• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Membangun Spiritualitas Kerja da (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Membangun Spiritualitas Kerja da (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan

Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan sumber daya manusia sebagai subjek dari pelaku kerja. Apabila sumber daya manusianya memiliki kinerja yang baik, maka akan berpengaruh besar terhadap kemajuan bangsa. Sebaliknya, ketika sumber daya manusia tidak sesuai dengan budaya kerja sebagaimana mestinya, maka akan berpengaruh terhadap kemunduran suatu bangsa.

Meski demikian, bekerja dapat dimaknai sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup agar manusia dapat eksis dalam kehidupan di dunia. Oleh karena itu, dalam skala yang lebih besar, pekerjaan memiliki arti agar manusia dapat eksis dalam kehidupan untuk menggapai kesuksesan dan kesejahteraan jasmani dan rohani.

Bekerja dalam upaya mencari nafkah merupakan rutinitas seseorang (daily activities), sehingga seseorang yang bekerja harus memiliki energi spiritual yang baik untuk mengisi ruang pekerjaanya tersebut. Dalam hal ini mereka bekerja bahkan terjun ke dunia bisnis dalam rangka mengikuti kata hati sekaligus menjalankan perintah Ilahi, di samping untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, pekerjaan yang bernilai beribadah, menjadi jalan untuk menggapai rezeki, dan berupaya sebanyak-banyaknya untuk memberikan manfaat tidak hanya terhadap diri sendiri, namun juga kepada orang lain.

Dalam Islam, penciptaan manusia digambarkan Allah swt. sebagai makhluk yang paling baik bentuknya (fii ahsani taqwim). Sebagai makhluk yang secara jasmani dan rohani baik tersebut, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus bekerja, karena kebutuhan itu tidak secara otomatis melainkan harus diaplikasi melalui sebuah usaha.1

Oleh karenanya, bekerja untuk mencari nafkah menjadi kewajiban manusia dengan harus memiliki motivasi spiritualitas, sehingga bekerja tidak hanya mengejar masalah dunia ansich, namun harus diiringi oleh nilai-nilai ilaihiyah (esoteris). Banyak pekerjaan yang dilakukan yang orientasinya hanya menjurus kepada sifat duniawi semata (hubbuddunya) akan berujung pada kasus seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Kapitalisme (memonopoli seluruh usaha); dan

(2)

hal buruk lainnya. Padahal subtansinya, bekerja bisa dijadikan sebagai suatu ibadah.

Kombinasi antara bekerja dan ibadah sangat perlu ditekankan. Apabila seseorang memiliki energi spiritualitas dalam bekerja, akan sangat memungkinkan pekerjaan yang diusahakan akan mempu menyeimbangkan antara bekerja sebagai pemenuhan kebutuhan di dunia, dan bekerja sebagai bekal di akhirat dengan menanamkan nilai-nilai spiritual dalam bekerja.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis akan berupaya memaparkan dimensi spiritualitas bekerja dalam usaha menjadikan kerja sebagai ladang amal dan ibadah sekaligus sebagai sinergitas dengan orientasi utama bekerja dalam pembentukan karakter ikhlas bekerja. Hal ini penting, mengingat begtitu banyak hal-hal negatif yang dilakukan apabila kerja tanpa dilandasi keikhlasan. Dengan rumusan masalah pada aspek dimensi spiritual dalam kerja ikhlas; sinergitas nilai-nilai spiritual dalam bekerja; sehingga dengan demikian akan terwujud kesempurnaan kerja yang sesuai dengan kemaslahatan dan fitrah manusia dan mendapat ridho daripada Allah swt.

B. Dimensi Spiritual dalam Kerja Ikhlas 1. Pengertian Kerja dan Ikhlas

Kerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan sesuatu yang harus dilakukan.2 Sedangkan secara terminologi, Yusuf Qardhawi dalam

bukunya Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan Terjemahan Syafri Halim mengatakan bahwa kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri ataupun bersama orang lain untuk memproduksi suatu kondisi atau memberikan jasa.3 Sedangkan Tata Tasmara dalam bukunya Etos Kerja Islami

menyimpulkan bahwa kerja adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh aset, pikiran, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai hamba Allah swt. yang menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairul ummah).4

2 Ana Retnoningsih dan Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: CV. Widya

Karya, 2009),hal. 174

3 Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan Terj. Syafri Halim, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1995), hal. 25

(3)

Dari beberapa definis di atas, dapat disimpulkan bahwa kerja adalah suatu upaya memenuhi kebutuhan lahir dan batin untuk keperluan di dunia dan bekal di akhirat kelak. Bekerja bukan hanya sekedar memperoleh penghasilan, namun bekerja merupakan perintah Allah swt. untuk menjadikan manusia bermanfaat bagi sesama. Selain itu, akan diperoleh berbagai pengalamanm kreatifitas, dan siap untuk menghadapi tantangan zaman globalisasi.

