• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Periode Juli-Desember 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Periode Juli-Desember 2012"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lambung ( Gaster)

2.1.1. Anatomi Lambung

Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di

antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008).

Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah

diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada

regio abdomen (Tortora & Derrickson, 2009).

Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,

fundus, badan (body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction)

dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk

kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian

terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan

badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan

mengandung spinkter pilorik (Schmitz & Martin, 2008).

(2)

2.1.2 Histologi Lambung

Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya

dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu

lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz &

Martin, 2008).

1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan

muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina

propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur

lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan

melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan

semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri

atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid.

Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan

mengandung otot polos (Tortora & Derrickson, 2009).

2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem

limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat

pleksus submukosa (Meissner) (Schmitz & Martin, 2008).

3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008).

Lapisan oblik terbatas pada bagian badan (body) dari lambung (Tortora &

Derrickson, 2009).

4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos

(mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009).

Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari

(3)

Gambar 2.2 Histologi dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009)

2.1.3. Fisiologi Sekresi Getah Lambung

Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel

yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa

lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian

terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa

terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi

invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin

(Sherwood, 2010).

Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan

kelenjar oksintik mukosa lambung (Gambar 2.3), yaitu :

1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus

(4)

2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.

3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik

artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk

menghasilkan keadaan yang sangat asam.

Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka

berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice ) (Sherwood, 2010). Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari

pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel

permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel

parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari

(Sherwood, 2010).

Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama

mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan

mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel

parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang

menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan

somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk

sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli

sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli

(5)

Gambar 2.3 Kelenjar oksintik di lambung ( Harrison, 2008 )

2.1.3.1. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen

kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung.

pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+)

dan ion klorida (Cl¯ ) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan

melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di

dalam lumen mencapai tiga sampai empat juta kali lebih besar dari pada

konsentrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan H+ melawan

gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, sel-sel parietal

memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi. Klorida juga

disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih

kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010).

(6)

dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+

disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH-.

Di sel parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H+-K+-ATPase yang

berada di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga

memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah

ditranspotkan, secara pasif balik ke lumen, melalui kanal K+, sehingga jumlah

K+ tidak berubah setelah sekresi H+.Sel-sel parietal memiliki banyak enzim

karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya karbonat anhidrase, H2O mudah

berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses

metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H2O dan CO2

menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-

(Sherwood, 2010).

HCO3- dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl- __ HCO3- pada

membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl- dari plasma

ke lumen lambung. Pertukaran Cl- dan HCO3- mempertahankan netralitas

(7)

Gambar 2.4 Mekanisme Sekresi HCl (Sherwood, 2010)

Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

CO2+H2O  H2CO3 H+ +HCO3 –

Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut :

1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif

pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk

aktivitas pepsin.

2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga

partikel makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi

partikel-partikel kecil.

3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar

(8)

sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di

usus besar (Sherwood, 2010).

2.1.4. Sistem Pertahanan Mukosa Lambung

Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor

eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam

hidroklorida (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam empedu, sedangkan contoh

substansi eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung

adalah seperti obat, alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang kompleks

dibentuk untuk menyediakan pertahanan dari kerusakan mukosa dan untuk

memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi (Kasper, Hauser, Longo,

Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).

Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang

terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel (gambar 2.5) . Pertahanan lini

pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai sawar

psikokemikal terhadap beberapa molekul termasuk ion hidrogen. Mukus

dikeluarkan oleh sel epitel permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari

air (95%) dan pencampuran dari lemak dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel

mukus adalah sebagai lapisan yang tidak dapat dilewati air dan menghalangi

difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat, dikeluarkan sebagai

regulasi di bagian sel epitel dari mukosa lambung dan membentuk gradien

derajat keasaman (pH) yang berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan lumen dan

mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel (Kasper, Hauser, Longo,

Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).

Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya melalui

beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel epitel ionik yang

mengatur pH intraselular dan produksi bikarbonat dan taut erat intraselular.

Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel gaster yang melapisi sisi yang rusak

(9)

(restitution). Proses ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu pH alkaline di

lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan (growth factor)

termasuk epidermal growth factor ( EGF), transforming growth factor (TGF)α dan basic fibroblast growth factor (FGF), memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang lebih besar yang tidak secara efektif

diperbaiki oleh proses perbaikan (restitution), tetapi membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diregulasi oleh prostaglandin dan faktor

pertumbuhan (growth factor) seperti EGF dan TGF α. Bersamaan dengan

pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh darah baru

(angiogenesis) juga terjadi pada kerusakan mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF dan VEGF penting untuk meregulasi angiogenesis di mukosa lambung

(Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).

Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung

adalah komponen utama dari pertahanan subepitel, yang menyediakan

HCO3¯ , yang menetralisir asam yang dikeluarkan oleh sel parietal. Lebih lagi,

sistem mikrosirkulasi menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen dan

membuang metabolit toksik (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, &

Jameson Epitelium, 2008).

Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal pertahanan

mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung banyak jumlah

prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari mukosa bikarbonat dan

mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan sangat penting dalam mengatur

aliran darah dan perbaikan dari sel epitel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald,

(10)

Gambar 2.5 Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa lambung (Kasper,

Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson, 2008)

Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada

keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini dapat

terjadi sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis mukus), pemaparan terhadap

OAINS atau kerusakan akibat iskemia (penurunan aliran darah submukosa)

(Schmitz & Martin, 2008).

2.2 Gastropati

2.2.1 Definisi Gastropati

Isitilah gastropati dibedakan dengan gastritis, karena gastropati

mengacu kepada kondisi dimana inflamasi bukanlah sesuatu hal yang paling

mendominasi, sedangkan gastritis mengacu kepada beberapa kondisi yang

melukai mukosa lambung dan menghasilkan suatu peradangan dan

diciri-cirikan dengan ditemukannya sel inflamasi (Ranjan, Eric, Gareth, & James,

1999). Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses

inflamasi atau proses inflamasi yang minimal, sedangkan gastritis adalah

diagnosa secara histologis yang menunjukkan suatu inflamasi pada bagian

(11)

Salah satu penyebab gastropati adalah pemakaian obat anti inflamasi

non steroid, selain refluks asam empedu, asam, basa dan konsumsi sejumlah

alkohol (Nel, 2012).

2.3 Obat Anti Inflamasi Non Steroid

2.3.1 Definisi

Obat anti inflamasi non steroid adalah obat yang secara luas dikenal

sebagai pengobatan nyeri, inflamasi, dan demam. (Sinha & Gautam, 2013).

Selain itu, obat ini juga obat yang paling sering diresepkan di seluruh dunia

(Becker, Domschke, & Thorsten, 2004). OAINS adalah suatu kelompok

kimia heterogen yang memiliki efek teraputik (antiinflamasi, antipiretik, dan

analgesik) dan efek samping. OAINS terdiri dari obat non selektif tradisional

dan sub kelas obat yang secara selektif menghambat cyclooxygenase-2

(COX-2) (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008).

Salisilat dan obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati penyakit

rematik mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejala

peradangan. Beberapa dari obat ini juga mempunyai efek antipiretik dan

analgesik, dan efek antiinflamasinya membuat obat ini bermanfaat dalam

menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berubungan dengan intensitas

(12)

2.3.2 Klasifikasi OAINS

(13)
(14)
(15)

2.3.3 Mekanisme Kerja OAINS

1. Sebagai Efek anti-inflamasi

Prostaglandin dikeluarkan bilamana sel mengalami kerusakan,

dimana aspirin dan OAINS menghambat biosintesis dari

prostaglandin di semua jenis sel. Bagaimanapun, aspirin dan OAINS

biasanya tidak menghambat pembentukan dari mediator inflamasi

lain seperti leukotrien (LTs). Sementara efek klinis dari obat ini dapat

dijelaskan dalam istilah penghambatan dari sintesis prostaglandin,

perbedaan substansi interindividu dan intraindividu juga diketahui..

Pada konsentrasi yang lebih tinggi OAINS juga diketahui

menurunkan produksi radikal superoksida, menghambat ekspresi dari

molekul adhesi, menurunkan sintesis nitric oxide (NO), menurunkan

sitokin proinflmanatori (sebagai contoh : TNF-a, IL-1), memodifikasi

aktivitas limfosit, dan mengubah fungsi membran seluler (Brunton,

Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Berbagai jenis OAINS

memiliki tambahan mekanisme kerja yang mungkin melibatkan

penghambatan kemotaksis, dan keterlibatan dengan kejadian

intraseluler yang dikaitkan dengan ion kalsium (Furst & Ulrich,

2007).

