• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bina Krisnaputri Pamujiningtyas 1), Anas D. Susila 2) Mahasiswa Departeman Agronomi dan Hortikultura, IPB 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bina Krisnaputri Pamujiningtyas 1), Anas D. Susila 2) Mahasiswa Departeman Agronomi dan Hortikultura, IPB 2"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI NAUNGAN DAN PUPUK DAUN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SELADA (Lactuca

sativa Var. Minetto) DALAM TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM

TERAPUNG (THST)

The effects of Shading and Foliar Fertilizer on Growth and Yield of Lettuce(Lactuca sativa Var. Minetto) in Deep Pool Growing System

Bina Krisnaputri Pamujiningtyas

1)

, Anas D. Susila

2)

1

Mahasiswa Departeman Agronomi dan Hortikultura, IPB

2

Staf Pengajar Departeman Agronomi dan Hortikultura Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga Bogor,

Telp/Fax: 0251-629353/628060

e-mail : anas@ipb.ac.id

(2)

PENGARUH APLIKASI NAUNGAN DAN PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SELADA (Lactuca sativa Var. Minetto) DALAM TEKNOLOGI HIDROPONIK

SISTEM TERAPUNG (THST)

The effects of Shading and Foliar Fertilizer on Growth and Yield of Lettuce(Lactuca sativa Var. Minetto) in Deep Pool Growing System

Bina Krisnaputri Pamujiningtyas1), Anas D. Susila2) 1 Mahasiswa Departemen Budidaya Pertanian 2 Staf Pengajar Departemen Budidaya Pertanian

Abstract

Lettuce (Lactuca sativa Var. Minetto) was grown in Deep Pool Growing System with AB mix nutrient solution to evaluate the effect shading and foliar fertilizer. This study was conducted in Danasworo Hydrogarden, Ciapus Bogor from January 2005 – March 2005. The experiment was arranged in Split Plot design with 10 replication. Main plot was shading application ( shading and nonshading) and sub plot was application of foliar fertilizer (P) with four levels (P0 = 0 g/l or without foliar fertilizer, P1 = 2 g/l, P2 = 4 g/l, P3 = 6 g/l). Shading application significanly reduced vegetatif growth, except the length of root. Foliar fertilizer application until 6g/l decreased linearly for vegetatif growth. Interaction effect showed that with shading, foliar fertilizer application until 6 g/l decreased linearly for marketable yield per panel from 421.5 g to 153 g, and with non shading , foliar fertilizer application until 6 g/l decreased linearly for marketable yield per panel from 285.7 g to 128.8 g.

Keywords: Deep Pool Growing System, hydroponics, lettuce, foliar fertilizer, shading PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selada termasuk salah satu sayuran daun yang telah lama dikenal dan dibudidayakan sejak tahun 4500 SM. Selain rasanya yang enak, renyah, dan lunak, selada juga banyak mengandung vitamin A, karbohidrat, lemak, serat, dan mineral. Permintaan terhadap tanaman selada semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk serta upaya untuk meningkatkan gizi keluarga. Oleh karena itu, peningkatan produksi perlu dipacu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat. Departemen Pertanian (2005) melaporkan bahwa produksi sayuran khususnya selada/sawi mengalami penurunan dari 454.815 ton (2000) menjadi 434.043 ton (2001), akan tetapi pada tahun berikutnya mengalami peningkatan menjadi 461.069 ton (2002). Melihat kondisi tersebut budidaya selada memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.

Berbagai upaya peningkatan hasil panen selada sudah banyak dilakukan. Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu dan hasil panen selada adalah dengan menggunakan teknologi budidaya hidroponik. Teknologi budidaya hidroponik adalah teknik budidaya tanaman yang menggunakan larutan hara (air yang mengandung pupuk) dengan atau tanpa penambahan medium inert (seperti pasir, kerikil, rockwool,

vermikulit) sebagai penunjang mekanik (Jensen, 1997).

Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) merupakan salah satu pengembangan teknologi hidroponik yang murah dan sederhana. Pada THST, tanaman ditanam di atas panel–panel styrofoam yang diapungkan dalam kolam dengan ukuran dan volume larutan hara yang besar, volume larutan yang besar dapat menekan fluktuasi larutan hara, meliputi EC, pH, dan suhu (Susila, 2003). Permasalahan yang akan timbul dari THST ini adalah terendamnya akar tanaman dalam larutan hara yang tidak disirkulasi menyebabkan suplai oksigen berkurang.

