• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara sederhana, Irwanto (1999) mendefinisikan ingatan sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Secara sederhana, Irwanto (1999) mendefinisikan ingatan sebagai"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Ingatan

1. Definisi Ingatan

Secara sederhana, Irwanto (1999) mendefinisikan ingatan sebagai kemampuan untuk menyimpan informasi sehingga dapat digunakan lagi di masa yang akan datang. Galotti (2004) mendefinisikan memori sebagai suatu proses kognitif yang terdiri atas serangkaian proses, yakni : penyimpanan (storage), retensi, dan pengumpulan informasi (information gathering). Sebagai suatu proses, memori menunjukkan suatu mekanisme dinamik yang diasosiasikan dengan penyimpanan (storing), pengambilan (retaining), dan pemanggilan kembali (retrieving) informasi mengenai pengalaman yang lalu (Bjorklund, Schneider, & Hernández Blasi, 2003; Crowder, 1976, dalam Stenberg, 2006). Santrock (2005) mendefinisikan ingatan sebagai retensi informasi yang telah diterima melalui tahap : penkodean (encoding), penyimpanan (storage), dan pemanggilan kembali (retrieval). Penelitian ini menggunakan definisi ingatan menurut Santrock, yaitu informasi-informasi yang berasal dari lingkungan dan informasi ini akan diproses melalui tahapan : penkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali sehingga informasi yang masuk tidak terbuang secara sia-sia.

(2)

2. Jenis-jenis Ingatan

Atkinson & Shriffin (1968, dalam Passer & Smith 2007; Lahey, 2007; Reed, 2007) mengembangkan suatu tahapan ingatan yang dikenal dengan Three-Stage Model of Memory yang membagi ingatan manusia atas 3 komponen utama, yaitu :

a. Ingatan Sensori (Sensory Memory)

Proses penyimpanan ingatan melalui jalur saraf-saraf sensori yang berlangsung dalam waktu yang pendek. Informasi yang diperoleh melalui panca indera (penglihatan, perabaan, penciuman, pendengaran, dan pengecapan) hanya mampu bertahan selama 1 atau 2 detik (Brown, 1987). Pernyataan ini didukung oleh Rathus (2007), yang menyatakan bahwa informasi yang pertama kali kita terima dari lingkungan dan diperoleh melalui panca indera hanya mampu bertahan 1 detik. Informasi yang diterima dengan indera penglihatan hanya mampu bertahan seperempat detik (Santrock, 2005).

b. Ingatan Jangka Pendek (Short Term Memory)

Suatu proses penyimpanan ingatan sementara. Ingatan jangka pendek disebut juga working memory karena informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi masih diperlukan. Jika informasi tidak diulang kembali dalam kurun waktu 30 detik, maka informasi pada ingatan jangka pendek akan menghilang (Santrock, 2005).

c. Ingatan Jangka Panjang (Long Term memory)

Suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen. Reed (2007) membagi ingatan jangka panjang menjadi 3 jenis, yaitu :

(3)

1) Ingatan Prosedural (Procedural Memory)

Ingatan akan tindakan, keterampilan, dan operasi yang telah dipelajari, misalnya, individu mengetahui cara untuk bersepeda walaupun ia telah lama tidak bersepeda.

2) Ingatan Semantik (Semantic Memory)

Ingatan yang berisi pengetahuan umum mengenai makna suatu hal, misalnya, individu mengetahui makna kata “terbang”.

3) Ingatan Episodik (Episodic Memory)

Ingatan akan kejadian maupun pengalaman yang spesifik, mengetahui kapan dan di mana kejadian maupun pengalaman tersebut terjadi, misalnya, individu mengetahui kapan dan di mana ia melangsungkan pernikahannya walaupun kejadian tersebut telah berlalu 20 tahun.

Lahey (2007) menggolongkan ingatan semantik dan episodik ke dalam ingatan deklaratif (declarative memory). Secara ringkas, pembagian ingatan jangka panjang dapat dilihat pada figur.

(4)

Gambar 1. Jenis Ingatan Jangka Panjang

3. Tahapan Mengingat

Santrock (2005) menyatakan bahwa ada 3 tahapan dalam proses mengingat yaitu:

a. Penkodean

Proses pengubahan informasi menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada organismo.

Long Term Memory

Declarative Memory Episodic Memory Semantic Memory Procedural Memory

(5)

1) Penkodean dalam Ingatan Sensori

Pada saat melihat sesuatu atau telinga mendengar sesuatu, informasi dari indera-indera akan diubah dalam bentuk impuls-impuls neural dan dihantar ke bagian tertentu di otak. Proses ini berlangsung dalam waktu sepersekian detik. Sinar yang mengenai retina diterima oleh reseptor-reseptor yang ada kemudian sinar tersebut ditransformasikan bentuknya ke dalam impuls-impuls neural dan dikirim ke otak.

