• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Makna Simbolik Jilbab dalam Komunitas Berjilbab (Hijabers Community)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Makna Simbolik Jilbab dalam Komunitas Berjilbab (Hijabers Community)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam, berhijab diwajibkan bagi perempuan untuk menjaga fitrahnya. Adapun pengertian

hijab ini sebenarnya sangat luas. Menilik dari sejarah, kata hijab berasal dari bahasa Arab yang secara leksikal bermakna tirai, penghalang, dan sesuatu yang menjadi penghalang atau pembatas antara dua hal. Tetapi lebih sering digunakan untuk memisahkan ruangan seperti di mesjid-mesjid, khususnya antara lelaki dan perempuan agar tidak bertatap muka. Dalam kitab suci Al Qur’an menyebut penutup seorang wanita dengan kata “hijab” yang artinya penutup secara umum yakni dalam QS. Al Ahzab {33}:53 . (Qadir, 2005:255)

Di Indonesia sendiri, hijab yang lebih sering merujuk pada kerudung atau jilbab ditunjukkan sebagai sesuatu yang selalu digunakan untuk menutupi bagian kepala hingga dada wanita. Namun dalam keilmuan Islam hijab tidak terbatas pada jilbab saja, namun merujuk pada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama (syari’). Meski demikian, beberapa pengertian tersebut sama-sama memiliki makna sebagai penutup atau penghalang (Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Hijab).

(2)

tetap tinggal di rumah dan tidak pernah keluar darinya, tetapi hijab yang dimaksudkan adalah agar wanita menutup badannya ketika berbaur dengan laki-laki, tidak mempertontonkan kencantikan dan tidak pula mengenakan perhiasan (Muthahhari, 2008).

Terlepas dari segala dilema sejarah dan pengertiannya, jilbab dan pakaian yang menutupi sebagian besar tubuh wanita, diakui atau tidak adalah bagian dari tradisi dan ajaran agama-agama. Jilbab telah menjadi simbol kebaikan dan ketaatan terhadap sebuah keyakinan. Hampir semua agama menggunakan dan menghormatinya sebagai simbol pakaian yang agung, meski tidak semua menetapkannya sebagai kewajiban. Jilbab merupakan identitas tentang sebuah kebaikan, kesopanan dan ketaatan. Tetapi tentu saja jika dikaitkan dengan moralitas secara personal, tetap bergantung pada ahlak pemakainya.

Memakai hijab atau jilbab memang menjadi kewajiban setiap muslimah, tetapi sayangnya sampai saat ini banyak perempuan-perempuan yang masih enggan menggunakannya. Alasannya sangat beragam, dari hijab dianggap menghambat aktivitas, kurang gaya (stylish) dan sebagainya. Namun di kota Medan sendiri, ada komunitas khusus untuk wanita muslimah yang bernama

Hijabers Community atau Komunitas Hijabers Medan (HM). Komunitas tersebut baru saja dibentuk pada November 2010 lalu, namun keanggotaannya kini sudah mencapai 200 orang lebih wanita muslimah yang menggunakan hijab di Medan. (Harian Sumut Pos; Jum’at, 2 Maret 2012. Hal. 24).

(3)

sudah berkarir. Dari segi ekonomi, mereka termasuk ekonomi kelas menengah ke atas. Komunitas ini rutin melaksanakan pengajian sebulan sekali dari rumah ke rumah para anggotanya, menunjukkan kegiatan positif pada orang tua, lalu setelah pengajian buka sesi sharing dan cara berbusana dan berjilbab ala hijabers. Mereka selalu mengizinkan para orang tua memantau kegiatan mereka di pengajian untuk menghapus pandangan negatif bahwa pengajian identik dengan ajaran sesat dan terorisme. Setiap bulan, komunitas ini selalu memberitahu lokasi, tema dan pemateri pengajian kepada setiap anggotanya atau kepada umum di berbagai jejaring sosial seperti facebook, twitter, blacberry massenger. Terkadang di setiap

tausyiah (pertemuan pengajian) mereka juga menggunakan dress code tertentu agar terlihat seragam (Tribun Medan; 26 Februari 2012. Hal. 10).

Namun meski telah berusaha menunjukkan berbagai sisi positifnya, beberapa orang mengidentikkan Komunitas Hijabers dengan kaum “sosialita” atau “sosialita berjilbab” mengingat betapa modisnya mereka berbusana dan melihat dari foto-foto kegiatan yang telah mereka publish (diterbitkan) di beberapa jejaring sosial baik di Blog, Facebook, dan Twitter, memang anggota komunitas ini sebagian besar terlihat berasal dari kalangan menengah ke atas. Pakaian dan aksesoris jilbab yang merekagunakan pun sangat trendi dan terkesan mewah.

(4)

fashionable (modern). Tapi kini tidak sedikit perempuan muslim yang memakai jilbab di lingkungan kerja, di kampus-kampus atau sekolah, di mall-mall, bahkan untuk kegiatan olahraga pun tidak menghalangi perempuan untuk memakai jilbab. Dalam perspektif sosiologi agama, jilbab adalah suatu gejala yang terkait dalam dimensi sosial. Jilbab adalah salah satu perintah dalam agama Islam yang diwajibkan kepada kaum wanita untuk mengenakannya. Namun pada saat ini jilbab menjadi sebuah gejala sosial yang dalam satu sisi bernilai positif dan sisi lain menyimpan nilai negatif. Jilbab kini diinterpretasikan sebagai subjektifitas individu, seperti banyak yang memahami berjilbab sebagai perintah agama dan sebuah keharusan, sugesti, fashion, dan ada pula yang beranggapan sebagai paksaan belaka.

(5)

Dari sisi sosiologi, ini juga termasuk kedalam stratifikasi sosial karena merujuk pada kelompok. Pengelompokkan terhadap suatu komunitas didasarkan pada simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga baik secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Artinya selama ada yang dianggap berharga atas simbol-simbol ini dalam suatu komunitas maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial atau komunitas.

Komunitas hijabers ini jelas telah menjadi sebuah fenomena dan sorotan. Persepsi wanita berjilbab tidak bisa 'gaul', modis, dan trendi mereka patahkan dengan gaya berpakaian mereka yang sangat fashionable (modern) dan up to date

(sesuai zaman/ mengikuti tren terkini). Di sisi lain, mereka tetap berusaha untuk menjaga keimanan mereka dengan mempelajari agama secara lebih menarik. Adanya komunitas hijabers tentu menuai banyak pro dan kontra. Mereka yang pro akan komunitas ini sebagai gerakan pembaharuan islam, pembaharuan persepsi mengenai wanita berjilbab dalam islam yang terkesan sangat tertutup. Sementara, pertanyaan-pertanyaan mengenai kesyar'ian jilbab akan terus dilancarkan mereka yang kontra dengan adanya fenomena sosialita berjilbab. Berdasarkan dari beberapa uraian di atas maka timbul ketertarikan dan rasa keingintahuan penulis untuk meneliti lebih dalam tentang makna simbolik jilbab dalam komunitas

hijabers Medan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusaan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana makna simbolik jilbab dalam Komunitas

(6)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari permasalahan diatas untuk memahami serta menganalisis bagaimana pemaknaan jilbab di dalam komunitas hijabers mengenai jilbab yang mereka kenakan sebagai suatu simbol.

1.4Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri sendiri ataupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Sosiologi khususnya untuk menambah kajian tentang Pengembangan Masyarakat, Sosiologi Perkotaan serta Sosiologi Pembangunan.

(7)

1.5Defenisi Konsep 1.5.1 Makna Simbolik

Makna simbolik erat kaitannya dengan interaksionisme simbolik. Menurut Herbert Blummer, istilah interaksionisme simbolik merujuk pada sifat khas dari interaksi antar manusia, yaitu manusia saling menerjemahkan dan mendefenisikan tindakannya. Interaksi bukan hanya reaksi belaka dari tindakan orang lain, melainkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain. Sedangkan interaksi tersebut biasanya diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dapat disimpulkan bahwa makna simbolik itu adalah suatu proses percakapan pada diri sendiri tentang bagaimana seseorang itu memaknai, menginterpretasikan atau mendefinisikan sesuatu lalu kemudian memutuskan bertindak dan berinteraksi dengan individu lain berdasarkan makna tersebut. Tindakan yang dihasilkan dari pemaknaan simbol tersebut merupakan karakeristik khusus dalam tindakan sosial itu sendiri dan proses sosialisasi.

Dalam interaksionisme simbolik, seseorang memberikan informasi hasil dari pemaknaan simbol dari perspektifnya kepada orang lain. Dan orang-orang yang menerima informasi tersebut bisa jadi akan memiliki perspektif lain dalam memaknai informasi yang disampaikan oktor pertama tadi. Dengan kata lain aktor akan terlibat dalam proses saling mempengaruhi tindakan sosial.

1.5.2 Jilbab

(8)

berbeda-beda. Di India disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia. Sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.

Di Indonesia, penggunaan kata “jilbab” digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke-7 tahun 1984 belum ada kata jilbab, kata yang digunakan adalah kata yang belum populer saat itu yaitu hijab yang merujuk pada kain penutup aurat bagi perempuan muslim. Namun dalam kosakata KBBI tahun 1990, jilbab merupakan kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke dada. Kesimpulannya, hijab merupakan pakaian yang menutupi bagian tubuh (aurat) perempuan secara keseluruhan, sedangkan jilbab merupakan kain yang menutupi bagian kepala, rambut, leher hingga ke dada.

1.5.3 Komunitas Sosial

(9)

1.5.4 Komunitas Hijabers

Referensi

Dokumen terkait

Pameran merupakan salah satu alternatif bagi sebuah perusahaan atau toko untuk memasarkan produknya.Salah satu jenis pameran adalah pameran pakaian.Pakaian tentunya

Meskipun teknologi telah berkembang dan memudahkan arus informasi, ternyata belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh pihak terkait ISI Yogyakarta, minimnya informasi dari

dalam sequence yang menjadi subjek penelitian khususnya pada film Hachiko: A Dog’s Story yang dijelaskan melalui pembedahan makna 9aying9y9e, konotatif,

Kesimpulan dalam penelitian yaitu terdapat pengaruh implementasi evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah terhadap kinerja organisasi perangkat daerah di Kota

Jawa Tengah menunjukkan bahwa hampir semua telah resisten terhadap sipermetrin 0,05% dengan persen kematian nyamuk uji 10%-63,33%, kecuali sampel dari Kabupaten

digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk melihat kesiapsiagaan sekolah dasar ditinjau dari sarana dan prasarana dalam menghadapi bencana di Sekolah

Distribusi pendapatan pengelolaan kebun kopi antara pemilik kebun kopi dengan pengelola di Desa Wih Tenang Uken Kabupaten Bener Meriah yaitu pemilik kebun memberikan

Zvučni efekti na svoj način potpuno podižu doživljaj filma: šamar, koji junaku filma opali njegov protivnik, neće imati toliko uvredljiv efekt ako nije popraćen sočnim i