Salah satu cara untuk mempertahankan hasil produk tetap tinggi maka pemilihan konsentrasi nutrisi yang diberikan juga harus tepat. Pemberian konsentrasi yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pada hasil penelitian Susila dan Koerniawati (2004), penanaman selada dapat tumbuh baik pada TDS 250 – 320 ppm atau sekitar 400 - 500 μS.cm-1, sedangkan pada penelitian

Nurfinayati (2004) menyatakan bahwa selada masih bisa tumbuh baik sampai EC 1550 μS.cm-1 pada

pemanfaatan berulang larutan hara.

Usaha untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap komoditi selada antara lain dengan pemberian pupuk daun dan naungan. Aplikasi naungan dan pupuk daun diharapkan mampu memperbaiki kualitas dan produksi selada. Setiap tanaman memerlukan kisaran intensitas cahaya matahari tertentu untuk pertumbuhan karena respon setiap tanaman terhadap naungan berbeda – beda. Subhan (1995) menyatakan

(3)

bahwa kubis yang tumbuh pada perlakuan naungan plastik memberikan hasil panen lebih besar dibandingkan tanpa naungan.

Salisbury dan Ross (1997) menyatakan bahwa selain cahaya, faktor lingkungan lain yang sangat menentukkan pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketersediaan unsur hara. Penyediaan unsur hara tanaman dapat ditingkatkan dengan penambahan unsur hara berupa pupuk daun. Sutapraja, et al. (1996) menyebutkan bahwa pemberian pupuk daun Complesol cair konsentrasi 2 ml/l yang diaplikasikan 3 kali seminggu cukup efektif untuk meningkatkan bobot bersih kubis kultivar victoria. Pada penelitian Napitulu (2003) menyatakan bahwa pemberian pupuk daun Gandasil D (N 14%, P2O5 12%, K2O 14%) konsentrasi

2.5 g/l yang diaplikasikan setiap 4 hari sekali juga dapat meningkatkan bobot akar per tanaman, bobot daun, dan bobot total selada per tanaman maupun per panel dalam THST dengan hara AB mix. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh naungan dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada dalam sistem hidroponik terapung.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Januari - Maret 2005, bertempat di fasilitas Deep Pool

Growing System, Danasworo Hydro-Garden, Ciapus Bogor yang berada pada ketinggian 500 m dpl dengan

suhu rata-rata harian 25-30 o C.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih selada varietas Minetto, media tanam berupa rockwool dan larutan hara A & B Mix Selada terdiri dari larutan hara stok A: KNO3, Ca(NO3)2,

FeEDTA, dan larutan hara stok B : KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, (NH4)2SO4, Na2HBO3,

ZnSO4 dan Na2MoO4, Pupuk Daun (N 14 %, P2O5 12 %, K2O 14%).

Panel tray yang digunakan terdiri dari dua macam, yaitu panel tray 77 untuk perkecambahan dan panel tray 15 untuk floating. Tiap panel tanam terdapat 15 lubang tanam dengan jarak tanam 15 cm antar lubang tanam 2.5 cm dan 5 cm. Floating diletakkan pada kolam dengan ketinggian 25 cm. Sedangkan alat yang digunakan antara lain pH meter, EC meter, termohigrometer, light meter, meteran, timbangan, Leaf

Chart Area, dan Knapsack Sprayer.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan Split Plot. Petak utama adalah naungan terdiri dari non naungan dan naungan sedangkan anak petak adalah konsentrasi pupuk daun yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 g/l, 2 g/, 4 g/l, 6 g/l.

Penelitian ini terdiri dari 8 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 10 kali sehingga terdapat 80 satuan percobaan dimana setiap satuan percobaan terdiri dari 15 tanaman, sehingga jumlah total tanaman yang ditanam sebanyak 1200 tanaman. Pengolahan data dilakukan dengan uji F, kemudian dilakukan uji lanjut regresi untuk mengetahui taraf dosis pupuk daun yang optimum.

Pelaksanaan

Benih dikecambahkan dalam tray plastik yang diberi kertas tissue dan dibahasi. Setelah kecambah (3 hari), bibit dipindahtanamkan ke panel semai dipelihara selama 3 minggu sebelum floating. Selama pemeliharaan bibit disemprot dengan pupuk daun Gandasil D konsentrasi 2 g/l setiap empat hari sekali. Penanaman dalam panel 15 (floating) dilakukan selama enam minggu dengan media tanam rockwool diatas kolam yang berisi larutan hara AB mix dengan EC awal adalah 1.63 mS.cm-1.

