• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik dan

psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan

psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan

kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi

sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2011). Hal

senada diungkapkan oleh Santrock (2007) bahwa adolescence diartikan sebagai masa

perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Muangman (1980) dalam Sarwono (2011) mendefinisikan remaja berdasarkan

defenisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja

berdasarkan 3 (tiga) criteria, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia

menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan

seksual

2. Remaja adalah suatu masa ketiaka individu mengalami perkembangan psikologis

dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan

(2)

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode

sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak

jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang

berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan

dirinya

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi, perubahan

tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada

nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha

untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang

membuat banyak orang tua menjadi takut

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan

orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih

(3)

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaaan pada usia sebelumnya dan di

dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan

merokok, minum-minuman keras, meggunakan obat-obatan dan terlibat dalam

perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra

yang mereka inginkan.

Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,

kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan

dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung

antar umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian usia 12 – 15 tahun adalah remaja awal,

15 – 18 tahun adalah remaja pertengahan, 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir

(Monks, et al. 2006).

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12 – 15 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Lebih dekat dengan teman sebaya

b. Ingin bebas

c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir

(4)

2. Masa remaja tengah (15 – 18 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Mencari identitas diri

b. Timbulnya keinginan untuk kencan

c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak

e. Berkhayal tentang aktifitas seks

3. Masa remaja akhir (18 – 21 tahun), dengan ciri khas antara lain:

a. Pengungkapan identitas diri

b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Dapat mewujudkan rasa cinta

e. Mampu berfikir abstrak

2.1.4 Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam

perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer

dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal

tersebut.

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri

(5)

1. Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah

mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja

laki-laki usia antara 10-15 tahun.

2. Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi).

Menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak

mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2011), ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai

berikut:

1. Remaja laki-laki

a. Bahu melebar, pinggul menyempit

b. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan

kaki

c. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d. Produksi keringat menjadi lebih banyak

2. Remaja perempuan

a. Pinggul lebar, bulat, dan membesar, putih susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih

(6)

b. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori

bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih

aktif lagi.

c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu,

lengan, dan tungkai.

d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2 Perilaku Seks Bebas 2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk

respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

(7)

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakn nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner

dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan

hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon,

respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relative tetap.

Responden respon (Respondent behavior) mencakup juga emosi respon

dan emotional behavior.

2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun

dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat

berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi

dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari

penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.

Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan.

Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono,

(8)

2.2.2 Perilaku Seks Bebas pada Remaja

Menurut Sarwono (2011), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan

Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi

dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah

merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang

resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

(Mu’tadin, 2002).

Daniawati dalam Utari (2012) menyatakan remaja melakukan berbagai

macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu

dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang

atau meraba bagian sensitive, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual

intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.

L”Engle et.al. dalam Tjiptaningrum (2009) mengatakan bahwa perilaku

seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan; 3) menghayal; 4)

berpegangan tangan. Yang termasuk dalam seksual sedang mencakup: 1) berciuman

kening dan pipi; 2)memeluk, sedangkan yang termasuk dalam kategori berat adalah:

1) berciuman bibir/mulut dan lidah; 2) meraba dan mencium bagian sensitive seperti

payudara, alat kelamin; 3) menempelkan atau menggesekkan alat kelamin; 4) oral

(9)

2.2.3 Perkembangan Perilaku Seks Bebas Remaja

Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta

peningkatan kadar hormone reproduksi atau hormone seks baik pada laki-laki

maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja

secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual

mempunyai pengaruh kuat dalam minta remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh factor

perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2007).

Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi

remaja laki-laki, demikian pula remaja laki-laki tubuhnya menjadi kekar yang

menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004). Pada masa remaja rasa

ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan

yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul

pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian

besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan

jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja

melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan

kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual

(Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004).

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada

remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara

(10)

adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki.

Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap “benar” apabila orang-orang yang

terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan

tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa

mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan,

lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alas an utama mereka aktif secara

seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2007).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwi PutriApriyanthi(2011) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah,

(1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap

layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan

terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas

sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal

(kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma

sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu).

Berdasarkan hasil penelitianKristyJuing (2004)sebanyak 450 sampel tentang

perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui

secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai

dan moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks

sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan dan tidak melanggar nilai

(11)

agama berpengaruh terhadap perilaku seks bebas (free sex) (Media Indonesia, 27 Januari 2005).

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah

seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti

teman atau media sosial (Gultom, 2011). Beberapa kajian menunjukkan bahwa

remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi.

Remaja seringkali memeperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari

teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua

(Soetjiningsih, 2006).

Faktor lingkungan yang sangat mendukung perilaku reproduksi remaja

diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual

sebelum menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau

pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang tua

yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap

perkembangan kepribadian anak dan sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar

akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan akan “melarikan diri” dari

keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan

keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi

perkembangan jiwa anak (Rumini dan Sundari S, 2004)

Faktor-faktor pendukung perilaku seks bebas pada remaja yang paling tinggi

adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman

sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006). Beberapa

(12)

hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa,

tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas

antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2011).

Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja,

diantaranya sebagai berikut :

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan

marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seks bebastersebut diantaranya dapat

menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilakuseks bebas yang dilakukan sebelum

saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang

hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat

yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2011).

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2011) adalah berkembangnya

penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita

penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi

penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis

(13)

2.3 Media Sosial 2.3.1 Defenisi

Menurut “What is”, media sosial adalah “saluran komunikasi online kolektif

yang didedikasikan untuk input, interaksi berbagai konten, dan kolaborasi berbasis

masyarakat”. Situs web dan aplikasi yang didedikasikan untuk forum, microblogging,

jaringan sosial, bookmark sosial, kurasi sosial, dan wiki adalah salah satu jenis media

sosial (Laksono, dkk, 2014).

Social media atau dalam Bahasa Indonesia disebut media sosial adalah media yang didesain untuk mempermudah interaksi sosial yang bersifat interaktif atau dua

arah. Media sosial berbasis pada tegnologi internet yang mengubah pola penyebaran

informasi dari yang sebelumnya bersifat satu ke banyak audiens, banyak audiens ke

banyak audiens (Paramitha, 2011).

Menurut Juju (2010), Media sosial adalah sebuat media online yang

memungkinkan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan

menciptakan suatu karya. Dewasa ini jenis media sosial yang berkembang saat ini

antara lain Facebook, Twitter, Google+, Tumblr, Youtube, Blogger, dan lain lain.

Media sosial mengusung kombinasi antara ruang lingkup elemen dunia maya, dalam

produk-produk layanan online seperti blog, forum diskusi, chat rooms, email, website

dan juga kekuatan komunitas yang dibangun melalui jejaring sosial. Juju juga

mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam media sosial memberikan efek

kekuatan (power) tersendiri karena berbasis pembangunannya berupa teknologi dan

(14)

maupun video. Tambahan pula, elemen jejaring sosial yang memang ditujukan untuk

terus terkoneksi, berkomunikasi bahkan saling berbagi (sharing).

Media sosial dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar, yaitu:

1. Social Networks, media sosial untuk bersosialisasi dan berinteraksi (Facebook,

Myspace, Hi5, Linked in, Bebo, dan sebagainya)

2. Discuss, media sosial yang memfasilitasi sekelompok orang untuk melakukan

obrolan dan diskusi (Google Talk, Yahoo! M, Skype, Phorum, dan sebagainya)

3. Share, media sosial yang memfasilitasi kita untuk saling berbagi file, video,

music (Youtube, Slideshare, Feedback, Flickr, Crowdstorm, dan sebagainya)

4. Publish, (Wordpress, Wikipedia, Blog, Wikia, Digg, dan sebagainya)

5. Social Game, media sosial berupa game yang dapat dilakukan atau dimainkan

bersama-sama (Koongregate, Doof, Pogo, Café.com, dan sebagainya)

6. MMO (Kartrider, Warcraft, Neopets, Conan, dan sebagainya)

7. Virtual Worlds (Habbo, Imvu, Starday, dan sebagainya)

8. Livecast (Y! Live, Blog TV, Justin TV, Listream TV, Livecastr, dan

sebagainya)

9. Livestream (Socializr, Friendsfreed, dan sebagainya)

10. Micro Blog (Twitter, Plurk, Pownce, Ttwirxr, Plazes, Tweetpeek, dan

(15)

2.3.2 Karakteristik Media Sosial

Media sosial paling baik dipahami sebagai sekelompok jenis baru media online

dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Partisipasi

Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari semua orang yang

tertarik. Ini mengaburka batas antara media dan khalayak

2. Keterbukaan

Kebanyakan layanan media sosial yang terbuka untuk umpan balik dan

partisipasi. Mereka mendorong voting, komentar dan berbagi informasi.

Hamper tidak ada hambatan untuk mengakses dan memanfaatkan kontensandi

melindungi konten disukai

3. Percakapan

Sedangkan media tradisional adalah tentang “broadcast” (konten

ditransmisikan atau didistribusikan kepada khalayak) media sosial lebih baik

dilihat sebagai dua arah percakapan.

4. Komunitas

Media sosial memungkinkan masyarakat untuk membentuk cepat dan

berkomunikasi secara efektif. Masyarakat berbagi kepentingan bersama,

seperti kecintaan terhadap fotografi, isu politik, acara TV favorit, atau bahkan

(16)

Kemunculan media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negatif

dari penggunaan media sosial adalah mendorong remaja untuk melakukan free sex.

Penelitian yang dilakukan Carthi (2009), menunjukkan bahwa sebagian besar

pengetahuan seksual pada seseorang banyak diperoleh dari media sosial seperti

Facebook, Twitter, dan Youtube. Rasa keingintahuan remaja yang begitu besar akan

mendorong remaja untuk lebih jauh mengakses informasi seks dan melakukan

berbagai percobaan sesuai dengan informasi yang didapatkannya.

Setiap remaja kini dapat menciptakan akun pribadi mereka sendiri di Facebook,

Twitter, dan Youtube dan dapat dengan mudah mengakses informasi tentang seks di

media sosialnya. Saat ini handphone menjadi sarana yang sangat sering digunakan

remaja untuk menggunakan jejaring sosial.

Selain itu media juga dapat digunakan sebagai alat interaksi antar individu

seperti anatara remaja dengan teman sebaya diantarannya dengan lawan jenisnya.

Kegiatan saling merangsang juga dapat terjadi melalui chat room antar remaja dengan

pacar. Hal ini dapat mendorong untuk terjadinya seks bebas.

Media sosial juga memiliki peran sebagai kontrol sosial. Kontrol sosial oleh

media sosial ini begitu ekstenstif dan efektif yang memiliki kekuatan sangat besar.

Media sosial dapat mengubah opini individu serta menghaluskan paksaan sehingga

tampak sebagai bujukan. Video-video porno sudah sangat mudah diakses melalui

media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mengakibatkan pergeseran

(17)

2.4 Teman Sebaya 2.4.1 Defenisi

Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat

kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Salah satu fungsi teman sebaya adalah

untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar

keluarga.

Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang umum

dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan anak.

Padahal menurut Sarwono (2011), komunikasi orang tua dan anak dapat

menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan

seksual, semakin rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar

kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual. Rice (1999) dalam

Sarwono (2011), menjelaskan bahwa pada usia remaja, kebutuhan emosional

individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada masa ini, teman sebaya

juag merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam perilaku seksual,

sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah. Teman

sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja, tidak terkecuali

dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam Hurlock (2003),

mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif oleh teman

sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang

aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut

untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin

(18)

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement

(penguat), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk

memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal

masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut konformitas

total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu yang singkat dan

masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak memiliki konflik

yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman sebaya, orangtua

memiliki peran yang lebih pada hal-hal yang mendasar seperti penanaman nilai dan

rencana pendidikan.

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya. Disini

ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa.

Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat

melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan

oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seuisianya. Inilah letak berbahayanya

bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok

sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak dapat terlepas dari

kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan

kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan

gaya hidup kelompoknya.

Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah

lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula

(19)

masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun.

Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12 – 15 tahun, masa remaja

pertengahan usia 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 – 21 tahun (Monks,

et al.2006). Masa remaja tersebut juga sebagai periode perubahan, tingkat

perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan

fisik (Hurlock, 2003).

2.4.2 Karakteristik Teman Sebaya

Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja

terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan

remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek :

1. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran

tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri

sekunder.

2. Psikomotorik, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan

secara aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

3. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajari bahasa asing, menggemari literature yang bernafaskan dan

mengandung segi erotic, fantastic, dan estetik.

4. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat

temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya

(20)

5. Perilaku kognitif

a. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika

formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak,

meskipun relative terbatas.

b. Kecakapan dasar intelektual menjalani lajuperkembangan yng terpesat.

c. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan

kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.

6. Moralitas

a. Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang

tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

b. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah

atau system nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh

para pendukungnya.

c. Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan

tipe idolanya.

7. Perilaku keagamaan

a. Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai

dipertanyakan secara kritis dan skeptic.

b. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

c. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas

(21)

8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian

a. Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan

aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.

b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labih dan belum

terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih

dapat berubah-ubah dan silih berganti.

c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang

sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk

kepribadiannya.

d. Kecenderungan kearah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomi, estetis,

sosial, politis, dan religious), meski masih dalam taraf eksplorasi dan

mencoba-coba.

2.4.3 Konformitas

Santrock (2007) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi

dimana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam

kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh

kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan

konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga

sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk.

Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas,

serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut

(22)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, & Bronffenbrenner,

1968 (Santrock, 2007) menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya

merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu,

remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak

dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya.

Skala konformitas dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek

konformitas yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu menuruti keinginan

kelompok dan internalisasi. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui

berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala konformitas terhadap perilaku seks

bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan konformitas teman sebaya

terhadap perilaku seks bebas.

2.4.4 Adaptasi

Adaptasi adalah proses penyesuaian diri responden dengan remaja lain (teman

sebaya). Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negative pada remaja.

Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula

(Santrock 2007). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi

ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan (Rice dan Dolgin, 2008).

Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti (2000) kelompok

teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu

proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan,

sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat,

(23)

Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya (ego), dimana

dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah

masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat

dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan

yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri.

Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakakan

Erikson (1983), pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memiliki dan

mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampila-ketrampilan dalam melakukan

identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi

dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai

ancaman dan kecemasan.

Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls,

kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif

bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada masa remaja, untuk

kemudian nantinya diitegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial

sebagai orang dewasa (Supratiknya, 1993).

Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati

dengan baik masa-masa sulit dan periode transisi dan pembentukan identitas tersebut.

Dalam pergaulan sehari-sehari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya,

dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan

sebayanya. Dikemukakan oleh Ballatine dalam Bantari (2000) bahwa ikatan ini

(24)

khusus remaj (youth sub-culture), dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan-ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.

Skala adapatasi dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek

adapatsi yang disusun oleh Wiggins dkk (1994) yaitu kemampuan penyesuaian diri

dan pengakuan dari kelompok. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui

berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala adaptasi terhadap perilaku seks

bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan adapatasi teman sebaya

terhadap perilaku seks bebas

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka Konsep

(25)

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:Media

sosial (Faceboo, Twitter, Youtube) dan Teman sebaya (konformitas dan adaptasi)

akan mendapat perhatian kemudian dimengerti dan diterima oleh individu. Setelah itu

individu akan mengolah stimulus (media sosial, teman sebaya) tersebut sehingga

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

6.3 Hubungan Persepsi Remaja dalam Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dengan Sikap Remaja tentang Perilaku Seksual

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja adalah: (1) Rendahnya pengetahuan remaja terhadap bahaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh, teman sebaya dan media massa dengan perilaku seksual siswa sekolah x Tahun 2014. Rancangan penelitian

seksual pada remaja adalah akibat perilaku seks bebas remaja. Menurut

Hubungan Pengetahuan Infeksi Menular Seksual dengan Perilaku Seksual Remaja pada siswa kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta.. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan peran orang tua, pengaruh teman sebaya dan penggunaan media massa dengan perilaku seksual berisiko pada remaja di SMAN 76 Jakarta

Bila dibandingkan dengan perilaku teman sebaya ternyata pengaruh monitoring paren- tal mempunyai pengaruh yang lebih lemah terhadap perilaku seksual remaja, sehingga jalur yang

Hubungan Penggunaan Media Sosial dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di SMAN 1 Purwakarta Babakancikao Berdasarkan tabel 3 memperlihatkan bahwa hubungan penggunaan media sosial dengan