Istilah kerja dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan hidup dan keluarga hanya dengan menghabiskan waktu mulai dari pagi hingga siang, siang hingga malam, dan terus menerus hingga tidak mengenal lelah. Akan tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan dan keberkahan bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa.5

Sementara, Ikhlas berasal dari kata akhlasa yang secara bahasa berarti bersih, murni, dan jernih. Sedangkan para ulama mendefiniskan kata ikhlas dengan beragam pendapat. Menurut Imam al-Qusyairi an-Naisabury menyatakan apabila seseorang memiliki sifat ikhlas, maka ia akan menjadikan Allah swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup, meskipun yang dilakukannya untuk mengurangi penderitaan sesama manusia namun ia akan selalu membantu orang-orang dengan niat karena Allah swt. Adapun ikhlas menurut al-Imam al-Masy’ari adalah kesamaan antara amalan lahir maupun batin seorang hamba.6

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kerja ikhlas adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan di dunia, sebagai bekal di akhirat yang di mana usaha tersebut dilakukan dengan hati yang bersih dan suci tanpa dinodai oleh pengaruh-pengaruh yang bersifat dunia semata.

2. Kaitan Spiritualitas dan Kerja Ikhlas

Penting untuk mengetahui seperti apa ukuran keikhlasan dalam diri. Karena hal ini, kita dapat menakar dan berkeyakinan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Apakah pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan dunia dan

5 Tata Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani. 2002), hal. 21 6 Ahmad Zacky El-Syafa, Kitab Para Pencari Ilmu, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2014),

(4)

seisinya, atau karena wanita (hubbuddun yaa). Karena pekerjaan itu harus diawali dan dilandasi dengan niat untuk menghasilkan nilai-nilai spiritual.

Namun, apakah keikhlasan dapat diukur atau ditimbang? Untuk mengukur keikhlasan merupakan sebuah rahasia yang lembut sehingga samar dan tersembunyi untuk disadari. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya untuk mengukur kemurniannya.

Ikhlas hanya dapat diukur melalui hati masing-masing individu. Ikhlas memiliki aksi yang nyata. Di mana aksi itu dilakukan tanpa pamrih yang memberikan nilai tambah yang sangat besar. Dengan kata lain, untuk menjadi ikhlas maka seseorang dituntut harus aktif dan tidak boleh pasif. Misalnya seorang guru yang rela mendidik murid dengan segenap hati dan kemampuannya walaupun tidak memperoleh upah, imbalan, dan balasan yang sepadan. Guru itu memberikan pembinaan yang terbaik walaupun tidak mendapat pujian dari orang-orang sekalipun dan guru itu pun tidak menuntut pujian atas usahanya. Inilah yang dikatakan sebagai ikhlas yang sesungguhnya. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.:

:

:

ننناا ص ل

ل ا للوللوسلرن لناقن لناقن هلننعن ل

ل ا ينضارن ةنرنينرنهل ىباان ننعن

وللقل ىلناارلظلننينن ننكالنون منكلراونصل ىللناا لنون منكلننما اسنجنان ىلناا رلظلننينلن ل

ن ا

.

