BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehartan Kerja (SMK3)
Perusahaan wajib memberlakukan SMK3 sesuai dengan kriteria yang berlaku.
Adapun latar belakang ditetapkannya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (Depnakertrans RI, 2005), yaitu:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja belum mendapatkan perhatian yang memadai
dari semua pihak.
2. Masalah K3 belum menjadi prioritas program.
3. Belum ada yang mengangkat masalah K3 menjadi masalah nasional baik secara
politis maupun sosial.
4. Masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek ekonomi dan tidak pernah
dilihat dari pendekatan moral.
5. Tenaga kerja masih ditempatkan sebagai faktor produksi dalam perusahaan
belum ditempatkan sebagi mitra usaha.
6. Alokasi anggaran prusahaan untuk pengelolaan K3 relatif lebih kecil.
7. Kecelakaan kerja yang relatif masih tinggi.
8. Pelaksanaan pengawasan masih bersifat parsial dan belum menyentuh aspek
manajemen.
9. Komitmen pimpinan perusahaan dalam hal K3 relatif lebih kecil.
11. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah berkorelasi dengan kurangnya
kesadaran atas K3, sehingga sebahagian besar tidak memahami haknya untuk
mendapatkan perlindungan K3.
12. Tuntutan global dalam perlindungan hak dasar tenaga kerja.
Pengelolaan K3 dengan pendekatan SMK3 (Suma’mur 2004), dilakukan
dengan:
1. Melibatkan seluruh aspek (tenaga kerja, bahan baku, peralatan, produk,proses,
dan faktor lingkungan) yang mempengaruhi K3 ditempat kerja.
2. Mencakup seluruh fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), Pelaksanaan (actuating), dan pengendalian
(Controlling).
3. Mencakup kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
4. Mendorong peran aktif seluruh tingkatan manajemen dan tenaga kerja.
5. Menjamin pemenuhan terhadap peraturan perundangan, standar nasional dan
internasional.
6. Menjamin proses peningkatan dan berkesinambungan.
7. Mengintegrasikan dengan sistem manajemen perusahaan.
2.1.1. Pengertian SMK3
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
2.1.2. Tujuan dan Sasaran SMK3
Tujuan Sistem Manajemenen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
menurut PP No.50 Tahun 2012 adalah:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur,terstruktur, dan terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
2.1.3. Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Menurut Kawatu (2012) dalam Wuon (2013) manfaat penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diantaranya adalah :
a. Memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas pekerja terhadap perusahaan,
karena adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Menunjukkan bahwa sebuah perusahaan selalu beritikad baik dalam mematuhi
peraturan perundangan, sehingga dapat beroperasi secara normal tanpa
menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.
c. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja, kerusakan, atau sakit akibat kerja,
sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan oleh
d. Menciptakan adanya aktivitas dan kegiatan yang terorganisisr, terarah, dan
berada dalam koridor yang teratur, sehingga organisasi dapat berkonsentrasi
melakukan peningkatan system manajemen dibandingkan melakukan perbaikan
terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi.
e. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan, karena tenaga kerja dapat
bekerja optimal, kemudian meningkatkan kualitas produk dan jasa yang
dihasilkan.
f. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.
2.1.4. Konsep Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konsep dasar SMK3 mencakup ketentuan pola tahapan “
Plan-Do-Check-Action” sebagai berikut :
a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen
terhadap penerapan SMK3.
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3.
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.
d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.
e. Memeriksa pengumpulan data dan penggunaan data terkait pelaporan dan
f. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.
Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang sesuai
dengan kemampuan dan Policy Management nya dalam penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu :
a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui “Unsafe
Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk
memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan oleh kondisi tempat
kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-mesin), lingkungan kerja dan
sistem kerja.
b. Traditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act
Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil
atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak aman.
2.1.5. Kunci Keberhasilan Penerapan SMK3
Untuk mencapai penerapan SMK3 ada beberapa faktor yang harus dilakukan,
sebagai berikut :
1. SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh langkah
pengendalian yang dilakukan, antara elemen implementasi dengan potensi
bahaya atau risiko yang ada dalam organisasi harus sejalan.
2. SMK3 harus dijalankan dengan komitmen yang tinggi dari semua pihak baik
3. SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-satunya cara untuk
pengendalian risiko dalam organisasi. Semua program K3 atau kebijkan K3 yang
diambil harus mengacu kepada SMK3 yang ada.
4. SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang
sudah dilakukan, hal ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan program
kerja yang harus mengacu kepada potensi bahaya yang ada dalam organisasi.
5. SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan
siklus proses manajemen (PDCA).
6. Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami konsep
dan implementasi SMK3.
7. Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan seluruh elemen dalam
organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik.
8. SMK3 harus terintegrasi dengan sistem Manajemen lainnya yang ada dalam
organisasi (Ramli, 2010).
2.1.6. Lima Prinsip PenerapanSMK3
Dalam penerapan SMK3, perusahaan wajib melaksanakan 5 prinsip
sebagaiman yang terdapat dalam pasal 6 ayat 1 PP No. 50 Tahun 2012 , yaitu :
1. Penetapan kebijakan K3.
2. Perencanaan K3.
3. Pelaksanaan rencana K3.
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3.
1. Penetapan Kebijakan K3
Dalam menyusun kebijakan K3 pengusaha atau pihak manajemen perusahaan
paling sedikit harus memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara
terus-menerus dan memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh serta tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.
2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.
3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.
4. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan
dengan keselamatan.
5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga harus memuat
a. Visi.
b. Tujuan perusahaan.
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan.
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Pengusaha atau pihak manajemen juga harus menyebarluaskan kebijakan K3
yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh
yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait seperti tamu yang berkunjung
ke suatu perusahaan juga harus mengetahui informasi terkait K3 yang ada
2. Perencanaan K3
Dalam menyusun rencana K3 pengusaha harus mempertimbangkan:
a. Hasil penelaahan awal.
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.
d. Sumber daya yang dimiliki.
Pengusaha dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia
Pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. Rencana
K3 juga harus memuat:
a. Tujuan dan sasaran.
b. Skala prioritas.
c. Upaya pengendalian bahaya.
d. Penetapan sumber daya.
e. Jangka waktu pelaksanaan.
f. Indikator pencapaian.
3. Pelaksanaan Rencana K3
Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya
manusia di bidang K3, prasarana, dan sarana. Sumber daya manusia tersebut harus
memiliki :
a. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.
b. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi
Prasarana dan sarana paling sedikit terdiri dari:
a. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3.
b. Anggaran yang memadai.
c. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian.
d. Instruksi kerja.
Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam
pemenuhan persyaratan K3 yang meliputi:
a. Tindakan pengendalian.
b. Perancangan (design) dan rekayasa.
c. Prosedur dan instruksi kerja.
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan.
e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa.
f. Produk akhir.
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri.
h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.
Pengusaha dalam melaksanakan kegiatan harus:
a. Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan
kewenangan di bidang K3.
b. Melibatkan seluruh pekerja/buruh.
c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang lain
selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.
e. Membuat prosedur pelaporan.
f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan tersebut di integrasikan dengan kegiatan manajemen
perusahaan. Selain itu Prosedur informasi K3 harus memberikan jaminan bahwa
informasi K3 dikomunikasi kepada semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait
di luar perusahaan, selain itu prosedur pelaporan didalam suatu perusahaan juga
sangat penting, adapun pelaporan tersebut terkait:
a. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
b. Ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau standar .
c. Kinerja K3.
d. Identifikasi sumber bahaya.
e. Yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendokumentasian didalam pelaksanaan rencana K3 juga perlu dilakukan
terhadap:
a. Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3.
b. Indikator kinerja K3.
c. Izin kerja.
d. Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.
e. Kegiatan pelatihan K3.
f. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.
g. Catatan pemantauan data.
i. Identifikasi produk termasuk komposisinya.
j. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor.
k. Audit dan peninjauan ulang SMK3.
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
Pengusaha dalam melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 harus
memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah :
a. Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3.
b. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian,
pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang
kompeten.
c. Jika perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dapat menggunakan jasa pihak lain.
d. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha.
e. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 digunakan untuk melakukan tindakan
perbaikan.
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan/atau standar.
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 harus dilakukan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha wajib
b. Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi.
c. Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.
Perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilaksanakan dalam hal sebagai berikut:
a. Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan.
b. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
c. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan.
d. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan.
e. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi.
f. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja.
g. Adanya pelaporan.
h. Adanya masukan dari pekerja/buruh.
