• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar - DWI FEBRI HARDIYANINGRUM BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar - DWI FEBRI HARDIYANINGRUM BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia Dini

1. Pengertian Perkembangan Motorik Kasar

Motorik kasar (gross motor) merupakan gerakan yang banyak menggunakan otot-otot kasar, meliputi: aktivitas berlari, memanjat, melompat atau melempar (Syaodih, Ernawulan 2005: 31).

Muhbbin (dalam Samsudin, 2008: 10) menyebut motorik dengan istilah “motor“. Menurutnya, motor diartikan sebagai istilah yang menunjukkan pada hal,

keadaan dan kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakannya, demikian pula kelenjar-kelenjar juga sekresinya (pengeluaran cairan atau getah).

Menurut Zulkifli (dalam Samsudin, 2008: 11) bahwa yang dimaksud dengan motorik adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Lebih lanjut dijelaskannya behwa dalam perkembangan motorik terdapat tiga unsur yang menentukannya yaitu otot, saraf dan otak, sehingga ketiga unsur tersebut saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motorik yang lebih sempurna.

(2)

bayi sampai dewasa yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan perkembangan motorik yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Cratty, 1967 (dalam M, Yudha dkk, 2005: 114) mengatakan bahwa perkembangan motorik berkaitan dengan kematangan mekanisme otot, saraf yang memberikan penampilan progresif didalam keterampilan motorik.

2. Tujuan dan Fungsi Perkembangan Motorik Kasar

Menurut M, Yudha dkk (2005: 114) mengatakan tujuan dan fungsi perkembangan motorik merupakan penguasaan keterampilan yang tergambar dalam kemampuan menyelesaikan tugas motorik tertentu. Kualitas motorik terlihat dari seberapa jauh anak tersebut mampu menampilkan tugas motorik yang diberikan dengan tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas motorik tinggi, berarti motorik yang dilakukannya efektif dan efisien. Sehingga motorik kasar, memiliki tujuan dan fungsi pengembangan motorik kasar pada anak.

1) Tujuan pengembangan motorik kasar meliputi: (a) Mampu meningkatkan keterampilan gerak.

(b) Mampu memelihara dan meningkatkan kebugaran jasmani. (c) Mampu menanamkan sikap percaya diri.

(d) Mampu bekerjasama.

(e) Mampu berperilaku disiplin, jujur dan sportif. 2) Fungsi pengembangan motorik kasar meliputi:

(3)

(b) Membentuk, membangun serta memperkuat tubuh anak.

(c) Melatih keterampilan dan ketangkasan gerak juga daya pikir anak. (d) Sebagai alat untuk meningkatkan perkembangan emosional. (e) Meningkatkan perkembangan sosial.

(f) Menumbuhkan perasaan senang dan memahami manfaat kesehatan pribadi.

Menurut Wulan, Ratna (2011: 23) mengatakan bahwa saat anak mulai masuk TK, anak itu mulai bergaul dengan teman sebayanya sehingga anak semakin banyak menghabiskan waktu untuk bermain aktif bersama temannya, perkembangan yang dialami anak akan mempengaruhi keterampilannya dalam bergerak dan bermain, sehingga perkembangan motorik memiliki fungsi perkembangan bagi anak seperti yang dikemukakan oleh para ahli.

Elizabeth Hurlock (1956) membedakan beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik diantaranya:

a) melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang.

b) Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi “helplessness” (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya ke kondisi yang independence” (bebas, tidak bergantung) dan akan menunjang perkembangan “self confidence” (rasa percaya diri).

(4)

d) Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain serta bergaul dengan teman sebayanya, namun apabila perkembangan motoriknya tidak normal akan menghambat anak untuk bergaul sehingga anak akan terkucilkan atau menjadi anak yang “fringer” (terpinggirkan).

e) Keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan “self concept’ (kepribadian anak).

Menurut Wulan, Ratna (2011: 24) bahwa pertumbuhan fisik anak juga akan mempengaruhi cara pandang terhadap diri sendiri, hal ini dikarenakan anak memiliki kecenderungan untuk membandingkan apa yang terlihat pada dirinya sendiri dengan anak lain yang sebaya. Pada pertumbuhan fisik anak yang mudah terlihat adalah ukuran tubuhnya, seperti tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuhnya.