منكلبا

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu.” (HR. Muslim)

Dengan bekerja secara ikhlas, maka akan menambah nilai satisfaction, yaitu pekerjaan yang tidak hanya sekedar output yang dapat memberikan rasa kepuasan secara lahir dan batin.7

Kerja ikhlas yang memiliki nilai-nilai spiritual memiliki beberapa indikator yang bisa dijadikan barometer, diantaranya:

Pertama, tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan orang lain; Kedua, tidak menuntut apapun terhadap kebaikan yang dilakukan terhadap orang lain;

7 Komaruddin Chalil, Etos Kerja Berbasis Spiritual, (Bandung: Siinnergy Publishing,

(5)

Ketiga, selalu beramal walaupun dalam keadaan sendiri atau dikeramaiannya;

Keempat, tidak menyombongkan diri dihadapan orang; Kelima, jika beramal pasti secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang; Keenam, antara keberhasilan dan kegagalan dijadikan sebagai hal yang sama; Ketujuh,

istiqomah dalam berpendirian; Kedelapan, Ringan tangan dan selalu merasa nikmat untuk beramal; Kesembilan, sejalan dan searah antara kemauan hati dengan perilaku; Kesepuluh, tidak fanatik dengan golongan, kelompok, dan membeda-bedakan orang.

Itulah beberapa indikator keikhlasan yang memiliki nilai-nilai spiritual yang bisa dijadikan sebagai barometer untuk diterapkan dalam bekerja dan berkarya.

C. Sinergitas Nilai-Nilai Spiritual dalam Bekerja

Ukuran kualitas kerja seseorang memiliki tingkatan tersendiri. Seseorang yang memiliki tingkat spiritualitas kerja yang tinggi umumnya memiliki motivasi kerja yang tinggi dan menghasilkan pekerjaan yang maksimal hingga mampu menghasilkan karya terbaik. Sedangkan seseorang yang tingkat spiritualitas kerjanya rendah, mengindikasikan dirinya akan bekerja hanya untuk kepentingan dirinya yang bisa merugikan orang lain bahkan sulit untuk meraih hasil yang maksimal dalam pekerjaannya.

Melihat hal di atas, maka perlu adanya sebuah penggabungan nilai-nilai spiritualitas dalam bekerja. Untuk membangun kualitas bekerja disertai nilai-nilai spiritualitas maka dibutuhkan beberapa langkah praktis, yakni:

1. Kerja Cerdas dan Keras: Spiritualisasi Bekerja

(6)

Ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang sedang menekan dirinya untuk bekerja secara maksimal dengan paksaan dan dorongan yang yang keras dari atasannya, maka dalam menanggapi hal tersebut ia tanggapi dengan sikap yang sabar. Dia dituntut untuk mampu menerima dorongan dan tekanan dari atasannya tersebut dengan pikiran-pikiran yang positif. Dari sinilah pentingnya untuk memiliki kecerdasan dalam berpikir dan bertindak yang notabene kecerdasan tersebut diperoleh dari menuntut ilmu dan keilmuan yang dimiliki.

Dalam al-Qur’an diisyaratkan tentang pentingnya ilmu bagi seseorang yang ingin melakukan pekerjaan. Hal tersebut dijelaskan pada Q.S. al-Mujaadilah ayat 11:

حاسنفنيناونحلسنفنافن سالااجمنلنا ىفااونحلسننفنتن منكللن لنينقااذنااآوننلمنآ ننينذالنناهنينلانآين

منكللن ل

ل ا

ج

منكلننمااوننلمنآ ننينذالننا ل

ل ا عافنرنيناونزلشلننافناونزلشلننا لنيقااذنااون

ل

تتاجنرندن منلنعالنااوتلوال ننينذالنناون

ىلق

)

ررينباخن ننونللمنعنتن امنبا ل

ل اون

۱۱

(

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujaadilah (58): 11)

Menurut Khazanah Pengetahuan yang dikutip dalam buku Syaamil al-Qur’an Miracle The Reference: Mudah, Sahih, Lengkap, dan Komprehensif, ayat di atas menunjukkan bahwa orang berilmu sangat dicintai oleh Allah swt. Hal inilah yang dapat mengukur kualitas sumber daya manusia ketika memiliki ilmu yang bermanfaat. Selain sebagai dimensi kualitas seseorang, ilmu juga sebagai dimensi derajat seseorang dihadapan Allah swt. contoh dalam kehidupan dunia, kuantitas kerja seorarang dokter kalah jauh dari tukang becak, dalam dalam hal kualitas income (pendapatan), seorang dokter jauh lebih besar pendapatannya. Hal ini karena orang menghargai ilmu yang dimiliki sang dokter.8

8 Muhammad Saifuddin, Syamil al-Qur’an Miracle The Reference, (Bandung: Sygma

(7)

Selain itu, kerja cerdas juga memiliki kaitan dengan perihal lainnya, yaitu kerja keras. Karena jika hanya kecerdasan tanpa dibarengi dengan kerja keras sebagai tindakan aplikatifnya, maka akan menjadi tidak maksimal. Di mana ketika seseorang hanya cerdas dalam mengelola suatu pekerjaan tentu akan kurang bila tidak digairahkan dengan kerja keras, sehingga ia tidak malas dalam bekerja. Demikianlah tuntutan agama yang bisa diterapkan oleh manusia dalam hal kerja keras dan kerja cerdas.