2) Penkodean dalam Ingatan Jangka Pendek

Informasi yang masuk melalui indera dan disimpan dalam ingatan sensori dapat dianggap sebagai bahan mentah yang jumlahnya banyak sekali. Jumlah yang banyak itu akan diseleksi menurut beberapa cara dalam control proceses (proses-proses pengendalian). Pertama, informasi yang masuk akan dirujukkan ke gudang informasi dalam ingatan jangka panjang. Pada ingatan jangka panjang, pola-pola informasi yang masuk dibandingkan dengan pola-pola yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian, akan terpilih informasi yang sudah dikenal atau yang mempunyai makna. Kedua, mekanisme lain yang digunakan untuk menyeleksi informasi adalah attention (perhatian). Perhatian ini menyaring informasi yang masuk ke dalam ingatan jangka pendek sehingga hanya sebagian kecil yang boleh lewat.

3) Penkodean dalam Ingatan Jangka Panjang

Penkodean dalam ingatan jangka panjang terbagi 2, yaitu : ingatan deklaratif (declarative memory) dan ingatan prosedural (procedural

(6)

memory). Ingatan deklaratif terbagi menjadi2 lagi, yaitu : ingatan semantik (semantic memory) dan ingatan epsodik (episodic memory).

Ingatan semantik adalah ingatan mengenai makna suatu benda, sedangkan ingatan episodik adalah ingatan mengenai pengalaman-pengalaman spesifik pada waktu dan tempat tertentu (dalam Lahey, 2007). Ingatan prosedural bisa didefinisikan sebagai ingatan mengenai keterampilan motorik yang telah dipelajari.

b. Penyimpanan

Informasi yang telah dibubah akan dipertahankan pada tahap penyimpanan. Penyimpanan adalah suatu proses mengendapkan atau menyimpan informasi yang diterima dalam suatu tempat tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi informasi sehingga tempat informasi disimpan sesuai dengan kategorinya.

Penyimpanan informasi merupakan mekanisme penting dalam ingatan. Sistem penyimpanan ini sangat mempengaruhi jenis ingatan yang akan diperagakan oleh organisme.

1) Penyimpanan dalam Ingatan Sensori

Ingatan sensori mempunyai kapasitas penyimpanan informasi yang sangat besar, tetapi informasi yang disimpan tersebut cepat sekali menghilang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa informasi yang disimpan dalam ingatan sensori akan mulai menghilang setelah sepersepuluh detik dan hilang sama sekali dalam satu detik (dalam Irwanto, 1999). Mekanisme seperti ini penting sekali artinya dalam hidup manusia karena hanya

(7)

dengan ingatan seperti inilah kita bisa menaruh perhatian pada sejumlah kecil informasi yang relevan terhadap hidup kita.

2) Penyimpanan dalam Ingatan Jangka Pendek

Kapasitas dalam ingatan jangka pendek sangat terbatas untuk menyimpan sejumlah informasi dalam jangka waktu tertentu. Rathus (2007) menyatakan jika informasi yang diterima setelah 10 sampai 12 detik tidak diulangi, maka informasi tersebut akan hilang.

3) Penyimpanan dalam Ingatan Jangka Panjang

Kapasitas ingatan jangka panjang sangat besar. Hal ini memungkinkan penyimpanan informasi yang luar biasa banyaknya yang diperoleh sepanjang hidup organisme. Meskipun demikian, ingatan masih bekerja sangat efisien yaitu dengan jalan mengorganisasikan informasi yang diterima dari ingatan jangka pendek. Reorganisasi ini erat hubungannya dengan proses retrieval atau proses mengingat kembali informasi yang telah disimpan. Lahey (2007) membedakan 3 metode dalam menguji retrieval dalam ingatan jangka panjang, yaitu :

i) Metode Mengingat Kembali (Recall Method)

Pengukuran ingatan berdasarkan pada kemampuan untuk mengingat kembali informasi dengan beberapa petunjuk.

ii) Metode Rekognisi (Recognition Method)

Pengukuran ingatan berdasarkan pada kemampuan untuk memilih informasi yang benar dari pilihan yang disediakan.

(8)

Pengukuran kembali ingatan berdasarkan pada waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari kembali (relearn) materi yang dilupakan.

c. Pemanggilan Kembali

Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam ingatan untuk digunakan kembali bila diperlukan.

4. Proses Masuknya Informasi ke Sistem Ingatan Manusia

Atkinson & Shriffin (1968, dalam Reed 2007) menjelaskan bagaimana informasi dari luar masuk ke ingatan manusia :

Gambar 2. Proses masuknya informasi dari luar ke sistem ingatan manusia

Figur di atas menjelaskan bahwa informasi dari luar pertama kali masuk ke ingatan sensori, ingatan sensori ini sangat mudah hilang karena kapasitasnya yang

Sensory Register Short Term Memory Output Information Retrieval Forgetting Forgetting LongTerm Memory

(9)

sedikit. Indera-indera yang bekerja untuk menangkap informasi yang banyak akan mengakibatkan terjadinya kelupaan. Informasi yang dianggap relevan dan penting bagi individu akan diteruskan dan masuk ke ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek juga memiliki kapasitasnya sendiri, yaitu sekitar 30 detik (Santrock, 2005) dan apabila informasi yang dianggap relevan dan penting bagi individu ini tidak diulang maka informasi tersebut dapat hilang, atau informasi tersebut dilupakan. Informasi yang berhasil masuk ke ingatan jangka pendek akan diteruskan ke ingatan jangka panjang, ingatan jangka panjang merupakan tempat penyimpanan informasi yang relatif permanen (Lahey, 2007).