3. Tahapan Motorik Kasar Anak Usia Dini

Menurut Samsudin (2004: 19) mengatakan bahwa anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6 tahun, pada usia ini secara terminologi disebut dengan anak TK. Perkembangan gerak anak pada usia ini merupakan kelanjutan dari perkembangan gerak yang telah terjadi pada saat masa bayi.

(5)

dengan keluaran aktivitas motorik, sedangkan Myers (1986: 1400), sensasi merupakan proses yang dirasakan dan dialami energi oleh rangsangan indra tertentu. Adanya sensasi tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu proses yang terjadi di dalam sistem pusat. Manusia memiliki enam indra sebagai saluran penerima data kasar terhadap lingkungannya, diantaranya penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, pengecapan dan kinestetik.

Menurut Lerner (1981: 189) dalam Abdurrahman, Mulyono (2009: 144) beberapa penulis menyebut bahwa ada hubungan sensorimotor dengan perseptual-motor. Bahwa perseptual-motor merupakan interaksi dari berbagai macam saluran persepsi dengan aktivitas motorik, sedangkan Myers (1986: 140), persepsi merupakan organisasi dan interpretasi informasi sensoris, yang memungkinkan kita menyadari berbagai objek dan peristiwa dengan penuh arti. Lerner (1981: 189) mendefisinikan persepsi sebagai proses pengorganisasian data kasar yang dicapai melalui berbagai indra dan interpretasi makna mereka, sedangkan informasi perseptual merupakan perbaikan dari informasi sensoris.

Menurut Samsudin (2008: 12) membagi empat tahapan perkembangan kognitif yang berkaitan dengan perkembangan motorik pada anak diantaranya: tahap sensorimotor dan perkembangan motorik anak, tahap preoperasional dan perkembangan motorik anak, tahap konkret operasional dan perkembangan motorik anak, formal operasional dan perkembangan motorik anak.

(6)

kemampuan untuk belajar serta meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari perilaku gerak dan konsekuensinya. Menurut piaget, gerak selalu berhubungan dengan proses berpikir pada tahap sensorimotor, pengetahuan dan berpikir muncul sebagai hasil atau akibat dari perilaku yang terjadi melalui gerak tubuh.

Piaget (dalam Samsudin, 2008: 13) pada tahap preoperasional dan perkembangan motorik anak piaget memberi penekanan berupa batasan yang mana anak tersebut masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir logis dan melakukan tindakan yang sederhana, sehingga piaget membagi menjadi dua sub bagian, yaitu: prekonseptual adalah anak yang berusia antara 2 tahun sampai 4 tahun, sedangkan intuitif adalah pada anak yang berusia 4 tahun sampai 6 tahun. Pada tahapan tersebut dapat dikatakan anak prasekolah sudah mulai melakukan berbagai bentuk gerakan dasar seperti berjalan, berlari menendang, melempar dan berbagai kegiatan yang lainnya.

Menurut Musfiroh, Tadkiroatun (2005: 197) perkembangan kinestetik anak usia 5-6 tahun sangatlah pesat, sehingga pada usia 5-6 tahun anak mulai mengembangkan keterampilan-keterampilan baru dan memperbaiki keterampilan yang sudah dimilikinya.

(7)

senam dimana aktivitas-aktivitas tersebut masuk ke dalam wilayah pendidikan jasmani.

Menurut Samsudin (2008: 13) pada tahapan konkret operasional dan perkembangan motorik anak banyak ahli yang meyakini bahwa seorang anak mencapai tahap konkret operasional karena anak tersebut telah bertambah kemampuannya, karakteristik umum dari tahapan konkret operasional adalah bertambahnya kemampuan dalam pemecahan masalah. Pada masa ini anak bukan tergolong prasekolah lagi namun sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia sekolah, dalam masa ini perkembangan motorik anak mengalami transisi, sehingga pada periode ini motorik anak sudah mulai ada peningkatan keterampilan gerak yang lebih kompleks.

Menurut Samsudin (2008: 13) pada tahapan operasional dan perkembangan motorik anak merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan ide-ide yang tidak didasarkan realita. Sedangkan menurut piaget, mengatakan banyak individu tidak mencapai tahapan seperti yang dikatakan, terutama pada anak yang memiliki intelegensi rendah.