Tanaman dikondisikan sesuai dengan perlakuan (naungan atau non naungan), dan disemprot pupuk daun sesuai dengan konsentrasi perlakuan masing-masing menggunakan knapsack sprayer. Volume penyemprotan pupuk daun setiap perlakuan untuk 150 tanaman pada saat umur 1 MST - 3 MST sebanyak 5 liter dan pada umur 4 – 6 MST sebanyak 10 liter. Pemisahan antar perlakuan pupuk daun dalam satu kolam dilakukan dengan menggunakan panel kosong. Pemanenan dilakukan pada umur 6 MST dengan cara mencabut tanaman selada beserta akarnya.

Pengamatan

Pengamatan vegetatif yang dilakukan adalah pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun yaitu diambil sampel daun ke-3 dari bawah pada umur 4 MST, kemudian diukur dengan Leaf Chart Area. Pada saat panen dilakukan pengukuran diameter batang, panjang akar, jumlah tanaman hidup, bobot selada per tanaman dan per panel. Di samping itu, dilakukan analisis klorofil, analisis jaringan tanaman. Di

(4)

samping itu juga dilakukan analisis air (nitrit, nitrat, dan amonium), pengukuran pH larutan awal, EC larutan, temperatur air, serta kondisi green house yang meliputi suhu ruangan, kelembaban dilakukan setiap hari pagi (08.00 WIB), siang (13.00 WIB), dan sore (16.00 WIB).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Selama penelitian berlangsung kondisi tanaman selada cukup baik, akan tetapi ada beberapa hama dan penyakit yang menyerang, antara lain hama kutu daun (Mycus persicae), ulat grayak (Spodoptera

litura), dan penyakit rebah semai (wire steam). Penyakit rebah semai menyerang pada saat pembibitan

sekitar umur 1 MST, sedangkan hama kutu daun banyak menyerang pada kondisi naungan, hal ini mungkin disebabkan kondisi yang terlalu lembab. Pengendalian hama ulat grayak dilakukan secara manual, yaitu dengan mengambil ulat beserta telurnya. Secara umum serangan hama tidak menghambat pertumbuhan tanaman karena serangan tergolong rendah.

Suhu greenhouse pada pagi hari berkisar antara 25 –31oC, siang hari 27–39 oC, dan sore hari

berkisar 25 - 35 oC dengan kelembaban udara pada pagi hari berkisar 51-100%, siang hari 50-98%, dan sore

hari 52-100%. Besarnya suhu larutan hara hanya berkisar antara 25-27.7o C, hal ini diduga karena seluruh

permukaan kolam yang tertutup styrofoam menyebabkan penekanan fluktuasi suhu larutan.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya (Tabel 1) diperoleh besarnya intensitas cahaya

greenhouse dalam naungan maupun tanpa naungan tertinggi yaitu pada saat pagi hari dan terendah pada saat

sore hari. Rata - rata besarnya intensitas cahaya siang hari lebih rendah daripada pagi hari, hal ini terjadi karena pada saat siang hari kondisi di tempat penelitian sering mendung.

Tabel 1. Data Pengamatan Intensitas Cahaya (IC) di Dalam dan di Luar Greenhouse.

Waktu

Greenhouse

IC Luar GH (Lux)

Tanpa Naungan Naungan

IC (Lux) % naungan IC (Lux) % naungan

Pagi Siang Sore 3951 3683 1291 87.9 88.7 86.8 10530 9774.8 4600.4 67.9 71.2 52.9 32795.6 32473.9 9769.6

Rata - rata persentase naungan dalam greenhouse pada kondisi naungan sebesar 87.9%, sedangkan pada kondisi tanpa naungan sebesar 64%. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya yang diteruskan oleh naungan dalam greenhouse sangat kecil yaitu sekitar 12.1% untuk kondisi naungan, sedangkan untuk kondisi tanpa naungan sebesar 36 %.

Hasil Tinggi Tanaman

Perlakuan naungan dan perlakuan pupuk daun secara nyata mempengaruhi tinggi tanaman selada hanya pada umur 2 MST. Pengaruh interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap tinggi tanaman berpengaruh nyata dari umur 3 MST – 6 MST (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun Terhadap Tinggi Tanaman Selada Umur 1-6 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST N0 N1 N0 N1 N0 N1 N0 N1 N0 Naungan Tanpa Naungan Uji F 15.0 16.5 ** Konsentrasi pupuk daun 0 g/l 2 g/l 4 g.l 6 g/l Respon 16.6 16.2 15.4 15.0 L** 17.0 16.8 16.4 15.2 Q* 21.8 20.3 18.9 17..3 L** 19.3 19.2 18.4 16.8 Q* 26.7 24.1 21.2 19.1 L** 22.0 20.5 21.5 19.4 Q* 30.2 27.8 25.1 22.5 L* 25.3 24.9 23.2 20.0 Q* 33.3 29.9 26.5 23.1 L** Interaksi TN ** ** ** *