5. Kelupaan

Terdapat empat teori utama yang menjelaskan kelupaan pada seseorang (dalam Lahey, 2007), yaitu :

a. Decay Theory

Menurut teori ini, ingatan yang tidak digunakan memudar atau mulai hilang seiring waktu. Waktu yang berjalan menyebabkan lupa, baik dalam ingatan sensori maupun ingatan jangka pendek. Lupa tampaknya tidak terdapat pada ingatan jangka pendek karena tidak digunakan seiring berjalannya waktu tetapi karena faktor-faktor lain, terutama gangguan-gangguan luar, misalnya, kebisingan b. Interference Theory

Teori ini didasarkan pada bukti kuat bahwa lupa pada ingatan jangka pendek tidak terjadi karena berjalannya waktu, namun ingatan lain mengganggu pengambilan kembali atas informasi yang berusaha diingat. Gangguan ini terbagi dua , yaitu :

(10)

1) Gangguan Proaktif (Proactive Interference)

Gangguan yang dibentuk oleh pembelajaran sebelumnya (prior learning), misalnya, kita diberikan 2 nomor untuk diingat, yaitu nomor A dan nomor B. Nomor B akan terganggu ketika kita berusaha mengingat kembali karena terinterferensi oleh nomor A.

2) Ganguan Retroaktif (Retroactive Interference)

Gangguan yang ditimbulkan oleh pembelajaran kemudian (later learning), misalnya, kita diberikan 2 nomor untuk diingat, yaitu nomor A dan nomor B. Nomor A akan terganggu ketika kita berusaha mengingat kembali karena terinterferensi oleh nomor B.

c. Reconstruction (Schema) Theory

Teori ini menyatakan bahwa informasi yang disimpan dalam ingatan jangka pendek tidak dilupakan seutuhnya, tetapi terkadang diingat kembali dengan cara yang menyimpang dan tidak tepat.

d. Motivated Forgetting

Teori ini menyatakan bahwa kita cenderung berusaha melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Hal-hal yang mengancam, menyakitkan, dan tidak menyenangkan cenderung ditekan atau tidak diperbolehkan muncul dalam kesadaran (Freud, dalam Lahey 2007).

(11)

B. Kebisingan

1. Definisi Kebisingan

Menurut batasan WHO (dalam Bell, 2005), kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki oleh karena itu kebisingan sangat mengganggu aktivitas kehidupan. Kebisingan adalah sesuatu yang sifatnya subjektif dan psikologis. Dikatakan subjektif karena sangat bergantung pada orang yang bersangkutan, misalnya suara bercakap-cakap di dalam bioskop yang mengganggu sebagian orang, namun suara ribut di suatu pasar bukanlah masalah bagi orang disekelilingnya.

Beberapa jenis suara dapat lebih mengganggu daripada yang lain, suara yang keras lebih sering mengganggu daripada bunyi pelan karena itu suara dapat menjadi gangguan yang sangat tidak diinginkan. Hal ini secara psikologis dapat mengganggu kondisi emosi seseorang sehingga dapat menjadi suatu masalah.

2. Karakteristik kebisingan yang dapat mengganggu

Tiga karakteristik kebisingan yang dapat mengganggu (dalam Bell, 2005) adalah :

1. Volume

Semakin keras sumber kebisingan, semakin besar pengaruhnya dalam komunikasi verbal dan semakin tinggi perhatian dan stres yang diasosiasikan dengan kerasnya kebisingan.

(12)

2. Predictability

Semakin tidak terprediksi sumber kebisingan, semakin besar perhatian yang kita curahkan untuk memahami tugas yang kita lakukan.

3. Perceived Control

Semakin lemah kontrol yang dapat kita lakukan terhadap kebisingan, maka semakin sulit bagi kita untuk beradaptasi terhadap kebisingan.

3. Sumber Kebisingan

Kebisingan dapat berasal dari segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan bersifat sangat subjektif tergantung situasi dan kondisi dan sensitivitas pendengarnya. Dua setting umum dimana kebisingan dapat menjadi sebuah masalah :

a. Transportation Noise

Keributan yang disebabkan oleh mobil, truk, kereta api, dan pesawat dan alat transportasi yang lain merupakan alasan yang paling besar karena pertama, hal tersebut sangat berkembang luas. Kedua, biasanya hal tersebut sangat bising. b. Occupational Noise

Salah satu karakteristiknya adalah kebisingan ini sangat besar karena terdiri dari banyak suara yang berbeda. Jika sangat ekstrim, hal ini dapat mengakibatkan keributan yang dapat di-cover dan kondisinya dapat ditoleransi, akan tetapi jika tidak demikian, hasil dari keributan ini menjadi resistan untuk diadaptasi dan lebih mungkin untuk menyebabkan keributan dan distres. Occupational noise ini juga sangat pervasive dan tingkat bunyi

(13)

pada beberapa tempat sangat kuat. Hal penting lainnya menjadi sumber keributan di derah perumahan adalah air conditioner.