Para ilmuwan berpendapat bahwa menurunnya tingkat kebugaran fisik, lemahnya tubuh dan bentuk postur yang kurang bagus adalah sebagian akibat dari terbelenggunya gerak tubuh anak („Athif Abul „id dan Syeikh Muhammad,

(8)

B. Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Di TK

1. Pengertian Bermain Engklek

Engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki. Permainan ini secara umum dimainkan di Indonesia. Didaerah Jawa, permainan ini disebut engklek, sedangkan di Jawa Barat disebut sondah. Di provinsi NAD dikenal dengan nama main panci, Di Sulawesi Tengah namanya nokadende, sedangkan di Maluku namanya gici-gici (Wahyuningsih, Sri 2009: 49).

Menurut Rahmawati, Ami (2009: 10) mengartikan bahwa Permainan engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki, biasanya permainan ini terdapat di daerah jawa barat dan daerah luar jawa.

Dari pengertian yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bermain engklek merupakan permainan meloncati garis dengan satu kaki maupun dua kaki di dalam kotak yang terbatas. Dalam permainan ini juga memiliki aturan yang harus dipatuhi oleh para pemainnya agar pemain dapat memenangkan permainan secara sportivitas.

2. Media dan Peralatan Bermain Engklek

Media dan peralatan yang di gunakan dalam permainan engklek/sondah adalah sebagai berikut:

(9)

3. Langkah-langkah Bermain Engklek

a. Tahap Persiapan

1) Mempersiapkan pemain.

2) Mempersiapkan tempat main (membuat gambar/denah untuk main).

3) Mempersiapkan pecahan genting untuk kojo/patah, setiap pemain memiliki satu patah (pecahan genting).

4) Menentukan pemain perorangan/beregu (setiap regu 2 orang). b. Tahap Pelaksanaan

1) Untuk menentukan siapa yang pertama kali main terlebih dahulu di lakukan undian dengan cara suit, orang yang menang suit itulah yang main terlebih dulu.

2) Pemain pertama berdiri dekat garis putus-putus (kaki jangan sampai menginjak garis) masing-masing pemain memegang satu buah kojo/patah (pecahan genting) untuk memulai permainan.

(10)

3) Masing-masing sepasang pemain melempar kojonya pada kotak 1, apabila kojonya keluar garis atau kojonya di kotak yang lain tidak ke kotak 1 maka anak tersebut tidak bisa melanjutkan permainan, apabila anak berhasil melempar kojonya maka permainan di lanjutkan dengan melompati kotak 1 (yang ada kojonya) dengan cara engklek (satu kaki) ke kotak 2, kemudian kotak 3, lalu pemain yang satu cabrek/prak ke kotak 4 dan 5 sedangkan pemain yang satunya cabrek ke kotak 6 dan 5, lalu kedua pemain engklek ke kotak 7 dan di lanjutkan cabrek/prak ke gambar segitiga.

4) Setelah cabrek/prak ke gambar segitiga,kedua pemain tersebut kembali ke kotak 7 lalu cabrek/prak ke kotak 4 dengan 5, 6 dengan 5, engklek ke kotak 3, dan kotak 2, setelah sampai di kotak 2 ke dua pemain tersebut mengambil kojonya yang ada di kotak 1 (bekas kojo) dan kembali pada garis putus-putus (garis batas).

5) Lakukan kegiatan seperti tadi dengan melempar kojonya ke nomor kotak selanjutnya sampai pada kotak 8 (segitiga).

6) Pemain yang lebih dahulu menyelesaikannya, itulah yang menjadi pemenang.

(11)

Kelebihan dalam bermain engklek ini, kemampuan fisik motorik anak dapat dikembangkan, melalui melempar pecahan genting dengan jarak yang lebih jauh, dapat melompat dengan satu kaki bergantian, dan dapat berjalan maju mundur di dalam kotak yang terbatas dengan stabil serta dapat melatih keseimbangan tubuh. Melalui bermain engklek anak dapat membedakan bentuk (persegi panjang, bujur sangkar, dan segitiga), anak dapat sabar menunggu giliran sehingga terbiasa antre, anak dapat mengenal dan mengikuti peraturan yang ada, anak juga memahami sebab akibat jika melakukan dan melanggar aturan dalam bermain sehingga melatih sikap sportivitas. Anak dapat menyatu dengan alam, karena alatnya dibuat dari benda-benda yang ada disekitar lingkungan dan bermainnyapun di tempat yang terbuka. Melatih anak untuk belajar menghitung jarak lempar, serta anak dapat memperkirakan luas bidang yang ada sehingga lemparan kojo tidak keluar dan tidak kegaris.