(5)

TN : Tidak berpengaruh nyata pada uji statistik (p>5%) * : Berpengaruh nyata pada uji pada uji statistik (p>5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) L : Uji regresi berpengaruh secara linear

Q : Uji regresi berpengaruh secara kuadratik

Perlakuan naungan pada umur 2 MST menghasilkan tinggi tanaman lebih besar dibandingkan selada tanpa naungan. Pada perlakuan pupuk daun, tinggi tanaman menunjukkan respon nyata di mana aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan tinggi tanaman dari 16.6 cm sampai ke-15 cm. Pada kondisi naungan, aplikasi pupuk daun menunjukkan trend penurunan yang berbeda daripada tanpa naungan. Pada perlakuan tanpa naungan, aplikasi pupuk daun membentuk respon kuadratik pada tinggi tanaman yang berarti bahwa aplikasi pupuk daun dari 0 g/l sampai 6 g/l dapat diperoleh titik optimum, sedangkan pada kondisi tanpa naungan menunjukkan respon linier menurun, hal ini berarti bahwa peningkatan konsentrasi pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan tinggi tanaman secara linier.

Jumlah Daun

Perlakuan naungan dan perlakuan pupuk daun secara nyata berpengaruh terhadap jumlah daun pada umur 3, 4, dan 6 MST, sedangkan pada umur 2 MST tidak berpengaruh nyata (Tabel 3). Interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap jumlah daun terjadi pada umur 1 dan 5 MST.

Perlakuan naungan pada umur 3, 4, dan 6 MST menunjukkan bahwa jumlah daun untuk kondisi tanpa naungan lebih banyak daripada kondisi naungan. Interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap jumlah daun umur 1 dan 5 MST pada kondisi tanpa naungan adalah kuadratik, sedangkan pada umur 5 MST untuk kondisi tanpa naungan adalah linier menurun yang artinya bahwa aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l menekan pertumbuhan jumlah daun dari 8.1 sampai ke- 7.3.

Tabel 3. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun Terhadap Jumlah Daun Tanaman Selada Umur 1-6 MST.

Perlakuan Jumlah Daun 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST N0 N1 N0 N1 Naungan Tanpa Naungan Uji F 5.4 5.4 TN 6.3 5.6 ** 7.6 6.9 ** 8.7 7.3 ** Konsentrasi pupuk daun 0 g/l 2 g/l 4 g.l 6 g/l Respon 3.9 4.5 4.6 3.9 Q* 4.6 4.4 4.1 3.9 L* 5.7 5.6 5.1 5.2 TN 6.4 6.5 5.7 5.2 L** 8.2 7.8 6.5 6.4 L** 8.1 8.7 8.4 7.3 Q* 6.4 6.1 6.1 6.5 TN 8.5 8.3 8.0 7.2 L* Interaksi * TN TN TN * TN

N0 = perlakuan tanpa naungan; N1 = perlakuan naungan TN : tidak berpengaruh nyata pada uji statistik (p>5%)

* : berpengaruh nyata pada uji pada uji statistik (p>5%) ** : berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) L : uji regresi berpengaruh secara linear

Q : uji regresi berpengaruh secara kuadratik

Panjang Akar , Diameter Batang, dan Luas Daun

Perlakuan naungan, konsentrasi pupuk daun, interaksi antara naungan dan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 4)

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Naungan dan Pupuk Daun terhadap Diameter Batang dan Luas Daun Umur 6 MST

Perlakuan Panjang Akar (cm) Diameter Batang (cm) Luas Daun (cm

2) Naungan Tanpa Naungan Uji F 4.5 4.3 TN 0.69 0.54 ** 101.61 78.82 ** Konsentrasi pupuk daun

(6)

0 g/l 2 g/l 4 g.l 6 g/l Respon 4.6 4.5 4.1 4.3 TN 0.68 0.66 0.57 0.55 L* 103.18 98.71 80.07 78.90 L** Interaksi TN TN TN

TN : tidak berpengaruh nyata pada uji statistik (p>5%)

* : berpengaruh nyata pada uji pada uji statistik (p<5%) ** : berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) L : uji regresi berpengaruh secara linear

Perlakuan naungan dan perlakuan konsentrasi pupuk daun berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang, akan tetapi interaksi antara naungan dan pupuk daun tidak berpengaruh nyata (Tabel 4). Variabel diameter batang pada perlakuan naungan untuk kondisi selada tanpa naungan lebih besar 21.47 % dibandingkan selada yang ternaungi. Aplikasi pupuk daun sampai konsentrasi 6 g/l menurunkan secara linier terhadap diameter batang dari 0.68 cm sampai ke- 0.55 cm.

Perlakuan naungan dan perlakuan konsentrasi pupuk daun berpengaruh sangat nyata terhadap variabel luas daun, sedangkan interaksi antara naungan dan konsentrasi pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada perlakuan naungan, luas daun selada tanpa naungan lebih besar dibandingkan selada yang ternaungi. Terlihat pada Tabel 4 bahwa aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan luas daun secara linier dari 103.18 cm2 sampai ke- 78.90 cm2.

Jumlah Tanaman Hidup

Pengaruh interaksi antara naungan dan konsentrasi pupuk daun terjadi pada jumlah tanaman hidup selada per panel (Tabel 5). Pada kondisi tanpa naungan, aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan secara linier jumlah tanaman hidup per panel dari 13.30 sampai ke- 8.6, sedangkan kondisi selada yang ternaungi juga menurun secara linier dari 13.20 sampai ke- 8.0.

Tabel 5. Pengaruh Interaksi Naungan dan Konsentrasi Pupuk Daun terhadap Jumlah Tanaman Hidup per Panel, Bobot Selada yang Dapat Dipasarkan per Tanaman, dan Bobot Selada yang Dapat Dipasarkan per Panel.

Konsen trasi Pupuk

Jumlah Tanaman Hidup per Panel

Bobot yang Dapat Dipasarkan per Tanaman (g)

Bobot yang Dapat Dipasarkan per Panel (g) N0 N1 N0 N1 N0 N1 0 g/l 2 g/l 4g/l 6g/l Respon 13.3 11.7 10.2 8.6 L** 13.2 11.5 9.8 8.0 L** 32.1 28.2 24.3 20.3 L** 20.8 19.2 17.7 16.2 L* 421.5 332.0 242.5 153.0 L** 285.7 233.4 181.1 128.8 L**

Bobot yang Dapat Dipasarkan per Tanaman dan per Panel

Pengaruh interaksi antara perlakuan naungan dan konsentrasi pupuk daun terjadi pada bobot tanaman yang dapat dipasarkan per tanaman. Menurut hasil pengamatan pada Tabel 5, secara umum bobot selada yang dapat dipasarkan per tanaman pada kondisi tanpa naungan lebih besar dibandingkan yang ternaungi, sedangkan untuk respon bobot per tanaman baik kondisi naungan maupun tanpa naungan mengalami penurunan secara linier. Pengaruh interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap bobot yang dapat dipasarkan per tanaman pada kondisi tanpa naungan menurunkan secara linier dari bobot 32.1 g sampai ke-20.3 g, sedangkan pada kondisi naungan juga menurun secara linier dari 20.8 g sampai ke- 16.2 g.

Hasil panen selada di lapang per satuan luas lahan tergantung varietas selada yang di tanam serta jarak tanamnya. Jenis selada krop dapat menghasilkan antara 25 – 40 ton per hektar, sedangkan selada daun antara 15 – 30 ton per hektar. Pada selada keriting, bobot per tanaman dapat mencapai 100 g, sehingga bobot selada dalam penelitian ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan bobot selada di lapang.

Pengaruh interaksi antara perlakuan naungan dan konsentrasi pupuk daun terjadi pada bobot selada yang dapat dipasarkan per panel. Bobot selada per panel pada kondisi tanpa naungan memberikan hasil lebih besar daripada bobot selada yang ternaungi, akan tetapi aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan

(7)

bobot per panel secara linier baik kondisi naungan maupun tanpa naungan (Tabel 5). Semakin besar bobot yang dapat dipasarkan per tanaman maka semakin besar pula bobot yang dapat dipasarkan per panel.

Analisis Kandungan Klorofil dan Kandungan Hara

Perlakuan naungan pada selada menunjukkan adanya peningkatan jumlah a, klorofil b, dan klorofil total (Tabel 6). Pada perlakuan naungan dan konsentrasi pupuk daun, kandungan klorofil a lebih banyak daripada klorofil b. Secara keseluruhan, aplikasi pupuk daun sampai konsentrasi 6 g/l meningkatkan kandungan klorofil a, klorofil b, maupun klorofil total.