2. Kerja Kualitas dan Tuntas: Orientasi Proses dan Kesempurnaan (Hasil)

Dalam bekerja, yang dinilai bukan pada apa yang dikerjakan. Akan tetapi kecemerlangan pikiran dalam menatanya, kekuatan hati dalam menjalankannya, dan ketepatan cara-cara yang dilakukan dalam penyelesaiannya. Inilah subtansi dari pekerjaan tuntas dan berkualitas.9

Masalah yang dihadapi terkadang adalah ketepatan seseorang dalam meningkatkan kualitas diri tidak sebanding dengan ketepatan dari masalah yang dihadapinya. Padahal untuk meraih pekerjaan yang berkualitas, laju kemampuan diri harus lebih laju dari masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, masalah harus dihadapi, tetapi harus fokus pada peningkatan percepatan dan kualitas diri.

Setiap insan tentu mendambakan kesempurnaan dalam bekerja, kendatipun kesempurnaan itu sangat sulit untuk dilakukan. Akan tetapi, sekurang-kurangnya seseorang harus terus bergerak ke arah kesempurnaan. Karena sikap optimis yang dijadikan perisai ketika menghadapi berbagai masalah. Masalah bisa menjadi keuntungan bahkan juga menjadi kerugian. Setiap kondisi harus menjadi inspirasi untuk refleksi dan evaluasi diri. Apakah kondisi hari ini lebih baik, stagnan, atau justru lebih buruk? Ketiga kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja menghancurkan potensi diri.

Ada beberapa kriteria kerja berkualitas, diantaranya:

a. Setiap pekerjaan harus dilakukan dengan petunjuk yang benar agar pelaksanaan pekerjaan tersebut menghasilkan keuntungan, apalagi hasilnya tentu akan berpengaruh terhadap dirinya sendiri.

9 Komaruddin Chalil, Etos Kerja Berbasis Spiritual, (Bandung: Siinnergy Publishing,

(8)

b. Setiap pekerjaan yang berkualitas harus memiliki penasehat dan pengawasan yang menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya hal-hal yang memicu kesalahan.

c. Setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan usaha yang optimal dan kuat, serta harus memiliki kesiapan yang benar-benar matang dalam menekuni pekerjaannya agar kualitas pekerjaannya menguntungkan.

d. Ukuran kualitas kerja harus diukur dari banyaknya manfaat dan kebaikan yang terkandung didalamnya dan menghindari penumpukan pekerjaan yang atau sikap melalaikan pekerjaan.

e. Penanaman sikap untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan (fastabiqul khairaat) agar pekerjaan yang dilakukan menghasilkan nilai berkualitas dalam penilaian Allah swt. dan dalam penilaian sesama manusia baik itu pimpinan, rekan kerja, karyawan, keluarga, dan lain sebagainya.

Kerja kualitas adalah yang berorientasi pada proses lalu kerja tuntas yang berorientasi pada hasilnya (kesempurnaannya). Kerja tuntas lebih menekankan pada aspek penyelesaian secara cepat dan tepat dengan hasil yang maksimal lalu segera menyelesaikan pekerjaan yang lain untuk menghindari penumpukan pekerjaan. Hal ini senada dengan firman Allah swt.:

)

ب

ن صنننافن ت

ن غنرنفناذناافن

۷

(

Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. al-Insyirah (94): 7)

Ayat di atas mengindikasikan bahwa saat bekerja, lakukan dengan segera dan selesaikan secepatnya. Namun, dilakukan dengan penuh perhatian dan saksama. Tuntaskan satu pekerjaan dan bersenang hati menyambut pekerjaan lainnya. Karena di mana saat tidak ada tumpukan pekerjaan, maka beban kerja berikutnya akan lebih ringan. Hati, jiwa, dan raga akan berpadu dengan bekerja lebih maksimal dan fokus untuk menggapai prestasi berikutnya.10

Oleh karena itu, pekerjaan harus dituntaskan, selesaikan, dan maksimalkan di rumah, kantor, masyarakat dan di manapun agar ketika kerja tuntas berhasil dilakukan maka bisa dijadikan sebagai pedoman dalam beraktifitas sehari-hari.