4. Dampak Kebisingan

Bell (2005) menyatakan bahwa kebisingan dapat menyebabkan terjadinya tinnitus. Tinnitus merupakan suatu simtom yang ditandai dengan adanya persepsi suara di telinga manusia tanpa kehadiran stimulus eksternal. Hal ini diakibatkan oleh ekspos yang berlebihan oleh suara. Kebisingan juga dapat menimbulkan kesulitan sementara dan kesulitan permanen, kebisingan juga masih membawa dampak negatif lain, seperti : gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan, dan reaksi masyarakat. Gangguan komunikasi mulai dirasakan apabila pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan.

Banyak jenis pekerjaan membutuhkan komunikasi, baik secara langsung maupun lewat telepon. Intensitas kebisingan antara 50-55 dB saja menyebabkan komunikasi melalui telepon terganggu dan rapat akan berjalan tidak memuaskan, sedangkan intensitas di atas 55dB dapat dianggap sangat bising. Kebisingan juga meningkatkan kelelahan. Pada pekerjaan yang menuntut banyak berpikir, kebisingan sebaiknya ditekan serendah-rendahnya (Bell, 2005).

5. Hubungan Kebisingan dengan Ingatan

Kjelberg (1996) mengemukakan bahwa hanya terdapat studi yang terbatas mengenai dampak kebisingan, namun sebagaimana diprediksi, kebisingan adalah

(14)

sumber stres dan berdampak negatif ketika dihadapkan pada tugas kognitif. Schommalder (2001) melakukan interviu terhadap guru yang bertujuan melihat stres kerja, 75% dari 1000 guru mengatakan bahwa sumber stres yang paling fundamental adalah kebisingan. Kebisingan tidak hanya berdampak pada kesejahteraan manusia namun juga pada performansi mental.

Hainse (2001) menunjukkan bahwa kebisingan kronis yang bersumber dari pesawat diasosiasikan dengan keterlambatan 6 bulan dalam hal membaca pada anak-anak berusia antara 8-11 tahun. Banbury & Berry (1998) memberikan tugas yang lebih kompleks pada penelitian mereka mengenai distraksi kebisingan walaupun tugas-tugas ini hanya terbatas pada tugas yang dilakukan di lingkungan kerja. Mereka menemukan bahwa performansi mahasiswa-mahasiswi sarjana pada tugas aritmatika mental dan tugas prose recall secara signifikan memburuk dengan kehadiran kebisingan di lingkungan kerja dibandingkan performansi mereka di ruang yang tenang (tanpa kebisingan).

C. Kepribadian 1. Definisi

Lahey (2007) mendefiniskan kepribadian sebagai totalitas individu dalam hal memikirkan (thinking), melakukan (acting), dan merasakan sesuatu (feeling) yang khas dan membedakannya dengan individu yang lain. Allport (1937, dalam Feist 2005) mendefinisikan kepribadian sebagai :

”the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to environment”

(15)

”that determine his characteristics behavior and thought”

Jadi, kepribadian menurut Allport adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan menentukan karakteristik perilaku dan pemikirannya.

Cattell (dalam Feist, 2005) memberikan definisi kepribadian sebagai : ”personality is that which permits a prediction of what a person will do in a given situation”

Eysenck (dalam Pervin, 2005) mendefinisikan kepribadian sebagai : “personality is the sum total of actual or potential behavior patterns of organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the four main sectors into which these behavior pattern are organized; the cognitive sector (intelligence); the conative sector (character); the affective sector (temperament) and the somatic sector (constitutions)”

Definisi kepribadian Eysenck dapat diartikan bahwa kepribadian merupakan gabungan dari fungsi nyata maupun potensial pada organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Kepribadian awal akan tumbuh melalui interaksi empat macam fungsi, yaitu : sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatis (konstitusi). Eysenck (1998) menyatakan sektor kognitif merupakan suatu konsep yang sulit didefinisikan, namun Eysenck setuju dengan definisi yang diberikan oleh Cyril Burt, yang menyatakan bahwa inteligensi adalah :

“innate, all-around mental ability”

Kemampuan mental yang merupakan bawaan secara lahiriah merupakan definisi inteligensi yang lebih umum diterima. Sektor konatif merupakan kualitas dari

(16)

suatu perilaku yang ditunjukkan oleh organisme (Warren, 1934 dalam Eysenck 1998). Sektor afektif menggambarkan karakteristik emosional yang dibawa sejak lahir dan tidak dipelajari oleh organisme. Sektor somatis merupakan keterkaitan antara struktur dan fungsi psikologi dengan beberapa fungsi fisiologi pada otak. Pendekatan seperti yang dikemukakan Eysenck dilandasi oleh penelitian ilmiah sehingga hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan dibandingkan pendekatan yang hanya menggunakan spekulasi atau intuisi klinis untuk mengabsahkan asumsinya.

