• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVIEW BUKU PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVIEW BUKU PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

REVIEW BUKU DENGAN JUDUL

“PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA: PERIODE

1965-1999 (MASA ORDE BARU)”

DISUSUN

Oleh NUR RODIAH

6212141002

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas makalah guna memperoleh nilai dalam mata kuliah

Politik Luar Negeri 1

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS JENDRAL AHMAD YANI (UNJANI)

CIMAHI

(2)

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, karunia serta nikmat-Nya kepada kita semua khususnya pada diri penulis sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “REVIEW BUKU YANG BERJUDUL “PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA PERIODE 1965-1999 (MASA ORDE BARU)”.

Sholawat serta salam tak lupa juga saya curahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W serta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa menjaga dan melaksanakan perintah agama sebagai Rosul memberikan pengajaran kepada umatnya, yang semata-mata adalah memberikan cahaya islam kedalam kehidupan manusia. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan makalah ini tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak akan dapat terselesaikan. Dengan demikian, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khusunya Bapak Iing Nurdin, Drs., M.Si yang telah membimbing saya memahami konsep makalah ini.

Selain itu, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan dan banyak kesalahan maupun kekeliruan dari berbagai segi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik, saran, serta masukan yang bersifat membangun dari pembaca agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Cimahi, Desember 2015

(Penulis)

(3)

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia Periode 1965-1999

Penulis : David Bourchier dan Vedi R. Hadiz

Penerbit : Grafiti

Tahun : 2006

Ketebalan : 433 hlm

Ukuran : 27,5 cm

ISBN : 979-444-440-5

Sinopsis Buku

Buku ini merupakan suatu karya klasik, tidak hanya bagi mereka yang menaruh minat pada politik Indonesia melainkan juga bagi mereka dengan minat yang lebih luas dan komparatif pada dinamika perubahan politik. Bourchier dan Hadiz mampu menggali pernyataan, kutipan, dan dokumen yang menggambarkan berbagai pergulatan dan persoalan yang sangat penting semasa orde baru. Mereka memberi kita pemahaman yang kaya tentang benturan antara populisme reaksioner dan populisme radikal, maupun antara korporatisme Negara sekuler dan liberalisme dalam tahun-tahun yang bergolak ini.

Pemikiran sosial dan politik Indonesia merupakan suatu instrumen yang luar biasa untuk memahami perubahan sosial dan politik di Indonesia selama lebih dari tiga dekade. Memuat lebih dari delapan ringkasan pidato, pamflet, manifesto dan sajak yang dipilih dengan teliti, buku ini memberikan suatu pemahaman yang unik tentang pemikiran sosial dan keprihatinan politik dari sekumpulan besar aktor yang terlibat erat dalam perjuangan menata Indonesia modern menyusul kemenangan orde baru pada 1960-an.

(4)

menghubungkan gagasan dari para pelaku utama pergulatan politik dengan sejumlah peristiwa penting di Indonesia menyusul kejatuhan Soeharto.

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

IDENTITAS BUKU...ii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

A. LATAR BELAKANG...1

B. RUMUSAN MASALAH...1

C. MAKSUD DAN TUJUAN...2

BAB II PEMBAHASAN...2

A. SUBSTANSI BUKU...2

1. Konflik Ideologis Dalam Sejarah Indonesia...3

2. Mengkonseptualisasikan Pemikiran Politik...5

3. Mencari Format Politik : 1965-73...7

4. Orde Baru Mencapai Puncak : 1973-88...9

5. Ketegangan Dan Pertentangan : 1988-97...10

6. Krisis Dan Reformasi: 1997-9...11

7. Warisan...13

B. KEKUATAN DARI BUKU...13

C. KELEMAHAN DARI BUKU...14

D. Kontribusi Buku terhadap Studi Hubungan Internasional...14

BAB III PENUTUP...15

A. KESIMPULAN...15

B. SARAN...15

DAFTAR PUSTAKA...16

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu sejarah tidak mungkin sama sekali mengadakan rekontruksi keseluruhan masa lalu, bahkan tak satu pun usaha penulisan sejarah yang berniat melakukan usaha yang sia-sia. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.

Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa isi subtansi dari buku tersebut? 2. Apa kekuatan dari buku tersebut? 3. Apa kelemahan dari buku tersebut?

