• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KANKER SERVIKS - Hubungan tingkat Pengetahuantentang Kanker Serviks Dan Tindakan Pap Smear berdasarkan Teori Health Belief Modelpada Ibu Di Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KANKER SERVIKS - Hubungan tingkat Pengetahuantentang Kanker Serviks Dan Tindakan Pap Smear berdasarkan Teori Health Belief Modelpada Ibu Di Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KANKER SERVIKS

Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus.

Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris,

diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan

dengan vagina melalui sebuah saluran yang dibatasi ostium uterus

eksternum dan internum.12,13

Di seluruh dunia, kanker serviks merupakan penyakit keganasan ketiga yang

paling sering terjadi setelah kanker payudara dan kolorektal, dan merupakan

penyebab kematian keempat setelah kanker payudara, kanker paru-paru,

dan kanker kolorektal.14

Dari penelitian yang dilakukan oleh Arbyn M, dkk pada tahun 2008 dimana

sumber data penelitian tersebut diperoleh dari GLOBOCAN; World Health

Organization (WHO), dari penelitian tersebut disebutkan bahwa di seluruh

dunia diperkirakan 530 ribu wanita menderita kanker serviks dan 275.000

wanita meninggal karena penyakit tersebut, insidensi kanker serviks adalah

15 dari 100.000 penduduk dan kematian yang disebabkannya adalah 8 dari

100.000 penduduk. Delapan puluh enam persen dari seluruh kanker serviks

dan 88% dari seluruh kematian yang disebabkan kanker serviks terjadi di

(2)

menderita kanker serviks dan sebanyak 1,1 % meninggal karena penyakit

tersebut, sebelum usia 75 tahun.14

Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker serviks

setiap tahunnya.Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat

laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang

memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%.

Dari data 17 rumah sakit di Jakarta pada tahun1977, kanker serviks

menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada

perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker

serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi.15,16

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa di Amerika Serikat,

insidensi kanker serviks paling banyak dijumpai pada wanita Amerika latin,

Amerika Afrika, dan penduduk asli dan prevalensi kanker serviks lebih tinggi

pada wanita dengan sosio-ekonomi rendah, dimanakanker serviks lebih

banyak dijumpai pada wanita usia tua.12,17

Ada beberapa faktor kebiasan yang meningkatkan risiko terjadinya kanker

serviks yaitu, koitus usia dini, berganti-ganti pasangan seksual, merokok dan

malnutrisi. Risiko relatif seorang wanita menderita kanker serviks adalah 1,6

kali lebih tinggi jika koitus pertamadilakukan sebelum usia 18 tahun.

Sementara itu, wanita dengan riwayat memiliki lebih dari enam pasangan

seksual memiliki risiko relatif menderita kanker serviks sebanyak 2,2 kali.

Selainitu merokok juga meningkatkan risiko relatif menjadi kanker serviks

(3)

Faktor medis juga mempengaruhirisiko terjadinya kanker serviks, yaitu

multiparitas dan adanya keadaan imunosupresi. Dimana insidensi kanker

serviks lebih banyak dijumpai pada wanita multipara denga risiko relatif

sebesar 1,5-5,0 kali.13,17

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (human

Papillomavirus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung

DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16.

Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual.13,18

Penderita kanker serviks dapat mengeluhkan adanya keputihan, perdarahan

kontak, perdarahan spontan, rasa nyeri, gangguan buang air kecil dan buang

air besar.13,18

Dengan semakin berlanjutnya penyakit, tanda-tanda klinis akan terlihat jelas,

berupa serviks yang membesar, iregular dan padat. Pertumbuhan serviks

dapat berupa endofitik, eksofitik maupun ulseratif.Dapat melibatkan vagina,

parametrium maupun dinding panggul.13,18

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi

jaringan biopsi.Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker yang jelas

terlihat harus dilakukan biopsi walau hasil pemeriksaan Pap smear masih

dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak jelas terlihat

dilakukan dengan bantuan kolposkopi.13,18,19

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa

yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat

(4)

penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada stadium dini (stadium

I sampai stadium II A), operasi masih merupakan pilihan. Pada dasarnya

untuk stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi

eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi). 12,13,19

Pencegahan terhadap kanker serviks berupa upaya-upaya yang dilakukan

untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker

serviks. Pencegahan terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder,

dan tersier.20

Pencegahan primer adalah mencegah masuknya karsinogenesis ke dalam

tubuh atau sel tubuh. Pencegahan primer kanker serviks adalah mencegah

terjadinya infeksi HPV onkogenik, karena infeksi HPV onkogenik berpotensi

menjadi infeksi HPV persisten yang merupakan salah satu faktor terjadinya

karsinogenesis kanker serviks. Pencegahan primer meliputi pendidikan

kehidupan yang higienis, asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya

imun, pola kehidupan seksual yang normal, menghindari faktor-faktor yang

meningkatkan risiko infeksi HPV onkogenik (infeksi HPV non-onkogenik),

pemilihan kontrasepsi yang meningkatkan daya proteksi serviks terhadap

infeksi HPV onkogenik ataupun meningkatkan regresi spontan infeksi HPV.