2.2. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Menurut Permenaker No. PER-04/MEN/1987 pasal 1 (d) yang dimaksud
dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah Badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan
pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif
dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pada pasal 4 Permenaker No. PER-04/MEN/1987 ayat (1) menyebutkan P2K3
(Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ) mempunyai tugas dan
kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
P2K3 dibentuk untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja,
serta membantu pimpinan perusahaan dalam penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
2.2.1. Kriteria Pembentukan P2K3 didalam Perusahaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
PER.04/MEN/1987 menyebutkan bahawa setiap perusahaan di tempat kerja wajib
membentuk P2K3 dengan kriteria sebagai berikut :
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau
lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100
orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran
radio aktif.
2.2.2. Keanggotaan P2K3 didalam Perusahaan
P2K3 meruapakan suatu badan dimana keanggotaannya terdiri atas:
1. Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya
terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.
2. Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ahli K3) dari
3. P2K3 ditetapkan oleh Meneteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau pengurus yang bersangkutan.
2.2.3. Fungsi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Adapaun untuk dapat melakukan tugas–tugas nya P2K3 mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
a. Berbagai Faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran, peledakan dan
cara penanggulangannya.
b. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
c. Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melakukan pekerjaannya
3. Membantu pengurus atau pengusaha dalam:
a. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.
b. Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
c. Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
d. Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan kerja, kecelaakaan akibat
hubungan kerja dan penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah
e. Mengembangkan pelatihan dan penyuluhan dibidang keselamatan dan
kesehatan kerja, hygiene perusahaan dan ergonomi.
f. Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan
di perusahaan.
g. Memeriksa kelengkapan persyaratan keselamatan kerja.
h. Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja.
i. Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.
j. Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, hygiene perusahaan dan
kesehatan kerja.
4. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, hygiene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenag kerja.
Agar fungsi P2K3 tersebut dapat berjalan dengan efektif, maka tugas-tugas
pengurus harus diuraikan secara jelas dalam bentuk ”Job Description” antara lain
sebagai berikut :
a. Tugas Ketua Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
1. Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk
memimpin rapat pleno.
2. Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan
program-program yang telah digariskan organisasi, sehingga pelaksaanan program-program
3. Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya
kepada direksi perusahaan.
b. Tugas Wakil Ketua Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan membantu
pelaksanaan tugas ketua sehari-hari.
c. Tugas Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
1. Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat.
2. Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan oleh seksi-seksi untuk
kelancaran program-program K3.
3. Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya
potensi bahaya di tempat kerja.
d. Tugas anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
1. Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.
2. Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan.
2.3. Kecelakaan Kerja
2.3.1. Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah Kejadian yang terjadi tanpa disangka-sangka dan tidak
dapat diprediksi karena dapat terjadi dalam sekejap mata yang disebabkan empat
faktor yang bergerak dalam satu kesatuan berantai yaitu lingkungan, bahaya,
yaitu: kecelakaan akibat kerja diperusahaan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan di
rumah (Silalahi, 1995).
Kecelakaan kerja adalah kejadian kejadian tidak terduga, dan tidak diharapkan,
menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai
kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak
dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Annizar,
2009).
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Tidak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,
lebih-lebih dalam bentuk perencanaan yang berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan atau perkantoran. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan
dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan
(triwibowo, 2013).
2.3.2. Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Annizar (2009), secara umum penyebab kecelakaan kerja ada dua, yaitu : unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan).
Menurut penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh unsafe action.
1. Unsafe Action
Kondisi tidak aman (Unsafe Action) dapat disebabkan oleh berbagai hal
berikut:
- Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah.
- Cacat fisik.
- Cacat sementara.
- Kepekaan panca indra terhadap sesuatu.
b. Kurang Pendidikan
- Kurang pengalaman.
- Salah pengertian terhadap suatu perintah.
- Kurang terampil.
-Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure) sehingga
mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.
c. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan.
d. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya.
e. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura.
f. Mengangkut beban yang berlebihan.
g. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja.
2. Unsafe Condition
Kondisi tidak aman (Unsafe condition) dapat disebabkan oleh berbagai hal
berikut:
a. Peralatan yang sudah tidak layak pakai.
b. Ada api ditempat bahaya.
c. Pengamanan gedung yang kurang standar.
e. Terpapar radiasi.
f. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan.
g. Kondisi suhu yang memebahayakan.
h. Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan.
i. Sistem peringatan yang berlebihan.
j. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
Menurut ILO (1989) dalam Triwibowo (2013) mengemukakan bahwa
kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga factor yaitu factor
manusia, pekerjaannya dan factor lingkungan di tempat kerja.