Kelemahan dari bermain engklek adalah anak tidak bisa menanamkan kemandirian, karena dalam bermain engklek terikat dalam peraturan-peraturan yang sudah ditentukan. Membutuhkan tempat yang cukup luas dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menyelasaikan permainan.

4. Ciri – ciri Bermain

(12)

Smith et al.1999, Rubin, Fein dan Vandenberg (dalam Johnson et al. 1999), mengungkapkan ciri-ciri dalam kegiatan bermain sebagai berikut:

a) Bermain di lakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya bermain muncul dengan kemauan pemainnya dan di lakukannya juga atas kepentingannya sendiri.

b) Orang yang terlibat di dalam bermain memiliki perasaan yang di warnai oleh

emosi-emosi yang positif. Walaupun di dalam bermain tidak tampil adanya

emosi yang positif namun di dalam kegiatan bermain memiliki nilai baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.

c) Kegiatan bermain memiliki sifat fleksibilitas, maksudnya para pemainnya bebas untuk beralih dari satu aktivitas ke aktivitas yang lainnya.

d) Dalam kegiatan bermain lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.

e) Dalam kegiatan bermain anak lebih mementingkan kesenangan di bandingkan dengan tujuan yang akan di capai, sehingga kegiatan bermain bersifat fleksibel, karena dalam kegiatan bermain tidak semata-mata di tentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.

(13)

Menurut Moeslichatoen (2004: 31) mengatakan bahwa ada beberapa ahli peneliti memberi batasan arti bermain dengan memisahkan aspek-aspek tingkah laku yang berbeda dalam bermain. Seperti yang dikemukakan oleh Dworetzki (1990: 395-396) membagi lima kriteria dalam bermain diantaranya:

a) Motivasi intrinsik. Maksudnya, tingkah laku bermain dimotivasi dari dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.

b) Pengaruh positif. Maksudnya, tingkah laku bermain itu menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.

c) Bukan dikerjakan sambil lalu. Maksudnya, tingkah laku itu tidak mengikuti pola atau urutan yang sebenarnya melainkan lebih bersifat pura-pura.

d) Cara atau tujuan. Maksudnya, cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya.

e) Kelenturan. Maksudnya, Bermain itu perilaku yang lentur, kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.

(14)

5. Fungsi dan Manfaat Bermain

a. Fungsi Bermain

Menurut Moeslichatoen, (2004: 32) mengatakan bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Sehingga beberapa ahli membedakan berbagai fungsi dalam permainan.

Vygotsky (dalam Mutiah, Diana 2010: 146) menyatakan bermain akan mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara diantaranya: melalui bermain menciptakan kemampuan yang potensial terhadap anak pada kemampuan yang aktual yang di sebut dengan zone of Proximal Development (ZPD), melalui bermain dapat memfasilitasi pemisahan pikiran dari objek dan aksi, bermain dapat mengembangkan penguasaan diri, maksudnya dalam bermain anak tidak boleh semaunya namun anak harus melakukan sesuai sekenario.

Menurut Mutiah, Diana (2010: 113) berpendapat bahwa fungsi bermain sangat penting bagi sensoris motoris untuk mengembangkan otot- otot dan energi yang ada.

(15)

Menurut Yulianty, Rani (2010: 10) membedakan fungsi bermain yaitu bermain bagi anak dapat menyeimbangkan motorik kasar dan dapat mengoptimalkan kinerja otak kanan.

b. Manfaat Bermain

Bredekamp & Copple, 1997 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 15) mengatakan bahwa bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan anak-anak tidak membangun konsep atau pengetahuan dalam kondisi yang terisolasi, melainkan melalui interaksi dengan orang lain.