Upaya yang sangat efektif dan efisien sebagai pencegahan primer kanker

serviks adalah vaksinasi, dan vaksinasi ini juga ditengarahi merupakan

bagian pencegahan primer semua kanker yang disebabkan karena infeksi

(5)

Pencegahan sekunder adalah menemukan kelainan sel dalam tahap infeksi

HPV ataupun lesi prakanker. Penemuan infeksi HPV merupakan salah satu

pencegahan sekunder yang penting, karene infeksi HPV persisten

merupakan faktor infeksi yang dapat berkembang menjadi lesi prakanker.

Upaya pengamatan yang terencana dan terlaksana dengan baik akan

mengidentifikasi infeksi HPV yang berpotensi menjadi infeksi HPV persisten

serta selanjutnya berpotensi berkembang menjadi lesi prakanker. Penemuan

lesi prakanker merupakan pencegahan sekunder yang sudah dikenal dengan

baik. Penemuan lesi prakanker harus dilanjutkan dengan tatalaksana yang

tepat dan baik sehingga lesi prakanker tidak berkembang menjadi kanker

serviks.20

Pencegahan tersier adalah bagian pencegahan yang bertujuan untuk

mencegah agar penyakit tidak berkembang menjadi penyakit pada tingkat

atau stadium yang lanjut. Down staging merupakan bagian dari pencegahan

tersier, dengan down staging kita akan menemukan penyakit pada stadium

dini yang sifatnya masih menjangkau terapi kuratif.20

Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya,

5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%,

(6)

2.2PAP SMEAR

Sejak diperkenalkan pada tahun 1940 oleh Papanicolaou, Pap smear telah

menjadi pemeriksaan yang penting untuk deteksi dini kanker serviks. Pap

smear dapat mendeteksi adanya sel yang abnormal sebelum berkembang

menjadi lesi prakanker atau kanker serviks sedini mungkin.4,19

Pada dasarnya prinsip pemeriksaan Pap smear adalah mengambil epitel

permukaan serviks yang mengelupas/eksfoliasi pada zona transformasi,

kemudian epitel tersebut diwarnai secara khusus dan dilihat di bawah

mikroskop untuk diinterpretasi lebih lanjut.4,19

Akurasi Pap smear tergantung dari kualitas pelayanan, termasuk

pengambilan, persiapan, dan interpretasi hasil. Spesifisitas Pap smear

biasanya lebih dari 90%.Sensitivitas Pap smear bila dikerjakan setiap tahun

mencapai 90%, setiap 2 tahun 87%, setiap 3 tahun 78% dan bila setiap 5

tahun mencapai 68%.4,19

Rekomendasi skrining terbaru untuk kelompok usia tertentu, berdasarkan

acuandari American Cancer Society, the American Society for Clinical

Pathology (ASCP), the US Preventive Services Task Force (USPSTF), and

the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) (ASCCP),

adalah sebagai berikut :1,4,19

• < 21 tahun : tidak ada skrining yang direkomendasikan

(7)

• 30-65 tahun : Human Papilloma Virus (HPV) dan tes pendamping

sitologi setiap 5 tahun (disukai) atau sitologi saja setiap 3 tahun

(diterima)

• >65 tahun : tidak ada skrining yang direkomendasikan jika skrining

yang adekuat sebelumnya negatif dan risiko tinggi tidak ada.

• Skrining setelah histerektomi : tidak diindikasikan pada wanita tanpa

serviks dan tanpa adanya riwayat dari lesi prakanker high grade (CIN

2 atau CIN 3) pada 20 tahun terakhir atau dari mulai didiagnosa

kanker serviks.

Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan Pap

smear, yaitu Pap smear sebaiknya tidak dilaksanakan pada saat wanita

menstruasi (haid). Dua hari sebelum pemeriksaan Pap smear dilakukan,

pasien dilarang bersenggama dan mencuci atau menggunakan pengobatan

melalui melalui vagina, dan idealnya, jika dijumpai servisitis (radang serviks)

sebaiknya diterapi terlebih dahulu sebelum dilakukan Pap smear.4,8,19

Alat-alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Pap smear adalah meja

