perancangan database (basis data), perancangan user interface, dan pembuatan program aplikasi dan validasi program.
3.3.1 Perancangan Desain Proses Bisnis
Pada tahap ini akan dirancang desain proses bisnis yang menggambarkan aktivitas-aktivitas yang bisa terjadi dalam aplikasi program yang akan dibuat. Perancangan desain proses ini dibuat menggunakan use case diagram.
3.3.2 Perancangan Database (Basis Data)
Pada tahap ini akan dirancang database yang nantinya digunakan untuk penyimpanan data dari aplikasi pemilihan penyedia pada kegiatan kontes pengadaan barang. Tahap yang dilakukan antara lain yaitu pembuatan tabel, dan menentukan relasi antara tabel.
3.3.3 Pembuatan Program
commit to user 3.3.4 Validasi Program
Validasi program merupakan tahapan untuk menguji kelayakan program yang telah kita buat. Validasi dilakukan dengan memberikan input data hipotetik yang telah digunakan sehingga bisa diketahui apakah output yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Jika program sudah dinilai layak dan mencakup seluruh sistem pengambilan keputusan yang dirancang, maka perancangan program pengambilan keputusan dianggap telah selesai.
3.4 Tahap Analisis Dan Kesimpulan
Tahap analisis dan kesimpulan meliputi kegiatan analisis hasil dan kesimpulan dan saran.
3.4.1 Analisis Hasil
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil dari pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan terdiri dari dua bagian yaitu analisis tentang kinerja TOPSIS dalam penghitungan dengan variabilita data yang tinggi dan analisis hasil output dari program yang dibuat.
3.4.2 Kesimpulan dan Saran
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini dibahas mengenai pengumpulan dan pengolahan data, mulai dari
identifikasi kriteria dan subkriteria pemilihan penyedia barang, penyusunan kriteria
dan subkriteria pemilihan penyedia barang, pemberian bobot kepentingan kriteria dan
subkriteria, penghitungan konsistensi, pengumpulan data pemilihan penyedia barang,
normalisasi data, pembobotan data ternormalisasi, penghitungan solusi ideal positif,
penghitungan solusi ideal negatif penghitungan solusi optimal dan desain interface
dari program yang akan dibuat.
4.1 Penyusunan Data Hipotetik
Langkah pendahuluan yang penting untuk dilakukan sebelum melakukan
pengolahan data, yaitu menyusun data hipotetik yang berupa data kriteria, data
peserta dan data penilaian.
4.1.1 Penyusunan Data Hipotetik Kriteria
Kriteria dan subkriteria yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
kriteria pemilihan penyedia barang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surakarta pada tahun 2011 yang mengadakan kegiatan kontes pengadaan kereta
kencana. Tujuan dari kontes ini adalah untuk memperkuat pencitraan Kota Surakarta
sebagai sebuah kota budaya dan usaha untuk memberikan alternatif transportasi unik
yang ramah lingkungan kepada para wisatawan yang hadir di Kota Surakarta.
Berdasarkan dokumen pengadaan kereta kencana oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata tahun 2011 menyebutkan bahwa unsur atau kriteria yang dinilai antara lain
aspek fungsi, aspek estetika dan aspek ekonomis. Ketiga aspek tersebut memiliki
beberapa subkriteria penilaian. Aspek fungsi terdiri dari kekuatan, kenyamanan, dan
kemudahan pengoperasian. Aspek estetika terdiri dari desain, makna simbolik, dan
originalitas. Sedangkan aspek ekonomis hanya dilihat dari murah atau tidaknya harga
commit to user
IV-2 kencana tahun 2011 disajikan pada Gambar 4.1.
ASPEK EKONOMIS
Kekuatan Kenyamanan Kemudahan Pengoperasian Desaian Makna Simbolik Originalitas Harga TOTAL NILAI
ASPEK FUNGSI ASPEK ESTETIKA
JENIS KERETA
Gambar 4.1 Form Penilaian Kontes Kereta Kencana
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2011
Perancangan hierarchical tree dimaksudkan untuk memperjelas tujuan,
kriteria dan subkriteria dari suatu pengambilan keputusan. Rancangan hierarchical
tree disajikan pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Rancangan Hierarchical Tree
Keterangan :
G : pemilihan penyedia barang
K3 : aspek ekonomis
K1 : aspek fungsi
K2 : aspek estetika
K11 : kekuatan
K12 : kenyamanan
K13 : kemudahan pengoperasian
K21 : desain
commit to user
IV-3 K23 : originalitas
K31 : harga
4.1.2 Penyusunan Data Hipotetik Peserta
Penyusunan data hipotetik peserta berjumlah enam. Penggunaan datahipotetik
dengan jumlah peserta lebih dari dua dimaksudkan untuk memperbanyak data
penilaian sehingga variansi data semakin tinggi.
