• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

Pembantu Rumah Tangga (PRT) berhak mendapat kondisi kerja yang layak. ILO menghasilkan Konvensi ILO No. 189 mengenai Kerja Layak Pembantu Rumah Tangga (PRT). Konvensi ini merupakan perlindungan bagi pembantu rumah tangga di seluruh dunia.Dengan adanya konvensi tersebut sebagai wujud komitmen dan konsistensi pemerintah di bidang hukum dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap PRT, merupakan kebutuhan mendesak untuk segera meratifikasi dan menindaklanjuti di bidang legislasi karena Undang-Undang No.13 tahun 2003 tidak memberikan perlindungan terhadap PRT.

Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi

A. Pendahuluan

Isu strategis di bidang hukum ketenagakerjaan yang acapkali lepas dari

perhatian publik adalah menyangkut tentang keberadaan Pembantu Rumah

Tangga (PRT).2 Hingga kini eksistensi hukum tentang PRT masih menjadi

polemik dalam ranah perdebatan mengenai kategorisasi. Dalam arti, apakah PRT

termasuk kategori buruh / pekerja atau bukan. Undang-Undang No.13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan tidak secara tegas mengakomodasikan tentang PRT,

apalagi menyangkut aspek perlindungan hukumnya. Persoalannya adalah, ke

mana seorang PRT akan mengadu jika dirugikan atau diperlakukan semena-mena

oleh pemberi kerja ? 3

Sementara pertanyaan itu belum tuntas terjawab, setiap saat kita

menyaksikan, membaca, mendengar eksploitasi PRT yang menimbulkan derita

1

Fangfangtan@yahoo.com 2

Sementara orang menyebut Pembantu Rumah Tangga dengan istilah Pembantu, Babu, Jongos. Untuk mengefektifkan penulisan, penulis cenderung menggunakan istilah PRT.

3

(2)

dan menyesakkan dada. Penganiayaan, pemerkosaan, penyekapan, tidak

menerima hak gaji dan sebagainya. Atas kenyataan itu tentu saja menimbulkan

derita phisik dan psykis. Harkat dan martabat PRT sebagai manusia ditiadakan

begitu saja. Keberadaannya dianggap sama dengan ketidakberadaannya.4

Sampai makalah ini dibuat, sementara orang berpendapat belum ada

aturan jelas dan konkrit yang memberikan kepastian hukum dalam upaya

memberikan perlindungan terhadap nasib PRT. Salah satu keuntungan jika

terdapat ketentuan hukum yang jelas bagi PRT, mereka akan memiliki akses

untuk dirinya sendiri. Bila salah satu pihak baik PRT maupun majikan dirugikan

pihak lainnya, minimal sudah jelas lembaga yang menanganinya.5

B. Isu Hukum

1. Apakah Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

memberikan perlindungan hukum bagi PRT ?

2. Apa saja langkah hukum yang harus dilakukan dalam upaya

memberikan perlindungan hukum bagi PRT ?

C. Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Pembantu Rumah Tangga dalam Perspektif

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pembantu Rumah Tangga (PRT) berhak mendapat kondisi kerja yang

layak. ILO menghasilkan Konvensi ILO No. 189 Mengenai Kerja Layak

Pembantu Rumah Tangga (PRT). Konvensi ini merupakan perlindungan bagi PRT

di seluruh dunia. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Konferensi

tahunan ILO ke-100 menghasilkan Konvensi ILO No. 189 Mengenai Kerja Layak

4

Rachmad Syafa’at, Buruh Perempuan : Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia, IKIP Malang, Malang, 1998. Hal 45.

5

(3)

Pembantu Rumah Tangga (PRT). Konvensi yang merupakan perlindungan bagi

pembantu rumah tangga di seluruh dunia ini akan menjadi landasan untuk

memberi pengakuan dan menjamin Pembantu Rumah Tangga mendapatkan

kondisi kerja layak sebagaimana pekerja di sektor lain.6

Namun demikian keberadaan Konvensi ILO No. 189 tidak serta merta

dirasakan secara konkrit sebagai payung perlindungan sebelum diratifikasi melalui

sistem perundangan formal di Indonesia. Hingga kini belum ada undang-undang

yang secara khusus mengatur tentang PRT. Apakah Undang-Undang No.13 Tahun

2003 memberikan perlindungan pada PRT, melalui makalah ini substansi

persoalan tersebut akan dikaji.

Interpretasi pemerintah terhadap UU No.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tidak menjangkau para PRT ke dalam sistem perundangan umum

mengenai hubungan kerja. Kendati “pekerja” didefinisikan pada Pasal 1 sebagai

“seseorang yang bekerja untuk mendapatkan upah atau bentuk imbalan lain”.

Pemerintah menyatakan, majikan pekerja rumah tangga bisa tergolong “pemberi

kerja”, ia bukan badan usaha dan dengan demikian bukan “pengusaha” di dalam

artian UU tersebut. Karena PRT dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”,

mereka tidak diberikan perlindungan yang diberikan oleh undang-undang terhadap

pekerja lainnya. Disamping itu, mereka tidak diberi akses terhadap mekanisme

penyelesaian perselisihan kerja, seperti pengadilan industrial yang dibentuk

menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial. Berdasarkan penafsiran terhadap substansi UU No.13 Tahun 2003

6

(4)

tersebut dengan demikian secara hukum keberadaan PRT tidak mendapatkan

perlindungan hukum.

2. Upaya memberikan Perlindungan Hukum terhadap kepada

Pembantu Rumah Tangga

Secara yuridis, PRT memang bebas, sebab negara kita melarang

perbudakan dan perhambaan. Tapi dari kacamata sosiologis, yang terjadi justru

sebaliknya. PRT tidak bebas. Sebagai orang yang memiliki keterbatasan bekal

hidup selain tenaganya, PRT terpaksa bekerja pada orang lain dalam hal ini

pemberi kerja yang memiliki otoritas menentukan syarat-syarat kerja. Relatif

rendahnya tingkat pendidikan menutup kemampuan PRT mengekpos hak-haknya

serta tak dapat merespon berbagai informasi yang dapat meningkatkan taraf

hidupnya. Selama aturan main hubungan PRT dengan pemberi kerja diserahkan

kepada kedua belah pihak, maka sukar dicapai suatu keseimbangan kepentingan

yang mengedepankan nilai-nilai keadilan.

Sampai saat ini belum satupun lembaga atau yayasan penyalur PRT,

memelopori penggarapan nasib para PRT dari sisi perlindungan hukum dan

pemberdayaan. Dalam dunia akademikpun sangat langka menemukan hasil

penelitian yang secara tematis mengangkat persoalan PRT. Bahkan

pemerintahpun tidak pernah menggagas kampanye untuk membangkitkan

kepedulian terhadap PRT. Namun demikian terdapat beberapa hal yang barangkali

patut diagendakan sebagai upaya berarti untuk memberikan perlindungan terhadap

(5)

a. Law Reform (Reformasi Hukum)7, pembaruan hukum yang diformulasikan

dalam berbagai kebijakan berbasis keberpihakan kepada PRT dalam

kerangka perlindungan dan pemberdayaan serta pembinaan hubungan

kerja. Law Reform ini dilakukan terhadap Undang-Undang No. 13 tahun

2003 sebagai hasil evalusi dan pengkajian atas realitas hubungan

PRT-pemberi kerja berikut problem yang menyertainya. Dengan adanya

Konvensi ILO No. 189, merupakan momentum bagi pemerintah di bidang

hukum untuk segera melakukan ratifikasi bahkan lebih penting dan

mendasar sebagai wujud komitmen dan konsistensinya, pemerintah segera

membentuk perundang-undangan (law making) yang khusus memberikan

perlindungan terhadap PRT.

b. Advocacy, mengangkat ke permukaan kasus-kasus PRT agar memperoleh

respon banyak pihak guna menjadi agenda dalam upaya perubahan ke arah

yang lebih baik.

c. Paralegal, sebagai bentuk penyadaran hukum dan aksi untuk melindungi

diri PRT dari berbagai tekanan pemberi kerja.

d. Perlu dibentuk pusat-pusat pelayanan sebagai bagian dari bentuk

pengorganisasian, termasuk upaya untuk menggagas terbentuknya

organisasi serikat pekerja khusus PRT. Pembentukan serikat pekerja dalam

hal ini tidak berarti menciptakan kaidah dari tidak ada menjadi ada tetapi

juga menempatkan komunitas PRT secara afiliatif organisatoris terhadap

organisasi Serikat Pekerja yang sudah mapan, seperti SPSI, SARBUMUSI

dan sebagainya.

7

(6)

D. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara hukum,

Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tahun 2003 tidak memberikan perlindungan

terhadap PRT karena majikan dari PRT bukan sebagai Pengusaha sebagaimana

dimaksudkan dalam undang-undang itu. Konvensi ILO No. 189 merupakan

harapan baru bagi PRT untuk mendapatkan perlindungan hukum. Untuk

mewujudkan cita-cita demikian political will (kemauan baik) pemerintah untuk

merespon, mengagendakan dan menindaklanjuti dalam proses legislasi guna

menciptakan perlindungan hukum terhadap PRT secara lebih konkrit dan berarti,

sehingga kelak keberadaan PRT sebagai manusia dengan harkat dan martabatnya

benar-benar dijamin dalam payung hukum yang secara konsisten dilaksanakan

dan menjadi media kontrol dalam koridor implementasi nilai-nilai Hubungan

Industrial Pancasila.

2. Saran

Untuk meningkatkan dan mempertegas opini guna mengedepankan isu

strategis tentang PRT, dibutuhkan kerjasama para pihak baik pemerintah, praktisi

hukum, LSM termasuk institusi pendidikan tinggi yang dituangkan dalam bentuk

disain program berbasis keberpihakan terhadap PRT. Disain program semacam ini

dibuat dan diimplementasikan secara kontekstual. Diharapkan dengan kegiatan

demikian akan tercipta opini bahwa PRT merupakan sebuah profesi yang harus

dikelola secara sistemik dan tidak lepas dari jangkauan hukum. Ingat bahwa

Indonesia adalah negara hukum (Rechstaats) bukan negara kekuasaan

(7)

banyak produk hukum yang dibuat tetapi sejauhmanakah hukum yang ada secara

(8)

DAFTAR BACAAN

Aries Harianto, Surabaya Post, 16 Maret 1995. Artikel Opini : Melegalformalkan Pekerjaan Pembantu Rumah Tangga.

Munir, Pengorganisasian Buruh Perempuan, Makalah, dipresentasikan di LBH Surabaya, 1998. Makalah, dipresentasikan di LBH Surabaya. 1998.

Rachmad Syafa’at, Buruh Perempuan : Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia, IKIP Malang, Malang, 1998

Referensi

Dokumen terkait

Dapatan kajian juga mendapati tidak terdapat perbezaan statistik yang signifikan antara pelajar lelaki dan pelajar perempuan dari segi faktor motivasi yang mempengaruhi

Media Cyt-A merupakan penumbuh bakteri jenis Flexibacter, dari bagian dagu, perut, sirip pungung dan ekor dimana bakteri Flexibacter tidak tumbuh pada media

Strategi lain yang dilakukan ketika proses eksplorasi pada Tari Tokecang, yak- ni dengan tidak menghilangkan ciri dari kaulinan Tokecang yaitu saling berpegangan tangan sambil

Asuransi Jiwasraya (Persero) baik itu program JKS 48, program belajar bersama divisi PP & PK terlaksana seperti knowledge sharing pada umumnya, terjadi

Perbedaan pengenalan warna anak usia 5-6 tahun di TK Bela Bangsa Mandiri antara kelas yang diberi perlakuan dan kelas yang tidak diberi perlakuan menggunakan

stratified random sampling yang terdiri dari 50 responden pada strata usahatani sistem agroforestry dan 50 responden pada strata sistem perladangan

Sesudah Perang Dunia I usai, Presiden Woodrow Wilson dari Amerika Serikat mengambil inisiatif untuk mengorganisasikan pemikiran-pemikiran yang sudah ada untuk membantu

Menurut McClelland (dalam Erni, 2009) terdapat enam karakteristik karyawan yang memiliki motivasi berprestasi, antara lain: (a) tanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan