• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. PEMILIHAN PASANGAN 1. Pengertian Pemilihan Pasangan - Proses Pemilihan Pasangan Pada Tunanetra Dewasa Awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. PEMILIHAN PASANGAN 1. Pengertian Pemilihan Pasangan - Proses Pemilihan Pasangan Pada Tunanetra Dewasa Awal"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI A. PEMILIHAN PASANGAN

1. Pengertian Pemilihan Pasangan

Salah satu keputusan yang penting dalam hidup ialah memilih pasangan. Memilih pasangan merupakan suatu proses yang kompleks yang dipengaruhi oleh sejumlah variabel (Aron et al., 1989; Feingold, 1992; Hartin,1990 dalam Lemme 1995). Developmental Process Theories adalah salah satu teori mengenai pemilihan pasangan. Developmental Process Theories (DeGenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan dan penyisihan orang-orang yang dianggap tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat hingga akhirnya terpilih seseorang yang tepat.

2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pasangan

Menurut DeGenova (2008), terdapat dua faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan, yaitu :

a. Latar Belakang Keluarga

(2)

calon pasangan dapat membantu individu untuk mengetahui mengenai calon pasangannya yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga tersebut (DeGenova, 2008). Anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak menunjukkan kasih sayang biasanya akan sulit untuk mengekspresikan kasih sayang ketika dewasa. Individu terkadang merasa tidak nyaman dan sulit untuk mengetahui bagaimana memberikan atau menerima kasih sayang, khususnya pria. Hal ini dikarenakan pada umumnya pria kurang menerima kasih sayang dibandingkan wanita. Pria terkadang merasa “seperti wanita” atau “tidak jantan” jika mengekspresikan kelembutan (Carter dan Sokol, dalam DeGenova, 2008).

Menurut DeGenova (2008), dalam mempelajari latar belakang keluarga dari calon pasangan ada beberapa hal yang diperhatikan, yaitu :

1) Kelas Sosioekonomi

(3)

2) Pendidikan dan inteligensi

Terdapat kecenderungan pada individu untuk memilih pasangan yang peduli dengan pendidikan. Secara keseluruhan, wanita yang lulus dalam waktu 4 tahun di perguruan tinggi cenderung akan menikah dengan pria yang juga lulus dalam waktu 4 tahun di perguruan tinggi atau pria yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi darinya. Pada umumnya, pernikahan dari pasangan yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama lebih harmonis dibandingkan dengan pernikahan dari pasangan yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Pada kenyataannya, resiko ketidakstabilan pernikahan juga lebih tinggi pada pasangan yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda (Tzeng, dalam DeGenova, 2008).

3) Pernikahan Antar Ras atau Suku

(4)

4) Pernikahan Antar Agama

Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan ialah faktor agama. Tingkat religiusitas yang dimiliki oleh individu dan dukungan dari keluarga menjadi dorongan bagi individu untuk menikah dengan pasangan yang memeluk agama yang sama dengan individu tersebut. Diasumsikan bahwa pernikahan satu agama akan lebih stabil dibandingkan dengan pernikahan beda agama. Dengan latar belakang agama yang sama, anak akan tumbuh dengan prinsip agama yang kuat dan memiliki standar moral yang baik.

b. Karakteristik Personal

Salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam memilih pasangan yang akan dijadikan pendamping hidup ialah kecocokan. Beberapa karakteristik personal yang berkontribusi pada kecocokan tersebut, yaitu :

1) Sikap dan Perilaku Individu

(5)

(extraversion) secara positif berkaitan dengan stabilitas dan kualitas pernikahan (J. H. Larson dan Holman, 1994 dalam DeGenova, 2008)

2) Perbedaan Usia

Salah satu hal yang diperhatikan dalam memilih pasangan ialah perbedaan usia di antara pasangan tersebut. Secara keseluruhan, rata-rata perbedaan usia di antara pasangan adalah dua tahun. Menikah dengan pasangan yang berusia lebih tua atau lebih muda akan mempengaruhi kualitas pernikahan. Sebagai contoh, ketika seorang wanita muda menikah dengan pria yang berusia lebih tua, maka biasanya wanita tersebut akan menjadi janda di usia muda. Tetapi, ketika pria dan wanita menikah di usia yang setara maka mereka cenderung akan hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak usia muda (Davidson, 1989; Foster, Klinger-Vartabedian, dan Wispe, 1984 dalam DeGenova, 2008).