Enzim pertama dalam jalur sintesis prostaglandin untuk

menghasilkan prostaglandin G/H (gambar 2.1) disebut enzim

cyclooxygenase (COX). Enzim ini mengkonversi asam arakidonat menjadi intermediat PGG2 dan PGH2 dan membawa pada produksi

dari tromboksan A2 (TXA2) dan variasi dari prostaglandin lain.

Dosis teraputik dari aspirin dan OAINS lain mengurangi biosintesis

dari prostaglandin dengan cara memblok COX dan terdapat hubungan

(16)

dan kerja antiinflamasi (Brunton, Parker, Blumenthal, &

Buxton,2008).

Ada dua bentuk dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1

adalah isoform konstitutif yang dasar ditemukan pada kebanyakan sel

normal dan jaringan, sementara sitokin dan mediator inflamasi yang

menyertai inflamasi menginduksi produksi COX-2. Bagaimanapun,

COX-2 juga diekspresikan secara konstitutif pada beberapa area

tertentu pada ginjal dan otak dan diinduksi pada sel endotel melalui

laminar shear forces. Enzim COX-1 diekspresikan sebagai yang mendominasi, isoform konstitutif pada sel epitelial lambung dan

menjadi sumber utama dari pembentukan sitoproteksi prostaglandin.

Penghambatan dari COX-1 pada sisi ini akan menghasilkan efek

samping pada lambung (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton,

2008).

Gambar 2.6 Mekanisme Kerja Obat Anti Inflamasi Non Steroid

(17)

2. Sebagai Efek Analgesik

OAINS digunakan sebagai analgesik ringan. Tetapi pengenalan

terhadap jenis dari nyeri dan intensitasnya penting dalam penilaian

efek dari analgesik. OAINS efektif ketika inflamasi telah

menyebabkan sentisisasi dari reseptor nyeri terhadap rangsangan

mekanik ataupun kimia. Bradikinin, yang dikeluarkan dari plasma

kininogen dan sitokin seperti TNF-a, IL-1, dan IL-8 tampil dalam

nyeri pada inflamasi. Agen ini melepaskan prostaglandin dan

mungkin beberapa faktor lain yang mempromosikan hiperalgesia.

Neuropeptida, seperti substansi P dan calcitonin gen related peptide

(CGRP) juga terlibat dalam terjadinya nyeri. (Brunton, Parker,

Blumenthal, & Buxton, 2008).

Kapasitas prostaglandin untuk mensentisasi reseptor nyeri

terhadap stimulasi mekanik dan kimia ternyata menghasilkan

penurunan ambang dari polimodal nosiseptor dari serabut saraf C

(Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008).

3. Sebagai Efek Anti-piretik

Regulasi suhu badan membutuhkan keseimbangan antara

produksi dan kehilangan panas; hipotalamus meregulasikan set poin

dimana suhu tubuh diatur. Set poin ini ditingkatkan pada saat panas

(bisa disebabkan karena infeksi, inflamasi, rejeksi graft, atau

keganasan), sebagai hasil dari pembentukan sitokin seperti IL-1β,

IL-6, interferon, dan TNF-α. Sitokin meningkatkan sintesis dari

PGE2 di daerah hipotalamus dan PGE2 meningkatkan siklik AMP

dan memacu hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh dengan

meningkatkan panas dan menurunkan pengeluaran panas. Aspirin

(18)

tidak mempengaruhi temperatur tubuh ketika tubuh melakukan

latihan (exercise) (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008).

2.3.4 Efek Samping dari OAINS

Efek samping dari penggunaan OAINS adalah meningkatnya resiko

dari saluran cerna bagian atas ataupun bawah, bervariasi dari dispepsia

sampai ulserasi dan perdarahan saluran cerna (Schellack, 2012). OAINS

menghasilkan efek samping pada saluran cerna berupa lesi mukosal,

perdarahan, ulkus peptikum dan inflamasi pada usus yang membawa kepada

perforasi, striktur pada usus halus dan besar, yang membawa kepada masalah

yang kronik (Sinha & Gautam, 2013).

