• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN LOGAM MANGAN TERSERAP TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI ANTI TRYPANOSOMA MOCHAMAD IBNU ABDHIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN LOGAM MANGAN TERSERAP TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI ANTI TRYPANOSOMA MOCHAMAD IBNU ABDHIKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN LOGAM MANGAN TERSERAP TUBUH PADA

MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI ANTI TRYPANOSOMA

MOCHAMAD IBNU ABDHIKA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Logam Mangan Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus) sebagai Anti Trypanosoma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Mochamad Ibnu Abdhika

(4)

ABSTRAK

MOCHAMAD IBNU ABDHIKA. Pemberian Logam Mangan Teserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus) sebagai anti Trypanosoma. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.

Mangan merupakan unsur penting yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan homeostasis seluler. Trypanosomiasis merupakan penyakit yang menyerang hewan ternak dan hewan domestik yang disebabkan oleh

Trypanosoma evansi (T. evansi). T. evansi dapat menginduksi kerapuhan eritrosit

sehingga menyebabkan anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian nano logam Mn pada mencit yang diinfeksi T. evansi. Penelitian ini menggunakan mencit jantan dewasa berumur ± 10 minggu yang dibagi menjadi 5 kelompok : kelompok kontrol infeksi (KP), kelompok kontrol non infeksi (KN) dan kelompok yang diinfeksi T. evansi dan dosis logam bertingkat (Mn 190 mg/Kg BB (MnD1), 380 mg/Kg BB (MnD2), dan 760 mg/Kg BB (MnD3). Parameter yang diamati adalah persentase parasitemia, nilai Packed

Cell Volume (PCV), kadar Mn dalam darah dan persentase kematian. Tingkat

parasitemia MnD2 lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok perlakuan MnD1 dan MnD3 (p<0.05). Kematian terjadi pada hewan coba MnD1 dan MnD3 sedangkan pada MnD2 tidak megalami kematian hingga akhir masa pengamatan. Penelitian ini menunjukkan pemberian nano logam Mn dosis 380 mg/Kg bobot badan berpotensi menekan infeksi Trypanosoma pada mencit, menghambat jumlah parasitemia dalam darah serta mampu memperpanjang daya tahan hidup mencit.

Kata kunci: mangan, nano logam, surra, Trypanosoma evansi

ABSTRACT

MOCHAMAD IBNU ABDHIKA. The provision of Manganese metal the biodegradable metals in mice (Mus musculus) as anti Trypanosoma. Supervised by UMI CAHYANINGSIH and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.

Manganese is an essential element for normal growth, development and cellular homeostasis. Trypanosomiasis is caused by Trypanosoma evansi which can infect livestock and domesticated animals as well as cause anemia and animal mortality. The aim of the research was to determine Mn nano particle aplication against the percentage of parasitemia T. evansi on mice. It was used ± 10 weeks old male adult mice which were divided into 5 groups, consist of : infected control (IC), uninfected control (UIC), infected and treated by T. evansi with several metal dose group (Mn 190 mg/Kg body weight (MnD1), 380 mg/Kg body weight (MnD2), and 760 mg/Kg body weight (MnD3). The parameters of this study were percentage of parasites, Packed Cell Volume (PCV), blood manganese level, and mortality rate. The result showed that MnD2 percentage of parasite were lower than MnD1 and MnD3 (p<0.05). MnD1 and MnD3 were death during the observation, while MnD2 remain alive until the end of observation. Mn metal nano with dose of 380 mg/kg body weight could potentially impede Trypanosoma infection in mice, reduce parasitaemia level and extend the survival of mice. Keywords: manganese, nano metal, surra, Trypanosoma evansi

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PEMBERIAN LOGAM MANGAN TERSERAP TUBUH PADA

MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI ANTI TRYPANOSOMA

MOCHAMAD IBNU ABDHIKA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai bulan Januari 2015 ini adalah Pemberian Logam Mangan Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus) sebagai Anti Trypanosoma.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof Dr Drh Hj Umi Cahyaningsih, MS selaku pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan, arahan dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberi banyak masukkan dan arahan sehingga skripsi ini selesai disusun. 3. Ibu Rini Madyastuti Purwono, SSi, Apt, MSi selaku dosen pembimbing

akademik yang selalu memberikan nasehat selama penulis mengenyam pendidikan.

4. Staf Laboratorium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Balai Besar Penelitian Veteriner yang telah banyak membantu dalam penelitian penulis.

5. Keluarga tercinta bapak Abdul Muin Munif, SH, ibu Suwati Rahayu, SE, kakak Eka Mufitasari, S.IAN, saudara kembar Mochamad Ibnu Abdhiki, dan adik Mochamad Ilham Achirul atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya serta pengorbanannya kepada penulis.

6. Teman-teman sepenelitian Kak Danu, Kak Dwi, Kak Yasinta, Khoiri, Tiara, Rianti, Linda, Ida, Vivi atas doa dan dukungannya.

7. Teman-teman kontrakan Jati’s house Mas Tono, Kang Fony, Mas Danang, Syauqi, Abhi, Maulana, Caesar, Kiki yang selalu memberikan doa, motivasi, dan dukungannya kepada penulis.

8. Teman-teman seangkatan GANGLION FKH 48 atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan hingga selesainya skripsi ini.