Cass, 1974 dalam Catron & Allen, 1999 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 18) mengatakan bahwa bermain dapat membantu perkembangan emosi yang sehat dengan cara menawarkan kesembuhan dari rasa sakit serta kesedihan.

Catron & Allen, 1999 (dalam Mutiah, Diana 2010: 146) mengatakan bahwa bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh pada anak dalam perkembangannya. perkembangan pada anak yang meliputi dunia fisik, sosial, emosional, komunikasi, kesadaran diri dan motorik.

Menurut Yulianty, Rani (2010: 10) membedakan manfaat bermain diantaranya:

(a) Bermain dapat menjadi sarana anak untuk belajar menempatkan dirinya sebagai makhluk sosial.

(16)

(c) Bermain dapat dijadikan sebagai sarana untuk berlatih merealisasikan rasa dan sikap percaya diri, mempercayai orang lain, kemampuan bernegoisasi dan memecahkan masalah.

(d) Bermain dapat melatih perkembangan moral dan etika pada sikap anak. (e) Bermain dapat mengembangkan kreativitas karena dalam permainan,

anak-anak dapat menerapkan ide- ide mereka.

(f) Bermain dapat mengembangkan komunikasi dan bahasa anak karena bermain merupakan salah satu alat komonikasi.

6. Jenis-jenis Bermain

Menurut Bergen dalam Soemiarti 2000 (dalam Yus, Anita 2005: 24) bermain terdiri dari beberapa jenis yaitu: bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bermain dengan di arahkan. Ada juga yang melihat bermain dari jumlah anak yang terlibat. Ada yang bermain sendiri maupun kelompok.

Melalui kegiatan bermain sangat penting di lakukan bagi anak, orang dewasa akan mendapatkan gambaran tentang tahapan perkembangan serta kemampuan umum bagi anak. Bentuk-bentuk bermain diantaranya:

a. Bermain Sosial

Kegiatannya dilakukan dengan teman-temannya sehingga dapat menunjukkan derajat yang berbeda.

(17)

paralel maksudnya kelompok anak yang bermain dengan alat permainan sama tetapi masing-masing anak bermain sendiri, bermain asosiatif maksudnya di mana beberapa anak bermain bersama namun tidak ada suatu organisasi (pengaturan) dan bermain kooperatif maksudnya masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapai tujuan dalam kegiatan bermain.

b. Bermain dengan Benda

Piaget, 1962 (dalam Mutiah, Diana 2010: 143) mengemukakan bahwa bermain dengan objek yang meliputi: bermain praktis (fungsional play), yaitu bentuk bermain di mana pelakunya melakukan berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang di gunakan, bermain simbolis (symbolic play) anak lebih menggunakan daya imajinasi, permainan dengan peraturan-peraturan

(games of rules) dalam permainan ini pemainnya lebih di tekankan pada

peraturan-peraturan yang sebelumnya sudah ada. c. Bermain Sosiodrama

(18)

dua orang dalam satu adegan, dan pada setiap adegan, serta pada setiap adegan ada komunikasi verbal antar anak yang bermain.

C. Kriteria Keberhasilan

a.) Pedoman Penilaian

Menurut Depdiknas (2004: 7), dalam melaksanakan penilaian, di Taman Kanak-kanak menggunakan simbol yaitu berupa simbol () artinya anak sudah

melebihi kemampuan (indikator) yang tertuang dalam RKH atau anak mampu melakukan dan menyelesaikan tugas tanpa bantuan guru, simbol () artinya anak

belum dapat mencapai indikator yang diharapkan dalam RKH atau anak melakukan dan menyelesaikan tugas selalu dibantu oleh guru, simbol () artinya

semua anak menunjukkan kemampuannya sesuai indikator yang tertuang pada RKH.

(19)

Menurut Yus, Anita (2005: 80) Ada kritikan terhadap cara penilaian yang selama dilakukan penilaian belum mengungkap kemampuan secara menyeluruh.

Mulyasa, E (2009: 209) mengatakan bahwa kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran atau pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%).

b.) Indikator Keberhasilan

Soemarti, 2000 (dalam Yus, Anita 2005: 27) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis . Kurikulum TK merupakan seluruh usaha kegiatan sekolah dengan tujuan untuk merangsang anak supaya belajar dalam rangka pengembangan seluruh aspek yang ada pada anak.