2.4 Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid

2.4.1 Definisi

Gastropati OAINS merupakan komplikasi yang sering ditemukan yang

mempunyai karakteristik gejala sindroma dispepsia dengan keluhan perasaan

tidak nyaman di daerah epigastrium disertai kembung dan mual (Manan,

Priosoeryanto, Daldiyono, Estuningsih, & Rahminiwati, 2008). Gastropati

OAINS adalah kelainan yang mengacu kepada spektrum komplikasi saluran

cerna yang berhubungan dengan OAINS, bervariasi antara dispepsia ringan

sampai perforasi, erosi, ulserasi dan perdarahan (Roth, 2012). Gastropati

OAINS disebut sebagai suatu fenomena dimana OAINS menyebabkan

kerusakan mukosa lambung yang menghasilkan kejadian bervariasi dari

dispepsia nonspesifik seperti, ulserasi, perdarahan saluran cerna bagian atas

dan bahkan kematian (Becker, Domschke, & Thorsten, 2004).

Gastropati OAINS ini juga sering disebut sebagai gastropati kimia

(chemical gastropathy). Istilah ini lebih diutamakan karena mengacu kepada perubahan endoskopi dan histologi dari mukosa lambung yang disebabkan

(19)

2.4.2 Faktor Resiko Gastropati OAINS

Faktor resiko gastropati yang perlu dipertimbangkan (tabel 2.2)

seorang individu untuk mendapat gejala gastropati adalah jika individu

tersebut merupakan pasien yang berusia di atas 60 tahun, memiliki riwayat

ulserasi sebelumnya dan sedang menjalani pengobatan osteoartitis (Roth,

2012).

Tabel 2.2 Faktor Resiko Gastropati

Usia > 60 tahun

Jenis kelamin perempuan

Perokok (current smoker)

Riwayat ulserasi atau perdarahan sebelumnya

Kombinasi terapi OAINS

Penggunaan yang bersamaan dari agen antiplatelet, aspirin, kortikosteroid, dan antikoagulan

Sumber Tabel 2.2 : (Roth,2012)

2.4.3 Mekanisme OAINS menginduksi gastropati

OAINS termasuk aspirin, menyebabkan kerusakan mukosa melalui

dua cara utama, yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel

lambung. Inhibisi prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari

COX-1, sementara efek antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi

COX–2. Iritasi epitel lambung berhubungan dengan keasaman OAINS

(Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme yang berbeda dari gastropati yang

disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi saluran cerna, yaitu

melalui : penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif PG,

permeabilisasi membran, dan produksi dari mediator proinflamatori

(20)

1. Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG

Ada dua isoform dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2, yang

memiliki fungsi yang berbeda. Enzim COX-1 bertanggung jawab

terhadap proteksi normal fisiologis dari mukosa lambung. COX-1

penting untuk sintesis dari prostaglandin, yang mana melindungi

lambung dari pengeluaran asam, mengatur aliran darah di mukosa

lambung, dan menghasilkan bikarbonat. Isoform lain, COX-2,

dipicu oleh kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang bervariasi,

dan faktor turunan tumor. Kebanyakan gastropati yang terjadi

disebabkan oleh inhibisi oleh COX-1 oleh OAINS (Sinha &

Gautam, 2013).

2. Membran Permeabilisasi

OAINS juga memiliki efek sitotoksik langsung pada sel

mukosa lambung yang menyebabkan lesi dan luka. Kerusakan

topikal pada jenis ini telah diobservasi pada kasus keasaman dari

OAINS, seperti aspirin yang menghasilkan akumulasi dari OAINS

yang terionisasi, suatu fenoma dinamakan “ion trapping”. Aspirin menurunkan ketidaklarutan air dan menyebabkan difusi kembali

dari ion H+ dan pepsin (Schellack, 2012). Hal itu menunjukkan

bahwa OAINS menyebabkan permeabilisasi membran membawa

kepada kerusakan sawar epitel. OAINS juga dapat menginduksi

baik nekrosis dan apoptosis pada mukosa sel lambung (Sinha &

Gautam, 2013).

3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori

Inhibisi dari sintesis PG oleh OAINS membawa kepada

aktivasi jalur lipooksigenase dan peningkatan sintesis leukotrien.

Leukotrien menyebabkan inflamasi dan iskemia jaringan dan

(21)

juga produksi dari mediator proinflamatori yang ditingkatkan

seperti tumor necrosing factor. Hal ini kemudian menjadikan oklusi mikrovesel yang membawa kepada penurunan aliran

pembuluh darah dan pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas

akan bereaksi dengan asam lemak yang tidak jenuh dari mukosa

dan akhirnya membawa kepada peroksidasi lemak dan kerusakan

jaringan (Sinha & Gautam, 2013).