3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai

(6)

4) Peran Gender dan Kebiasaan Personal

Kecocokan tidak hanya didasarkan pada kesamaan nilai dan sikap, tetapi juga melibatkan perilaku. Pasangan akan merasa lebih puas jika pasangan mereka berbagi harapan yang sama mengenai peran gender dan jika mereka dapat saling bertoleransi tentang kebiasaan personal satu sama lain. Salah satu pengukuran kecocokan dalam pernikahan adalah persamaan harapan antara pria dan wanita. Setiap pria memiliki konsep peran sendiri mengenai hal-hal yang harus dilakukan sebagai seorang suami dan memiliki harapan mengenai peran yang seharusnya dilakukan oleh pasangannya. Begitu juga dengan wanita, wanita memiliki konsep peran sendiri sebagai seorang istri dan memiliki harapan mengenai peran yang seharusnya dilakukan oleh pasangannya. Harapan di antara keduanya bisa saja berbeda dengan yang terjadi (DeGenova, 2008).

3. Proses Pemilihan Pasangan

Developmental Process Theories (DeGenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan dan penyisihan orang-orang yang dianggap tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat hingga akhirnya terpilih seseorang yang tepat.

(7)

a. Field of Eligibles

Tahap pertama yang dilalui oleh individu dalam memilih pasangan ialah menentukan kriteria pasangan yang dianggap paling sesuai dengan diri individu tersebut. Pernikahan yang baik cenderung meningkat ketika menikah dengan pria dengan status yang tinggi dibandingkan menikah dengan pria dengan status yang rendah (diukur dari pendidikan dan pekerjaan) (Litcher, Anderson, dan Hayward, dalam DeGenova, 2008).

b. Propinquity

Propinquity adalah kedekatakan geografis yang merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi pemilihan pasangan (DeGenova, 2008). Propinquity menjadi salah satu alasan kenapa individu cenderung memilih pasangan dari kelas sosial yang sama, hal ini dikarenakan tempat tinggal, sekolah, dan lingkungan kerja berhubungan dengan status sosialekonomi. Hal ini juga yang menyebabkan individu cenderung tertarik dan akrab dengan orang-orang yang berasal dari latar belakang yang sama (Feingold, 1988 dalam Lemme, 1995).

c. Attractiveness

(8)

Wanita juga cenderung menyukai pasangan yang berusia lebih tua atau seusia namun pria lebih menyukai pasangan yang berusia lebih muda (Baron & Byrne, dalam Lemme, 1995).

d. Homogamy dan Heterogamy

Dua konsep penting yang juga harus dipahami dalam memilih pasangan yaitu homogamy dan heterogamy. Homogamy mengarah pada kecenderungan individu untuk memilih pasangan yang sama seperti dirinya dan heterogamy mengarah pada kecenderungan individu untuk memilih pasangan yang berbeda dari dirinya (DeGenova, 2008). Individu cenderung menikahi seseorang yang sama dengan dirinya dalam hal usia, ketertarikan fisik, kepribadian, sikap, kemampuan kognitif, pendidikan, dan latar belakang kelas sosialekonominya (Epstein & Guttman et al, dalam Lemme, 1995). Pernikahan yang homogamous cenderung lebih stabil dibandingkan dengan pernikahan yang heterogamous, meskipun tidak secara keseluruhan. Alasan utama individu untuk melakukan pernikahan yang homogamous ialah individu lebih menyukai orang-orang yang sama seperti dirinya dan merasa tidak nyaman jika berada di dekat orang-orang yang berbeda dari dirinya (DeGenova, 2008).

e. Compatibility

(9)

kebiasaan pribadi. Dalam memilih pasangan individu akan berusaha untuk mendapatkan pasangan yang sesuai atau cocok dengan dirinya (DeGenova, 2008).

f. The Filtering Process

(10)

Tabel 1.

Proses Penyaringan Pemilihan Pasangan

Field of Eligible

Propinquity Filter

Attraction Filter

Ketertarikan Secara Fisik dan Ketertarikan Personal Homogamy filter

Usia, Etnis, Pendidikan, Kelas Sosioekonomi, Agama Compatibility Filter

Tempramen, Sikap dan Nilai, Kebutuhan, Peran dan Kebiasaan Trial Filter

Kohabitasi dan Tunangan Decision Filter

Menikah

Sumber : Intimate Relationship, Marriage & Families, Mary Kay DeGenova, 2008

B. TUNANETRA

1. Pengertian Tunanetra

(11)

20/200 ialah bila dibandingkan dengan individu normal yang mampu melihat hingga jarak 200 kaki, maka tunanetra hanya mampu melihat sampai 20 kaki (Heward, 1992).

Peyandang tunanetra adalah seseorang yang karena suatu hal mengalami disfungsi visual atau kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seseorang dikatakan tunanetra apabila Ia menggunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar atau kegiatan lainnya (Manurung, 2012). Seseorang juga dikatakan tunanetra jika individu tersebut memiliki visus sentralis sama dengan atau lebih kecil dari 6/60, atau setelah dilakukan upaya pemulihan secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi untuk mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal (Efendi, 2006).

