BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Bogor dikenal dengan julukan “Kota Hujan” karena memiliki curah hujan tahunan yang lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia. Namun predikat ini mulai bergeser menjadi “Kota 1000 Angkot” yang disebabkan karena tingginya jumlah angkutan kota atau sering disebut angkot yang memadati sepanjang jalan Kota Bogor di titik – titik strategis.
Mayoritas masyarakat bergantung pada angkutan umum untuk mempermudah mobilitasnya karena beberapa faktor. Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum (paratransit dan masstransit).
Di sisi lain membludaknya jumlah angkutan umum menimbulkan berbagai permasalahan yang ada. Kepadatan kendaraan yang berada di wilayah Kota Bogor sudah dirasakan dengan jumlah kendaraan angkutan kota yang mencapai 3.412 buah yang transportasi dihadapkan pada permasalahan yang rumit dan tidak berkesudahan karena memang sangat berkaitan dengan masalah sosial, kesadaran manusia, dan kemauan semua pihak untuk bahu membahu menimalisir kerusakan yang telah ditimbulkan, dimana dengan semakin tingginya biaya kemacetan lalu lintas, polusi udara, kebisingan
lingkungan dan lain lain perlu dilakukan langkah pembinaan, pengendalian dan pengawasan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut :
Permasalahan angkutan kota (angkot) ang terjadi di Kota Bogor. 1.3 Pembatasan Masalah
1. Apa penyebab tingginya jumlah angkot di Kota Bogor?
2. Apa permasalahan yang disebabkan oleh tingginya jumlah angkot di Kota Bogor? 3. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh tingginya
jumlah angkot di Kota Bogor? 1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penyebab tingginya angka jumlah angkot di Kota Bogor.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang disebabkkan oleh tingginya jumlah angkot di Kota Bogor.
3. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh tingginya jumlah angkot di Kota Bogor.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pembaca
Manfaat penulisan laporan ini bagi pembaca atau orang banyak adalah sebagai penambah wawasan tentang bagaimana seharusnya bersikap terhadap tingginya jumlah angkot yang beroperasi di Kota Bogor.
2. Bagi Penulis
mengembangkan teori-teori yang telah dipelajari dalam mata kuliah Perencanaan Kota dan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Perencanaan Kota.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Profil Kota Bogor
Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 59 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Dahulu luasnya 21,56 km², namun kini telah berkembang menjadi 118,50 km² dan jumlah penduduknya 1.030.720 jiwa (2014). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan.
Pada masa Kolonial Belanda, Bogor
dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor (yang berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satunya yaitu, Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.
Tabel 2.1 Profil Singkat Kota Bogor
Bogor Utara
Tanah Sareal
Bogor Barat
Bogor Tengah
Bogor Selatan
Bogor Timur
5 Gambar 2.2 Peta Kota Bogor
sumber: petatematikindo.wordpress.com
Kota Bogor berbatasan dengan Kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut: Utara : Sukaraja, Bojong Gede, dan Kemang. Timur : Sukaraja dan Ciawi.
Selatan : Cijeruk dan Caringin.
2.2 Angkutan Kota
Angkutan kota mulai diperkenalkan di Jakarta pada akhir tahun 1970-an dengan nama mikrolet untuk menggantikan oplet yang sudah dianggap terlalu tua, terseok-seok jalannya, dan sering mengalami gangguan mesin, sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas. Nama "mikrolet" dipilih sebagai singkatan gabungan dari kata "mikro" (Bahasa Latin : kecil) dan "oplet". Tetapi ada juga yang menyebut "angkot" untuk di beberapa daerah.
Tarif yang dibebankan kepada penumpang bervariasi tergantung jauhnya jarak yang ditempuh. Umumnya sebuah angkutan kota diisi oleh kurang lebih 10 orang penumpang, tetapi tidak jarang penumpangnya hingga lebih dari 10 orang. Perilaku sopir angkutan kota yang sering berhenti mendadak dan di sembarang tempat sering dihubung-hubungkan dengan penyebab kemacetan. Terkadang juga sebuah angkutan kota selalu menepi dengan waktu yang lama untuk menunggu penumpang.
Jalur operasi suatu angkutan kota dapat diketahui melalui warna atau kode berupa huruf atau angka yang ada di badannya.