9. Keluarga besar Jombang Agrostudent Community (JAC) yang mempunyai satu tujuan membangun Kabupaten Jombang.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Trypanosoma evansi 3 Nano Teknologi 4 Logam Mangan (Mn) 4

Mencit (Mus musculus) 5

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan 5

Alat 5

Metode Penelitian 6

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Tingkat Parasitemia 8

Nilai Packed Cell Volume (PCV) 9

Kadar Mineral Logam Mn dalam Darah 10

Tingkat Kematian Hewan Coba 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kelompok perlakuan pada mencit 6 2 Nilai rata-rata persentase parasitemia mencit yang diinfeksi T. evansi

setelah diberi nano logam Mn 9 3 Nilai rata-rata PCV (%) mencit yang diinfeksi T. evansi setelah diberi

partikel nano logam Mn

9 4 Nilai rata-rata kadar Mn dalam darah (ppm) mencit yang diinfeksi T.

evansi setelah diberi partikel nano logam Mn

10

DAFTAR GAMBAR

1 Trypanosoma evansi 3

2 Tahap pembuatan sediaan logam Mn 7

3 Persentase kematian pada mencit setelah diinfeksi T. evansi dan pemberian nano logam Mn

12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Logam mangan (Mn) merupakan unsur penting yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan homeostasis seluler (Erikson et al. 2005). Mn sangat penting dalam pembentukan tulang, metabolisme lemak dan karbohidrat, regulasi gula darah, serta penyerapan kalsium. Menurut Aschner (2003) Mn pada manusia dan hewan mempunyai fungsi sebagai kofaktor yang diperlukan enzim dalam sintesis neurotransmiter dan metabolisme, selain itu Mn juga diketahui mempunyai fungsi menjaga tegangan sel darah merah (Egbe-Nwiyi et al. 2005).

Trypanosoma evansi merupakan parasit darah yang banyak menginfeksi

ternak seperti sapi, kuda, kerbau. Trypanosoma evansi menyebabkan penyakit trypanosomiais atau lebih dikenal dengan penyakit surra. Trypanosomiasis (Surra) merupakan penyakit menular akut atau kronis pada hewan (Fahrimal et al. 2014). Penyakit ini ditularkan dari hewan satu ke lainnya oleh gigitan lalat penghisap darah yang bertindak sebagai vektor, terutama Tabanus sp. dan lalat Haematopota spp. (Tarmudji et al. 1990). Protozoa ini hidup dalam darah inang dan menghisap glukosa yang terkandung dalam darah. Selain itu, ia mengeluarkan sejenis racun yang disebut trypanotoksin yang bisa mengganggu kesehatan ternak kuda yang menderita penyakit ini (Arianto 2012). Hewan yang dilaporkan banyak terserang adalah kerbau, sapi, kuda, babi, dan anjing.

Kasus Surra pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1897 pada populasi kuda di Pulau Jawa. Paling tidak ada sebelas provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Sumatra Utara dan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan tempat endemik Surra (Fahrimal et al. 2013). Kasus terbaru di Indonesia terjadi di Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2010-2011. Kasus tersebut mengakibatkan 4268 ekor (kuda 1680, kerbau 2464, sapi 1960 ekor dinyatakan trypanosomiasis (Dirkeswan 2012). Inokulasi pada mencit (mice inoculation) sebagai salah satu hewan coba yang sensitif terhadap surra merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi penyakit surra kronis dan sudah banyak dibuktikan oleh para ahli (My et al. 2000; Reid et al. 2001; Njiru et al. 2004).

Pengendalian surra telah dilakukan dengan melakukan berbagai cara salah satunya adalah pemberian obat anti surra yang berupa anti protozoa isometamedium dan diminazen azeturat. Penggunaan obat tersebut kurang efektif karena terjadi resistensi terhadap beberapa obat anti surra. Oleh karena itu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari solusi pengobatan surra yang lebih efektif. Pengujian secara in-vivo pada mencit dilakukan dengan mengembangkan aplikasi implan nano teknologi menggunakan logam Mn yang dapat diserap tubuh (biodegradable metals) sebagai anti surra. Mekanisme kerja obat ini diharapkan setelah obat diinjeksikan secara intraperitoneal, obat tersebut menembus kapiler darah dan mengikuti aliran darah. Kemudian obat yang telah bercampur dengan darah dapat termakan oleh Trypanosoma dan dapat menghambat pertumbuhan parasit tersebut.

Hewan coba seperti tikus dan mencit sangat peka terhadap infeksi T. evansi (OIE 2009). Keuntungan mencit sebagai salah satu hewan coba yang sensitif

(12)

2

terhadap surra merupakan hal yang sangat baik untuk menguji beberapa unsur logam terserap tubuh yang berpotensi menjadi obat anti surra.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian nano partikel logam Mn terhadap tingkat parasitemia T. evansi, Packed Cell Volume (PCV), kadar Mn dalam darah dan kematian hewan coba.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menguji potensi logam Mn dalam sediaan nano logam terserap tubuh (biodegradable metals) sebagai alternatif baru pengobatan Trypanosomiasis.

TINJAUAN PUSTAKA

Trypanosoma evansi

Trypanosoma evansi menyebabkan penyakit yang disebut dengan trypanosomosis (surra). T. evansi secara luas terdistribusi, dan terjadi di beberapa bagian Afrika, Amerika, Eropa dan Asia (Barnard 2003; Dagantes et al. 2009). Penyakit surra merupakan penyakit menular pada hewan yang dapat bersifat akut dan kronis. Protozoa penyebab penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Evans pada tahun 1880 di India. Penyakit ini menyerang banyak spesies hewan domestik di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan. Secara geografis inang utamanya dapat berubah-ubah. Kerbau, sapi, unta, dan kuda merupakan hewan yang rentan terinfeksi T. evansi. Prevalensi trypanosomiasis pada sapi dan kerbau lebih tinggi dibandingkan dengan hewan kuda. Surra merupakan penyakit yang disebarkan oleh serangga (arthropod-borne). Beberapa spesies lalat Haematophagous dapat berperan sebagai vektor mekanik dalam penyebaran penyakit ini. Selain itu, di Brazil kelelawar juga dapat berperan dalam transmisi penyakit ini (Tampubolon 2004).