4.1.3 Penyusunan Data Hipotetik Penilaian
Pada tahap ini dilakukan penyusunan data hipotetik penilaian penyedia barang
berdasarkan subkriteria penilaian. Data yang digunakan adalah data penilaian dari
data hipotetik dengan jumlah enam peserta.
Data ini nantinya akan digunakan dalam proses pengolahan selanjutnya yaitu
menggunakan metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution
(TOPSIS). Data penilaian peserta pemilihan penyedia barang ditampilkan pada tabel
4.1 , tabel 4.2, dan tabel 4.3.
Tabel 4.1. Hasil Penilaian Peserta Data Hipotetik I
Kekuatan Kenyamanan Kemudahan Desain Makna Originalitas
(K11) (K12) Pengoperasian (K13) (K21) Simbol (K22) (K31)
Peserta 1 90 90 80 85 90 80
Peserta 2 90 80 85 80 90 85
Peserta 3 85 90 90 90 90 80
Peserta 4 90 90 80 90 90 80
Tabel 4.2. Hasil Penilaian Peserta Data Hipotetik II
Kekuatan Kenyamanan Kemudahan Desain Makna Originalitas
(K11) (K12) Pengoperasian (K13) (K21) Simbol (K22) (K31)
Peserta 1 90 84 80 75 85 85
Peserta 2 90 80 85 90 85 85
Peserta 3 80 80 84 75 85 90
commit to user
IV-4
Tabel 4.3. Hasil Penilaian Peserta Data Hipotetik III
Kekuatan Kenyamanan Kemudahan Desain Makna Originalitas
(K11) (K12) Pengoperasian (K13) (K21) Simbol (K22) (K31)
Peserta 1 90 80 80 90 90 80
Peserta 2 80 85 85 90 90 70
Peserta 3 90 90 75 75 90 85
Peserta 4 90 80 90 75 90 80
4.2 Penghitungan Penilaian dengan Metode Scoring
Penghitungan penilaian dengan metode scoring adalah dengan menjumlahkan
semua penilain dari ketiga juri untuk selanjutnya dicari nilai yang paling besar. Nilai
peserta yang paling besar ditetapkan sebagai pemenang atau peserta terbail. Metode
scoring ini masih digunakan dalam beberapa kasus pemilihan penyedia barang
menggunakan metode kontes termasuk pemilihan penyedia barang kontes pengadaan
kereta kencana Kota Surakarta. Berikut hasil penjumlahan dari ketiga penilian juri.
Tabel 4.4. Hasil Penjumlahan Penilaian Peserta
Kekuatan Kenyamanan Kemudahan Desain Makna Originalitas
(K11) (K12) Pengoperasian (K13) (K21) Simbol (K22) (K31)
Peserta 1 270 254 240 250 265 245
Peserta 2 260 245 255 260 265 240
Peserta 3 255 260 249 240 265 255
Peserta 4 268 252 260 240 265 240
4.3Penghitungan Penilaian dengan Metode AHP dan TOPSIS
4.3.1 Pemberian Bobot Kepentingan Kriteria dan Subkriteria
Tahap pemberian bobot kepentingan dilakukan setelah kriteria dan subkriteria
selesai disusun. Proses pemberian bobot kepentingan dilakukan dengan bantuan
penilaian responden yang dianggap ahli atau berkompeten. Terdapat tiga responden
yang terdiri dua panitia dan satu juri dalam kontes kereta kencana. Penyelesaian
penilaian ahli terhadap kriteria dan subkriteria dengan menggunakan metode analytic
commit to user
IV-5
berpasangan antar masing-masing kriteria dan subkriteria. Penilaian perbandingan
berpasangan menggunakan skala 9 point untuk kriteria dan subkriteria dalam model
AHP.
4.3.1.1Pemberian Bobot Kepentingan Kriteria
Pemberian bobot kepentingan yang pertama adalah terhadap kriteria. Terdapat
tiga kriteria sebagai berikut :
1. Fungsi ( K1 )
2. Estetika ( K2 )
3. Ekonomis ( K3 )
Pemberian bobot hanya dilakukan untuk kriteria fungsi dan estetika, karena
kriteria ekonomis tidak masuk dalam penilaian juri. Tabel 4.5 sampai tabel 4.7
menyajikan hasil penilaian tiga responden dalam tabel matriks perbandingan
berpasangan.