Berikut adalah daftar trayek angkot Kota Bogor: 01: Ciawi - Tajur - Pajajaran - Terminal Baranangsiang
02: Sukasari Lawang Gintung Empang Ir. H. Juanda Kapten Muslihat -Stasiun Bogor - Veteran - Terminal Bubulak
03: Terminal Bubulak - Pasar Anyar - Ir. H. Juanda - Istana Bogor - Jalak Harupat - Salak - Pajajaran - Botani Square - Terminal Baranangsiang
04 Warung Nangka Batu Tulis Empang Ir. H. Juanda Ir. H. Juanda -Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
05: Cimahpar - Bogor Baru - Pangrango - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor- Ramayana
06: Universitas Pakuan - Ciheuleut - Pakuan - Pajajaran - Terminal Baranangsiang Jalak Harupat Istana Bogor Ir. H. Juanda Suryakencana -Kebun Raya Bogor - Ramayana
07: Ciparigi Raya Bogor Kedunghalang Plaza Jambu Dua Jend. A. Yani -Jend. Sudirman - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Kapten Muslihat - Perintis Kemerdekaan - Dr. Semeru - Pasar Mawar - Terminal Merdeka
07A: Pondok Rumput - Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
08: Ciparigi Raya Bogor Kedunghalang Plaza Jambu Dua Pajajaran -Pangrango - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
09: Ciparigi - Raya Bogor - Kedunghalang - Plaza Jambu Dua - Pajajaran - Botani Square - Terminal Baranangsiang - Batutulis - Siliwangi - Sukasari
10: Bantar Kemang - Pajajaran Indah - Pajajaran - Botani Square - Terminal Baranangsiang Botani Square Jalak Harupat Istana Bogor Ir. H. Juanda -Kapten Muslihat - Perintis Kemerdekaan - Dr. Semeru - Pasar Mawar - Terminal Merdeka
11: Pajajaran Indah - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak Harupat - Istana Bogor - Ir. H. Juanda - Suryakencana - Kebun Raya Bogor - Ramayana
12: Cimanggu Tentara Pelajar RE Martadinata Pemuda Jend. A. Yani -Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
13: Bantar Kemang - Durian - Pajajaran - Terminal Baranangsiang - Jalak Harupat Istana Bogor Ir. H. Juanda Suryakencana Kebun Raya Bogor -Ramayana
14: Terminal Bubulak Sindang Barang Aria Surialaga Pulo Empang Bundaran Empang Ir. H. Juanda Kebun Raya Bogor Suryakencana -Ramayana - Sukasari
15: Terminal Bubulak Sindang Barang Perintis Kemerdekaan Merdeka -Kapten Muslihat - Stasiun Bogor - Pasar Anyar
16: Salabenda - Soleh Iskandar - Kebon Pedes - Pemuda - Jend. A. Yani - Jend. Sudirman - Sawojajar - Pasar Anyar
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Banyaknya Angkot
1. Angkot merupakan moda transportasi umum paling umum digunakan oleh masyarakat dalam maupun luar Kota Bogor
Bogor merupakan salah satu kota commuter yang masyarakatnya kebanyakan bekerja di daerah sekitarnya seperti Jakarta atau Depok. Angkot merupakan satu-satunya angkutan umum roda empat murah yang memiliki rute yang melewati Stasiun Bogor dan tempat-tempat strategis seperti BTC, Botani Square, Istana Bogor dan Terminal Baranangsiang, sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan angkot. Animo masyarakat terhadap angkot mempertahankan eksistensi besarnya jumlah angkot di Kota Bogor.
Menurut Bappeda Kota Bogor (RPJPD 2005 – 2025), pada tahun 2004 jumlah perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta menggunakan kendaraan umum sebanyak 25.972 perjalanan/hari. Pergerakan ke Jakarta menggunakan moda Kereta Api tahun 2004 menurut catatan Stasiun Bogor rata-rata sebanyak 28.572 perjalanan orang/hari.
Hal tersebut membuktikan bahwa interaksi antara Kota Bogor dan sekitarnya juga sangat mempengaruhi jumlah pengguna dan angkot yang digunakan oleh masyarakat setempat maupun di luar Kota Bogor.
Menurut teori lokasi model gravitasi Issac Newton dan Ullman, interaksi total dua daerah (migrasi, traffic flow dan pertukaran barang atau jasa) dapat diestimasi dengan rumus gravitasi. Berikut adalah perhitungannya,
I = PJakarta x PBogor
r2
I = 10.075.300 x 1.030.720 = 267.560.868 interaksi. (62,3)2
dengan I = total interaksi; P = jumlah penduduk; r = jarak.
2. Angkot merupakan moda transportasi murah yang bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Apabila dibandingkan dengan transportasi umum roda empat yang lain seperti taksi, maka bisa dikatakan angkot merupakan moda transportasi yang murah. Jika dikalkulasi secara singkat, dari Botani Square menuju Stasiun Bogor, hanya membutuhkan biaya Rp. 4000, sedangkan dengan taksi membutuhkan Rp. 20.000. Angkot sangat terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga permintaan masyarakat terhadap angkot cenderung tinggi. Hal ini membawa implikasi penawaran angkot yang tinggi pula.
3. Kurang tegasnya pemerintah dalam menyikapi angkot yang tidak berbadan hukum mengakibatkan pengoperasian angkot ilegal lebih mudah.
Sebanyak 895 angkot di Kota Bogor pada tahun 2015 belum berbadan hukum menunjukkan kurang tegasnya pemerintah dalam pelaksanaan aturan bahwa angkutan umum diharuskan berbadan hukum adalah aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22/2009 yang dijabarkan oleh Pemerintah Kota Bogor dalam Peraturan Daerah Nomor 3/2013 tentang penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Berikut adalah beberapa bunyi pada UU No. 22 Tahun 2009 yang mengatur tentang badan hukum jasa angkutan.
UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1
UU No. 22 Tahun 2009 Penjelasan
3.2 Permasalahan yang Ditimbulkan Akibat Angkot
1. Kemacetan di titik-titik strategis
Banyaknya angkot pada trayek tertentu yang tidak sesuai alokasi pemerintah mengakibatkan menumpuknya jumlah kendaraan. Umumnya, penyelenggara jasa angkot memaksimalkan pendapatan pada trayek yang paling ramai. Menurut data BPS Kota Bogor 2010, trayek Baranangsiang-Bubulak seharusnya 322 unit, tapi realisasinya 382 unit. Trayek ramai mengindikasikan tempat strategis dan pusat aktivitas masyarakat seperti Stasiun Bogor, mall dan pasar. Kemacetan pada titik-titik strategis tentu akan mengganggu kenyamanan mobilitas masyarakat kota Bogor.