Taksonomi

Filum : Sarcomastigophora Sub Filum : Mastigophora Kelas : Zoomastigophora Ordo : Kinetoplatoride Famili : Trypanosomatidae Genus : Trypanosoma

(13)

3

Gambar 1 Trypanosoma evansi (Desquesnes 2013)

Morfologi

T. evansi merupakan parasit darah yang bentuknya kecil dan aktif membelah diri. T. evansi secara umum berukuran 23 sampai 25 µm (AUSVETPLAN 2006). Panjang rata – rata dari T. evansi adalah 24 ± 4 µm (minimal 15 µm, maksimal 33µm) (Desquesnes et al. 2013). T. evansi mempunyai inti yang mengandung kariosoma (trofonukleus) yang besar terletak di bagian tengah tubuhnya. T. evansi karakteristik tubuhnya ramping, ukurannya kecil dibanding T. theileri dan lebih besar dibandingkan dengan T. congolense. Parasit darah ini mempunyai ekstremitas posterior yang tipis dan mempunyai flagela

bebas.

Nano Teknologi

Nano teknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan dengan riset mengenai material yang berukuran nano atau disebut juga nanomaterial. Salah satu nanomaterial yang sedang menjadi perhatian peneliti sekarang ini adalah nanopartikel. Nanopartikel merupakan material yang memiliki ukuran kurang dari 100 nanometer (Abdullah 2009). Logam terserap tubuh diharapkan tidak menimbulkan residu. Oleh karena itu, komponen utama dari logam terserap tubuh harus elemen logam yang dapat dimetabolisme di dalam tubuh (Zheng et al. 2014). Ketika obat berukuran nano memasuki peredaran darah, interaksi yang intensif di dalam tubuh akan menentukan farmakokinetik nano partikel di dalam tubuh. Interaksi nano partikel di dalam tubuh dapat menginduksi efek toksik apabila dosis yang diberikan tidak dalam jumlah yang tepat, efek yang terjadi dapat berupa reaksi granuloma, stres oksidatif, fungsi enzim atau kematian sel ketika partikel nano memasuki sel (Arias 2014).

(14)

4

Logam Mn

Mangan secara alami banyak ditemukan di udara, air, dan tanah yang merupakan unsur esensial bagi manusia dan hewan. Konsumsi yang kurang atau berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan terutama paparan mangan dari makanan. Meskipun mangan merupakan unsur esensial bagi manusia dan hewan paparan kronis dengan dosis tinggi dapat membahayakan kesehatan yang targetnya adalah sistem saraf (Ashar 2007). Mangan merupakan trace elemen yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang kecil untuk memproduksi enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein dan lemak.

Unsur mineral mangan merupakan unsur penting yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan homeostasis seluler (Erikson et al. 2005). Mn sangat penting dalam pembentukan tulang, metabolisme lemak dan karbohidrat, regulasi gula darah, dan penyerapan kalsium. Pada manusia dan hewan Mn mempunyai fungsi sebagai kofaktor yang diperlukan enzim dalam sintesis neurotransmitter dan metabolisme (Aschner 2003).

Mangan terlibat dalam fungsi berbagai sistem organ dan dibutuhkan juga untuk fungsi kekebalan tubuh normal, regulasi gula darah, produksi energi seluler, reproduksi, pencernaan, dan pertumbuhan tulang. Superoxide dismutase merupakan antioksidan penting dalam proses metabolisme tubuh yang memberi perlindungan dari serangan radikal bebas (Gonzalez-Reyes et al. 2007). Asupan mangan dalam jumlah seimbang sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, asupan mangan melalui makanan harus tercukupi untuk mencegah kekurangan mangan (Gothankar et al. 2009).

Mencit

Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan. Mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembang biak, jinak, lemah, mudah ditangani, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetik yang cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakterisasi dengan baik. Kadang-kadang mencit mempunyai sifat kanibal (Yuwono et al. 2004). Taksonomi mencit menurut (ADW 2010) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Subordo : Miorpha Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Mus

Species : Mus musculus

Berat badan mencit bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20 g. Mus musculus liar dewasa dapat mencapai 30-40 g

(15)

5

pada umur enam bulan atau lebih. Mus musculus akan lebih aktif pada senja atau malam hari, mereka tidak menyukai tempat terang. Mereka juga hidup di tempat tersembunyi yang dekat dengan sumber makanan dan membangun sarangnya dari bermacam-macam material lunak (Muliani 2011).

Mencit merupakan salah satu hewan model yang sering digunakan karena mencit memiliki interval generasi yang pendek, jumlah anak sekelahiran yang tinggi, mudah berkembangbiak, variasi genetik yang cukup besar, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, harganya murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani dan tidak berbahaya bagi peneliti. Mencit dan tikus juga merupakan hewan yang sangat peka terhadap infeksi Trypanosoma (OIE 2009)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Oktober 2014 hingga Januari 2015. Pengujian logam Mn terserap tubuh dilakukan di Laboratorium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Protozoologi, Departemen Parasitologi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET), Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus) jantan dewasa strain DDY yang berumur sekitar 10 minggu dengan bobot badan rata-rata 25 g, Trypanosoma evansi isolat Pemalang, sampel darah, logam Mn, Partikel logam terserap tubuh hasil uji LD50 nano-Mn (dosis 190 mg/kg bobot badan, 380 mg/kg bobot badan, dan 760 mg/kg bobot badan), Etanol, Aquadest, NaBH4® (Nacalai Tesque, Japan), NaOH 20%, NaOH 60% dengan pH 7.1, HCl, Minyak emersi, Alkohol 70%, Larutan Phosphate Buffer Saline Glucose (PBSG),

Methylen blue Lӧffler, Larutan pewarna Giemsa (Merck KgaA, Germany), label,

Clavanox® (Kalbe, Indonesia), Flagyl® (Sanofi Aventis, Indonesia), Drontal® (Bayer, Indonesia).