1. Faktor Manusia a. Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat
kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda
karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur
muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin
karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Dari hasil penelitian di Amerika
Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia, lebih banyak mengalami kecelakaan
dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja muda usia biasanya kurang
berpengalaman dalam pekerjaannya.
Banyak alas an mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai
dengan golongan umur yang lebih tua. Beberapa factor yang mempengaruhi tingginya
kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan umur muda antara lain karena kurang
perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata hati, ceroboh, dan tergesa-gesa.
b.Tingkat Pendidikan
Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam
menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan
mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka
melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja.
Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja
dengan tingkat pendidikan rendah akan bekerja dilapangan yang mengandalkan fisik.
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang
berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja.
c. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya
pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan
akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan
dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Oleh
karena itu pengalaman kerja juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja dan hal ini berkorelasi dengan
2. Faktor Pekerjaan
a. Giliran Kerja (Shift Kerja)
Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran,
yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan system shift dan
ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja malam hari dan tidur pada
siang hari. Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.
b. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap risiko terjadinya
kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di
berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.
3. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik (Pencahayaan dan Kebisingan)
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi
keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat
dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan
dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja.
Kebisingan di tempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena
kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga
menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat
berakibat terjadinya kecelakaan kerja, disamping itu kebisingan juga dapat
b. Lingkungan Kimia
Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang
memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku
suatu produks, hasil suatu produksi dari suatu proses ataupun limbah dari suatu
produksi.
c. Lingkungan Biologi
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun
binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti
infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa berbagai
penyakit serta bisa menyebabkan kematian.
2.3.3. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut Organisasi Perburuhan International (ILO) pada tahun 1962 ada
beberapa klasifikasi kecelakaan kerja, antara lain :
1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan
Jenis-jenis kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Terjatuh
b. Tertimpa Benda Jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi
i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup
atau kecelakaan-kecelaak lain yang belum masuk klasifikasi kecelakaan diatas.
2. Klasifikasi Menurut Penyebab
Klasifikai kecelakaan kerja yang terjadi berdasarkan penyebab di antara lain
disebabkan oleh mesin, alat angkut dan alat angkat, peralatan-peralatan, bahan-bahan,
zat-zat dan radiasi, lingkungan kerja.
a. Mesin
- Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.
- Mesin penyalur (tranmisi).
- Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.
- Mesin-mesin pertanian.
- Mesin-mesin pertambangan.
- Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b. Alat Angkut dan Alat Angkat
- Mesin angkat dan peralatannya.
- Alat angkutan diatas rel.
- Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api.
- Alat angkutan udara.
- Alat angkutan air.
- Alat angkut mesin berat.
c. Perlatan Produksi
- Bejana tertekan.
- Dapur pembakar dan pemanas.
- Instalasi pendinginan.
- Instalasi listrik.
d. Bahan-bahan, Zat-Zat dan Radiasi
- Bahan peledak.
- Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia terkecuali bahan peledak.
- Radiasi.
e. Lingkungan Kerja
- Diluar bangunan.
- Didalam bangunan.
- Didalam tanah.
3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan lainnya
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Patah tulang.
b. Keseleo.
c. Regang otot/urat.
d. Memar dan luka dalam yang lain.
e. Amputasi.
g. Luka dipermukaan.
h. Luka bakar.
i. Keracunan-keracunan mendadak.
j. Mati lemas.
k. Pengaruh arus listrik.
l. Pengaruh radiasi.
2.3.4. Kerugian Akibat Kecelakaan
Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu
kerugian material dan fisik. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja antara
lain adalah:
1. Kerugian Ekonomi yang meliputi:
a. Kerusakan alat/mesin, bahan dan bangunan.
b. Biaya pengobatan dan perawatan.
c. Tunjangan kecelakaan.
d. Jumlah produksi dan mutu berkurang.
e. Kompensasi kecelakaan.
f. Penggantian tenaga kerja yang mengalami kecelakaan.
2. Kerugian Non Ekonomi yang meliputi : a. Penderitaan korban dan keluarga.
b. Hilangnya waktu selama sakit, baik korban maupun pihak keluarga.
c. Keterlambatan aktivitas akibat tenaga kerja lain berkerumun/berkumpul, sehingga
d. Hilangnya waktu kerja.
Semua kerugian tersebut hanyalah sebahagian kecil dari kecelakaan kerja,
oleh karena itu penting untuk menerapkan usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) maka kejadian kecelakaan kerja semestinya bisa dihindari, namun sering kali
kecelakaan kerja disebabkan dari faktor pekerja, peralatan dan mesin (Anizar, 2009).