Tabel 3.1 Titik Kemacetan Terparah di Kota Bogor
No Titik Kemacetan Waktu Tempuh Sebab
1 Perlintasan Kereta RE Martadinata
150-200 meter ditempuh 45-60 menit
Tingginya frekuensi KRL dan ketidakdisiplinan pengendara
2 Jalan Soleh Iskandar 2 kilometer ditempuh 1-1,5
Tingginya frekuensi kendaraan keluar tol Jagorawi
jam
3 Jalan Kapten Muslihat
1 kilometer ditempuh 30-45 menit
Aktivitas di depan stasiun dan angkot ngetem
4 Jalan Dewi Sartika - Angkot berhenti sembarangan dan pedagang kaki lima
5 Jalan Raya Dramaga
3-4 kilometer ditempuh 2-2,5 jam
Jalan sempit, banyak angkot dan ketidakdisiplinan pengguna jalan
6 Jalan Pajajaran - Angkot ngetem sambarangan
7 Jalan Lawang Gintung 500 meter ditempuh 1 jam
Berada di pertemuan dengan Jalan Batu Tulis di dekat Istana Batu Tulis Bogor.
8 Jalan Mawar dan Jalan Merdeka Penyempitan jalan akibat pedagang kaki lima
9 Pertigaan depan Istana Bogor Banyaknya angkot dan ketidakdisiplinan pengendara
1
0 Jalan di Pasar Bogor
Pedagang kaki lima, angkot, volume kendaraan dan parkir kendaraan
Sumber: jabar.pojoksatu.id
2. Polusi udara
Angkot merupakan salah satu produsen gas berbahaya yang dapat menurunkan kualitas udara segar. Hasil dari pembakaran tersebut antara lain karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2).
Diantara emisi tersebut yang membahayakan manusia antara lain CO dan NOx.
Sedangkan produksi CO2 yang berlebih dapat menambah efek rumah kaca yang akan
berlanjut pada kenaikan suhu udara sebagai pengaruh perubahan iklim mikro di beberapa tempat.
(IPCC dalam Jinca dkk, 2009) Faktor emisi CO2 pada kendaraan umum sedang
adalah 2.597,86 g/liter. Perharinya angkot harus kejar setoran Rp. 250.000. Sedangkan sekali rit(PP) bisa mendapat Rp. 50.000 dan membutuhkan bensin 2 liter. Keuntungan sopir rata-rata adalah Rp. 70.000 perhari. Berarti, dalam sehari sopir mendapat pemasukan Rp. 320.000. Sehingga, sopir harus minimal menempuh 6,4 rit dan menggunakan 12,8 liter bensin perharinya. Berikut adalah perhitungan total emisi angkot,
Q = 360 x Fe x N x K
= 360 x 2.597,86 x 3.412 x 12,8 Q = 40.844,84 ton CO2/tahun
dengan Q = total emisi; Fe = faktor emisi; N = jumlah angkot; K = konsumsi bensin. Tabel 3.2 Emisi CO2 di Kota Bogor
Tahun Emisi Gas COTransportasi2 (Ton)
2012 177.334
2013 188.469
13
2014 201.013
2015 215.128
Berdasarkan pengamatan BPLH (Badan Pengamat Lingkungan Hidup) Jawa Barat di Kota Bogor, sejak tahun 2007 jumlah partikel debu di Kota Bogor mencapai 200 mikrogram/meter kubik/hari. Sedangkan ambang batasnya adalah 150 mikrogram/meter kubik/hari.
3. Ketidakteraturan lalu lintas di jalan raya
Ketidakteraturan lalu lintas di jalan raya lebih diakibatkan karena perilaku sopir angkot itu sendiri yang kurang mematuhi aturan seringnya disebabkan karena sopir angkot yang “kejar setoran” akibat banyaknya jumlah angkot di Kota Bogor sehingga mereka kurang mempedulikan peraturan yang ada termasuk keselamatan penumpang itu sendiri.
- Sering melanggar rambu-rambu lalu lintas.
- Berhenti sembarangan untuk mengangkut dan/atau menurunkan penumpang. - Berhenti di sembarang tempat.
- Muatan armada yang melebihi kapasitas maksimal yang seharusnya. 4. Ketidaknyamanan Penggunaan Angkot
Tabel 3.3 Jumlah Angkutan Kota di Kota Bogor
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk di Kota Bogor Tahun Jumlah Penduduk
2007 905.132
2008 942.204
2009 946.204
2010 950.334
2011 967.396
2012 1.004.831
2013 1.013.019
2014 1.083.063
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan jumlah angkot yang cenderung stabil dan menurun membuat pelayanan angkot cukup tidak nyaman. Hal ini disebabkan keinginan sopir angkot untuk mengangkut lebih banyak penumpang. Sehingga, penumpang akan saling berdesak-desakkan di dalam angkot. Ditambah lagi dengan cuaca yang panas dan udara berdebu. Persaingan untuk mendapat banyak penumpang mendorong sopir untuk memotong jalur dan saling ‘serobot’ lajur yang berlawanan, walaupun dalam keadaan macet sekalipun. Terlebih lagi, sopir kadang bekerja sama dengan pengamen agar pengamen dapat ikut masuk ke dalam angkot saat masih dalam perjalanan.