Metode Penelitian

Isolat T. evansi

Trypanosoma evansi yang digunakan adalah isolat Pemalang yang bersifat

non-patogen yang merupakan koleksi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) Bogor. Isolat tersebut dikoleksi dari darah kerbau tanggal 17 September 1996 di Desa Surajaya, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah dan disimpan di dalam nitrogen cair (kriopreservasi).

(16)

6

Perbanyakan T. evansi

Perbanyakan T. evansi dilakukan untuk menyediakan stok isolat yang akan digunakan dalam penelitian dalam jumlah banyak, yaitu dengan cara passase pada mencit. Isolat yang disimpan dalam nitrogen cair, dithawing terlebih dahulu. Selanjutnya diencerkan dengan PBSG pH 8 hingga 0.2 mL dan diinfeksikan ke mencit jantan (strain DDY) sebanyak 0.1 mL/mencit secara intraperitoneal (IP). Tingkat parasitemia diamati setiap hari dengan cara mengambil darah dari ekor. Apabila tingkat parasitemia telah mencapai 108, maka parasit dipanen dengan cara

intracardial, kemudian dijadikan stok infeksi untuk uji selanjutnya. Adaptasi Hewan coba (mencit)

Adaptasi hewan coba (mencit) selama sepuluh hari dilakukan sebelum penelitian LD50 dan in-vivo yaitu pemberian obat cacing, antibiotik dan anti protozoa. Selain itu mencit ditempatkan dalam kandang yang berisi 10 ekor per kandang, diberikan pakan 2x sehari dan minum ad libitum. Tahapan lebih lanjut pada pengembangan obat nano teknologi logam terserap tubuh (biodegradable

metals) sebagai implan anti surra yang teruji secara in-vivo pada hewan coba. Hewan coba (mencit)

Sebanyak 50 ekor mencit jantan strain DDY digunakan untuk penelitian ini. Kelompok perlakuan hewan coba tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Kelompok perlakuan pada mencit Kelompok n(ekor) Perlakuan

K P 10 Mencit diinfeksi T. evansi

K N 10 Mencit tanpa diinfeksi T. evansi dan pengobatan

MnD1 10 Mencit diinfeksi T. evansi diobati partikel nano Mn dosis 190 mg/Kg Bobot Badan

MnD2 10 Mencit diinfeksi T. evansi diobati partikel nano Mn dosis 380 mg/Kg Bobot Badan

MnD3 10 Mencit diinfeksi T. evansi diobati partikel nano Mn dosis 760 mg/Kg Bobot Badan

(17)

7

Pembuatan sediaan logam Mangan

Gambar 2 Tahap pembuatan sediaan logam Mn

Pembuatan Sediaan Farmasetik

Sediaan obat nano partikel logam Mn dibuat dalam bentuk larutan yang diberikan secara IP. Larutan nano partikel dicampurkan dengan media pembawa (aquabides) yang sesuai dengan tujuan aplikasi. Sediaan dibuat dengan mencampur serbuk logam terserap tubuh nano Mn dengan 2.5 mL HCL + 20 mL NaOH 20% + 7.5 mL NaOH 60% hingga pH 7.1. Sediaan lalu disimpan dalam botol yang tertutup rapat pada suhu ruang.

Uji In Vivo pada Hewan coba Mencit Sebanyak 50 ekor mencit jantan strain Deutscland Dunken Yonken (DDY)

digunakan untuk penelitian ini. Empat puluh diantaranya diinfeksi dengan T.

evansi berjumlah 105 per ekor secara intraperitoneal (volume 0.3 mL darah dan PBSG yang mengandung 105 T. evansi) dan sepuluh ekor lainnya tidak diinfeksi (kelompok hewan normal). Selanjutnya, 40 mencit yang telah diinfeksi dibagi secara acak menjadi empat kelompok sehingga setiap kelompok perlakuan terdiri dari sepuluh ekor, yaitu lima ekor digunakan untuk pengamatan kematian dan lima ekor untuk pengambilan darah. Menurut Wardhana et al. (2012) jumlah 105 direkomendasikan untuk uji-uji biologis, seperti uji obat T. evansi. Setiap kelompok hewan coba diberi tanda yang unik pada tubuhnya dengan asam pikrat. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji LD50 yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu 760 mg/Kg Bobot Badan.

Tiga jam pasca infeksi T. evansi secara intraperitoneal, masing-masing kelompok mencit diberi larutan nano partikel logam Mn sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Pengamatan pengaruh pemberian partikel nano logam Mn

(18)

8

terhadap mencit yang diinfeksi T. evansi dilakukan dengan melihat keberadaan parasit tersebut melalui pemeriksaan natif darah yang dikoleksi dari bagian ekor pada hari ke 0, 4, dan 7. Sampel darah diambil melalui rute intraocular untuk pemeriksaan parasit dalam darah dan mengetahui nilai PCV dan uji kadar mineral. Sebelum dilakukan pengambilan darah, ketamin diberikan pada mencit secara intraperitoneal sebagai obat bius.

Pewarnaan Ulas Darah (Giemsa 10%)

Parasitemia dihitung melalui preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa 10%, yang diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000x. Cara pembuatan preparat ulas darah adalah sebagai berikut : satu tetes darah diteteskan pada kaca objek kemudian kaca objek yang lain ditempelkan pada darah agar darah menyebar kemudian didorong dengan membentuk sudut sekitar 45o. Hasil preparat ulas darah dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam methanol (selama 10 menit) sampai mengering. Larutan Giemsa 10% diteteskan di atas preparat ulas darah dan didiamkan selama (15-20 menit) kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara.

Penghitungan PCV

Penghitungan PCV dengan sampel darah (whole blood) perifer yang dimasukkan ke dalam tabung mikrohematokrit yang mengandung anti koagulan hingga ¾ tabung. Selanjutnya, salah satu ujungnya disumbat dengan lilin, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama lima menit kemudian dibaca menggunakan microhematocrit reader.