Tabel 6. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun Terhadap Kandungan Klorofil pada Selada Umur 6 MST

Perlakuan Kandungan Klorofil (mg/g)

Klorofil a Klorofil b Klorofil total Naungan Non Naungan Naungan 0.848 1.089 0.341 0.422 1.188 1.511 Konsentrasi Pupuk Daun

0 g/l 2 g/l 4 g/l 6 g/l 0.701 1.848 0.981 1.146 0.286 0.401 0.384 0.454 0.987 1.499 1.365 1.599

Tabel 7. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun Terhadap Kandungan Hara N, P, K terhadap Jaringan Tanaman Selada Umur 6 MST

Perlakuan Konsentrasi Hara

N (%) P (%) K (%) Naungan Non Naungan Naungan 3.61 3.52 0.19 0.23 2.67 2.68 Konsentrasi Pupuk Daun

0 g/l 2 g/l 4 g/l 6 g/l 3.27 3.29 3.51 4.09 0.17 0.26 0.19 0.21 2.87 2.66 2.42 2.74

Berdasarkan hasil analisis konsentrasi hara N, P, dan K baik pada perlakuan naungan maupun konsentrasi pupuk daun memberikan hasil bahwa konsentrasi hara N meningkat, sedangkan untuk hara P dan K mengalami penurunan (Tabel 7). Pemberian pupuk daun sampai 6 g/l meningkatkan konsentrasi hara N dan P, akan tetapi menurunkan konsentarsi hara K.

Analisis Air terhadap Kandungan Nitrat, Nitrit, dan Amonium

Tabel 8. Hasil Analisis Kualitas Air terhadap Kandungan Nitrat, Nitrit, dan Amonium.

Waktu pengukuran

Nitrit-N (mg/l) Nitrat-N (mg/l) Amonium-N (mg/l)

Air tanah 0MST 0.006 0.323 0.289

Larutan hara 0MST 0.082 4.643 1.620

Larutan hara 6MST 4.939 16.643 5.401

Sumber: Laboratorium Fisika-Kimia-Biologi Perairan (LIMNOLOGI) Jurusan Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis air yang bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan nitrat, nitrit, dan amonium dalam larutan hara (Tabel 8). Konsentrasi nitrat, nitrit, maupun amonium mengalami peningkatan dari awal tanam sampai akhir penelitian. Peningkatan nitrat lebih besar daripada nitrit dan amonium yaitu sebesar 72.10 % dari larutan hara 0 MST sampai 6 MST.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan dalam greeenhouse pada sistem hidroponik terapung memberikan hasil yang kurang optimal untuk pertumbuhan selada yaitu pertumbuhan

(8)

tinggi selada menjadi sangat tinggi, menekan pertumbuhan jumlah daun, memperkecil ukuran diameter batang dan luas daun, akan tetapi tidak bepengaruh pada panjang akar.

Variabel tinggi tanaman pada kondisi naungan menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan tanpa naungan, hal ini diduga karena selada yang ternaungi mengalami etiolasi, yaitu proses pemanjangan antar ruas pada batang yang mengakibatkan tanaman menjadi rentan terhadap kerebahan. Hasil penelitian Subhan (1995) menunjukkan bahwa kubis yang ditanam di bawah naungan plastik lebih tinggi daripada kubis tanpa naungan. Demikian pula pada penelitian Kusandriani (1996) bahwa perlakuan naungan kasa 43 % menunjukkan gejala etiolasi pada tanaman cabe hingga 50% lebih tinggi dari cabe yang ditanam tanpa naungan.

Pertumbuhan yang kurang optimal pada pengaruh perlakuan naungan ini, diduga karena persentase naungan dalam greenhouse yang digunakan sangat besar sehingga intensitas cahaya yang diserap tanaman sangat kecil. Dari hasil perhitungan, persentase naungan dalam greenhouse untuk kondisi naungan sebesar 87.9 % dan 64 % untuk kondisi tanpa naungan (Tabel 1). Hal ini terjadi karena intensitas cahaya matahari sudah terjerap dalam atap greenhouse, sehingga intensitas cahaya yang diteruskan oleh naungan menjadi sedikit. Pada hasil penelitian Subhan (1995) menyatakan bahwa persentase naungan yang besar dapat memperkecil luas daun kubis, hal ini berarti semakin sedikit stomata sehingga energi matahari yang terjerap semakin rendah, difusi CO2 dan transpirasi menurun menyebabkan absorbsi unsur hara dan air juga

menurun. Kondisi serupa terjadi pada penelitian Supit (1997) yang menyimpulkan bahwa tingkat naungan yang semakin tinggi dapat menurunkan bobot kering tanaman, luas daun, diameter krop, dan berat basah krop pada tanaman kubis.

Secara umum hasil dari perlakuan konsentrasi pupuk daun dalam penelitian ini menekan pertumbuhan selada, yang dapat dilihat pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, kecuali pada panjang akar. Hal ini diduga karena sudah tercukupinya kebutuhan unsur hara dalam selada, sehingga penambahan konsentrasi yang semakin meningkat melalui daun justru membuat tanaman tidak respon terhadap pemupukan dan kemungkinan intensitas cahaya yang rendah yang di tangkap oleh tanaman. Penelitian Napitulu (2003) menyatakan bahwa penggunaan pupuk daun Gandasil D konsentrasi 2.5 g/l setiap 4 hari sekali untuk tanaman selada dalam THST dengan larutan hara AB Mix tidak dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman sampai umur 4 MST.

Pengaruh interaksi antara naungan dan pupuk daun terjadi pada hasil panen yaitu jumlah tanaman hidup per panel., bobot selada yang dapat dipasarkan per tanaman dan per panel. Secara umum, aplikasi pupuk daun pada kondisi tanpa naungan terhadap variabel produksi panen menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan kondisi yang ternaungi, namun demikian respon kedua kondisi naungan tersebut adalah linier menurun. Keadaan ini diduga karena pada tingkat naungan yang tinggi, tanaman tidak dapat menyerap unsur hara sehingga berpengaruh terhadap respon pemupukan. Supit (1997) menyatakan bahwa taraf naungan yang besar menyebabkan kelembaban udara tinggi tetapi suhu udara rendah, hal ini mengakibatkan laju transpirasi menurun sehingga proses penyerapan hara dan air berjalan lambat dan berpengaruh terhadap fotosintesis translokasi hasil fotosintat.

Kandungan klorofil berpengaruh terhadap kualitas warna daun selada. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan naungan dapat meningkatkan kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total, hal ini berarti warna daun selada yang ternaungi lebih hijau dari selada tanpa naungan. Hal ini mungkin terjadi karena tanaman pada kondisi cahaya yang rendah akan meningkatkan konsentrasi klorofil untuk memaksimalkan penangkapan cahaya. Menurut Hale dan Orcutt (1987), untuk meningkatkan absorbsi cahaya pada keadaan ternaungi tanaman akan meningkatkan jumlah kloroplas per unit area, meningkatkan konsentrasi klorofil pada kloroplas dan diikuti dengan penurunan konsentrasi pigmen lain yang mengganggu proses penyerapan cahaya. Pada perlakuan aplikasi pupuk daun menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi pupuk daun dapat meningkatkan kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total. Hal ini diduga karena pupuk daun yang diberikan memiliki kandungan unsur nitrogen yang tinggi yaitu 14%, dimana unsur nitrogen berpengaruh terhadap warna hijau pada daun. Keadaan ini terbukti pada hasil analisis konsentarsi hara yang menunjukkkan semakin tinggi konsentrasi nitrogen seiring dengan meningkatnya konsentrasi pupuk daun (Tabel 7). Salisbury dan Ross (1997) menyatakan bahwa unsur nitogen memberi warna hijau pada daun, sehingga tanaman yang kekurangan nitrogen mengakibatkan daun menjadi kuning dan rontok.

Pengukuran terhadap kandungan nitrit (NO22-), nitrat (NO3-), dan amonium(NH4+) menunjukkkan

adanya peningkatan. Di samping itu, kandungan nitrit sudah dalam ambang batas keracunan yaitu sebesar 4.9 ppm. Apabila kondisi anaerob maka N-nitrat akan direduksi menjadi N-nitrit yang dapat meracuni tanaman, kandungan nitrit pada daerah tergenang umumnya berkisar antara 0 - 3 ppm (Anwar dan Sudadi, 2004). Tingginya kandungan nitrit diduga sebagai salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman.

(9)

Selada varietas Minetto termasuk dalam selada yang dapat menghasilkan krop. Pada penelitian ini, krop tidak terbentuk walaupun sudah ditambahkan umur panen selama 6 minggu floating. Krop selada sempat terbentuk pada umur 4 MST, akan tetapi setelah umur 4 MST krop yang terbentuk justru semakin merenggang. Hal ini diduga karena suhu pada tempat penelitian setelah umur 4 MST terlalu tinggi yaitu sempat mencapai 39o C sehingga tidak memenuhi untuk pembentukan krop yang sempurna. Menurut

Rubatzky dan Yamaguchi (1998), jika suhu lebih dari 30º C biasanya menghambat pertumbuhan, merangsang tumbuhnya tangkai bunga (bolting), menyebabkan rasa pahit, dan pada tipe kepala mengakibatkan krop menjadi longgar (tidak padat). Morgan (1999) menambahkan pembentukan krop selada dalam greenhouse akan tumbuh baik pada suhu kurang dari 8o C, sedangkan pada suhu 27o C pembentukkan

krop selada cenderung terhambat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan naungan dalam greeenhouse pada sistem THST memberikan hasil yang kurang optimal untuk pertumbuhan selada yang terlihat pada pertumbuhan tinggi selada menjadi sangat tinggi, menekan jumlah daun, memperkecil ukuran diameter batang dan luas daun, akan tetapi tidak mempengaruhi panjang akar.

2. Perlakuan konsentrasi pupuk daun sampai konsentrasi 6 g/l menurunkan secara linier terhadap pertumbuhan selada, yang terlihat pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, kecuali pada panjang akar.

3. Pengaruh interaksi antara naungan dan pupuk daun terjadi pada jumlah tanaman hidup per panel, bobot selada yang dapat dipasarkan per tanaman dan per panel.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. Dan U. Sudadi. 2004. Pengantar Kimia Tanah. Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Hale, M. G and D.M. Orcutt. 1987. Plant Physiology of Plants Under Stress. John Wiley and Sons, Singapore. 206 p.

Jensen, M. H. 1997. Hydroponics. J. Hort. Sci. 32 (6): 1018-1021.

Kusandriani,Y. 1996. Pengaruh naungan kasa terhadap hasil beberapa kultivar cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. J. Hort. 6 (1): 1016.

Morgan, L. 1999. Hydroponics Lettuce Production. Casper Publ. Ltd. Narrabean. Australia. 102 p.

Napitulu, L. 2003. Pengaruh aplikasi pupuk daun dalam sumber nutrisi berbeda pada sistem hidroponik sistem terapung tanaman selada. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. IPB.

Nurfinayati. 2004. Pemanfaatan berulang larutan nutrisi pada budidaya selada (Lactuca sativa L.) dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. IPB. Rubatzky, V. E and M. Yamaguchi. 1998. World Vegetables 2: Principles Production and Nutritive Values.

2nd Ed. Aspen Pub, Inc. Gaithersburg, Maryland. 292 p.

Salisbury, F. B., and C. W. Ross. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Jilid 3. ITB. Bandung. 343 hal. Subhan. 1995. Pengaruh naungan plastik dan tumpangsari tanaman tembakau terhadap hasil kubis di dataran

rendah. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran. Balitsa. Hal. 167-172.

Susila, A.D. 2003. Pengembangan teknologi hidroponik sistem terapung untuk sayuran daun. Laporan Penelitian. Proyek Due Like. Program Studi Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian. IPB. Susila, A.D. dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh volume dan jenis media tanam pada hasil tanaman selada

dalam Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agron. XXXII (3): 16-21.

Supit, P. C. H. 1997. Pengaruh naungan dan pemberian nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi kubis (Brasicca oleraceae var. Capitata). Tesis. KPK IPB Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Sutapraja, H. Dan U. Sumpena. 1996. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi pupuk daun Complesol cair terhadap pertumbuhan dan hasil kubis kultivar victory. J. Hort. 5 (5): 51 –55.

Referensi

Dokumen terkait

 benih kedelai dalam proses produksi yaitu calon benih yang belum lulus uji laboratorium atau masih dalam pertanaman yang siap panen dan dapat disalurkan bulan juni

Setelah pengguna yakin punya kemampuan menggunakan komputer dan percaya akan teknologi maka akan meningkat apakah teknologi tersebut bermanfaat (PU) dan mudah

Dimensi tersebut perlu ditanamkan pada calon pendidik dan tenaga kependidikan atau calon manajer yang menjadi suri tauladan bagai peserta didik dan anak buahnya ke

Hasil nilai MPN yang diperoleh dari 3 titik pengambilan sampel pada air keluaran (outlet) Danau Sentani tersebut menunjukkan bahwa air keluaran (outlet) Danau Sentani memiliki

Permasalahan yang tak kalah pentingnya adalah kebijakan pemerintah untuk menangani permasalahan di bagian hulu sungai Citarum sering menjadikan masyarakat sebagai objek

Hal ini diperkuat dengan fakta: pegawai jarang menangani pekerjaan berat, sebagian kecil pegawai kurang mampu bekerja sesuai target, ada beberapa pegawai yang kurang

Perealisasian sebuah Coupled-Line Directional Coupler untuk pengukuran parameter- parameter yang terdapat pada antena WiMAX menggunakan bahan substrat yang memiliki spesifikasi

!i{*g Agung Gereja Katolik Indonesia sejak tahun 2000 sampai sekarang, para Uskup bersama para wakil umat merefleksikan situasi bangsa krdonesia aan mJmbuat