15 sumber: Kota Bogor dalam Angka
(2009-2013)
5. Dampak sosial negatif yang lain
Dampak lain yang ditimbulkan dari banyaknya angkot dan kurangnya pengawasan terhadap ketertiban memunculkan beberapa masalah sosial, diantaranya:
- Masyarakat menjadi tidak patuh aturan. - Halte sia-sia.
- Masyarakat menjadi agresif.
- Persaingan antar angkot yang tinggi. - Masyarakat boros waktu.
- Menghambat munculnya sarana transportasi baru.
3.3 Solusi
1. Kebijakan pemerintah
Dengan pergantian angkutan kota menjadi angkutan umum massal perkotaan dengan system transit ”bus transit system bts” yang bernama Bus Trans Pakuan. Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.113 Tahun 2009, Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu Kota Percontohan Penataan Transportasi Perkotaan, dan dalam implementasinya difasilitasi oleh Tim GIZ (Internationale Zusammenarbeit GmbH) melalui Proyek Perbaikan Transportasi Perkotaan Berkelanjutan ”Sustainable Urban Transport Improvement Project (SUTIP)”
Jumlah penumpang yang dapat diangkut angkutan kota berkisar antara 10 penumpang, sedangkan Bus Trans Pakuan dapat mengangkut 35 penumpang, dikarenakan terdapat ruang yang digunakan penumpang untuk berdiri.
Terkait dengan hal itu, saat ini sudah pemerintah sudah memasang CCTV Streaming di 13 lokasi, antara lain di Simpang Pasar Bogor, Simpang Gunung Batu, Tanjakan Empang, Tugu Kujang, Terminal Baranangsiang, Simpang BORR (Bogor Outer Ring Road), Simpang BTM (Bogor Trade Mall), dan di Jembatan Merah. Selain itu juga sudah dilakukan pengadaan dan rekondisi Alat Pengendali Isyarat Lalu Lintas (APILL) di 4 (empat) simpang yaitu di simpang Juanda, simpang Denpom, simpang Sawojajar dan simpang Warung Jambu.
Terkait dengan penerapan shift angkutan kota, sampai akhir tahun 2011 uji coba pengoperasian angkutan umum dengan sistem shift sudah dilaksanakan di 15 trayek. Sedangkan sistem shift yang sudah diberlakukan pada 5 trayek sampai dengan tahun 2011, telah berhasil mengurangi jumlah angkot yang beroperasi per hari sebanyak 449 unit dari jumlah keseluruhan angkot yang beroperasi di trayek tersebut sebanyak 1.344 unit.
Adapun kebijakan reformasi angkutan umum yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kota Bogor agar penggunaan jasa angkutan umum seperti angkot efisien dan efektif dalam masyarakat.
2. Pola penggunaan angkutan masyarakat
Untuk mengurangi penggunaan angkot, apabila masyarakat menempuh jarak perjalanan yang relatif dekat maka akan lebih baik untuk berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Diperkirakan, hal tersebut dapat menurunkan permintaan terhadap angkot dan memaksa pemilik angkot perseorangan untuk mengurangi jumlah angkot yang beroperasi. Terlebih lagi, hal tersebut juga akan mengurangi polusi udara.
Untuk jarak yang relatif panjang, masyarakat dapat menggunakan bus transpakuan. Hal tersebut bertujuan untuk tetap menekan permintaan yang tinggi terhadap angkot.
sumber: dishub.jabarprov.go.id/inc/data/info/321
BAB IV KESIMPULAN
1. Penyebab dari banyaknya jumlah angkot di Kota Bogor antara lain dikarenakan angkot merupakan moda transportasi umum yang paling banyak digunakan, tarif dari angkot terjangkau dan kurang tegasnya pemerintah dalam menindak angkot illegal.
2. Akibat yang ditimbulkan dari masalah ini sangat beragam mulai dari kemacetan, polusi udara hingga ketidaknyamanan dari pengguna angkot itu sendiri.
3. Solusi untuk permasalahan angkot ini dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah membuat kebijakan reformasi angkutan umum di Kota Bogor, menerapkan BTS bus transpakuan dan shift. Masyarakat dapat menekan penggunaan angkot dengan bersepeda untuk jarak dekat dan menggunakan bus transpakuan untuk perjalanan panjang.
BAB V SARAN
1. Bagi Pemerintah
• Diperlukan pengawasan dari pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat.
• Apabila terdapat pihak-pihak yang melanggar aturan, maka pemerintah harus bertindak dengan tegas (mencabut izin trayek angkot dan mem-plat hitamkannya). 2. Bagi Masyarakat
• Berpindah moda transportasi dari angkot menjadi Bus Transit Pakuan yang telah disediakan.
• Apabila menempuh perjalanan dekat maka lebih baik untuk berjalan kaki atau bersepeda.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kota Bogor. 2009. Kota Bogor Dalam Angka 2009. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
──-. 2010. Kota Bogor Dalam Angka 2010. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
──-. 2011. Kota Bogor Dalam Angka 2011. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
──-. 2012. Kota Bogor Dalam Angka 2012. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
──-. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Bogor: Pemkot Bogor – Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
DLLAJ Kota Bogor. 2014. Penataan Transportasi Kota Bogor Berwawasan Lingkungan. Bogor: Pemkot Bogor – Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan.
IPCC. 1996. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories –Workbook (Volume 2). http://www.ipcc.ch .
Maharani, Azzizah D.K. et al. 2011. “Problematika Angkot di Kota Seribu Angkot”. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nur, Rizka P.R.. 2014. “Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2”. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Analisis Kota Bogor Berdasarkan Teori Lokasi Model Gravitasi
Dari penjelasan sebelumnya maka dapat diketahui bahwa besarnya interaksi antara Kota Bogor dan Jakarta dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah besarnya kedua kota tersebut dalam segi jumlah penduduk, banyaknya lapangan pekerjaan, total pendapatan, jumlah atau luas bangunan atau banyaknya fasilitas umum. Faktor yang kedua yang mempengaruhi interaksi kedua kota tersebut adalah jarak Kota Bogor dan Kota Jakarta.
Berdasarkan pendataan terakhir, Kota Bogor memiliki jumlah penduduk 1.013.019 jiwa pada tahun 2013, dengan kepadatan penduduk 8.549 jiwa/km2 (BPS Kota Bogor, 2014). Dari jumlah penduduk tersebut, tidak sedikit diantaranya yang bekerja di ibukota Jakarta.
Fasilitas yang memadai dan mendukung aksesibilitas antara Kota Bogor dan Kota Jakarta antara lain adalah KRL. Dengan adanya fasilitas umum yang memadai seperti itulah yang akan memperbesar interaksi antar dua kota dimana masing-masing memiliki potensi sendiri-sendiri yang mana Kota Jakarta menyediakan banyak peluang pekerjaan dan Kota Bogor yang menyediakan tempat untuk pemukiman sebagai potensi yang menarik masyarakat kota lain untuk ke Kota Bogor. Fenomena commuter (penglaju) di Kota Bogor terlihat dari tingginya jumlah perjalanan menuju Jakarta tiap harinya. Banyak penduduk Bogor yang menghabiskan waktunya lebih banyak di Jakarta. Mereka berangkat ke Jakarta untuk berkerja dari jam 6 pagi dan baru pulang ke rumahnya di Bogor jam 8 malam. Menurut Bappeda Kota Bogor (RPJPD 2005 – 2025), pada tahun 2004 jumlah perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta menggunakan kendaraan pribadi adalah 53.188 perjalanan/hari dan yang menggunakan kendaraan umum sebanyak 25.972 perjalanan/hari. Pergerakan ke Jakarta menggunakan moda Kereta Api tahun 2004 menurut catatan Stasiun Bogor rata-rata sebanyak 28.572 perjalanan orang/hari.
Faktor yang kedua adalah jarak antara kedua kota tersebut. Dengan letaknya yang tidak jauh dari ibukota, Kota Bogor masuk ke dalam Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi). Hal tersebut menjadikan kota ini menjadi salah satu sasaran tempat tinggal yang strategis. Jarak antara kota Bogor dan Jakarta yaitu 62,3 kilometer dan dapat ditempuh menggunakan mobil baik itu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum darat (bukan KRL) selama kurang lebih 1 jam lebih 13 menit menyebabkan mobilitas
masyarakat kedua kota tersebut tinggi terlebih lagi dengan adanya kereta listrik (KRL) yang hamper setiap saat ada, nyaman dan murah.
Berdasarkan teori gravitasi Issac Newton dimana besar gaya tarik-menarik antar dua region berdasarkan data tahun 2014 adalah perkalian antara jumlah penduduk Kota Bogor dan jumlah penduduk Kota Jakarta dibagi dengan kuadrat jarak kedua kota. Dengan menggunakan rumus gravitasi dapat dihitung sebagai berikut:
I = 10.075.300 x 1.030.720 = 267.560.868 (62,3)2
LAMPIRAN 2
Menghitung Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bogor
Pada tahun 2012, didapat data jumlah penduduk Kota Bogor adalah 967.396 jiwa, sedangkan total kendaraan bermotor yang ada 336.878 unit. Maka, dapat dihitung kebutuhan RTH Kota Bogor sebagai berikut:
1. Menghitung kebutuhan oksigen manusia
X = 967,396 x 4420,8ℓ/hari/orang x 1,2 kg/m3 = 5.131.997.084 ton/hari
2. Menghitung kebutuhan oksigen kendaraan bermotor Z = 0,014 x 336.878
= 4716,292 ton/hari 3. Menghitung kebutuhan RTH
L = 5.131.997.084 + 4716,292 = 101.372.875,1 m2
52 x 0,9375 = 10.137,286 ha
Tersedia = 8.318,151 ha
Butuh = 10.137,286 ha
Kurang = 1.819,135 atau 17,95%
LAMPIRAN 3
Dampak Perubahan Iklim pada Kota Bogor
Perubahan iklim terjadi secara global namun dampaknya dapat dirasakan berbeda – beda secara lokal. Berdasarkan sumber pada www.tatangsite.com, Indikator utama perubahan iklim terdiri dari perubahan pola dan intensitas berbagai parameter iklim yaitu suhu, curah hujan, angin, kelembaban, tutupan awan dan penguapan dan semua indicator tersebut ada di Indonesia. Bogor merupakan salah satu Kota yang terkenal akan curah hujan yang tinggi dengan sebutannya sebagai Kota Hujan namun rupanya Bogor pun mengalami kekeringan akibat kemarau panjang yang merupakan salah satu akibat dari perubahan iklim global tersebut.