Uji Kadar Mineral dalam Darah Sebanyak 0.5 mL darah dikoleksi dari intraokuler dan di masukkan ke

dalam tabung yang mengandung heparin, kemudian disentrifuge untuk mendapatkan plasma darah. Pemeriksaan kadar mineral dalam darah menggunakan

Atomic Adsorbtion Specttophotometer (AAS). Pengamatan Kematian Hewan coba

Pengamatan kematian hewan coba dilakukan dua kali, yaitu pagi hari (pukul 7.30) dan sore hari pukul (15.30).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan

software SPSS, uji ANOVA, dan dilanjutkan uji DUNCAN untuk melihat berbeda

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Parasitemia

Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah parasit pada semua perlakuan cenderung terus meningkat pada hari ke tujuh (Tabel 2). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Subekti et al. (2013) menyebutkan bahwa isolat Pemalang memiliki karakteristik yang unik, yaitu jumlah parasit meningkat pada hari ke empat hingga ke tujuh dan cenderung menurun tajam pada hari ke 8-12 selanjutnya meningkat kembali dan hewan coba mati (100%) pada hari ke-22. Pola demikian disebut parasitemia undulan, yaitu menurun secara tajam kemudian diikuti dengan kenaikan tajam kembali. Pola parasitemia undulan menunjukkan adanya regulasi biologis di dalam tubuh hewan (Subekti et al. 2013)

Tingkat parasitemia MnD2 pada hari ke tujuh lebih rendah dan berbeda

nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan MnD1 dan MnD3. Hasil tersebut menyatakan bahwa MnD2 mampu menekan perkembangan T. evansi, sehingga dosis tersebut berpotensi sebagai dosis efektif untuk mengobati Trypanosomiasis. Hasil yang didapat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Egbe-Nwiyi et al. (2005) bahwa pemberian Mn dapat mengurangi tingkat keparahan parasitemia dari tikus yang terinfeksi Trypanosoma, selain itu Mn juga mempunyai fungsi untuk menjaga tegangan membran sel darah merah. Kelompok perlakuan MnD1 dan MnD3 tidak mampu menekan parasitemia pada mencit hal ini diduga dosis tidak efektif.

Tabel 2 Nilai rata-rata persentase parasitemia mencit yang diinfeksi T.evansi setelah diberi partikel nano logam Mn

Kelompok Waktu setelah pemberian (hari ke-)

0 4 7 KP 0.00 ± 0.00a 0.58 ± 0.64a 10.22 ± 12.45a KN 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a MnD1 0.00 ± 0.00a 4.51 ± 7.57a 2.49 ± 20.18b MnD2 0.00 ± 0.00a 0.56 ± 0.76a 7.76 ± 10.95a MnD3 0.00 ± 0.00a 3.46 ± 7.45a 7.74 ± 7.20b Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama

menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 95% (p>0.05).

Nilai Packed Cell Volume (PCV)

Rataan nilai PCV hewan coba yang diinfeksi dengan T. evansi dan diterapi dengan larutan partikel nano logam Mn selama tujuh hari dapat dilihat pada Tabel 3. Pengamatan pada hari ke nol menunjukkan bahwa seluruh hewan coba yag digunakan memiliki nilai PCV yang tidak berbeda nyata berkisar 45-49.2 yang masuk dalam kategori normal (p>0.05). Hal ini diduga pada hari ke nol

(20)

10

bahwa kisaran nilai PCV mencit normal sekitar 44.9-51.7% dengan nilai rata-rata pada jantan sebesar 48.5% dan betina sebesar 46.5%.

Tabel 3 Nilai rata-rata PCV (%) mencit yang diinfeksi T. evansi setelah diberi partikel nano logam Mn

Kelompok Waktu setelah pemberian (hari ke-)

0 4 7 KP 49.20 ± 2.58fg 34.50 ± 1.12bc 28.33 ± 1.08a KN 47.60 ± 2.96f 38.40 ± 3.13cd 41.60 ± 1.52de MnD1 48.00 ± 1.41f 52.80 ± 2.16g 34.40 ± 2.30bc MnD2 49.60 ± 1.51fg 32.20 ± 4.26ab 33.00 ± 4.47b MnD3 45.00 ± 0.00ef 35.80 ± 8.87bc 38.75 ± 2.94cd Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama

menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 95% (p>0.05).

Semua kelompok perlakuan mengalami penurunan nilai PCV secara nyata (p<0.05). Hal ini diduga Trypanosoma mulai berkembang di dalam darah pada hari ke empat sampai ke tujuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Subekti et al. (2013) bahwa terdeteksi atau teramatinya T. evansi dalam darah perifer sejak pertama kali diinfeksikan ke tubuh hewan adalah 2 hpi - 4 hpi (hari pasca infeksi). Perkembangan Trypanosoma dalam tubuh mencit secara langsung dapat merusak sel darah. Penurunan nilai PCV ini dapat disebabkan oleh rapuhnya sel darah merah karena infeksi Trypanosoma sehingga menyebabkan anemia (Nishimura et

al. 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subekti et al.

(2013) bahwa trypanosomiasis dapat memengaruhi penurunan PCV, anemia, dan bahkan menyebabkan kematian.

Penyebab rendahnya nilai PCV tidak selalu diakibatkan oleh tingginya jumlah parasit dalam darah. Nilai PCV yang rendah diduga karena adanya abnormalitas organ pada hewan coba, sehingga nilai PCV akan menunjukkan profil menurun atau di bawah normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Karuri et al. (2008) bahwa rendahnya PCV dapat diakibatkan oleh pembesaran organ yaitu limpa. Kelompok perlakuan yang diberi logam Mn memiliki nilai PCV yang lebih tinggi dibandingkan dengan KP pada hari ke tujuh.