4. Bagaimana kontribusi terhadap Hubungan Internasional?

(7)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 2

Maksud dari pembuatan review buku ini adalah, sebagai berikut:

a) Agar penulis dapat mengetahui seperti apa isi buku ini.

b) Untuk menambah penegetahuan dan wawasan pada diri penulis. c) Untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen pembina.

d) Untuk mengetahui makna dan maksud yang terkandung dalam buku ini.

2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan resensi buku ini adalah, sebagai berikut:

a. Agar penulis mengetahui hubungannya dengan studi Hubungan Internasional.

b. Untuk mengetahui dasar pembuatan buku ini.

c. Agar penulis lebih kritis terhadap masalah yang terjadi pada Negara sendiri.

d. Untuk memenuhi salah satu tugas Politik Luar Negeri.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SUBSTANSI BUKU

(8)

untuk memahami bukan hanya tahun-tahun dibawah kekuasaan Soeharto, tetapi juga warisannya—suatu warisan yang harus dihadapi oleh rakyat Indonesia demi menapaki jalan yang membentang kedepan.

1. Konflik Ideologis Dalam Sejarah Indonesia

Konflik mengenai ideologi telah menjadi karakteristik kehidupan politik Indonesia sejak masa awal pergerakan nasionalis. Meskipun demikian garis-garis pemisahnya telah berubah bersamaan dengan perilaku politik nasional dan internasional. Sejak Indonesia muncul sebagai sebuah gagasan pada awal abad ke-20, sudah ada berbagai pandangan yang bersaing tentang negara bangsa seperti apa seharusnya bangsa Indonesia ini. Kaum nasionalis sekuler seperti Moh. Hatta membayangkan sebuah negara demokrasi sosial modern, yang berkomitmen pada perkembangan ekonomi kapitalis, pendidikan, dan keadilan sosial.

(9)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 4

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, segera setelah menyerahnya Jepang kepada sekutu. Namun Indonesia belum merdeka. Antara 1945-1949 pemerintah republik yang masih bayi itu berjuang melalui jalur diplomasi untuk memperoleh perlakuan internasional, sementara pada saat yang sama pemerintah ini juga menjalankan perjuangan bersenjata melawan Belanda. Kelompok-kelompok nasionalis sekuler berhadapan dengan laskar-laskar Muslim dan kemudian menumpas pemberontakan komunis pada 1948, yang mengakibatkan banyak orang yang tewas. Kaum nasionalis sekuler muncul sebagai kekuatan dominan dalam militer, sehingga didalam kelompok itu timbulah sentimen antimuslim dan anti komunis yang turun temurun. Telah berhasil merebut kemerdekaan secara resmi dari Belanda pada 1949, Indonesia menjalankan demokrasi parlementer, dengan sejumlah partai besar dan kecil bersaing merebutkan dukungan.

Pusat kekuatan politik beralih dari partai-partai dan parlemen ke angkatan bersenjata. Pihak lain yng mengambil keuntungan dari keadaan darurat di tingkat nasional ini adalah Soekarno, yang sangat tidak puas dengan perannya sebagai pemimpin boneka dibawah sistim parlemeter. Karena juga frustasi menyaksikan pertikaian yang berlarut-larut antara partai-partai politik yang bersaing, Soekarno yang mengemukakan ketidaksenangannya terhadap sistim parlementer pada awal 1956.

(10)

sering sebagai pemilik tanah. Situasi semakin diperburuk oleh ekonomi yang terjun bebas. Kebijakan ekonomi Soekarno yang sering berubah dan kampanyenya pada 1964 untuk membuat Indonesia berdiri diatas kaki sendiri telah menyebabkan stagnasi dan inefisiensi yang sangat besar. Pada 1965 inflasi menjulang tinggi sampai 600%, dan Indonesia menghadapi kemungkinan tenggelam lebih jauh kedalam jurang kemiskinan dan kelaparan.

2. Mengkonseptualisasikan Pemikiran Politik

Feith dan Castles (1970) yang bergumul dengan tahun-tahun yang riuh rendah di Indonesia selama 1945-1965, mengidentifikasikan lima aliran utama pemikiran politik: komunisme, nasionalisme radikal, sosialisme demokratis, islam, tradionalisme Jawa. Mereka mempolakan aliran-aliran ini dan partai-partai yang berasosiasi dengannya, dalam sebuah skema menarik yang menggabungkan poros horizontal kiri-kanan dan poros vertikal barat-tradisional. Pada ekstrem kiri rangkaian berbentuk pendulum yang terdiri atas lingkaan-lingkaran melonjong adalah komunisme dan PKI yang juga dianggap sebagai partai yang paling barat, meskipun dengan basis dukungan yang abangan. Menempati daerah tengah adalah nasionalisme radikal, suatu kecenderungan ideologis yang dianut oleh orang-orang dari bermacam-macam partai tetapi secara politis diwakili oleh PNI. Lebih jauh sedikit kekanan, tetapi secara substansial lebih barat, adalah sosialisme demokratis.

(11)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 6

dengan koalisi-koalisi itu timbullah garis-garis pembelahan baru atau paling tidak, mengalami perubahan.

Organisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan ideologi resmi orde baru. Konsepnya selalu berulang adalah ketertiban, harmoni,dan hierarki. Aliran pemikiran ini sebagian berakar pada tradisi aristokratis Jawa dan sebagian lagi pada pemikiran Eropa yang anti pencerahan, yang menyebar melalui pengaruh pembaru-pembaru hukum Belanda. Aliran pemikiran ini sangat terkenal sebagai “integralisme” yang diungkapkan oleh ahli hukum Dr. Raden Soepomo dalam konstitusional pada tahun 1945, dan memperoleh dukungan diantara kelompok-kelompok konservatif dikalangan elite sipil dan militer 1950 dan 1960-an. Warisan yang paling nyata di Indonesia adalah prinsip korporatis dalam organisasi politik yang didukung oleh militer dan sejumlah sekutunya yang arti partai pada masa demokratis terpimpin, dan kemudian menjadi basis restrukturisasi politik pada tahun 1970-an aliran ini juga membantu menopang dokrin dwifungsi, yang menetapkan bahwa militer merupakan bagian integral dari ‘keluarga nasional’.

Pluralisme menjelaskan perspektif ideologis dari banyak kelompok sipil diperkotaan yang berkumpul di sekitar orde baru pada masa-masa awal kelahirannya. Kaum pluralis mencita-citakan suatu sistem politik yang lebih demokratis yang dapat mengungkapkan keragaman sosial dan budaya Indonesia. Kaum pluralis mendukung konsep-konsep seperti rule of law, keterbukaan politik, transparansi, dan hak asasi manusia. Visi mereka tentang demkrasi, bagaimanapun, diperkuat oleh ketakutan terhadap komunisme dan ketetapan hati untuk menjauhi munculnya kembali politik kelas, agama, dan etnis yang ‘primordial’, yang menjadi ciri Indonesia pada tahun 1950-an.

(12)

politik islam dengan nonislam, dan oleh karena itu pada akhirnya islam sebagai suatu aliran politik tersendiri ketimbang meleburkannya ke dalam kategori lain. Kategori islam diperuntukkan bagi mereka yang secara langsung terlibat dalam memperjuangkan nila-nilai islam dan politik dimasyarakat dan mencakup mereka yang mendukung dan menentang pembentukan sebuah negara berdasarkan hukum islam secara eksplisit.

Radikalisme merupakan kategori yang paling kontroversinal karena kategori ini muncul kemudian dan semula kurang berpengaruh dibandingkan perspektif lain. Dalil utama radikalisme ialah bahwa tatanan yang ada secara mendasar eksploitatif dan bahwa pembebasan seharusnya terjadi melalui redistribusi secara radikal dalam kekuasaan ekonomi dan politik. Sebagai kekuatan politik, radikalisme hanya dirasakan kehadirannya sejak 1980-an sebagai reaksi terhadap dislokasi sosial dan marjinalisasi skala besar yang diakibatkan oleh pembangunan ekonomi yang pesat dan industrialisasi.

3. Mencari Format Politik : 1965-73

(13)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 8

gaya politik masa yang ada waktu itu sebagai bertentangan dengan kepentingan demokrasi maupun modernitas.

Ali Moertopo tidak menyia-nyiakan waktu untuk memprakarsai suatu organisasi sistem politik secara besar-besaran, dengan memaksa Sembilan partai oposisi melebur menjadi dua badan yang disponsori pemerintah dengan nama yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Yang pertama menggabungkan empat partai muslim tradisional yang rewel, sementara yang terakhir merupakan peleburan dari partai-partai Kristen, sosialis, dan nasionalis yang tersisa. Terpecahbelah oleh kontrakdisi internal partai dan campur tangan militer untuk hal-hal kecil, kedua partai baru itu dikalahkan secara telak oleh Golkar pada enam pemilu berikutnya. Oragnisasi-organisasi masa yang beraviliasi dengan partai-partai juga dilarang dan para anggotanya diserap kedalam badan-badan korporatis baru yang didukung negara, yang menganggap diri mewakili ‘kelompok-kelompok fungsional’ yang khas dalam masyarakat, mewakili buruh, petani, dan pemuda.

Kelompok-kelompok muslim merupakan target khusus gerakan orde baru untuk menyeragamkan perpolitikna sementara rezim ini bermurah hati memberikan sumbangan kepada sekolah-sekolah muslim dan masjid-mesjid. Sikap ini sebagian besar bersumber kepada ketidaksukaan orde baru kepada politik berbasis masa ini mencerminkan prasangka budaya kaum elite. Banyak muslim terutama bekas pendukung Masjumi, merasa dikhianati ole horde baru dan bekas sekutunya diantara intelektual PSI, yang lain seperti; intelekutual muda Muslim Nurcholish Masjid, menyesuaikan diri dengan pembatasan baru ini dengan mengemukakan bahwa kaum muslim seharusnya memusatkan perhatian pada isu-isu budaya dan bukan pada politik.

4. Orde Baru Mencapai Puncak : 1973-88

(14)

minyaknya, sehingga Indonesia dapat mnegurangi ketergantungannya pada bantuan luar negeri dan hal ini sangat memperkuat rezim Soeharto. Meskipun harga minyak jatuh pada dasawarsa berikutnya, para manajer ekonomi pemerintah sanggup menopang tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen antara 1973 dan 1988, dan juga peningkatan pengeluaran negara secara terus menerus pada bidang pendidikan, kesehatan, proyek, infrastruktur, angakatan bersenjata, dan birokrasi. Yang mempercepat tindakan awal pengetatan kehidupan politik ini adalah kerusuhan besar di Jakarta pada 1974 yang kemudian dikenal sebagai Malari, yakni akronim dari ‘Malapetaka lima belas Januari’.

Diciptakan oleh Soekarno pada 1945 sebagai suatu formula untuk mempersatukan bangsa baru itu, Pancasila dinobatkan dengan status yang hampir keramat oleh para ideologi orde baru. Beberapa kelompok Muslim menolak apa yang mereka pandang sebagai upaya untuk menundukkan ajaran islam yang “diturunkan oleh Allah” terhadap Pancasila yang “buatan manusia”. Ketegangan semakin memuncak pada September 1984 ketika pasukan pemerintah menembaki dan menewaskan banyak demonstran Muslim di kawasan kelas pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok.

(15)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 10

Sumber perlawanan dan kritik yang lain pada masa orde baru adalah Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka kecewa terutama terhadap kecenderungan Orde Baru yang otoriter dan model pembangunan ekonominya yang teknokratis dan top-down, yang menurut para pemimpin LSM tidak mengindahkan kebutuhan dan kemampuan rakyat pada umumnya. Tetapi perpecahan yang paling penting yang terungkap pada 1980-an adalah antara Soeharto dan kepemimpinan militer dan melibatkan perebutan pengaruh atas institusi-institusi negara dan timbulnya perbedaan mengenai kedudukan militer sebagai pusat kekuasaan otonom dalam rezim. Perpecahan diantara keduanya menjadi terbuka pada 1988, ketika panglima anhkatan bersenjata Jendral Benny Moerdani berusaha menolak penunjukkan ketua Golkar Sudharmono oleh Soeharto sebagi wakil presiden. Ia mengubah Golkar dari semata-mata kendarann pemerintah dalam pemilihan umum menjadi sebuah partai berbasis massa yang dikendalikan negara, yang pada 1987 mengklaim telah memiliki 28 juta anggota dan 9 juta kader.

5. Ketegangan Dan Pertentangan : 1988-97

(16)

dipemakaman Santa Cruz di Timor Timur pada 1991 yang dilakukan oleh angkatan bersenjata, misalnya diliput secara luas dan kritis. Demokrasi merupakan topic favorit dalam perdebatan pada masa ini. Salah satu arah perdebatan yang semakin merupakan topic utama, untuk sebagian diadopsi dari wacana neo-liberal Amerika, adalah bahwa globalisasi menuntut transparansi. Rezim ini membuat sejumlah konsesi terhadap tekanan-tekanan ini, dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 1993.

Radikalisme berawal pada gerakan mahasiswa. Setelah diambil tindakan keras terhadap para aktivis kampus pada akhir 1970-an, para mahasiswa mulai mengorganisasi diri dalam kelompok-kelompok kecil yang berbasis bukan-kampus. Kemampuan suatu kelompok inti dari aktivis-aktivis radikal ini untuk mengorganisasikan protes mahasiswa/buruh yang besarselama periode 1989-94 membantu membangkitkan kembali protes massa, yang sebelumnya telah ditindas melalui terror pada 1965, sebagai suatu bentuk aksi politik. Kebangkitan ini banyak membuka jalan bagi demonstrasi-demonstrasi yang memperlemah rezim Soeharto antara 1996 dan berakhirnya rezim itu pada 1998. Taktik semacam ini rutin digunakan terhadap para penentang di Timor Timur, Aceh, dan Papua Barat tetapi pemilihan rezim ini untuk melakukan kekerasan dan intimidasi di jantung negeri secara luas dianggap sebagai pertanda semakin terasingnya rezim Orde baru.

6. Krisis Dan Reformasi: 1997-9

(17)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 12

sudah disepakati dengan IMF, yang meyakinkan IMF dan kreditor-kreditor dan pemerintah barat bagwa Seoharto lah penghalang utama bagi reformasi yang mereka anggap penting bagi pemulihan ekonomi Indonesia.

Suatu titik balik terjadi pada 12 Mei dengan penembakan yang menyebabkan kematian empat mahasiswa dalam suatu demonstrasi di Universitas Trisakti yang bergengsi di Jakarta. Pada 21 Mei 1998, setelah lebih banyak protes massal, yang memuncak pada pendudukan lima hari kompleks gedung MPR/DPR oleh para mahasiswa dan pekerja, Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri yang kemudian digantikan oleh B.J Habibie. Satu-satunya harapan B.J. Habibie bertahan adalah sesegera mungkin dan sepeuhnya menjauhkan diri dari pengaruh mentornya. Ia segera membatalkan undang-undang yang mengatur perizinan pers, dan juga sebgian besar pembatasan dalam pembentukan partai politik, serikat buruh dan organisasi-organisasi professional, yang dengan sekali pukul menghancurkan beberapa segi utama sistem Orde Baru. Satu di antara tantangan yang segera dihadapi habibie adalah meningkatnya tuntutan akan otonomi dan kemandirian di provinsi-provinsi yang merasa bebas dengan adanya reformasi. Warisan penting lain dalam periode Habibie adalah pemilihan umum bebas yang pertama di Indonesia sejak 1955.

Wahid memang telah menjalankan reformasi melemahkan peran militer, misalnya namun dengan partainya, PKB, yang hanya menguasai 11% suara di DPR, ia terpaksa menghabiskan sebagian besar energinya hanya untuk mempertahankan posisinya. Hal ini terutama berlangsung dari petengahan 2000, ketika ia dibayang-bayangi ancaman impeachment atas dua dakwaan korupsi yang relative kecil. Kisah impeachment yang sangat menyakitkan akhirnya berlangsung pada 23 Juli 2001 ketika Wahid dicopot dari jabatannya dan Megawati yang bersukacita disumpah sebagai presiden Indonesia yang ke-5.

(18)

Kejatuhan Seoharto digembar-gemborkan ke seluruh dunia sebagai kemenangan demokrasi. Warisan yang paling mengganggu barangkali aparatur negara. Mesin negara ini tumbuh luarbiasa besar selama periode Orde Baru dan semakin mencerminkan budaya patrimonial rezim ini. Karena terpaksa mematuhi apa yang oleh Ali Moertopo disebut ‘monoloyalitas’, aparatur negara mejadi alat kaum vested interest. Indonesia pasca-Soeharto juga mewariskan civil society yang berantakan. Salah satunya akibatnya ialah bahwa Indonesia hanya memiliki sedikit orang yang berada di luar institusi-institusi lama yang mapan, seperti Golkar dan angkatan darat, dengan pengalaman mengelola organisasi politik atau aparatur negara. warisan penting lain dari masa lalu adalah kerangka kerja konstitusiona. Politik Indonesia tetap diatur menurut UUD 1945 yang dinyatakan berlaku kembali oleh Sukarno pada 1959. Dengan demikian, aturan-aturan dasar politik dalam Indonesia kontemporer lebih mirip dengan aturan pada era Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru dibandingkan dengan masa demokrasi liberal pada 1950-an.

Dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak mungkin dalam waktu dekat kembali meluncur ke dalam otoriterisme gaya Orde Baru. Meskipun ada beberapa bukti tentang berkembangnya nolstagia akan kestabilan dan keteraturan di masa lalu di antara bagian-bagian kelas menengah perkotaan, masyarakat Indonesia telah sangat berubah untuk terlampau jauh memutar kembali jarum jam.

B. KEKUATAN DARI BUKU

(19)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 14

Harga buku ini sangat sesuai dengan isi bukunya. Mungkin saja harga buku itu telah disesuikan oleh penerbit dan penulis buku agar mudah didapatkan dan mudah juga diterima oleh masyarakat.

C. KELEMAHAN DARI BUKU

Saya menemukan terlalu banyak kalimat yang diulang-ulang dalam buku ini, misalkan dalam paragraph pertama sudah di jelaskan kalimat tersebut tapi kalimat itu diulang kemabali pada paragraf yang lainnya. Penulis kurang mencantumkan kutipan-kutipan dari sumber lainya.

D. Kontribusi Buku terhadap Studi Hubungan Internasional

Studi hubungan internasional merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara Negara yang satu dengan Negara yang lainnya. Kotribusi buku ini sangat berpengaruh terhadap studi Hubungan Internasional karena, mahasiswa yang benar-benar memahami isi buku ini, akan mengerti bagaimana keadaan Indonesia sekarang ini dan bagaimana kita harus bertindak. Buku ini akan menyadarkan pemerintah serta warga Indonesia bahwa pada masa orde baru perekonomian yang sangat melonjak jatuh bisa terulang kembali pada masa sekarang

BAB III

(20)

A. KESIMPULAN

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.

Konflik mengenai ideologi telah menjdi karakteristik kehidupan politik Indonesia sejak masa awal pergerakan nasionalis. diindonesia selama 1945-1965, mengidentifikasikan lima aliran utama pemikiran politik: komunisme, nasionalisme radikal, sosialisme demokratis, islam, tradionalisme jawa. Orde baru pada masa-masa awal yang paling baik dianggap sebagai aliansi antara kaum militer dan berbagai kelompok sipil. Warisan yang paling mengganggu yaitu aparatur negara. Mesin negara ini tumbuh luarbiasa besar selama periode Orde Baru dan semakin mencerminkan budaya patrimonial rezim ini.

B. SARAN

Dari hasil saya mereview buku yang berjudul Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia : Periode 1965-1999, saran saya adalah sebagai berikut :

1. Lebih ditingkatkan kembali pembahasan didalamnya, dan lebih diperluas lagi negara-negaranya.

2. Bisa menerima kritikan dari pembaca.

3. Lebih diperluas lagi penyebaran penerbitan bukunya dan perbanyak lagi cetakanya.

(21)

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 16

5. Semoga buku ini dapat menyadarkan warga Indonesia akan pentinganya pengetahuan sejarah di Indonesia.

6. Dapat memperbaiki kembali kesalahan-kesalahan pada tulisan ataupun kata yang terdapat pada buku ini.

7. Perjelas kembali identitas buku.

Sekian saran dari saya semoga dapat diterima dan mejadi motivasi terhadap penulis atas perbaikan bukunya.

DAFTAR PUSTAKA

Bourchier, David & Vedi R. Hadiz, editor. 2006. ‘Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia : Periode 1965-1999’. Jakarta:Pustaka Utama Grafiti.

Referensi

Dokumen terkait

(12) Fungsi dukungan (Supportive function). Dalam konstitusi NRI telah diatur lima fungsi partai politik memberikan pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar

Prospek penerbit Mizan jika dihubungkan dengan setting sosial keagamaan dan politik pada masa yang akan datang, menurut Asep saeful Muhtadi (1999), secara sosiologis punya

Penelitian ini berjudul Media Sosial Twitter sebagai Pembentuk Pemikiran Politik Mahasiswa (Studi Analisis Wacana Sara Mills pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

politik, sedangkan Bungkarno di Indonesia memisahkan antara agama dan negara secara “lunak”, dalam arti proses politik demokratis dapat membuka corak Islam pada

Konsolidasi paling berguna jika dimaknai sebagai proses pencapaian legitimasi yang luas dan kuat sehingga semua aktor politik yang signifikan, pada tingkat elit maupun

Partai politik antara lain berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas, penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran Ali Abdul Raziq yang dituangkan dalam bukunya, tidak terlepas kaitannya dengan perkembangan keagamaan dan sosial politik

Topik: Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia..., Akhmad Zaini Abar sosial yang menjadi dasar bagi penciptaan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat atau dasar bagi