10 Muhammad Saifuddin, Syamil al-Qur’an Miracle The Reference, (Bandung: Sygma

(9)

Hal tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an tentang kesuksesan dari kerja kualitas

Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. al-Fajr (89): 27-30)

3. Elan Vital Spiritualitas Bekerja

Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa bekerja merupakan perintah Allah swt., sehingga dalam bekerja terdapat norma, aturan, dan etika yang harus diperhatikan. Dalam al-Qur’an, terdapat petunjuk mengenai norma, aturan, dan etika dalam bekerja pada QS. al-Jumu’ah ayat 10:

ل

ا ا لاضنفن ننما اونغلتنبناون ضارنانلنا ىفااونرلشاتنننافن ةلولنصننلا تاينضاقلاذناافن

)

ننونحللنفنتل منكللننعنلنن ارةينثاكن ل

ن ااورلكلذناون

۱۰

(

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumu’ah (62): 10)

Ayat di atas, terdapat tiga hal yang memiliki korelasi mengenai norma, aturan, dan etika dalam bekerja. Tiga hal tersebut yakni menunaikan shalat (shalat); mencari karunia Allah (kerja); dan mengingat Allah swt. (dzikir). Ketiga hal ini saling bersinergi untuk ditanamkan dan diterapkan dalam nilai-nilai spiritualitas bekerja.

Sinergi tiga hal di atas, memberikan edukasi bahwa sebelum bekerja harus melakukan sholat (ibadah) untuk menata niat secara murni dan bersih ketika melakukan pekerjaan dengan meluruskan niat, tujuan, dan memohon petunjuk kepada Allah swt. agar ketika bekerja mendapat hidayah dan bernilai ilahiyah (ibadah).

Setelah meluruskan niat, manusia dituntut untuk bekerja sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing.11 Sehingga dari hasil kontemplasi dalam

ibadah sholat sebelum bekerjalah yang mendorongnya melakukan pekerjaan

(10)

yang halal dan baik yang bernilai ibadah kepada Allah dan dilandasi dengan nilai-nilai profesionalitas, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:

ةنعناسننلا رلظاتنننافن هالاهنان راينغن ىلنإا رلمنلنا دنننسنال اذنإا

Artinya: “Apabila urusan tidak ditangani oleh yang ahlinya (profesional), maka tunggulah waktunya (kehancuran).” (HR. Muslim)

Namun pada waktu bekerja dilakukan, pekerjaan itu harus diiringi dengan dzikir dan mengingat Allah swt. Dzikir dalam arti menghayati, merenungi, memaknai, dan melibatkan hati dalam bekerja. Sehingga pekerjaan yang diiringi dengan dzikir kepada Allah swt. akan membawa ketenangan jiwa dan semangat yang menggebu-gebu dalam melakukan pekerjaan.

Dengan demikian, ketiga hal tersebut diaplikasikan dengan baik dan benar maka seseorang akan berada pada keadaaan (ahwal) ketentraman jiwa dan batinnya, terpuaskan jiwanya, bahkan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan pekerjaan yang halal dan baik itu jugalah yang menyelamatkan manusia di akhirat kelak.

Pada surah al-‘Ashr juga terdapat tiga hal sebagai impikasi dari shalat; kerja; dan dzikir (QS. al-Jumu’ah: 10) di atas. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. al-‘Ashr ayat 1-3: kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr (103): 1-3)

(11)

Oleh karena itu, pekerjaan harus bernilai amal shaleh, karena bekerja merupakan perintah Allah swt. maka bekerjanya harus sesuai dengan perintah Allah swt. karena jika bekerjanya sesuai dengan perintah Allah swt. (spiritualitas), maka amal shaleh itulah yang akan diperoleh. Bekerja yang didasari dengan iman tidak boleh terlepas dari nasehat. Nasehat merupakan bagian dari dzikir kepada Allah swt. Nasehat yang dimaksud adalah berupa arahan, diskusi, mengarahkan orang jika ada suatu hal yang tidak diketahui, menolong orang, dan menjaga setiap perkataan.

Jadi dapat dipahami bahwa shalat harus didasari oleh iman, bekerja memiliki nilai amal shaleh, dan untuk mempertahankan nilai amal shaleh maka dzikir menjadi peranan penting sebagai bentuk nasehat menasehati dalam kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah swt.

D. Kesimpulan

Bekerja untuk mencari nafkah menjadi kewajiban bagi manusia untuk memiliki motivasi spiritualitas, sehingga bekerja tidak hanya mengejar masalah dunia ansich, namun harus diiringi oleh nilai-nilai ilaihiyah (esoteris). Apabila pekerjaan dilakukan dengan nilai-nilai spiritual, tentu akan pekerjaan itu menjadi ibadah di sisi Allah swt. yang menjadikan manusia selamat di dunia dan di akhirat.

Kombinasi antara bekerja dan ibadah sangat perlu ditekankan. Apabila seseorang memiliki energi spiritualitas dalam bekerja, akan membuat seseorang mampu menyeimbangkan antara bekerja sebagai pemenuhan kebutuhan di dunia, dan bekerja sebagai amal untuk bekal di akhirat yang tentunya dengan sinergi nilai-nilai spiritual dalam bekerja.

Adapun sinergitas nilai-nilai spiritual dalam bekerja tersebut yakni:

Pertama, Kerja Cerdas dan Keras sebagai Spiritualitas Bekerja; Kedua, Kerja Kualitas dan Tuntas sebagai Orientasi Proses dan Kesempurnaan (Hasil); Ketiga, Elan Vital Spiritualitas Bekerja. Dengan demikian, dimensi spiritualitas bekerja dalam usaha menjadikan kerja sebagai ladang amal dan ibadah sekaligus sebagai sinergitas dengan orientasi utama bekerja dalam pembentukan karakter ikhlas bekerja. Hal ini penting, mengingat banyak hal-hal negatif yang dilakukan apabila kerja tanpa dilandasi keikhlasan dan nilai-nilai spiritual didalamnya.

(12)

E. Daftar Pustaka

Chalil, Komaruddin. 2011. Etos Kerja Berbasis Spiritual. Bandung: Siinnergy Publishing.

El-Syafa, Ahmad Zacky. 2014. Kitab Para Pencari Ilmu. Yogyakarta: Mutiara Media.

Hawa, Sa’id. 2010. Tazkiyatun Nafs; Intisari Ihya Ulumuddin. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

Qardhawi, Yusuf. 1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan Terj. Syafri Halim, Jakarta: Gema Insani Press.

Saifuddin, Muhammad. 2010. Syaamil al-Qur’an Miracle The Reference. Bandung: Sygma Publishing.

Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: CV. Widya Karya.

Tasmara, Tata. 1995. Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis komponen makna yang dipaparkan dalam Jadual 8 menunjukkan awalan pakar daripada konsep bahasa sumbernya (bahasa Inggeris), mendukung konsep kemahiran + pengalaman

1. Membuat perangkat pembelajaran atas bimbingan guru pamong. Melaksanakan praktik mengajar atas bimbingan guru pamong dan dosen pembimbing. Mengikuti kegiatan ekstra maupun

Abstrak — Urban Heat Island (UHI) adalah suatu fenomena dimana suhu udara pada wilayah yang padat bangunan atau kawasan perkotaan lebih tinggi daripada suhu udara

Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan Kabupaten Nganjuk yang memiliki tipe C. Dinas Kearsipan Dan Perpustakaan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan di bidang

Hal ini sejalan dengan penelitian Nurjanah (2016) media yang paling baik dalam pertumbuhan bibit F0 pada berat 200 g, karena mungkin pada berat 200 g terdapat kandungan

Untuk dimensi responsiveness terdiri dari pertanyaan: kemampuan karyawan untuk cepat tanggap melayani pelanggan, tindakan segera karyawan dalam menyelesaikan masalah, karyawan

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pengkondisian Zona Alfa melalui Fun Story terhadap Peningkatan

Tabel 3.5 Tabel Aktivitas Santri Pondok Pesantren Modern Sumber : Analisa Pribadi.. No Aktivitas Santri