ginekologi, lampu untuk pemeriksaan, spekulum vagina, sarung tangan steril,

object glass, spatula Ayre atau cytobrush, serta larutan fiksasi alkohol

96%.4,8,19

Pada saat pemeriksaan, pasien diminta untuk berbaring dalam posisi

litotomi. Lubrikan tidak direkomendasikan karena dapat mengkontaminasi

atau mengganggu sampel sitologi. Jika diperlukan air yang hangat dapat

digunakan untuk melubrikasi dan menghangatkan spekulum sebelum

(8)

spekulum dimasukkan ke dalam vagina sampai serviks tervisualisasi dengan

baik, terutama zona transisionaluntuk hasil yang adekuat.Lalu spatula

ayre/cytobrush dimasukkan ke dalam kanalis servikalis dan diletakkan di

serviks kemudian diputar sejauh 360o untuk spatula ayre dan 5 kali rotasi untuk cytobrush.Sampel yang diperoleh dipulaskan pada gelas objek. Lalu

difiksasi dengan larutan alkohol 96%.Pulasan-pulasan tersebut kemudian

dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk pemeriksaan.4,8,19

Dikenal beberapa sistem pelaporan hasil pemeriksaan Pap smear, yaitu

sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithel Neoplasm (CIN), dan

sistem Bethesda. Sistem pelaporan yang berkembang adalah sistem

Bethesda, Bethesda 1988 direvisi menjadi Bethesda 2001. Klasifikasi

Bethesda memperkenalkan dua kategori untuk derajat lesi prakanker, lesi

derajat rendah (low grade squamous epithelial lesion) setara dengan CIN I

dan lesi derajat tinggi (high grade squamous epithelial lesion) setara dengan

CIN II dan CIN III. 4,8,19

(9)

2.3 PENGETAHUAN

2.3.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. 21

Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai

dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan

dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa

pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang.21

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo tingkat pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan, yakni :21

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Yang termasuk mengingat kembali tahap suatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan. Jadi, tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sutau kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

(10)

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh : menyimpulkan, meramalkan

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek didalam

struktur organisasi tersebut dnm masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuankemampuan analisis dapat dikaitkan dari

penggunaan-penggunaan kata kerja seperti kata kerja seperti menggambarkan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Shintesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,

dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu

formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang ingin

diukur dari suatu objek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan

(11)

2.4 TINDAKAN

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support)

dari pihak lain.21

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:21 a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan melilih berbagai objek

b. Respon terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai

c. Mekanisme (Mechanism)

Dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu

sudah merupakan kebiasaan

d. Adopsi (Adoption)

Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.5 TEORI HEALTH BELIEF MODEL

Health Belief Model (HBM) pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950an

oleh sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(12)

partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit.

Kemudian, model diperluas untuk melihat respon masyarakat terhadap

gejala-gejala penyakit dan bagaimana perilaku mereka terhadap penyakit

yang didiagnosa, terutama berhubungan dengan pemenuhan penanganan

medis. Oleh karena itu, lebih dari tiga dekade, model ini telah menjadi salah

satu model yang paling berpengaruh dan secara luas menggunakan

pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara perilaku dengan

kesehatan.9

Perkembangan dari HBM tumbuh pesat dengan sukses yang terbatas pada

berbagai program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di tahun 1950-an.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada 4

variabel kunci yang terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang

dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat

yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan

penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut. Di mana

komponen-komponennya disebutkan di bawah ini.9

1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived Susceptibility).

Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut risiko

dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis,

dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan

pribadi terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan

(13)

2. Keseriusan yang dirasa (Perceived Severity/Seriousness)

Perasaan mengenai keseriusan terhadap suatu penyakit, meliputi

kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai

contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang

mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan

hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen

diatas sebagai ancaman yangdirasakan (perceived threat).

3. Manfaat yang dirasa (Perceived Benefits)

Penerimaan susceptibility sesorang terhadap suatu kondisi yang

dipercaya dapat menimbulkan keseriusan (perceived threat) adalah

mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung

kearah perubahan perilaku. Ini tergantung pada kepercayaan seseorang

terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia dalam

mengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan-keuntungan yang

dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan

tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap

adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering

tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya kesehatan yang

direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa manjur dan cocok.

4. Penghalang yang dirasa (Perceived Barriers)

Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan

(seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan

(seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin

(14)

Sejak tahun 1974, teori Health Belief Model telah menjadi perhatian para

peneliti.Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk mengetahui

persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan

mereka.Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari

kesakitan, kepercayaan mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari

penyakit tersebut. Hal ini dilihat dari keempat dimensi yang telah dibahas

diatas.22

Teori Health Belief Model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi dengan

faktor berikut:23

1. Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat.

2. Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan

dapat menimbulkan sekuele.

3. Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut

walaupun hal tersebut berhubungan dengan finansial.