Berdasarkan penjelasan definisi kepribadian oleh masing-masing tokoh, maka penelitian ini merujuk pada definisi kepribadian yang dicetuskan oleh Eysenck. Personality DNA Sociability Criminality Creativity Psychopathology Sexual Behavior P E N Conditioning Sensitivity Vigilance Perception Memory Reminiscence Limbic System Arousal Distal

Antecedents AntecedentsProximal

Proximal

Consequences ConsequencesDistal

(17)

Figur di atas menjelaskan kepribadian menurut Eysenck. Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis, yaitu melalui DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen anak. Temperamen didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir dan merupakan warisan dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007). Sistem limbik diyakini sebagai pusat pengaturan emosi (Eysenck, 1967). Sistem Limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek, tetapi juga menjaga homeostatis dalam tubuh, terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan diri. Sistem limbik mengandung hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian terpenting dari otak mamalia. Hipotalamus mengatur hormon, hasrat seksual, emosi, makan, minum, suhu tubuh, keseimbangan kimiawi, tidur dan bangun, sekaligus mengatur kelenjar utama dari otak (kelenjar pituitari). Eysenck (1967) menyatakan bahwa sistem limbik dapat menjelaskan informasi yang diproses melalui pancaindera dapat terdistorsi. Teori arousal Eysenck menjelaskan bahwa individu yang memiliki level optimum sensitivitas yang tinggi cenderung menghindari stimulus yang berlebih dari lingkungan, sedangkan individu yang memiliki level optimum sensitivitas yang rendah cenderung mencari stimulus dari lingkungan agar level optimum sensitivitasnya optimal.

Kepribadian organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas, namun faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian

(18)

(Eysenck, 1967). Penelitian korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada akhirnya melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism), Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Penerapan dimensi kepribadian Eysenck dapat dilihat dari beberapa penelitian eksperimental yang dilakukannya. Pertama, dimensi kepribadian psikotisme diasosiasikan dengan sikap yang bermusuhan dan kecenderungan menentang norma yang berlaku di masyarakat (Eysenck, 1997). Kedua, studi eksperimental menemukan bahwa individu introvert lebih terpengaruh dampak kebisingan dibandingkan individu ekstrovert ketika dihadapkan pada tugas (Aubel & Britton, dalam Bell 2005). Ketiga, dimensi kepribadian neurotis memiliki kontribusi terhadap psikopatologi, misalnya neurosis (Eysenck, 1997).

2. Dimensi Kepribadian

Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The Three-Factor Theory), yang membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005), yaitu :

a. Dimensi Introvert-Ekstrovert (Introversion-Extroversion)

Eysenck (dalam Pervin, 2005) mengemukakan karakteristik individu ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif, menyenangkan, aktif, dan spontan. Eysenck (dalam Pervin, 2005) menjabarkan komponen extroversi adalah kurangnya tanggung jawab, kurangnya refleksi, pernyataan perasaan, penurutan kata hati, pengambilan resiko, kemampuan sosial, dan aktivitas. Lebih lanjut lagi, Eysenck &Eysenck (dalam Schultz, 2008) mengemukakan bahwa ciri

(19)

yang khas dari kepribadian ekstrovert adalah mudah bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendirian.

Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu siap menjawab, dan biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak pertimbangan (easy going), optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol, dan tidak selalu dapat dipercaya (Aiken, 1985, dalam Pervin 2005). Dimensi kepribadian ini juga berdaya ingat kuat (dalam hal me-recall ingatan jangka pendek), memiliki ambang rangsang yang tinggi dan menunjukkan daya juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan tugas yang tinggi taraf kesukarannya dengan baik, ramah, impulsif, tidak suka diatur dan dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada, bertindak cepat, optimis, agresif, cepat / mudah meredakan kemarahan, mudah tertawa, tidak dapat menahan perasaannya.

Menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005), introvert adalah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert–ekstrovert dengan karakteristik watak

(20)

yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadian ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka melamun, dan gugup. Lebih lanjut lagi, Aiken (1985, dalam Hall & Lindzey 2005) mengatakan bahwa individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert memiliki toleransi yang tinggi terhadap isolasi/kesendirian, kurang toleransi terhadap keluhan fisik, cenderung melakukan secara baik terhadap tugas yang sederhana/mudah, dan cenderung melaksanakan secara baik tugas yang menuntut kesiapsiagaan. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak mudah bergabung dengan orang lain, dan susah mengartikulasikan ide-idenya.

Lively

E

Sociable Active Assertive

Sensation-seeking

Carefree Dominant Surgent Venturesome

(21)

b. Dimensi Neurotisme (Neuroticism)

Dimensi kepribadian neurotisme yang sebelumnya dikenal dengan dimensi stabilitas emosiketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist & Feist (2006) menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen hereditas yang kuat dalam memprediksi gangguan yang dialami oleh individu, dalam hal ini, individu yang memiliki skor neurotisme yang tinggi memiliki kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional terhadap satu situasi dan mereka kesulitan untuk kembali ke keadaan semula sebelum mereka dihadapkan pada situasi yang demikian. Lebih lanjut, Eysenck (dalam Feist, 2005) mengatakan bahwa individu yang sering gugup dan mengeluh akan simtom-simtom fisik, seperti sakit kepala, memiliki gangguan psikologi yang jelas.