2.3.5. Teori Kecelakaan Kerja
Menurut Frank E Bird dan Loftus (pakar ilmu kesehatan) dalam Hamdi
(2009) mengemukakan teori penyebab kecelakaan kerja sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. Organisasi.
b. Pimpinan.
c. Pengawas.
2. Sebab-Sebab Utama
a. Human Factor (Faktor Manusia)
- Pengetahuan kurang.
- Motivasi kurang.
- Keterampilan kurang.
- Problems/stress fisik atau mental.
- Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental.
b. Faktor Pekerjaan (Job Factor )
- Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai.
- Pemakaian yang tidak normal.
3. Penyebab Langsung
a. Tindakan yang tidak aman.
b. Kondisi yang tidak aman.
4. Peristiwa (Incident )
Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik,
panas, radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan
badan atau struktur, misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.
Tidak SDM buruk kondisi insiden/ korban jiwa, Mengikuti atau faktor tidak kecelakaan properti/ standar tugas aman produksi
Gambar 2.1. Model Domino Bird dan Loftus
Menurut Triwibowo (2013), kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh
berbagai faktor penyebab, berikut teori-teori mengenai terjadinya suatu kecelakaan:
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory)
Teori yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak tuhan,
sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu teori ini
memiliki pendapat bahwa kecelakaan terjadi secara kebetulan saja. Namun teori ini
perlu diperhatikan lagi, mengingat bahwa terjadinya suatu kecelakaan kerja tentu ada
faktor-faktor yang menyebabkan suatu peristiwa terjadi. Kurangnya
pengawasan
Sebab mendasar
Sebab
2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory)
Teori ini berpendapat bahwa pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa
kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami
kecelakaan kerja.
3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor)
Menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor
manusia pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Faktor (Two Main Factor)
Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan
tindakan berbahaya (unsafe action).
2.3.6. Pengendalian Kecelakaan Kerja
Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan
antara lain:
1. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa
85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai
pendekatan dan program K3 antara lain:
a. Pembinaan dan Pelatihan.
b. Promosi K3 dan Kampanye K3.
c. Pembinaan Perilaku Aman.
e. Audit K3.
f. Komunikasi K3.
g. Pengembangan Prosedur Kerja Aman.
2. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instansi atau peralatan kerja.
b. Sistem pengaman pada peralatan atau instansi yntuk mencegah kecelakaan dalam
pengoperasian alat atau instalasi.
3. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administrative dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya
dapat dikurangi.
b. Penyediaan alat keselamatan kerja.
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan perundangan tentang
K3.
d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
e. Melakukan pemantauan dan pengawasan kepada seluruh tenaga kerja di setiap unit
4. Pendekatan Manajemen
Banyak Kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan
antara lain:
a. Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk
manajemen tingkat atas (Triwibowo, 2013).
2.4 . Implikasi Penerapan SMK3 terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan
konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem
manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan
pengawasan. Semua sistem manajemen K3 bertujuan untuk mengelola risiko K3 yang
ada dalam perusahaan agar kejadiaan yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan
kerugian dapat dicegah. Dengan kata lain penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilaksanakan dengan baik akan mampu mencegah
ataupun meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Akan tetapi faktanya dilapangan
meski telah menerapkan SMK3, kejadian kecelakaan kerja di suatu perusahan masih
sering terjadi banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja seperti
penerapan SMK3 yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan, hal ini
Berikut adalah kategori penerapan SMK3 (OHSMS) didalam suatu organisasi
yang berimplikasi terhadap terjadinya kecelakaan kerja:
1. SMK3 Virtual (Virtual OHSMS), artinya organisasi telah memiliki elemen SMK3
dan melakukan langkah pencegahan yang baik, namun tidak memiliki sistem yang
mencerminkan bagaimana langkah pengamanan dan pengendalian risiko
dijalankan.
2. SMK3 salah arah (Misguided OHSMS) artinya, organisasi telah memiliki elemen
sistem manajemen K3 yang baik, tapi salah arah dalam mengembangkan langkah
pencegahan dan pengamanannya. Akibatnya, isu atau potensi bahaya yang bersifat
kritis bagi organisasi terlewatkan.