Pemerintah Kota Bogor tidak tinggal diam menghadapi situasi yang memburuk akibat dari perubahan iklim. Pemerintah Kota Bogor melakukan perjanjian kerkasama dengan Asosisasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang dilaksanakan di Kebun Raya Bogor oleh Wali Kota Bogor untuk melaksanakan program perumusan dan pengintegrasian strategi ketahanan kota terhadap dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Tujuan dari penandatanganan perjanjian tersebut adalah untuk mengembangkan perencanaan dan program pembangunan yang mempertimbangkan aspek adaptasi dan ketahanan kota terhadap perubahan iklim.
LAMPIRAN 4
Masterplan Kota Bogor
1. Masterplan Transportasi Berkelanjutan (Sustainable Transportation) menurut Focus Group Discussion Bogor Transportation Program (FGD B-TOP):
Pengadaan massal bus transpakuan untuk mereduksi angkot Pembangunan LRT dari Jakarta menuju Bogor
Peningkatan akses Bogor Inner Ring Road (BIRR) dan Bogor Outer Ring Road (BORR)
Pengembangan fasilitas pejalan kaki dan pesepeda
Optimalisasi manajemen lalu lintas menuju kota tertib lalu lintas 2. Masterplan Kota Hijau menurut Manual Masterplan Kota Bogor:
Pengembangan RTH untuk membentuk karakter Kota Bogor sebagai Kota Hijau
Akuisisi RTH privat dan revitalisasi RTH yang sudah beralih fungsi Penetapan daerah konservatif
Pembangunan taman dan jalur hijau di sepanjang rel kereta api
LAMPIRAN 5
Penentuan Sektor Basis dan Non Basis Kota Bogor Menggunakan Metode LQ
NO SEKTOR BOGORPDRB JAWA BARATPDRB
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 33.147,45 113.948.104,85 2 Pertambangan dan Penggalian 213,19 34.829.948,32
3 Industri Pengolahan 5.367.689,30 544.183.777,95
4 Pengadaan Listrik dan Gas 323.294,38 8.802.690,31 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
48.921,83 955.503,33
6 Konstruksi 968.133,58 99.103.612,36
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
5.802.512,38 199.720.305,33 8 Transportasi dan Pergudangan 2.457.816,23 56.700.883,10 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
1.182.330,60
30.027.380,08 10 Informasi dan Komunikasi 622.514,27 30.268.188,40 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1.611.659,57 32.408.455,16
12 Real Estat 0,00 13.739.946,85
13 Jasa Perusahaan 424.515,95 4.873.091,87
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
15 Jasa Pendidikan 0,00 29.595.982,53
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 188.825,35 7.194.042,84
17 Jasa lainnya 222.447,85 22.320.384,69
Produk Domestik Regional Bruto 19.535.008,93 1.258.914.480,01
Nilai LQ
NO SEKTOR Nilai LQ
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,01875
2 Pertambangan dan Penggalian 0,00039
3 Industri Pengolahan 0,63566
4 Pengadaan Listrik dan Gas 2,36682
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3,29954
6 Konstruksi 0,62955
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,87230
8 Transportasi dan Pergudangan 2,79346
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,53749
10 Informasi dan Komunikasi 1,32540
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,20478
12 Real Estat 0,00000
13 Jasa Perusahaan 5,61400
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,59876
15 Jasa Pendidikan 0,00000
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,69149
17 Jasa lainnya 0,64226
Pendapatan Sektor Basis Kota Bogor
No Sektor Nilai LQ Pendapatan
1 Pengadaan Listrik dan Gas 2,36682 323.294,38
2 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 3,29954 48.921,83
3 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 1,87230 5.802.512,38
4 Transportasi dan Pergudangan 2,79346 2.457.816,23 5 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,53749 1.182.330,60
6 Informasi dan Komunikasi 1,32540 622.514,27
7 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,20478 1.611.659,57
8 Jasa Perusahaan 5,61400 424.515,95
9 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,69149 188.825,35
Total 12.662.390,56
Pendapatan Sektor Non Basis Kota Bogor
No Sektor Nilai LQ Pendapatan
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,01875 33.147,45
2 Pertambangan dan Penggalian 0,00039 213,19
3 Industri Pengolahan 0,63566 5.367.689,30
4 Konstruksi 0,62955 968.133,58
5 Real Estat 0,00000 0,00
6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0,59876 280.987,02
7 Jasa Pendidikan 0,00000 0,00
8 Jasa lainnya 0,64226 222.447,85
Total 6.872.618,39
Rumus multiplier sektor basis: T = B + N
T = 12.662.390,56 + 6.872.618,39 = 19.535.008,93 Total Pendapatan Kota Bogor = 19.535.008,93 Koefisien n:
n=NT
n=19.535 .008,936.872 .618,39 =0, 35181
Multiplier :
M=TB
LAMPIRAN 6
Penentuan Range dan Threshold Lapis Talas Bogor Sangkuriang
Asumsi :
1. Setiap orang menyediakan uang estimasi sebesar Rp 95.125,00 untuk membeli kue Lapis Bogor
2. Setiap kilometer biaya transportasi estimasi adalah Rp 2.500,00 3. Harga Lapis Bogor Sangkuriang per-boks adalah Rp 28.750,00
4. Setiap orang tidak setiap hari membeli kue Lapis Bogor, estimasi tiap orang membeli satu bulan sekali
RANGE
The maximum distance each unit of demand is willing to travel to reach a service or the maximum distance a product can be shipped to a customer. The range is a function of transport costs, time or convenience in view of intervening opportunities. To be profitable, a market must
have a range higher than its threshold.