Boeree (2007) memberikan penjelasan tentang dimensi neurotisme Eysenck, bahwa walaupun individu yang memiliki skor neurotisme tinggi, belum tentu individu tersebut neurotik. Eysenck hanya mengatakan bahwa individu-individu dengan skor neurotisme tinggi lebih mudah terserang persoalan-persoalan neurotik. Eysenck yakin bahwa data-data kepribadian seseorang pasti berkisar antara titik normal sampai titik neurotisisme, maka hal ini pun berlaku untuk temperamen, artinya, temperamen memiliki dasar genetis dan dimensi kepribadian yang terkait dengan aspek fisiologis seseorang.

(22)

c. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)

Eysenck sadar bahwa populasi data yang digunakan dalam penelitiannya terlalu luas dan global, oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan dari sekian banyak populasi data ini ada yang sebenarnya tidak patut dipilihnya (Boeree, 2007). Eysenck melakukan penelitian pada rumah sakit jiwa yang terletak di Inggris. Data-data yang didapatkan dari

Depressed

N

Anxious Guilt

Feelings Low Self-Esteem Terise

Irrational Shy Moody Emotional

(23)

pasien rumah sakit jiwa ini kemudian dianalisis dan faktor ketiga yang dinamakan psikotisme (psychoticism) muncul.

Dimensi psikotisme merupakan dimensi yang ditambahkan dari teori asli Eysenck (Feist, 2005). Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini seperti 2 dimensi lainnya, memiliki faktor bipolar, yaitu : psikotitisme dan superego (psychoticism – superego). Seperti halnya neurotisme, individu psikotistik bukan berarti psikotik, namun hanya memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapa pada individu-individu psikotik (Boeree, 2007). Beberapa gejala yang biasanya ditemukan pada individu-individu psikotistik, di antaranya adalah : tidak memiliki daya respon (recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku, dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate emotional expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang mendapatkan skor tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung soliter, cuek (insensitive), tidak peduli dengan orang lain, dan menentang kebiasan-kebiasan umum yang berlaku secara sosial.

Cold

P

(24)

3. Hubungan Kepribadian dengan Ingatan Jangka Pendek

Heffeman & Ling (2001) membandingkan ingatan prospektif, yaitu ingatan yang digunakan pada masa yang akan datang antara individu ekstrovert dan introvert. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa individu ekstrovert memiliki lebih sedikit kesalahan dibandingkan individu introvert dalam tugas ingatan prospektif. Penelitian yang dilakukan oleh Aubel & Britton (dalam Bell, 2005) menunjukkan bahwa performansi individu ekstrovert lebih baik dibandingkan individu introvert pada tugas kognitif. Penelitian Lieberman (2000) menemukan bahwa individu ekstrovert memiliki kemampuan ingatan jangka pendek yang lebih baik daripada individu introvert .

D. Warna

1. Definisi Warna

Warna adalah properti yang dapat kita lihat baik melalui sistem penglihatan maupun materi yang berasal dari sumber cahaya (dalam Heerwagen, 2004). Gelombang cahaya yang mencapai mata kita, akan dipersepsikan sebagai warna. Secara fisis, cahaya tidak memiliki warna, namun sistem penglihatan kita, termasuk otak, menginterpretasikan cahaya dalam panjang gelombang tertentu menghasilkan warna. Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-630 nanometer.

(25)

2. Dimensi Psikologis Warna

Menurut Munsell (dalam Goldstein, 2002), terdapat 3 dimensi psikologis warna, yaitu :

a. Hue (corak warna)

Corak warna berkaitan dengan nama warna tertentu. Nama warna misalnya : merah, hijau, biru, dan kuning.

b. Brightness (kecerahan warna)

Dasar fisis kecerahan terutama adalah energi sumber cahaya yang berhubungan dengan amplitudo gelombang. Namun, kecerahan dalam beberapa hal juga tergantung pada panjang gelombang, misalnya : warna kuning tampak lebih terang dari panjang gelombang warna dan biru, walaupun ketiga warna tersebut mempunyai amplitudo yang sama.

c. Saturation (kejenuhan warna)

Saturasi atau kejenuhan warna berhubungan dengan keanekaragaman warna cahaya, di mana warna putih berkaitan dengan tidak adanya warna secara total. Warna yang memiliki saturasi yang tinggi kelihatan tidak mengandung warna putih. Warna yang tidak memiliki saturasi kelihatan pucat dan keputih-putihan. Tingkat saturasi yang rendah berhubungan dengan panjang gelombang berbeda-beda dari suatu warna, dan tingkat saturasi yang tinggi berhubungan dengan panjang gelombang tunggal.

(26)

Prang (dalam Hakim & Sediadi, 2004) membagi warna menjadi 3 dimensi, yaitu :

a. Hue

semacam temperamen mengenai panas/dinginnya suatu warna. b. Value

mengenai gelap terangnya warna. c. Intensity

mengenai cerah dan redupnya warna.