Tabel 4.5. Hasil Penilaian Kepentingan Kriteria Responden I
Respon I K1 K2
K1 1,000 0,333
K2 3,000 1,000
Tabel 4.6. Hasil Penilaian Kepentingan Kriteria Responden II
Respon II K1 K2
K1 1,000 2,000
K2 0,500 1,000
Tabel 4.7. Hasil Penilaian Kepentingan Kriteria Responden III
Respon III K1 K2
K1 1,000 1,000
K2 1,000 1,000
Hasil penilaian para responden terhadap bobot kepentingan kriteria kemudian
dilakukan pengolahan awal untuk mendapatkan nilai rata-rata dari beberapa
responden sebelum dimasukkan sebagai inputan dalam proses penghitungan AHP.
commit to user
IV-6
persamaan (2.4). Hasil penghitungan rata-rata geometrik ini ditampilkan pada tabel
4.8.
Tabel 4.8. Hasil Penghitungan Rata-rata Geometris Kepentingan Kriteria
AHP K1 K2
K1 1,000 0,873
K2 1,145 1,000
Jumlah 2,145 1,873
4.3.1.2Pemberian Bobot Kepentingan Subkriteria
Pada tahap ini proses yang dilakukan mirip dengan tahap pemberian bobot
kepentingan kriteria. Terdapat beberapa subkriteria dari tiga kriteria yang dijelaskan
sebelumnya. Kekuatan (K11), kenyamanan (K12) dan kemudahan pengoperasian (K13)
merupakan subkriteria dari kriteria kekuatan. Desain (K21), makna simbolis (K22) dan
originalitas (K23) merupakan subkriteria dari kriteria estetika. Sedangkan harga (K31)
satu-satunya subkriteria dari kriteria ekonomis.
Berikut hasil penilaian tiga responden dalam tabel matriks perbandingan
berpasangan untuk subkriteria dari kriteria fungsi (K1).
Tabel 4.9. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Fungsi Responden I
Respon I K11 K12 K13
K11 1,000 2,000 2,000
K12 0,500 1,000 1,000
K13 0,500 1,000 1,000
Tabel 4.10. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Fungsi Responden II
Respon II K11 K12 K13
K11 1,000 2,000 2,000
K12 0,500 1,000 1,000
commit to user
IV-7
Tabel 4.11. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Fungsi Responden III
Respon III K11 K12 K13
K11 1,000 0,500 0,500
K12 2,000 1,000 1,000
K13 2,000 1,000 1,000
Hasil penilaian para responden tersebut kemudian dilakukan pengolahan awal
untuk mendapatkan nilai rata-rata dari beberapa responden menggunakan persamaan
rata-rata geometrik sesuai dengan persamaan (2.4). Hasil penghitungan rata-rata
geometrik ini ditampilkan pada tabel 4.12.
Tabel 4.12. Hasil Penghitungan Rata-rata Geometris Kepentingan Subkriteria Fungsi
AHP K11 K12 K13
K11 1,000 1,260 1,260
K12 0,794 1,000 1,000
K13 0,794 1,000 1,000
Jumlah 2,588 3,260 3,260
Kriteria estetika mempunyai tiga subkriteria yaitu desain (K21), makna simbolis
(K22) dan originalitas (K23). Berikut hasil penilaian tiga responden dalam tabel
matriks perbandingan berpasangan.
Tabel 4.13. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Estetika Responden I
Respon I K21 K22 K23
K21 1,000 1,000 2,000
K22 1,000 1,000 2,000
K23 0,500 0,500 1,000
Tabel 4.14. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Estetika Responden II
Respon II K21 K22 K23
K21 1,000 0,500 1,000
K22 2,000 1,000 2,000
commit to user
IV-8
Tabel 4.15. Hasil Penilaian Kepentingan Subkriteria Estetika Responden III
Respon III K21 K22 K23
K21 1,000 0,500 2,000
K22 2,000 1,000 3,000
K23 0,500 0,333 1,000
Hasil penilaian para responden tersebut kemudian juga dilakukan pengolahan
awal untuk mendapatkan nilai rata-rata dari beberapa responden menggunakan
persamaan rata-rata geometrik sesuai dengan persamaan (2.4). Hasil penghitungan
rata-rata geometrik ini ditampilkan pada tabel 4.16.
Tabel 4.16.Hasil Penghitungan Rata-rata Geometris Kepentingan Subkriteria Estetika
AHP K21 K22 K23
K21 1,000 0,630 1,587
K22 1,587 1,000 2,289
K23 0,630 0,437 1,000
Jumlah 3,217 2,067 4,876
4.3.2 Penghitungan Bobot Kepentingan Kriteria dan Subkriteria
Tahap ini menggunakan hasil penghitungan rata-rata geometrik sebelumnya
sebagai inputan dalam proses penghitungan AHP. Dari hasil nilai perbandingan
berpasangan dapat dihitung bobot kepentingan dari masing-masing kriteria dan
subkriteria pemilihan penyedia barang.
4.3.2.1Penghitungan Bobot Kepentingan Kriteria dan Penghitungan Konsistensi
Penghitungan awal dilakukan dengan membagi masing-masing elemen pada
kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut. Selanjutnya dilakukan
penjumlahan tiap baris. Kemudian merata-ratakan hasil penjumlahan baris tersebut
terhadap tiap elemen.
Langkah 1 :
Langkah pertama yaitu melakukan penjumlahan masing-masing nilai rata-rata
geometrik kriteria K1 sampai dengan K2 pada tabel 4.8. Maka kriteria K1 adalah
commit to user
IV-9 Langkah 2 :
Langkah kedua adalah melakukan perbandingan masing-masing nilai rata-rata
geometrik kriteria dengan nilai penjumlahan kolom rata-rata geometrik. Maka
perbandingan data kriteria (K1,K1) yaitu :
1,000
2,145 뾸 0,466
Langkah 3 :
Langkah ketiga yaitu menghitung nilai bobot ideal untuk masing-masing penilaian
responden dengan merata-ratakan hasil penjumlahan tiap baris. Maka bobot ideal
kriteria K1 adalah :
= (0,466+0,466)/2
= 0,466
Hasil penghitungan ini dapat dilihat pada tabel 4.17. Rangking kriteria
menunjukkan cerminan tingkat kepentingan atau prioritas tiap responden terhadap
kriteria. Hasil penghitungan bobot kepentingan kriteria ini akan dikalikan dengan
bobot kepentingan subkriteria untuk didapat bobot global tiap subkriteria.
Tabel 4.17. Hasil Penghitungan AHP Kriteria
AHP K1 K2 Jumlah Bobot Ideal (w) Rangking
K1 0,466 0,466 0,932 0,466 2
K2 0,534 0,534 1,068 0,534 1
Jumlah 1,000 1,000 2,000 1,000
Penghitungan konsistensi data diperlukan untuk melihat dan menilai konsistensi
dari penilaian yang telah dilakukan. Dalam AHP, penghitungan ini dinilai konsisten
jika CR (rasio konsistensi) kurang dari 0,1. Penghitungan penilaian konsistensi data
adalah sebagai berikut :
Langkah 1 :
commit to user
IV-10
0,534 dengan hasil penghitungan rata-rata geometris responden K1.1 = 1,000 sampai
dengan K2.2 = 1,000.
Penghitungan P/w yaitu pembagian nilai P dengan nilai pembobotannya (bobot
ideal).
PK1/ wK1 = 0,932/0,466 = 2,301
Langkah 1 sampai dengan langkah 3 dilakukan pada setiap kriteria dan didapat hasil
seperti pada tabel 4.18.
Tabel 4.18. Matriks penghitungan Nilai Konsistensi Kepentingan Kriteria
AHP K1 K2 P
K1 0,466 0,466 0,932
K2 0,534 0,534 1,068
P/w 2,000 2,000 4,000 Langkah 4 :
Penghitungan nilai eigen maksimum (lmaks ) yaitu rata-rata P/w
lmaks = {( PK1/ wK1) + ( PK2/ wK2) }/2
lmaks = 2,000
Langkah 5 :
Penghitungan indeks konsistensi (CI), karena matriks berordo 2, nilai indeks
konsistensi yang diperoleh :
commit to user
Penghitungan rasio konsistensi (CR) yakni perbandingan indeks konsistensi dengan
nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam tabel 2.2. Nilai ini bergantung
pada ordo matriks n.
0 0 =
CR = 0.000
Dari penghitungan didapatkan nilai CR adalah 0 maka dapat disimpulkan bahwa data
responden ini dapat dikatakan konsisten. Nilai pembobotan kepentingan
masing-masing kriteria dan rangking ditampilkan pada tabel 4.19.
Tabel 4.19. Nilai Bobot Kepentingan Kriteria dan Rangking
Kriteria Bobot Rangking
Fungsi 0,466 2
Estetika 0,534 1
4.3.2.2Penghitungan Bobot Kepentingan Subkriteria dan Penghitungan
Konsistensi
Proses penghitungan bobot kepentingan subkriteria mirip dengan proses
penghitungan bobot kepentingan kriteria yaitu dengan membagi masing-masing
elemen pada kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut. Selanjutnya
dilakukan penjumlahan tiap baris. Kemudian merata-ratakan hasil penjumlahan baris
tersebut terhadap tiap elemen. Berikut adalah penghitungan bobot kepentingan
subkriteria berdasarkan tiap kriterianya :
1. Fungsi
Langkah 1 :
Langkah pertama yaitu melakukan penjumlahan masing-masing nilai rata-rata
geometrik subkriteria K11 sampai dengan K13 pada tabel 4.8. Maka subkriteria
RI CI