3. SMK3 Acak (Random OHSMS) artinya organisasi yang telah menjalankan
program pengendalian dan pencegahan risiko yang tepat sesuai dengan realita
yang ada dalam organisasi, namun tidak memeiliki elemen-elemen manajemen K3
yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan dan pengendalian
tersebut berjalan dengan baik. Elemen K3 yang digunakan bersifat acak dan tidak
memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
4. SMK3 Komprehensif (Conprehensive OHSMS), adalah organisasi yang
menerapkan dan mengikuti proses kesisteman yang baik. Elemen SMK3
dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi risiko, dilanjutkan sdengan
menetapkan langkah pencegahan dan pengamanan, serta melalui proses
manajemen untuk menjamin penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Berdasarkan hal tersebut diatas, pencegahan kecelakaan kerja dalam suatu
organisasi ataupun perusahaan tidak akan berhasil tanpa dukungan dan peran serta
manajemen puncak. Manajemen harus memiliki komitmen nyata mengenai K3
sebagai bagian penting dalam keberhasilan usahanya, dan diharapkan penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) bukan sekedar untuk
memenuhi formalitas saja, selain itu manajemen memiliki kekuatan didalam
mengatur dan mempengaruhi tenaga kerja sebagai Top Down didalam melaksanakan
K3 di tempat kerja, karena manajemen berhubungan langsung dengan tempat kerja
dan pekerjanya, manajemen adalah pihak yang paling tahu mengenai kondisi tempat
kerja, dan memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan.
2.5. Landasan Teoritis
Pembicaraan mengenai konsep penyebab incident bertalian dengan runutan
sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari permulaan hingga
saat ini. Secara keseluruhan model/konsep tentang penyebab kecelakaan berkembang
hingga yang paling akhir dewasa ini diterapkan, tapi kemudian pada titik tertentu
berbalik pada konsep awal/dasar seperti sebuah mode. Seperti diketahui trend yang
saat ini dominan, banyak diterapkan terutama di perusahaan-perusahaan besar
disamping menjadi tuntutan global dan memang telah disepakati/diakui baik oleh
para ahli maupun praktisi K3 di perusahaan-perusahaan bahwa muara/diagnosis akhir
terjadinya kecelakaan sekaligus terapi awal upaya pencegahan kecelakaan adalah
pada konsep awal seperti yang dikemukakan oleh H.W. Henrich dengan dominasi
human error/unsafe action atau kembali ke perilaku manusia. Hal lain yang menonjol
adalah terdapatnya fenomena gunung es (ice berg) pada accident cost, angka kejadian
incident serta sebab-sebab yang menyertai munculnya incident (Riyadi, 2007).
International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 yang dipelopori
oleh Frank E. Bird mengemukakan teori Loss Caution Model yang menyatakan
bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab terjadinya kecelakaan.
Teori yang dikemukakan Frank E. Bird pada dasarnya merupakan penyempurnaan
dari yang ditemukan H.W. Henrich. Frank E. Bird menggambarkan cara berfikir
modern terjadinya kecelakaan kerja tidak terlepas dari masalah pengelolaan K3
melalui penerapan SMK3. Frank E. Bird meng-update teori urutan domino (domino
sequence theory) Heinrich yang dikenal dengan konsep manajemen pengendalian
kerugian (loss control management) dan menjadi cikal bakal dari SMK3. Konsep ini
menyatakan bahwa penyebab utama kecelakaan kerja yaitu adanya ketimpangan pada
sistem manajemen, sedangkan faktor tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman
hanya merupakan gejala saja (Heinrich et. al., 1980). Pengendalian risiko kecelakaan
kerja memerlukan dukungan dan keterlibatan dari manajemen perusahaan dalam
upaya pencegahan kecelakaan kerja. Dengan demikian penyebab kecelakaan kerja
tidak selalu tunggal tetapi bersifat multicausal sehingga penanganannya harus
terencan dan komprehensip yang mendorong lahirnya sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
Dalam PP RI No.50 Tahun 2012 pasal 6 menyebutkan untuk menerapkan
SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan lima prinsip yaitu :
1. Penetapan Kebijakan K3.
2. Perencanaan K3.
3. Pelaksanaan Rencana K3.
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3.
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3.
Semakin banyak perusahaan yang yang menerapkan SMK3 maka kecelakaan
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah visualisasi hubungan antara berbagai variabel yang
dirumuskan oleh peneliti sesudah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian
menyusun teorinya sendiri yang akan digunakannya sebagai landasan untuk
penelitiannya (Wibowo, 2014). Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah,
maka dapat dirumuskan suatu kerangka konsep penelitian seperti pada gambar di
bawah ini.