(https://people.hofstra.edu/geotrans/eng/methods/ch7m2en.html)
Jarak maksimum yang dapat ditempuh konsumen untuk mendapatkan satu boks Lapis Bogor adalah ketika sebagian besar uang yang disediakan konsumen dihabiskan untuk biaya transportasi pulang - pergi.
Rp 95.125,00 – Rp 28.750,00 = Rp 66.375,00 Rp 66.375,00 : 2 = Rp 33.187,00 Rp 33.187,00 : Rp 2.500,00 = 13 kilometer
Kesimulannya adalah, jarak maksimal yang dapat ditempuh konsumen untuk mendapatkan satu boks kue Lapis Bogor adalah 13 kilometer dengan asumsi biaya transport Rp 2.500,00 per-kilometer.
THRESHOLD
Minimum demand necessary to support an economic activity such as a service. Since each demand has a distinct location, a threshold has a direct spatial dimension. The size of a market
has a direct relationship with its threshold.
(https://people.hofstra.edu/geotrans/eng/methods/ch7m2en.html)
Jarak minimum yang dapat ditempuh produsen agar dapat menutup biaya produksi.
Fix cost per-hari = Rp 500.000,00
Variable cost per boks = Rp 7.000,00
Selisih harga jual dengan biaya variable = Rp 28.750,00 – Rp 7.000,00 = Rp 21.750,00 Fix cost : selisih harga jual dengan biaya variable
Rp 500.000 : Rp 21.750,00 = 23 boks
Kesimpulannya adalah, perusahaan kue Lapis Bogor Sangkuriang harus menjual minimal 23 boks kue per-hari untuk menutup biaya produksi (modal) per-harinya (break-even point). Menimbang dari penjualan minimal 23 boks dan kepadatan penduduk, maka diperkirakan jangkauan Threshold mencapai 3 kilometer.
Range Threshold
Lapis Bogor Sangkuriang
LAMPIRAN 7
Analisis Penilaian Nilai Properti di Kota Bogor terhadap Aksesibilitas dan RTH
Pasar properti merupakan bisnis yang menjanjikan. Properti berarti tanah dan atau bangunan yang melekat di atasnya. Di Kota Bogor, para developer mulai mengembangkan tanah, mengingkat Kota Bogor merupakan kota commuter dan hinterland kota Jakarta yang tentunya akan menarik beberapa warga Jakarta untuk berada di Bogor. Nilai suatu properti dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut adaah analisis penilaian tanah terhadap volume kendaraan di Kota Bogor.
Menurut urbanindo.com, pusat investasi tanah masih didominasi pada daerah Dramaga, Baranangsiang, Cibinong dan Citayam. Hasil survey menyatakan bahwa masyarakat lebih mencari property yang memiliki spesifikasi murah, strategis, sejuk, bebas banjir dan aman. Harga tanah sekitar Rp. 2.500.000/m2 atau Rp. 500.000.000 per unit merupakan yang paling banyak permintaannya. Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, berikut adalah data harga tanah beberapa daerah di Kota Bogor.
Harga tanah di dekat istana Bogor memiliki harga sekitar Rp. 17.500.000/m2. Walaupun cukup macet, umumnya tanah di sana memiliki akses pada ruang terbuka hijau lebih cepat, seperti Kebun Raya Bogor. Kawasan di daerah istana Bogor masih asri dan banyak pohon-pohon rindang yang tumbuh menambah indah pemandangan. Banyaknya vegetasi di daerah ini tentunya dapat menekan jumlah CO2 yang dikeluarkan kendaraan terutama angkot. Daerah ini juga memiliki akses cepat ke Botani Square dan Stasiun Bogor.
Harga tanah di Rancamaya dekat Bogor Inner Ring Road memiliki harga sekitar Rp. 8.000.000/m2. Bogor Inner Ring Road dan Bogor Outer Ring Road merupakan proyek jalan bebas macet dari pemkot Bogor. Menurut Henny Hendrawan, Marketing Director PT Suryamas Dutamakmur, Tbk, harga tanah di sini naik dibanding dari tahun sebelumnya sejak BIRR sudah dioperasikan. Hal tersebut membawa implikasi kemudahan dalam mobilitas tanpa harus menemui kemacetan dan kesemrawutan yang diakibatkan oleh angkot dan kendaraan lain.
Harga tanah di perumahan kelas menengah di Cimanggu Bogor yang dekat dengan Jalan Sholeh Iskandar memiliki harga sekitar Rp. 3.500.000/m2. Permintaan akan harga murah yang tinggi menyebabkan beberapa developer mematok harga yang relative murah bila dibandingkan dengan kebanyakan harga tanah di Kota Bogor untuk memenuhi preferensi masyarakat. Menariknya, tanah yang murah, terlepas dari kelas menengah, ternyata bertempat di Jalan Sholeh Iskandar yang cukup macet. Di Jalan Sholeh Iskandar juga terlihat kurang vegetasi, sehingga kurang ada area ruang terbuka hijau yang mampu menekan jeleknya kualitas udara akibat kemacetan. Dapat diperkirakan, developer mencoba menekan tingginya harga tanah dengan menempatkan titik pembangunan pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan, namun dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan tanah.