2. Klasifikasi Tunanetra

(12)

Klasifikasi tunanetra berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan terbagi atas (Lumbangaol, 2010) :

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, mereka memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada usia remaja, mereka telah

memiliki kesan-kesan visual dan memberikan pengaruh terhadap proses perkembangan kepribadian.

d. Tunanetra pada usia dewasa e. Tunanetra pada lanjut usia C. DEWASA AWAL

1. Pengertian Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa. Transisi dari remaja ke dewasa awal ini disebut sebagai tumbuh dewasa (emerging adulthood) (Arnett, dalam King, 2010). Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang berawal pada akhir usia 18 tahun dan berakhir pada usia 40 tahun (Hurlock, 1980).

(13)

atau terisolasi secara sosial. Bila pada masa ini individu mengembangkan hubungan persahabatan yang sehat dan hubungan yang intim dengan pasangan, maka intimacy akan tercapai.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 18 sampai 40 tahun.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Menurut Hurlock tugas perkembangan pada masa dewasa awal, antara lain :

a. Mulai bekerja b. Memilih pasangan

c. Belajar hidup dengan tunangan d. Mulai membina keluarga e. Mengasuh anak

f. Mengelola rumah tangga

g. Mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara h. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan 3. Ciri- ciri Masa Dewasa Awal

a. Perkembangan Fisik

(14)

tahun. Rasa, bau, serta sensitivitas terhadap rasa sakit dan temperature akan mulai menurun pada usia 45 tahun (Papalia, et al, 2008).

b. Perkembangan Kognitif

Pada masa dewasa awal pemikiran cenderung tampak fleksibel, terbuka, adaptif, dan individualistis. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan individu berhadapan dengan ketidakpastian, ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan kompromi. Tahap kognitif pada masa dewasa awal ini sering kali disebut dengan pemikiran postformal (Papalia, et al, 2008).

c. Perkembangan Psikososial

(15)

4. Pengertian Tunanetra Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang berawal pada akhir usia 18 tahun dan berakhir pada usia 40 tahun (Hurlock, 1980). Tunanetra merupakan salah satu bentuk ketunaan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Penyandang tunanetra adalah seseorang yang karena suatu hal mengalami disfungsi visual atau kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka tunanetra dewasa awal merupakan individu yang berusia 18 sampai 40 tahun di mana fungsi penglihatannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

D. GAMBARAN PROSES PEMILIHAN PASANGAN PADATUNANETRA

(16)

seseorang menyebabkan dirinya mengalami keterpisahan dengan lingkungan fisiknya yang dapat menyebabkan kepasifan pada tunanetra.

Keterbatasan lain yang merupakan akibat langsung dari ketunanetraan tersebut ialah keterbatasan dalam berpindah tempat. Keterbatasan dalam berpindah tempat dapat membuat seorang tunanetra menarik diri dari kegiatan sosial atau pergaulan masyarakat. Meskipun kehilangan fungsi penglihatan, biasanya pendengaran dan perabaan akan menjadi sarana alternatif bagi tunanetra dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya (Efendi, 2006). Seluruh aspek kehidupan dan kebutuhan seorang tunanetra akan dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya termasuk hubungan interpersonal dengan orang-orang di sekitarnya. Bersosialisasi dan membangun hubungan dengan teman sebaya atau dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa awal baik dewasa awal yang normal ataupun tunanetra

(17)

dianggap tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat hingga akhirnya terpilih seseorang yang tepat (DeGenova, 2008).

Proses penyeleksian pasangan ini diawali dengan menentukan kriteria yang sesuai dengan diri individu, kemudian mempertimbangkan calon pasangan yang dianggap hampir memenuhi kriteria dan mengeleminasi yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (Feingold, dalam Lemme, 1995). Banyak orang yang terkadang tidak menyadari kriteria pasangan yang mereka harapkan. Misalnya, pria cenderung menikahi wanita yang usianya lebih muda beberapa tahun darinya. Meskipun pria tidak secara terang-terangan mengemukakan hal tersebut sebagai salah satu kriteria pasangan, namun mereka tidak tertarik dengan pasangan yang usianya lebih tua (Buunk et al., 2001, dalam Newman & Newman, 2006).

(18)

dengan pasangan yang juga tunanetra. Beberapa dari mereka memiliki keinginan untuk menikah dengan pasangan yang normal.