Selain itu, Prang juga membagi adanya kelas warna, yaitu : a. Primary

merupakan warna utama/pokok, yaitu : warna merah, kuning, dan biru. b. Binary

merupakan warna kedua dan yang terjadi dari gabungan antara dua warna primary. Warna tersebut adalah merah+biru = violet, merah+kuning = jingga, dan biru+kuning = hijau.

c. Intermediate

warna ini adalah warna-warna campuran dari warna primary dan binary, misalnya, merah dicampur hijau menjadi merah hijau.

d. Tertiary

merupakan warna-warna campuran dari warna binary, misalnya, violet dicampur dengan hijau.

(27)

e. Quaternary

merupakan warna campuran dari dua warna tertiary, misalnya : hijau violet dicampur dengan jingga hijau, jingga violet dicampur dengan jingga hijau, dan hijau jingga dicampur dengan violet jingga.

Selain itu, kita juga mengenal adanya pencampuran antara warna murni dengan warna kutub yang disebut dengan :

a. Tint

warna murni dicampur dengan warna putih sehingga terjadi warna muda. b. Shade

warna murni dicampur dengan hitam sehingga terjadi warna tua. c. Tone

warna murni dicampur dengan warna abu-abu (pencampuran putih dan hitam) sehingga terjadi warna tanggung.

3. Hubungan Warna dengan Ingatan

Birren (1950) menyatakan bahwa warna dapat meningkatkan sensitivitas individu. Penelitian Birren (1950) menunjukkan bahwa warna yang hangat (warm) seperti warna kuning dan merah lebih meningkatkan arousal dibandingkan dengan warna yang tenang (cool). Penelitian Greene (1983) menunjukkan hasil yang serupa, bahwa warna-warna yang hangat meningkatkan sensitivitas dibandingkan dengan warna yang tenang. Penelitian Roozendaal (2002) menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa yang membangkitkan (arousing) dapat meningkatkan ingatan. Ketika peristiwa-peristiwa ini diingat, terjadi

(28)

perubahan hormon dalam otak yang akhirnya membuat ingatan akan peristiwa tersebut meningkat. Penelitian Wolters & Goudsmit (2005) dan Otani (2007) mengindikasikan peristiwa-peristiwa yang membangkitkan dapat meningkatkan ingatan. Kita dapat berasumsi bahwa warna dapat berperan sebagai bantuan dalam hal mengingat jika warna yang digunakan dapat membuat ketergugahan secara emosional (emotionally arousing).

Penelitian yang dilakukan oleh Wurm (1993) yang menyatakan bahwa dengan adanya warna dapat membantu individu lebih mengingat nama objek yang dikenai warna. Penelitian Humprey, Goodale, Jakobson, dan Servos (1994) menemukan hal yang sama seperti Wurm, yaitu warna kromatik memfasilitasi penamaan objek yang dilihat. Borges, Stepnowsky, dan Holt (1977) menemukan bahwa rekognisi pada orang dewasa lebih baik untuk gambar berwarna dibandingkan hitam-putih.

Jika warna dapat meningkatkan sensitivitas dan sensitivitas dapat meningkatkan ingatan, maka mungkin saja warna dapat meningkatkan ingatan. Penelitian Spence (2006) menunjukkan warna meningkatkan rekognisi akan pemandangan alam sebesar 5%.

E. Hubungan antara Kebisingan, Dimensi Kepribadian, dan Warna dengan Ingatan Jangka Pendek

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemampuan mengingat seseorang. Ingatan adalah kemampuan yang dimiliki manusia yang digunakan untuk menyimpan sesuatu yang akan dikeluarkan pada waktu yang akan datang.

(29)

Ingatan ini sangat diperlukan oleh individu, misalnya suatu kejadian yang tidak menyenangkan terjadi karena suatu kesalahan yang kita buat sendiri sehingga pada saat kita menghadapi masalah yang hampir sama maka kita dapat mengingat dan kesalahan tidak terulang lagi. Ingatan juga sangat dibutuhkan sekali dalam proses belajar.

Lingkungan yang bising dan hiruk-pikuk dapat mempengaruhi ingatan. Seseorang yang mampu untuk beradaptasi dengan kebisingan tidak akan mengalami kesulitan untuk mengingat, namun hal ini akan berbeda dengan individu yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang bising. Individu tersebut tidak dapat mengingat dalam keadaan bising, kenyataannya ada individu-individu yang mampu mentolerir kebisingan sehingga hal tersebut tidak mempengaruhi aktivitas yang melibatkan ingatannya.

Individu yang mampu mentolerir kebisingan tidak akan membuat performansi individu memburuk, sedangkan individu yang tidak bisa mentolerir kebisingan, performansinya tentu akan memburuk. Perbedaan individual dalam mentolerir kebisingan ini dipengaruhi oleh kepribadian. Dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck menyatakan bahwa individu ekstrovert dan introvert memiliki tingkat optimum sensitivitas (level optimum arousal) yang berbeda. Eysenck (1998) mengemukakan teori arousal yang menyatakan bahwa individu introvert memiliki tingkat optimum sensitivitas yang tinggi sehingga apabila dihadapkan pada kebisingan, individu introvert akan lebih terdistraksi, sebaliknya, individu ekstrovert memiliki tingkat optimum sensitivitas yang rendah, sehingga

(30)

mereka cenderung untuk mencari stimulus dari lingkungan agar sensitivitas mereka optimum.