Health Belief Model dapat menjelaskan tentang perilaku pencegahan pada

individual. Hal ini menjelaskan mengapa terdapat individu yang mau

mengambil tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan mengontrol

(15)

Gambar 2.1 Persepsi individual mengenai penyakit berdasarkan

Health Belief Model25

Pada tahun 2006Leyva et al melakukan penelitian pada 150 wanita di

Meksiko mengenai kepercayaan mereka terhadap kanker serviks dan Pap

smear. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa 85% dari responden

telah menjalani Pap smear. Para responden yang tidak melakukan Pap

smear disebabkan karena responden yakin bahwa kanker serviks tidak

mudah terjadi pada dirinya dan adanya penghalang untuk melakukan Pap

smear.26

Penelitian Abotchie PN pada tahun 2009 tentang skrining kanker serviks

menurut Health Belief Modelmasih rendahnya skrining kanker serviks

disebabkan oleh tiga faktor yaitu kurangnya kepercayaan bahwa skrining

dapat mendeteksi kanker serviks, dan kepercayaan bahwa Pap smear

(16)

Ibekwe CM pada tahun 2009, melakukan penelitian tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi skrining kanker serviks terhadap 300 orang wanita di

Rumah Sakit Mahalapye Botswana dengan menggunakan teori Health Belief

Model.Didapatkan hasil bahwa prediktor tertinggi skrining kanker serviks

adalah kerentanan yang dirasakan responden terhadap kanker serviks.

Responden dengan kerentanan yang tinggi, lebih mungkin untuk melakukan

skrining kanker serviks 3,2 kali lebih besar dibandingkan dengan responden

dengan kerentanan yang rendah. Faktor karakteristik sosio-demografis yang

mempengaruhinya adalah pekerjaan, pendapatan bulanan dan daerah

tempat tinggal responden.10

Penelitian lainnya dilakukan oleh Abdullah di Malaysia pada tahun 2011,

didapatkan hasilkurangnya tindakan skrining terhadap kanker serviks, akibat

adanya penghalang yang dirasakan bahkan hal ini juga dialami pada wanita

beredukasi tinggi. Diperlukan adanya promosi kesehatan dan edukasi pada

segala tingkat pendidikan.28

Penelitian Reis et al di Turki pada tahun 2012 meneliti tentang pengetahuan

dan sikap wanita Turki terhadap skrining kanker serviks berdasarkan teori

Health Belief Model. Total sampel penelitian ini adalah 387 wanita dan dinilai

dengan kuesioner kanker serviks dan Pap smear sesuai skala Health Belief

Model. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara Health

Belief Model dengan karakteristik responden terutama pendidikan

responden.Pada penelitian ini juga dijumpai bahwa halangan untuk

melakukan Pap smear dipengaruhi oleh karakteristik demografi.

(17)

bercerai, wanita yang berpenghasilan rendah, dan wanita yang melahirkan

pertama mereka ketika mereka berusia 18 tahun atau lebih muda serta

wanita yang tidak menerapkan metode kontrasepsi sama sekali merasa

bahwa halangan untuk melakukan Pap smear lebih besar.29

Penelitian Hajializadeh et al pada tahun 2013 tentang sikap wanita di Bandar

Abbas terhadap program skrining kanker serviks sesuai dengan teori Health

Belief Model yang melibatkan 727 wanita dengan menggunakan kuesioner

Health Belief Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerentanan

dan keparahan terhadap kanker serviks dan manfaat terhadap skrining

kanker serviks lebih tinggi pada kelompok yang telah melakukan Pap

smeardibandingkan kelompok yang tidak melakukannya.30

Pada tahun yang sama, Julinawati S memfokuskan penelitian mengenai

pandangan kerentanan terhadap skrining kanker serviks. Hasil penelitian

menunjukkan pengertian dan informasi yang kurang dari tenaga kesehatan

menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan skrining

Gambar

Tabel 2.1 : Interpretasi Hasil Pemeriksaan Pap Smear8
Gambar 2.1 Persepsi individual mengenai penyakit berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

areal yang tidak dikenakan PBB Perhutanan, berupa Areal Lainnya, yaitu areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang tidak dikenakan

Ketika ada masalah, saya enggan membicarakannya langsung dengan orang yang memiliki masalah

1) Murabahah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Lembaga keuangan akan

Struktur bagian dalam zeolit yang membentuk lubang dan sambungan dapat diisi dengan molekul-molekul lain, termasuk molekul air. Molekul yang dapat masuk ke dalam

Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of fit test statistics sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat tatanan rumah tangga dan kondisi sanitasi lingkungan dengan status BTA pada suspek TB Paru studi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Price Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER) dan Net Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham pada

Research Target: Research will aim to detect influence gift aromatherapy lavender towards pain intensity in patient post Sectio Caesarea at Ayyub 1 room Roemani Hospital