REFORMASI BIROKRASI KOTA PONTIANAK
Penulis : Rustan A, Fani Heru Wismono, Lany Erinda Ramdani, dan Tri Noor Aziza
A. Pendahuluan
Secara umum, reformasi birokrasi merupakan bagian dari strategi besar dalam ilmu perilaku organissi yang dikenal dengan manajemen perubahan. Melaksanakan reformasi birokrasi sama dengan melakukan manajemen perubahan dalam birokrasi. Manajemen perubahan dalam birokrasi saat ini terus digulirkan melalui inovasi dan kreativitas pemerintah daerah ditengah tuntutan public dan keterbatasan SDM yang dimiliki, beberP pemerintah daerah mampu megelola perubahan birokrasi tersebut secara optimal, sehingga menciptakan kualitas pelayanan publik yang unggul dan tingkat disebabkan oleh ketidakjelasan pemahaman manajemen perubahan untuk birokrasi, yang dimulai dari ketidakjelasan konsep yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kotter bahkan menyebutkan bahwa, sikap atau perilaku seseorang dapat dengan mudah berubah jika pemimpin mampu untuk berkomunikasi atau mendorong perasaan atau emosi orang tersebut, etika hal ini mampu dilaksanakan maka perubahan akan terwujud bahkan akan menjadi sistem dan membudaya. Disisi lain, reformasi birokrasi oleh seagian pemerintah daerah saat ini relatife dirasakan sudah membuahkan hasil, meskipun belum menyeluruh. Upaya pembenahan tersebut terlihat dengan mencuatnya nama beberapa kepala daerah dengan program aplikatif dan inovatif telah membuka tabir dan opini masyarakat akan kinerja birokrasi yang rendah menuju birokrasi yang melayani, inovatif, bersih dan nberkinerja tinggi.
Sebagai salah satu daerah yang berperan serta dalam praktek penyelenggaraan reformasi birokrasi, pemerintah kota Pontianak menggunakannya sebagai solusi pada permasalahan yang imbul dalam penyelenggaraan pemerintah daerah khususnya sector pelayanan publik. Berdasarkan hasil wawancara dan penggalian data sekunder terkait, maka beberapa permasalahan yang ada dilingkungan pemerintah kota Pontianak adalah : 1. Terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan, dikarenakan oleh adanya
2. Kurang disiplinnya petugas dalam pelayanan kepada masyarakat yang dilihat dari banyaknya aparatur yang ditemukan berkeliaran di jam kerja. Ini menunjukkan bahwa belum dilaksanakan secara tegas penerapan sanksi atau aturan kepegawaian.
3. Masih belum optimalnya sarana dan prasarana yang dimiliki dalam melaksanakan kegiatan oprasional yang berakibat pelayanan kepada masyarakat belum dapat dilaksanakan secara optimal pula.
Keseluruhan permaslahan-permasalahan diatas kemudian diatasi melalui mekanisme perubahan yang disebut sebagai reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang dijalankan kemudian terbukti mampu meningkatkan peforma kualitas pelayanan publik yang diikuti oleh dampak turunannya ( multiplier effect ) seperti peningkatan kepercayaan masyarakat kepada pemeritah Kota Pontianak, pertumbuhan ekonomi dan PAD Kota Pontianak.
B. Hasil Dan Pembahasan Reformasi Birokrasi Pemerintah Kota Pontianak