Tingkat sensitivitas dapat dimanipulasi dengan penggunaan warna. Penelitian Burt (2002) menyatakan bahwa penggunaan warna dapat meningkatkan kemampuan ingatan individu. Penelitian Birren (1950) menunjukkan bahwa warna yang hangat, seperti warna kuning dan merah lebih meningkatkan sensitivitas dibandingkan dengan warna yang tenang. Adanya penggunaan warna diharapkan dapat membantu individu dalam meningkatkan ingatannya.

Jika ditinjau dari sisi teoritis, kebisingan merupakan suatu stimulus yang dapat mengganggu performasi ketika melakukan tugas yang membutuhkan ingatan. Individu yang introvert maupun ekstrovert memiliki perbedaan dalam tingkat optimum sensitivitas, sehingga individu ekstrovert cenderung kurang terpengaruh dampak kebisingan ketika dihadapkan pada tugas yang membutuhkan ingatan, sebaliknya, individu introvert telah memiliki tingkat optimum sensitivitas yang tinggi, sehingga apabila dihadapkan dengan kebisingan, individu ekstrovert lebih terpengaruh dampak kebisingan dibandingkan individu ekstrovert. Penggunaan warna disarankan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan mengingat. Warna yang cerah lebih membantu mengingat kembali dibandingkan warna yang tenang. Warna yang cerah lebih meningkatkan sensitivitas dibandingkan warna yang tenang. Individu yang melakukan tugas dalam kondisi yang bising tentunya dapat menggunakan warna sebagai salah satu upaya dalam mengingat, namun tipe kepribadian individu yang bersangkutan juga memiliki kontribusi dalam mengingat. Penggunaan warna cerah dapat

(31)

meningkatkan sensitivitas, individu introvert telah memiliki tingkat optimum sensitivitas yang tinggi, dengan demikian, penggunaan warna yang cerah akan meningkatkan sensitivitas baik pada individu ekstrovert maupun introvert. Individu introvert cenderung menjaga tingkat optimum sensitivitas dengan jalan menghindari situasi yang dapat meningkatkan sensitivitas mereka, dalam hal ini kebisingan. Jika individu introvert memiliki tingkat optimum sensitivitas yang tinggi melakukan aktivitas yang membutuhkan ingatan pada kondisi yang bising, tentunya hal ini dapat mempengaruhi performansinya. Penelitian Furham & Strbac (2002) mengindikasikan bahwa individu introvert membuat lebih banyak kesalahan ketika mereka berusaha mengingat kembali materi yang ada pada tugas pemahaman membaca. Warna dimanipulasi untuk meningkatkan kemampuan mengingat, namun, seperti yang telah dipaparkan, warna cerah memiliki sensitivitas yang tinggi, dengan demikian adanya penggunaan warna cerah ditambah lagi dengan stimulus lingkungan berupa kebisingan, hendaknya individu introvert lebih kesulitan dalam tugas yang membutuhkan ingatan.

F. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesa pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh kebisingan terhadap ingatan jangka pendek

2. Terdapat pengaruh dimensi kepribadian terhadap ingatan jangka pendek 3. Terdapat pengaruh warna terhadap ingatan jangka pendek

(32)

dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert

5. Terdapat pengaruh warna terhadap ingatan jangka pendek ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert

6. Terdapat pengaruh warna dan kebisingan terhadap ingatan jangka pendek? 7. Terdapat pengaruh kebisingan, dimensi kepribadian, dan warna terhadap

Gambar

Gambar 1. Jenis Ingatan Jangka Panjang
Gambar 2. Proses masuknya informasi dari luar ke sistem ingatan manusia
Gambar 4. Struktur Hirarki Ekstroversi
Gambar 5. Struktur Hirarki Neurotisme

Referensi

Dokumen terkait

memilih pekerjaan, memilih program studi, memilih antara beberapa alternatif kehidupan, dan penyelesaian persoalan pribadi merupakan contoh-contoh dimensi pengambilan

Dari pengertian tiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa MBS adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh

Sistem yang dibuat akan menerapkan data warehouse dan business intelligence, mulai dari menggambarkan arsitektur yang ada, membuat ETL (Extract, Transform, Load),

Untuk memanggang atau memanggang makanan dengan suhu pemasakan yang sama, pada lebih dari 1 rak, tanpa pencampuran aroma.. Memasak se‐ cara

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti, Sulistiyanto, Purwanto, Partini, Aunillah, dan Haq (2009) kepada 573 subyek yang berasal dari siswa sekolah dasar

SENTRA USAHA PRIMA yang mempunyai jumlah karyawan yang cukup banyak, sistem absensi dan perhitungan gaji karyawan yang dilakukan secara manual bisa menimbulkan banyak

Non Litigasi , h.. 1) Asas kesepakatan artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter. 2) Asas musyawarah yaitu setiap perselisihan

Pines (dalam Tawale, 2011) menyatakan bahwa individu kecil kemungkinannya untuk mengalami burnout dalam suatu organisasi yang memberikan kesempatan pada individu untuk