(20)

Tabel 2.1 kurikulum TK KOMPETENSI

BELAJAR

HASIL BELAJAR INDIKATOR

Anak mampu

melakukan aktivitas

fisik secara

terkoordinasi dalam rangka kelenturan, keseimbangan dan kelincahan.

Dapat menggerakkan badan dan kaki dalam rangka keseimbangan dan koordinasi.

- Berdiri di atas satu kaki selama 10 detik. - Melempar kojo tanpa keluar garis.

- Dapat melakukan gerakan membalik arah saat melakukan permainan.

- Dapat menghentikan gerakan saat bermain tanpa menginjak garis gambar.

Catron dan Allen, 1999 (dalam Musfiroh, Tadkiroatun 2005: 64) mengatakan bahwa kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak dan mengubah arah.

Gardon & Browne, 1985: 280 (dalam Moeslichatoen, 2004: 16) mengatakan bahwa koordinasi keseimbangan, ketangkasan, kelenturan, kekuatan, kecepatan dan ketahanan merupakan kegiatan motorik kasar.

(21)

Dari berbagai pengertian di atas, bahwa peneliti menyusun indikator terhadap kemampuan motorik kasar melalui bermain engklek sebagai berikut:

D. Kerangka Berfikir

untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar, perlu adanya susunan kerangka berpikir sebagai landasan pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

NO

. INDIKATOR

KEBERHASILAN

KRITERIA PENILAIAN KETE-RANGAN

1. Melempar kojo tanpa keluar

garis.

2. Dapat melakukan gerakan membalik arah saat melakukan permainan.

3. Dapat menghentikan gerakan saat bermain tanpa menginjak garis gambar.

(22)

Bagan 1. 1 Kerangka ber

Bagan 2.2 Kerangka berfikir terhadap penelitian pembelajaran melalui bermain. Kondisi awal

- Minat dan

kemampuan siswa terhadap kegiatan bermain masih rendah. - Pembelajarannya masih menonton. Dilakukan dengan upaya perbaikan PTK Kondisi sudah meningkat dan ada perbaikan, namun belum maksimal, sehingga perlu adanya siklus II.

- Minat Siswa dalam kegiatan bermain ada peningkatan.

- Kemampuan Siswa dalam kegiatan Motorik Kasar juga ada peningkatan tetapi belum maksimal. - Pembelajarannya tidak hanya monoton. Siklus I Menggunakan Metode Bermain Engklek terhadap pengembangan Motorik Kasar dengan 3 kali

pertemuan Siklus II Menggunakan Metode Bermain engklek terhadap pengembangan Motorik Kasar dengan 3 kali

pertemuan

- Minat dan

Kemampuan Siswa dalam kegiatan bermain ada peningkatan secara maksimal. - Pembelajarannya tidak hanya monoton.

Pada kondisi akhir terjadi peningkatan secara optimal dalam Bermain Engklek, sehingga penelitian dikatakan berhasil. - Minat dan

(23)

E. Hipotesis Tindakan

Gambar

Tabel 2.1 kurikulum TK

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM PENJAMINAN MUTU PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHAPAN PERENCANAAN PENDANAAN SISTEM SELEKSI PELAKSANAAN MONEV HASIL DAN TINDAKLANJUT RENSTRA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesehatan bank go public di Indonesia sebelum dan setelah krisis moneter bila diukur dengan rasio CAMEL serta untuk

Dalam hal ini model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu yaitu : (1) Rasional teoritik yang logis disusun oleh

Pada penelitian Md Kamrul Islam Dan Sudipta Chawdhury dengan judul “Permintaan dan Analisis parkir ( Studi Kasus Probortak, Chittagong )” Metode yang di gunakan adalah

Penelitian ini dibuat untuk merancang sebuah sistem informasi pendukung keputusan dalam menentukan usulan kegiatan yang akan digunakan sebagai masukan utama

Berdasarkan hasil analisis data dengan bantuan program SPSS 16.0, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: hasil analisis regresi diperoleh koefisien regresi

Dari hasil diketahui bahwa untuk ketiga produk yang diteliti (Ponds, Citra, dan Sari Ayu Martha Tilaar) faktor yang paling banyak dirasakan oleh konsumen sebagai alasan

Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratnya.. Mengacu pada