Kadar Mineral Logam Mn dalam darah

Berdasarkan hasil penelitian pemberian logam Mn pada mencit mampu meningkatkan kadarnya di dalam sirkulasi darah. Hal ini terlihat pada semua kelompok perlakuan yang dilakukan pemberian logam Mn menunjukkan kenaikan kadar logam Mn dalam darah yang berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok KP (p>0.05) (Tabel 4). Rentang kenaikan kadar Mn pada perlakuan MnD1-MnD3 pada hari ke empat dan ke tujuh adalah 14.22-15.48 ppm. Hasil ini tidak sesuai dengan Mc Dowell (2003) yang menyebutkan bahwa kebutuhan ideal Mn pada mencit adalah 10 ppm. Tingginya kadar Mn diduga Mn tidak terabsorbsi dengan sempurna di dalam tubuh dan terakumulasi di dalam darah.

(21)

11

Tabel 4 Nilai rata-rata kadar Mn dalam darah (ppm) mencit yang diinfeksi T.

evansi setelah diberi partikel nano logam Mn

Kelompok Waktu setelah pemberian (hari ke-)

0 4 7 KP 2.45 ± 0.2ab 1.32 ± 0.52a 2.09 ± 1.38a KN 3.08 ± 1.8ab 4.46 ± 4.99b 3.38 ± 1.23ab MnD1 16.50 ± 1.76c 5.30 ± 0.78c 15.37 ± 0.98c MnD2 15.26 ± 1.06c 14.80 ± 1.64c 15.48 ± 1.24c MnD3 14.70 ± 0.76c 14.22 ± 0.76c 15.26 ± 0.30c Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama

menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 95% (p>0.05).

Tingkat Kematian Hewan Coba

Kelompok perlakuan MnD1 terlihat mengalami peningkatan kematian sebesar 60% pada hari ke tujuh pasca injeksi (Gambar 3). Hal ini diduga terjadi karena Mn yang diinjeksikan di bawah dosis efektif, sehingga tidak mampu menghambat pertumbuhan Trypanosoma. Kelompok perlakuan MnD2 dan MnD3 mampu menahan kematian mencit jika dibandingkan dengan KP. Hal ini dikarenakan KP tidak diinjeksi logam Mn sehingga Trypanosoma dapat terus berkembang di dalam tubuh hewan coba. Kematian pada kelompok KP meningkat dari 20% menjadi 40% dikarenakan Trypanosoma dapat menginfeksi hewan coba dengan mengeluarkan toksin yang disebut trypanotoksin (Rukmana et al. 1981). Tryapanotoksin berasal dari enzim lisosom proteolitik dan asam amino aromatik dalam darah inang yang dimetabolisme di dalam tubuh Trypanosoma.

Keberadaan Trypanotoksin dalam darah dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah (eritrosit) (Mbaya et al. 2012). Peningkatan kematian pada kelompok KP dapat didukung oleh penelitian Subekti et al. (2013) yang melaporkan bahwa mencit yang diinfeksi T. evansi dapat mengakibatkan kematian sangat cepat (≤ 6 hari pasca infeksi) atau bahkan lebih lama 10-24 hari pasca infeksi) bergantung dengan jenis isolatnya. Kelompok perlakuan MnD2 tidak mengalami kematian hingga akhir masa pengamatan. Hal tersebut membuktikan bahwa MnD2 merupakan logam yang efektif untuk menghambat perkembangan Trypanosoma. Selain itu, juga dapat dibuktikan dari tingkat parasitemia yang rendah dan penelitian yang menggunakan logam lain seperti Zn dan Co dengan hasil kurang memuaskan yaitu hewan coba banyak mengalami kematian (Andari 2015; Widiati 2015).

Persentase kematian kelompok MnD3 hingga hari ke tujuh sebesar 10%. Tingginya tingkat dosis tidak berkorelasi dengan kematian yang tinggi akibat obat tersebut bersifat toksik. Menurut Calabrese dan Baldwin (1999) kondisi tersebut menunjukkan adanya fenomena yang disebut dengan hormesis. Hormesis adalah gambaran dari fenomena efek stimulasi dari suatu zat yang muncul pada pemberian dosis sangat rendah dan sangat tinggi. Fenoma hormesis ini biasa terjadi pada percobaan farmakologi dan toksisitas berbagai jenis zat tidak

(22)

12

tergantung pada jenis bahan kimia dari zat yang diuji (Calabrese 1999; Baldwin 1999).

Kematian mencit yang diinfeksi T. evansi dapat disebabkan beberapa faktor yaitu, pembelahan Trypanosoma yang cepat, dan dapat menyebabkan kerusakan yang parah dalam darah (Verdillo et al. 2012). Menurut Carmona et al. (2006) melaporkan hasil yang berbeda, kematian mencit tidak selalu terkait dengan jumlah parasitemia yang tinggi dan adanya anemia maupun gejala klinis lainnya. Umumnya infeksi T. evansi selalu menyebabkan kematian 100% pada semua galur mencit (De Menezes et al. 2004). Hal ini disebabkan karena mencit merupakan hewan coba yang peka terhadap infeksi T. evansi. Mencit memiliki kemampuan merespon parasitemia yang berbeda sehingga menimbulkan pola parasitemia yang berbeda. (De Menezes et al. 2004).

Gambar 3 Persentase Kematian pada Mencit setelah diinfeksi T. evansi dan pemberian nano logam Mn

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian larutan nano logam Mn pada dosis MnD2 (380 mg/Kg BB) berpotensi menekan infeksi Trypanosoma pada mencit, dapat menurunkan jumlah parasitemia dalam darah, sehingga mampu memperpanjang daya tahan hidup mencit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan dosis 380 mg/Kg BB atau dengan hewan coba lain yang lebih tinggi tingkatannya untuk mengetahui kelebihan dari partikel nano logam Mn sebagai obat anti Trypanosoma.

