• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Selanjutnya, pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh sebab itu di dalam suatu proses pembelajaran diperlukan suasana belajar

yang mampu mendorong siswa agar dapat mengembangkan potensi yang

dimilikinya.

Suasana belajar aktif dapat tercapai apabila ada peran serta yang tinggi

dari siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya

pasif menerima materi pengetahuan dari guru, tetapi juga berupaya aktif untuk

menggali sendiri pengetahuannya. Hal tersebut pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap hasil belajar yang diterima oleh siswa. Hasil belajar menurut Nana

Sudjana (2005:20) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Oleh karena itu hasil belajar dapat dijadikan

acuan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.

Hakikat dari pembelajaran IPA adalah scientific inquiry, yaitu pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

(2)

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga di dalam

pembelajaran IPA di SD siswa harus mengalami/berbuat dan menemukan

pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dari guru agar tetap dapat

dipertanggungjawabkan.

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,

pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih

lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal

tersebut maka dalam pembelajaran IPA diharapkan peran serta siswa secara aktif,

yang akhirnya dapat mendorong siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri

dan menerapkan apa yang didapatnya di sekolah dalam kehidupannya sehari-hari.

Komponen yang turut mempengaruhi keberhasilan suatu proses

pembelajaran salah satunya adalah model pembelajaran. Pemilihan model

pembelajaran yang tepat akan mampu menarik perhatian siswa untuk ikut aktif

mengikuti proses pembelajaran. Siswa yang aktif mengikuti proses pembelajaran

akan berusaha mengembangkan segala potensi yang dimilikinya guna mencapai

tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain itu siswa yang berpartisipasi aktif

dalam mengikuti proses pembelajaran akan mempunyai rasa ingin tahu yang

lebih, sehingga dia senantiasa berusaha untuk mencari tahu bukan hanya

menunggu untuk diberi tahu.

Namun pada kenyataanya sebagian besar guru, masih menggunakan

cara-cara lama, seperti menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam

memberikan pengalaman belajar kepada siswa, meskipun sudah banyak

dikemukakan metode dan model pembelajaran inovatif yang akan membuat siswa

lebih aktif mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut tentunya akan

mempengaruhi hasil belajar yang diterima oleh siswa.

Berdasarkan observasi di lapangan dengan mengambil sampel salah satu

Sekolah Dasar Negeri di Gugus Maruto, yaitu melalui wawancara dengan guru

kelas V di SD Negeri Samban 02, siswa yang aktif mengikuti pembelajaran IPA

(3)

tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA hanya mencapai 40%

dan pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered). Hal ini disebabkan

latar belakang siswa yang tinggal di daerah pedesaan dan kurangnya perhatian

dari orang tua siswa karena sibuk bekerja. Mata pencaharian orang tua siswa yang

mayoritas sebagai petani dan pedagang yang masih awam dengan pentingnya

pendidikan menyebabkan mereka kurang memperhatikan perkembangan anak

khususnya dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Selain itu guru juga belum

sering menerapkan metode pembelajaran yang inovatif, guru masih mendominasi

pembelajaran dengan metode ceramah, tanya jawab, praktek/percobaan walaupun

pernah juga diterapkan model pembelajaran Jigsaw. Hal ini berpengaruh terhadap

hasil belajar yang diterima siswa, yaitu tingkat ketuntasan belajar siswa sekitar

70-75% dari jumlah siswa sebanyak 27 orang dengan KKM 65.

Hal serupa juga nampak ketika dilakukan observasi lapangan di salah satu

SD swasta di Gugus Maruto, yaitu di SDIP H. Soebandi. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan dengan guru kelas V di SD tersebut diperoleh data bahwa tingkat

ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan KKM 70 hanya

mencapai 75% dari jumlah siswa sebanyak 20 orang. Namun berbeda dengan SD

Negeri, SD swasta di Gugus Maruto sudah mampu menerapkan model

pembelajaran yang inovatif seperti PBL dan Discovery Learning. Meskipun

demikian guru masih menerapkan metode ceramah, karena bagaimanapun metode

ceramah tetap dibutuhkan.

Ditinjau dari kondisi riil di lapangan, terjadi suatu kesenjangan antara

kondisi ideal dan kondisi riil di Gugus Maruto yang menyebabkan timbulnya

suatu masalah yaitu ketidaktercapaian ketuntasan hasil belajar siswa sebesar

25-30%. Oleh karena itu diperlukan suatu treatment dalam pembelajaran berupa

penerapan model/metode pembelajaran yang variatif. Ada berbagai model

pembelajaran kreatif yang secara potensial dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam menguasai kompetensi IPA. Model pembelajaran tersebut diantaranya

Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning, Problem Solving, SAVI,

Group Investigation, Think Talk Write (TTW), Make A Match, Pair Checks,

(4)

Dari berbagai model pembelajaran tersebut, model pembelajaran

kooperatif yang dirasa sesuai dan dapat digunakan dalam pembelajaran IPA

adalah model pembelajaran Group Investigation (GI) dan Inquiry. Keduanya

mempunyai kesamaan yaitu mengandung unsur penemuan dalam proses

pembelajarannya. GI menurut Slavin (dalam Rahayu Setyorini, 2014:8) adalah

sebuah perencanaan dalam sebuah kelas secara umum dimana siswa bekerja

dalam kelompok kecil dengan menggunakan inquiri kooperatif diskusi kelompok

dan perencanaan kooperatif. Sedangkan Inquiry menurut Richard Suchman

(dalam Soewarso, 2013:3) adalah suatu pola yang membantu para peserta didik

belajar merumuskan dan menguji pendapatnya sendiri dan memiliki kesadaran

akan kemampuannya. Model pembelajaran kooperatif tipe GI dan Inquiry ini

sesuai dengan karakteristik siswa SD yaitu suka berkelompok. Dengan

berkelompok mereka akan lebih mudah dalam menyelesaikan suatu tugas karena

dikerjakan secara bersama-sama.

Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model

pembelajaran Group Investigation (GI) dan Inquiry efektif digunakan dalam

meningkatkan hasil belajar dibandingkan model pembelajaran konvensional atau

model pembelajaran lain. Penelitian yang dilakukan oleh Karnawati (2013)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan GI. Hal tersebut

dibuktikan dengan hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif STAD diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 58,75 yang

berada dalam kategori hampir cukup dengan standar deviasi 11,981. Sedangkan

hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model GI diperoleh rata-rata

hasil belajar siswa 68,85 yang berada dalam kategori lebih dari cukup dengan

standar deviasi 7,659.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Setyorini (2014) menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Kledung Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 yang dibuktikan

(5)

kelas VIIA (kelas kontrol) yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional diperoleh rata-rata hasil belajar 76,30. Sedangkan hasil posttest

siswa kelas VIIB (kelas eksperimen) yang diajar menggunakan model

pembelajaran Group Investigation diperoleh rata-rata hasil belajar 89,60.

Penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2012) yang menunjukkan adanya

pengaruh metode Inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa

kelas IV SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun

Ajaran 2011/2012. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan hasil belajar yang

signifikan yaitu siswa yang diajar menggunakan metode Inquiry memperoleh nilai

rata-rata 82,38 sedangkan siswa yang diajar tidak menggunakan metode Inquiry

memperoleh nilai rata-rata 74,34.

Penelitian yang dilakukan oleh Prantalo (2012) juga menunjukkan adanya

pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran Inquiry terhadap

hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Manggisan Kecamatan Getasan Semester II

Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan perolehan nilai rata-rata

posttest kelas eksperimen (diberi perlakuan model Inquiry) 82,13 dan kelas

kontrol (tidak diberi perlakuan model Inquiry) 61,23.

Berdasarkan hasil penelitian di atas timbul ketertarikan untuk melakukan

penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) dan Inquiry, yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar

dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus Maruto Bawen”

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan kenyataan di lapangan, muncul beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA hanya mencapai 40%.

2. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered).

3. Model dan metode yang digunakan masih didominasi ceramah.

4. Hasil belajar siswa menunjukkan tingkat ketuntasannya sebesar 70-75%

(6)

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu: “apakah terdapat perbedaan keefektifan model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan model pembelajaran Inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA pada

siswa kelas V SD Gugus Maruto Bawen”.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan keefektifan model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan

model pembelajaran Inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas V SD

Gugus Maruto Bawen.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas dapat diperoleh kegunaan atau

manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan langsung dengan

pelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan model pembelajaran Group

Investigation (GI) dan Inquiry.

.

1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi siswa

1. Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran sehingga siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan

baik.

2. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(7)

b. Bagi Guru

1. Memberi arahan kepada guru dalam penyampaian mata pelajaran IPA

yang lebih kreatif dan inovatif.

2. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Memberi dorongan kepada guru untuk lebih kreatif dalam

merencanakan, menerapkan, dan memilih model pembelajaran agar

dapat berjalan lebih efektif dan tidak membuat siswa jenuh dalam

PBM.

c. Bagi sekolah

1. Model pembelajaran Group Investigation (GI) dan Inquiry dapat

diterapkan untuk memperbaiki pembelajaran IPA.

2. Menjadi masukan dalam peningkatan kualitas hasil belajar siswa di

setiap kelas. Sehingga, kualitas pendidikan di SD Gugus Maruto

Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang semakin berkembang dan

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, perusahaan yang ingin menumbuhkan bisnis menetapkan sebuah tujuan berupa peningkatan basis pelanggan dalam segmen sasaran. Ukuran akuisisi pelanggan mengukur, dalam

Bank Indonesia adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan

IRT memiliki tiga model yaitu, model logistik satu parameter atau juga disebut model Rasch, model logistik dua parameter dan model logistik tiga

Seseorang tidak boleh berniat dengan kegiatannya menuntut ilmu, untuk memenuhi beberapa tujuan dunia, seperti kepemimpinan, memperoleh kedudukan dan kekayaan,

Kecamatan Puding Besar mempunyai visi yaitu “ Menjadikan Kecamatan Puding Besar sebagai pelayanan terdepan dalam pencapaian Bangka Bermartabat yang berbasis

Berdasarkan hasil analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model praktikum berbasis ketidakpastian yang sesuai untuk mahasiswa adalah model praktikum yang

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya klarifikasi dan negosiasi dan dengan berakhirnya masa sanggah, untuk itu kami mengundang Direktur Utama / Pimpinan Perusahaan

average-based fuzzy time series models , hasil yang di dapat dari penelitian tersebut adalah dilihat dari nilai AFER menunjukkan bahwa metode ini mendekati nilai