Harga tanah di daerah Tanah Sareal dekat Jalan Raya Bogor memiliki harga sekitar Rp. 13.000.000/m2. Tanah ini memiliki akses cepat menuju Rumah Sakit Salak, area niaga, mall dan Pasar Anyar. harga yang dipatok developer lumayan tinggi meningat akses mudah menuju Jalan Raya Bogor dan beberapa fasilitas umum seperti mall dan pasar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi harga dan atau nilai dari sebuah property sebagai perumahan yang meliputi tanah dan bangunan:
1. Kemudahan dalam mobilitas dan aksesibilitas.
Tanah yang berada di tempat yang mudah dijangkau oleh transportasi dan lancar lalu lintasnya dapat meningkatkan nilai dari tanah itu sendiri. Ini disebabkan, rata-rata permintaan akan tanah di Kota Bogor adalah masyarakat commuter dari Jakarta dan sekitarnya yang bekerja di sana. Ini merupakan ‘rumah kedua’ bagi mereka. Sehingga dalam melakukan pekerjaannya, mereka membutuhkan akses cepat yang tidak macet agar mampu mencapai tempat kerja tepat waktu.
apabila terakumulasi dalam jumlah besar dapat menyebabkan meningkatnya suhu iklim mikro daerah tersebut. Gas emisi kendaraan juga menyebabkan tersebarnya partikel debu. Keadaan ini tentu akan membuat ketidaknyamanan dan mengurangi keindahan akibat ‘kesemrawutan’.
2. Keindahan dan akses ruang terbuka hijau
Fasilitas social berupa ruang terbuka hijau dapat meningkatkan keindahan dan daya tarik di daerah tersebut sekaligus mengurangi polusi CO2. Hal ini penting sebab dalam pola aktivitas masyarakat, mereka yang bekerja akan membutuhkan tempat untuk melepas penat. Untuk daerah yang memiliki banyak kendaraan seperti Kota Bogor, tempat rekreasi yang cocok adalah ruang terbuka hijau. Keindahan keadaan sekitar properti juga membantu menjernihkan pikiran, sehingga ketika sebuah properti berada di tengah-tengah kesemrawutan yang diakibatkan angkot, nilai tersebut diperkirakan akan turun dan tidak cocok digunakan sebagai perumahan.
3. Strategis
Tanah yang strategis dan dekat dengan fasilitas umum berupa akses kendaraan umum dan fasilitas sosial berupa rumah sakit, mall dan berbagai aspek lainnya tentu menambah nilai dari sebuah properti. Apalagi tanah yang dekat dengan daya tarik atau ikon kota tersebut seperti Istana Bogor.
4. Permintaan masyarakat
Tak bisa dipungkiri bahwa permintaan masyarakat termasuk salah satu faktor yang meningkatkan nilai dari sebuah properti. Developer tentu telah memperkirakan lokasi tanah yang cocok untuk harga yang sesuai preferensi masyarakat. Ketika permintaan masyarakat akan tanah yang murah banyak, developer akan membangun perumahan di tanah yang kondisinya cukup kurang menguntungkan, seperti akses yang lumayan sulit akibat macet. Namun karena permintaan yang tinggi, tanah-tanah yang kondisinya tidak menguntungkan ini justru laku terjual.
Untuk mengatasi menurunnya nilai properti pada beberapa daerah di Kota Bogor, sebagai penilai, kita harus mampu menganalisa apa saja yang dapat meningkatkan nilai tersebut atau mengatur tata guna lahan agar efisien. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh developer atau pemerintah untuk meningkatkan nilai guna lahan:
1. Memperbanyak ruang terbuka hijau
Ruang terbuka hijau tidak harus berbentuk taman. Di beberapa tanah yang berada di daerah rawan macet dapat dibangun cincin hijau atau penanaman vegetasi yang dapat meningkatkan keindahan dan penyerapan emisi gas buang. Kemacetan merupakan masalah perkotaan kompleks yang tidak bisa mudah diatur oleh seorang developer. Maka untuk meningkatkan nilai tanah yang berada di daerah seperti itu, bisa disiasati dengan memperbanyak ruang terbuka hijau.
2. Mengatur Tata Guna Lahan
Tanah yang berada di daerah kemacetan yang parah seperti daerah Jalan Kapten Muslihat di sekitar Stasiun Bogor, tidak cocok digunakan sebagai perumahan. Hal ini mengingat polusi udara dan polusi suara yang membuat kualitas udara di sekitar sana buruk. Walaupun diperbanyak ruang terbuka hijau, hal ini tetap tidak akan membantu, karena minimnya ruang bangun. Tanah yang seperti ini harusnya digunakan untuk daerah pertokoan dengan tempat parkir terpisah. Daerah yang ramai dan berdekatan dengan fasilitas umum tentu menjadi pusat aktivitas masyarakat. Sehingga pembangunan pertokoan dan penggunaan lahan seperti ini untuk pusat perdagangan sangat cocok. Maka seharusnya, pemerintah tidak mengijinkan pembangunan perumahan di daerah yang dekat dengan daerah kemacetan dan minim RTH.
LAMPIRAN 8