0 0 0 0 20 20 20 40 0 0 0 0 0 40 40 60 0 10 20 30 40 50 60 70 0 1 2 3 4 5 6 7 P er sent a se K em a tia n Hari Ke- K-K+ MnD1 MnD2 MnD3

(23)

13

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M, Kahirrurijal. 2009. Karakterisasi nanomaterial. A review [ulasan]. J

nanosains dan nanoteknologi [Internet]. [diunduh 2016 Aug 1]: (2)28-2008.

Tersedia pada: http://academia.edu.documents/37564263/147605954-Macam-Macam-Metode-Karakterisasi-Nanomaterial.pdf

Andari R. 2015. Parasitemia dan kadar zink dalam darah mencit setelah diinfeksi

Trypanosoma evansi serta pemberian partikel nano logam zink. [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arianto, Marni. 2012. 481 Ekor Ternak Mati di Sumba. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 12]. Tersedia pada : http://www.batukar.info/news/481-ekor-ternak-mati-di-sumba.

Arias JL. 2014. Nanotechnologi and Drug Delivery. Volume One: Nanoplatform

in Drug Delivery. (US) : CRC Press.

Ashar T. 2007. Analisis resiko asupan oral pajanan mangan dalam air terhadap kesehatan masyarakat. J Kesehatan Masyarakat Nasional. 2:3.

Aschner M, Erikson KM. 2003. Manganese neurotoxicity glutamate-GABA interaction. Neurochem Int. 43:475-80.

[ADW] Animal Diversity Web. University of Michigan Museum of Zoology. 2010. Classification [Internet]. [diunduh 2015 Mei 3]. Tesedia pada http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/classification/Mus_ musculus.html.

Ausvetplan. 2006. Disease Strategy Surra. Australia (AUS) : Primary Industries Ministerial Council.

Ballenger L. 1999. Mus musculus house mouse. Animal Diversity Web. [internet]. [diunduh 2015 Mar 11]. Tersedia pada: http://animaldiversity.org/accounts/Mus_musculus/

Barnard DR. 2003. Control of fly-borne diseases. Pesticide Outlook 14:222-228.

Calabrese EJ, Baldwin, LA. 1999. Reevaluation of the fundamental dose-response relationship. Bioscience 49: 725-724. Carmona TMP, Garrizzo J, Rooschman-Gonzalez A, Tejero F, Escalante A and

Aso PM. 2006. Susceptibility of different mouse strains to experimental infection with a Venezuelan isolate of Trypanosoma evansi. J Protozool

Res. 16 : 1-8.

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2013. Trypanosomiasis African. USA : CDC [Internet]. [diunduh 2015 Mei 21]. Tersedia pada : http//www.cdc.gov/dpdx/trypanosomiasisafrican/

Dargantes AP, Mercado RT, Dobson RJ, Reid SA. 2009. Estimating the impact of Trypanosoma evansi infection (surra) on buffalo population dynamics in Southern Philippines using data from cross-sectional surveys.

Int J. Parasitol. 39: 1109-1114.

De Menezes VT, Queiroz AO, Gomez MAM, Marques MAP, Jansen AM. 2004.

Trypanosoma in bred and Swiss-Webster Mice : distinct aspects of

pathogenesis. Parasitol Res. 94:193-200.

Desquesnes M. 2013. Trypanosoma evansi and Surra : A review and perspective on origin, history, distribution, taxonomy, morphology, hosts, and

(24)

14

phatogenic effects. International : BioMed Research International. 22:176-194.

[Dirkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2012. Pedoman pengendalian dan pemberantasan penyakit Trypanosomiasis (Surra). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian. [internet].

[diunduh 2015 nov 12]. Tersedia pada

e-journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita…/346.

Douglas J. 2010. Schalm’s Veterinary Hematologi. Ed ke-6. Hlm 854. Iowa (AS): Blackwell Publishing.

Dwandaru WSB. 2012. Aplikasi Nanosains dalam Berbagai Bidang Kehidupan:

Nanoteknologi. Yogyakarta (ID): UNY

Egbe–Nwiyi TN, Igbue N, Igbokwe CIO, Nwosu CO. 2005 : Effect of oral supplementation with Manganese on the severity of Trypanosoma brucei and Trypanosoma congolense infections in rats. Nig. Vet. J. 26(2): 8-17. Erikson KM, Syversen T, Aschner J, Aschner M. 2005. Interaction between

excessive manganese – exposure and dietary iron – deficiency in neurodegeneration. Environ Toxicol Pharmacol. 19:415-21.

Fahrimal Y, Saad MD, Budiman H. 2013. Inokulasi Trypanosoma evansi pada mencit Mus musculus strain Balb-C yang berasal dari darah sapi local. J

Med Vet. 7 (2).

Fahrimal Y, Eliawardani I, Rafina A, Azhar A, Asmilia N. 2014. Profil darah tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinfeksikan Trypanosoma evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh (Salix tetrasperma Roxb). J

Kedokteran Hewan. 8 (2).

Gonzalez-Reyes, Rodrigo E. 2007. “Manganese and epilepsy : A systematic review of the literature”. Brain Research Review 53: 332-336.

Gothankar SS. 2009. “Daily intake of manganese by local population around Kylleng Pyndengsohiong Mawthabah (Domiasiat), Meghalaya in India”. Science of the Total Environment 407: 2868–2871.

Karuri SM, Ngure RM, Wachira FN, Wanyoko JK, Mwangi JN. 2008. Different types of tea product attenuate inflamation induced in Trypanosoma brucei infected mice. J Parasitol International 57:324-333.

Mbaya A, Kumshe H, Nwosu CO. 2012. The mechanism of anemia in Trypanosomiasis: A review [ulasan]. Intech [internet]. [diunduh 16 juni 2016]. www.intechopen.com/books/anemia/the-mechanism-of-anemia-in-trypanosomosis-a-review.