Gambar 2.7 Mekanisme Gastropati yang disebabkan oleh OAINS

(Sinha & Gautam, 2013)

2.4.4 Hubungan COX-2 dengan terjadinya gastropati

Enzim COX-2 berhubungan dengan terjadinya efek samping pada

saluran cerna. Hipotesis menunjukkan bahwa penghambatan selektif COX-2

akan menghematkan pengeluaran COX-1 yang memediasi PG, dan hanya

menghambat COX-2 yang memediasi PG yang terlibat dalam proses

(22)

mukosa, dan hal ini menunjukkan bahwa kedua isoform COX bertanggung

jawab untuk proses fisiologis dari kerusakan jaringan. Penelitian yang

dilakukan pada hewan, dimana dilakukan inhibisi COX-1 secara selektif,

tidak terlihat proses inhibisi itu menghasilkan kerusakan lambung yang

signifikan. Dalam penelitian lain dikatakan, inhibisi selektif COX-2

menghasilkan komplikasi saluran cerna yang lebih bahaya dibandingkan

penggunaan OAINS yang non selektif (Schellack, 2012).

2.4.5 Gejala Klinis Gastropati OAINS

Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati OAINS

adalah sindroma dispepsia, perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium,

disertai kembung dan mual. (Manan, Priosoeryanto, Daldiyono,

Estuningsih, & Rahminiwati, 2008). Gastropati OAINS mengacu kepada

spektrum yang bervariasi dari dispepsia ringan, dan ketidaknyamanan perut

sampai kepada perforasi yang lebih serius, erosi, ulserasi dan perdarahan

(Roth, 2012). Manifestasi klinis dari penggunaan OAINS dapat bergantung

pada keparahannya. Penggunaan OAINS dapat menyebabkan beberapa

keadaan serius, dan kompilkasi yang mengancam jiwa (Schellack, 2012).

2.4.6 Diagnosis dan insidensi Gastropati OAINS

Gastropati, biasanya terjadi pada region prepilorik, merupakan suatu

komplikasi umum penggunaan jangka panjang dari OAINS. Walaupun

secara superfisial gastropati OAINS dapat memberikan tanda dan gejala

dengan kelainan saluran cerna lainnya, seperti penyakit ulserasi peptikum,

gastropati OAINS berbeda dari penyakit klasik ulserasi peptikum

berdasarkan perbedaan patofisiologinya, lokasi anatomi, pola secara klinis,

dan isitilah yang digunakan untuk menekankan perbedaan tersebut (Roth,

2012).

Ulserasi peptikum yang klasik dimediasi oleh asam, berhubungan

(23)

berusia muda, biasanya lelaki sesuai demografik. Ulserasi peptikum juga

berhubungan dengan pemakaian jangka panjang dari OAINS, walaupun

non-OAINS, non-H.pyolri juga dapat menyebabkan penyakit ulserasi peptikum (Roth, 2012).

Diagnosa gastropati OAINS dapat ditegakkan dari gejala klinis

gastropati OAINS yang dapat bervariasi mulai dari dispepsia dan nyeri

bagian perut sampai kepada komplikasi yang fatal seperti perforasi, ulserasi,

dan perdarahan. Sebagai tambahan, lesi yang tidak memberikan gejala

(asimtomatik), adalah yang paling sering ditemukan pada kasus gastropati

OAINS. Endoskopi dapat menjadi alat diagnostik pada beberapa kasus, bila

diagnosisnya masih belum jelas, dan penggunaan endoskopi tidak selalu

diindikasikan (Roth, 2012).

Diagnosis juga diperkuat dengan melihat adanya faktor resiko yang

memicu terjadinya gastropati OAINS, seperti penyakit komorbid (yang

memperparah) seperti osteoartritis, reumatoid artritis, ankylosing

spondylitis, penyakit muskuloskeletal dan penyakit kardiovaskular yang

memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan gastopati yang disebabkan

oleh pemakaian OAINS (Roth, 2012).

Insidensi penggunaan OAINS yang secara klinis signifikan

berhubungan dengan efek samping pada saluran cerna adalah empat kali

lebih besar dibandingkan dengan populasi umum yang tidak mendapat

terapi OAINS (Roth, 2012).

2.4.7 Pengobatan Gastropati OAINS

Ketika mengindentifikasi dan menurunkan resiko terjadinya

gastropati yang disebabkan oleh penggunaan OAINS, prinsip teraputik

(24)

1. Memberikan terapi OAINS yang bersamaan dengan proton pump

inhibitor (PPI), atau misoprostol, akan mengurangi resiko ulserasi dan

komplikasi pada pasien yang beresiko.

2. Menggunakan inhibitor COX-2 yang non-selektif, tidak secara

keseluruhan menghilangkan ulserasi dan komplikasi, tapi setidaknya

mengurangi resiko, dan tetap harus melakukan evaluasi terhadap

profil kardiovaskular pasien.

3. Ketika menggunakan strategi gastroprotektif, pasien harus di

evaluasi secara keseluruhan (Schellack, 2012)

Terapi terbaru untuk mencegah kerusaan mukosa lambung :

1. Mengidentifikasi profil pasien yang memiliki resiko

Resiko dapat diturunkan dengan substitusi OAINS dengan OAINS

non-analgesik seperti parasetamol. Hal ini mungkin tidak mudah,

khususnya pada pasien dengan kondisi inflamasi yang berat seperti artritis.

Gambar 2.3 akan menunjukkan algoritma yang mungkin untuk

manajemen pasien yang cenderung memakai OAINS dalam jangka waktu

(25)

2. Kombinasi Terapi OAINS dengan Gastroprotektif

Analog prostaglandin diresepkan bersama dengan OAINS untuk

mengganti prostaglandin di mukosa lambung yang telah dirusak oleh

OAINS (Sinha & Gautam, 2013). Sebagai contoh, misoprostol.

Misoprostol adalah analog sintetik dari prostaglandin E. Walaupun

penggunaan misoprostol didemonstrasikan untuk menurunkan resiko

ulserasi pada saluran cerna, telah dibuktikan bahwa misoprostol memilki

efek samping. Efek samping yang terjadi berupa, nyeri pada daerah perut,

mual, diare, dan penggunaanya harus dihindarkan pada wanita yang

menyusui (Schellack, 2012).

3. Kombinasi Terapi OAINS dengan Proton Pump Inhibitor (PPI)

PPI secara ireversibel terikat pada pompa proton ( H+–K+–ATPase)

yang menghambat sekresi asam lambung. Sebagai contoh Lansoprazole

telah dibuktikan untuk melindungi dan menyembuhkan mukosa lambung

setelah diinduksi oleh pemakaian OAINS, melalui inhibisi apoptosis, dan

stimulasi dari peningkatan kelangsungan hidup sel dan proliferasi sel

(Schellack, 2012). PPI efektif juga dalam pencegahan ulserasi ketika

diberikan bersamaan dengan OAINS (Sinha & Gautam, 2013).

Penambahan dari PPI terhadap pemberian OAINS telah menunjukkan

efek proteksi pada saluran cerna baik pada penggunaan OAINS jangka

pendek ataupun jangka panjang. Dibandingkan dengan prostaglandin

analog, PPI secara terapi lebih superior. Penggunaan yang lama dari PPI

berhubungan dengan resiko fraktur panggul pada orang tua. PPI juga

dapat menyebabkan penurunan serum level magnesium, dan jika

digunakan untuk periode yang lebih lama akan meningkatkan resiko

kardiovaskular. Penambahan PPI terhadap OAINS meningkatkan resiko

(26)

4. Kombinasi Histamin H2-Reseptor antagonis terhadap OAINS

Histamin H2-reseptor antagonis melindungi saluran cerna akibat

pemakaian OAINS dengan cara memblok kerja dari histamin pada sel

parietal di lambung, sehingga menurunkan produksi asam oleh sel ini

(Roth, 2012). H2 reseptor antagonis adalah obat pertama yang digunakan

sebagai pencegahan mekanisme terjadinya ulserasi peptikum yang

diinduksi oleh penggunaan OAINS. Tetapi, tidak ada tanda perbaikan

yang diamati pada kasus perdarahan mukosa lambung, sehingga obat ini

tidak direkomendasikan lagi (Sinha & Gautam, 2013).

5. Penggunaan COX-2 inhibitor

Sesuai dengan namanya, obat ini bekerja dengan cara menghambat

COX-2, sebagai efek anti-inflamasi yang akan melindungi saluran cerna.

Sejauh ini, celecoxib dan rofecoxib adalah inhibitor COX-2 yang paling

efektif dan menunjukkan kemanjuran di antara OAINS nonselektif

lainnya terhadap efek pada mukosa saluran cerna dan efek samping

saluran cerna lainnya (Sinha & Gautam, 2013). Pengobatan dengan

COX-2 berhubugan dengan peningkatan resiko infark miokard, oedem

perifer, toksisitas renal, dan peningkatan tekanan darah. (Roth, 2012).

Setiap pasien yang menggunakan coxib harus dievaluasi secara teliti,

baik resiko maupun keuntungannya. Kemungkinan ada hubungan antara

dosis dan toksisitas kardiovaskular terhadap penggunaan celecoxib.

Ketika menggunakan obat ini, harus diberikan pada dosis terendah yang

paling memungkinkan, dan durasi yang paling cepat. (Schellack, 2012).

Pendekatan Terbaru terhadap pengobatan Gastropati OAINS :

1. Prodrug OAINS

Prodrug dari OAINS adalah agen potensial untuk meningkatkan

potensial aktivitas antioksidan, solubilitas dan disolusi air, dan

(27)

aktivitas asetilkolinesterase. Telah diamati bahwa NO memberikan suatu

proteksi pada saluran cerna. NO dibentuk oleh kerja dari NO sintase yang

meningkatkan mukus dan sekresi bikarbonat dan juga mikrosirkulasi dan

menurunkan perlengketan neutrofil (Sinha & Gautam, 2013). NO juga

telah diketahui sebagai vasodilator. Pemberian agen ini akan

meningkatkan resistensi dari mukosa lambung terhadap lesi yang

dihasilkan dari pemakaian OAINS atau substansi berbahaya lainnya

(Schellack, 2012).

2. Penghambatan dari COX dan 5-LOX

OAINS yang menginduksi COX juga meningkatkan produksi

leukotrien, yaitu salah satu mediator inflamasi potent. Pendekatan terakhir

terhadap terjadinya lesi pada saluran cerna yang diinduksi oleh OAINS

adalah disebabkan oleh inhibisi dari COX/ 5-LOX (Sinha & Gautam,

2013).

3. Peran Laktoferin dalam menurunkan kerusakan saluran cerna

Beberapa penelitian melaporkan bahwa kolostrum bovin memiliki

kemampuan untuk mencegah ulserasi yang disebabkan oleh OAINS.

Penelitian lebih lanjut mendemonstrasikan peran rekombinan laktoferin

pada manusia menurunkan perdarahan saluran cerna akut yang diinduksi

oleh pemakaian OAINS (Sinha & Gautam, 2013).

4. Peran Glukokortikoid sebagai gastroprotektif

OAINS yang merupakan sama dengan stimulasi stres menginduksi

produksi glukokortokoid yang membantu mukosa lambung untuk bertahan

terhadap stimulus yang berbahaya dari obat tersebut. Efek gastroprotektif

dari glukokortikoid selama pengobatan dengan OAINS dapat dimediasi

oleh beberapa mekanisme, termasuk pengaturan aliran darah mukosa

lambung, produksi mukus, dan proses perbaikan. Sebagai tambahan,

(28)

oleh HPA aksis dan dapat berkontribusi untuk melindungi mukosa

lambung dengan mengatur homeostasis, termasuk kadar gula darah dan

tekanan darah sistemik, yang dapat sebagai pengaruh penting untuk

Gambar

Gambar 2.1 Pembagian daerah anatomi lambung
Gambar 2.3 Kelenjar oksintik di lambung ( Harrison, 2008 )
Gambar 2.4 Mekanisme Sekresi HCl  (Sherwood, 2010)
Gambar 2.5 Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa lambung (Kasper,
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Duha secara keseluruhan Jenis Lisan Instrumen Unjuk kerja 2 jampel Buku paket Al-Qur’an Kaset VCD al-Qur’an 4.2 Menghafal Surat al- Bayyinah dengan baik dan fasih Surat

Membebaskan Retribusi Pelayanan Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Untuk keluarga Miskin di Kabupaten Bantul dengan jenis pelayanan sebagaimana teesebut dalam lampiran

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 264 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN SEBAGIAN KEWENANGAN DI BIDANG

1 Pengadaan media pengujian kimia 67.870.000 Pengadaan Langsung LPPMHP Semarang PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

1 Sistem informasi perikanan budidaya, 1 paket 200.000.000 Seleksi Sederhana Kota Semarang. VII Kegiatan Peningkatan Pelayanan Mutu Usaha

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara psikologis akan pulih dalam waktu 3

Penelitian siklisasi lateks karet alam dengan katalis asam sulfat ini dilakukan untuk mengetahui kinetika reaksi siklisasi lateks karet alam dan nilai konstanta