Proses pemilihan pasangan yang dilalui tunanetra juga tentu berbeda dengan individu yang normal. Salah satu perbedaan yang paling khas ialah ketertarikan fisik. Pada umumnya, kita cenderung menilai seseorang dari fisiknya. Satu studi menemukan bahwa daya tarik fisik (physical attraction) merupakan salah satu variabel yang penting dalam membentuk ‘chemistry’ dengan orang lain (Peretti, abplanalp, dan Peretti dan DeGenova, 2008). Namun, pada tunanetra ketertarikan tidak berasal dari fisik melainkan dari suara. Hal ini tentu merupakan akibat langsung dari hilangnya fungsi penglihatan yang mengakibatkan tunanetra harus mengandalkan indra lain dalam memperoleh informasi (Efendi, 2006).

(19)

pada isyarat lain dalam memberikan penilaian baik pada penampilan fisik atau kualitas dari penampian fisik tersebut.

Miller (dalam Trelfa, 2006) mengemukakan sebuah model yang menyatakan bahwa pemilihan pasangan meliputi serangkaian keputusan. Setiap keputusan dianggap sebagai rintangan yang harus diselesaikan sebelum mengambil keputusan yang berikutnya. Urutan dari setiap keputusan tergantung pada diri individu dalam membuat keputusan dan situasi diri individu tersebut. Individu dengan (hubungan jangka pendek) akan menilai penampilan fisik terlebih dahulu daripada traits lainnya. Individu dengan (hubungan jangka panjang akan menilai terlebih dahulu pada trait seperti keadaan ekonomi daripada penampilan fisik calon pasangan. Satu studi dilakukan untuk melihat perbedaan kriteria pasangan (hubungan jangka panjang) pada individu normal dan individu dengan hambatan penglihatan. Hasilnya menunjukkan bahwa individu dengan hambatan penglihatan tidak mengutamakan ketertarikan wajah dibandingkan dengan individu normal. Individu dengan hambatan penglihatan terlebih dahulu mengumpulkan informasi mengenai calon pasangannya sebelum memberikan penilaian pada penampilan fisik pasangannya (Trelfa, 2006)

(20)

menyebabkan hal tersebut ialah pria dengan hambatan penglihatan dapat saja memperoleh informasi mengenai hal-hal yang dianggap menarik oleh individu yang dapat melihat secara verbal, meliputi teman sebaya, orang tua, dan saudara mereka (cf. Yu, Proulx, & Shepard dalam Karremans, 2009).

Trelfa (2006) juga mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan oleh individu dengan hambatan penglihatan untuk mengetahui mengenai calon pasangan tersebut berkualitas atau tidak ialah dengan menggunakan informasi-informasi tentang calon pasangan secara psikologis dan behavioural. Informasi ini dapat diperoleh tanpa harus melihat secara langsung apa yang mereka lakukan. Dengan berbicara kita dapat mengetahui bagaimana nilai-nilai yang dimiliki orang tersebut, kemampuan bersosialisasinya, inteligensinya, dan kepribadian lainnya. Sebagai penambahan informasi ini juga dapat diperoleh dari orang lain. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan bagi tunanetra (Trelfa, 2006)

(21)

E. PARADIGMA BERPIKIR

• Lebih berkonsentrasi pada suara dan berusaha memanfaatkan panca indera yang lain • Memiliki keterbatasan dalam

keanekaragaman pengalaman • Memiliki keterbatasan dalam

berinteraksi dengan lingkungan • Memiliki keterbatasan dalam

mobilitas

Proses Pemilihan Pasangan DeGenova (2008) :

Gambar

Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul dari laporan Akhir ini adalah STUDI MENGHITUNG SETTING RELE ARUS LEBIH PADA PENYULANG WALET DI GARDU INDUK SEDUDUK PUTIH PALEMBANG, yang di buat

Ia sangat mencintai ilmu, ilmuwan dan kemajuannya Pada pemerintahan khalifah al-Ma’mun (813- 833 H) mengalami kemajuan diberbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum,

tanaman/tahun dan nyata lebih tinggi daripada perlakuan lainnya pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua, pemberian N 300 g/tanaman/ tahun nyata meningkatkan konsentrasi

Metode membaca merupakan suatu metode pengajaran bahasa yang menyajikan meteri pelajaran yang diawali dengan mengutamakan aspek membaca, yakni guru mula-mula membacakan

Menurut Sutabri (2012, h.38) Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung

mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada

Dengan sisi dalam bidang pendidikan formal yang rendah : Berkaca dari sisi Intelektual, Anda tergolong membutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk menambah pengetahuan dengan

sedasi moderat dan dalam) dalam) untuk untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua memenuhi kebutuhan pasien, dan semua pelayanan tersebut memenuhi standar di pelayanan