McLeod, SA. 2010. Stress and the Immune System – Simply Psychology [Online]. [internet]. [diunduh 2015 nov 14] tersedia pada http://www.simplypsychology.org/stress-immune.html.

Muliani H. 2011. Pertumbuhan mencit (Mus musculus) setelah pemberian biji jarak pagar (Jatropha curcas L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 19:1. My LN, Holland WG, Tam PT, Thanh NG, Hoan DH. 2000. Comparative study of

techniques for diagnosis of Trypanosoma evansi in buffaloes. Vet. Sci.

Tech. 7:6-14.

Nishimura K, Nakaya H, Nakagawa H, Matsuo S, Ohnishi Y, Yamasaki S. 2011. Effect of Trypanosoma brucei on erythropoiesis in infected rats. J

(25)

15

Mc Dowell LR. 2003. Minerals in Animal and Human Nutrition. Florida (US): Department of Animal Scienses.

Njiru ZK, Constantine CC, Ndung’u JM, Robertson I, Okaye S, Thompson RC, Reid SM. 2004. Detection of Trypanosoma evansi in camels using

PCR and CATT/T. Evansi tests in Kenya. Vet. Parasitol. 124:187-199. Office International des Epizootics [OIE]. 2009. Manual of Diagnostic Tests and

Vaccine for Terrestrial Animals. New York (US).

Reid SA, Husein A, Copeman DB. 2001. Evaluation and improvement of parasitological tests for Trypanosoma evansi infection. Vet. Parasitol. 102:291-297.

Rukmana MP, Djati T, Gunawan E, Ashadi G. 1981. Perbandingan keganasan T.

evansi antara asal daerah di Jawa Barat terhadap kecepatan kematian tikus.

Jakarta (ID) : Seminar Parasitologi Nasional II (Risalah Pertemuan Ilmiah). Subekti DT, DH Sawitri, Suhardono, AH Wardhana. 2013. Pola Parasitemia dan Kematian Mencit yang Diinfeksi Trypanosoma evansi Isolat Indonesia.

JITV. 18(4):274-290.

Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Tarmudji, Kateren K, Siswansyah DD, Achmad. 1990. Studi Pendahuluan

Peternakan Kerbau Rawa dan Identifikasi Parasit Darahnya di Kalimantan Selatan. Penyakit Hewan 22(40): 106-111.

Tokarnia CH, Dobereiner J, Peixoto PV, Moraes SS. 2008. Outbreak of copper poisoning in cattle fed poultry litter. Vet. Hum. Toxicol. 42(2): 92-95.

Verdillo, JCM, Lazaro JV, Abes NS, Mingala CN. 2012. Comparative Virulence of three Trypanosoma evansi Isolates from water buffaloes in the Philippines. Exp. Par. 130:130-134.

Widiati T. 2015. Parasitemia dan gambaran darah mencit yang diinfeksi

Trypanosoma evansi setelah pemberian partikel nano logam kobalt

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yolanda ET. 2014. Pengaruh periode puasa sebagai penginduksi stress terhadap perubahan jumlah limfosit dan neutrophil pada mencit putih jantan. [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Yuwono SS, Sulaksono E, Yekti PR. 2004. Keadaan nilai normal baku mencit

strain CBR Swiss derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular. Volume ke-94 Jakarta : Grup PT Kalbe Farma. Cermin Kedokteran [Internet]. [diunduh pada 2015 Mei 2]. Tersedia pada : http://www.kalbe.co.id.htm. Zheng YF, Gu XN, Witte F. 2014. Biodegradable metals. Elsevier Materials

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 18 Desember 1992 dari pasangan bapak Abdul Muin Munif, SH dan Ibu Suwati Rahayu, SE. Penulis adalah putra ke dua dari empat bersaudara. Penulis bertempat tinggal di Perumahan Griya Jombang Indah Blok F No 7 RT 01/RW 04 Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Jombang, yaitu SDN Kepanjen 2 Jombang lulus pada tahun 2005, SMPN 2 Jombang lulus pada tahun 2008, SMAN 2 Jombang pada tahun 2011, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Sekretaris II HIMPRO HKSA pada tahun 2013-2014 dan sebagai Sekretaris I HIMPRO HKSA pada tahun 2014-2015. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Anatomi I pada tahun 2013, menjadi ketua divisi logistik dan transportasi dalam acara Pet Care

Day (PCD) pada tahun 2014, dan menjadi anggota divisi acara dalam acara Masa

Pengenalan Fakultas di Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun 2014. Bulan Agustus 2014 penulis mengikuti pengabdian masyarakat di Provinsi Riau dalam rangka pengendalian penyakit zoonosis terutama rabies.

Gambar

Gambar 2  Tahap pembuatan sediaan logam Mn  Pembuatan Sediaan Farmasetik
Gambar 3  Persentase Kematian pada Mencit setelah diinfeksi T. evansi        dan pemberian nano logam Mn

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa mean untuk variabel kepuasan konsumen dilihat dari kualitas layanan diketahui bahwa rata-rata konsumen menjawab puas dengan kualitas layanan yang

Pada K0 sebagai kontrol, tikus putih yang mengalami luka bakar derajat II hanya diberikan aquadest, K1 diberi perlakuan luka bakar menggunakan normal saline, K2

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Animasi Terhadap Minat dan

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan fungsional jumlah penduduk muslim (X) dan jumlah bangunan masjid/musholah (Y) di Provinsi Sulawesi

DOKUMEN TIDAK TERKAWAL KAEDAH 2: Beri kelulusan penggunaan produk/perkhidmatan dengan kebenaran pihak yang berkuasa dan/atau pelanggan (jika

Melalui pemerhatian penyelidik, belum lagi ditemui kajian yang mengkaji tahap kompetensi guru besar/pengetua dengan skor standard kualiti pengetua/guru besar dimana untuk

2engan demikian, ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran ba8ah)

keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan